Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26682 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samuel Ronny Kusuma
"Latar Belakang: Data GLOCOBAN tahun 2018 menunjukkan bahwa kanker lambung merupakan penyebab kematian akibat kanker nomor tiga di dunia. Hingga saat ini, belum terdapat deteksi dini untuk kanker lambung. Kanker lambung sering ditemukan dalam kondisi yang sudah berat, karena 25,8% kasus tidak terdiagnosis ketika dilakukan upper endoscopy. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa spektrofotometri dapat digunakan dalam mendeteksi jaringan kanker, antara lain spektroskopi Raman dan optik. Hingga saat ini belum ada penelitian yang mendeteksi jaringan kanker lambung berdasarkan spektrofotometri sederhana.
Tujuan: Studi ini dilakukan untuk mengetahui ambang batas perbedaan panjang gelombang reflektansi pada jaringan kanker normal dengan jaringan pra-kanker dan jaringan kanker lambung serta menganalisis akurasi spektrofotometer dalam klasifikasi jaringan..
Metode: Reflektansi jaringan mencit Mus musculus diukur menggunakan spektrofotometer konvensional pada panjang gelombang 431.5-705.2 mm. Hasil reflektansi kemudian digunakan dalam model machine learning untuk menentukan klasifikasi berdasarkan reflektansi.
Hasil: Machine learning Tree menggunakan panjang gelombang 431,5, 494,2, dan 502.5 nm. Analisis Principal Component Analysis menunjukkan adanya penumpukkan antara jaringan prekanker dengan jaringan kanker. Metode Random Forest (CA: 0.857, precision: 0.872, recall: 0.857) lebih baik dalam mengklasifikasikan jaringan kanker lambung dibandingkan metode Tree (CA;0,607, precision:0,619, dan recall:0,607) dan logistic regression (CA:0,750, precision: 0,739, dan recall:0,750). Spektrofotometri reflektans sederhana memiliki sensitivitas sebesar 68.42%-89.47% dan spesifisitas sebesar 44-88.89% dalam mendeteksi jaringan pra-kanker dan jaringan kanker.
Kesimpulan: Dengan rentang panjang gelombang 431,5, 494,2, dan 502.5 nm, spektrofotometri sederhana tidak dapat membedakan jaringan pra-kanker dan kanker karena terdapat penumpukan protein seperti miglobin, dan juga tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang baik dalam membedakan jaringan normal dan tidak normal.

Background: GLOCOBAN in 2018 shows that gastric cancer is the third leading cause of death for cancer-related disease. Until now, there’s no early detection for gastric cancer. This causes gastric cancer to be diagnosed at a later stage, because 25,8% gastric cancer cases are undiagnosed even with upper endoscopy 3 years before diagnosis.A number of study has shows that spectrophotometry can be used for detecting gastric cancer, such as Raman spectroscopy and optical. Until now, there is no research that detect gastric cancer using conventional spectrophotometer.
Objectives This study aims to understand the difference between wavelength of the reflectance from the normal gastric tissue, precancerous gastric tissue, and gastric cancer tissue and analyze the accuracy of conventional spectrophotometer to classify the tissues.
Methods The reflectance of the tissue of Mus musculus is evaluated using conventional spectrophotometer at the wavelength of 431.5-705.2 mm. The resulting data will then be used in a machine learning model to help classify the tissue based on the reflectance
Result: Wavelengths used by Tree is 431,5, 494,2, dan 502.5 nm. Analysis using Principal Component Analysis shows a grouping formed by the gastric precancer tissue and gastric cancer tissue. Random Forest (CA: 0.857, precision: 0.872, recall: 0.857) is proven to be better for classifying the tissue based on the reflectance compared to Tree (CA;0,607, precision:0,619, and recall:0,607) and Logistic regression (CA:0,750, precision: 0,739, and recall:0,750). Conventional reflectance spectrophotometry yielded a 68.42%-89.47% sensitivity and 44-88,89% specificity in differentiating normal gastric tissue with abnormal gastric tissue.
Conclusion: Within the wavelength of 431,5, 494,2, dan 502.5 nm, conventional spectrophotometer cannot differentiate precancerous lesion with gastric cancer tissue due to the abundance of protein such as myoglobin, and having a good sensitivity and specificity in differentiating normal and abnormal tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aaron Datui
"Latar belakang: Kanker kolorektal menduduki peringkat tiga sebagai kanker terbanyak di dunia, dan peringkat kedua sebagai kanker dengan angka mortalitas tertinggi, yaitu 862,000 kematian pada tahun 2018. Dalam alur penatalaksanaan kanker kolorektal, pemeriksaan histopatologi memiliki peranan penting dalam menentukan progresivitas kanker yang secara tidak langsung menentukan jenis terapi pada pasien. Subjektivitas dalam pemeriksaan patologi berpotensi untuk menjadi suatu masalah karena dapat menyebabkan diagnosis yang tidak tepat. Hal ini diakibatkan sifat pemeriksaan patologis yang operator dependent yang perlu diminimalkan agar pemeriksaan lebih objektif. Spektroskopi telah digunakan sebagai metode untuk membantu mengkuantifikasikan diagnosis kanker mulai dari quantitative mass sepctrometry, atau quantitative spectroscopic imaging. Namun penggunaan spektroskopi berbasis cahaya tampak belum banyak ditemukan.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui intensitas cahaya reflektansi dari spektrofotometer reflektans sederhana untuk membedakan jaringan kolon normal, prekanker, dan kanker, serta akurasinya dalam membedakan jaringan.
Metode: Studi ini mengukur reflektansi pada jaringan kanker kolon dari mencit (Mus musculus) pada 126 panjang gelombang mulai dari 435-712.6 nm. Data reflektansi dianalisis menggunakan Uji Saphiro Wilk, Uji Kruskal Wallis, dan Uji One Way ANOVA. Kemudian Principle Component Analysis (PCA) dilakukan pada data, lalu dilanjutkan dengan 5-fold cross validation menggunakan algoritma machine learning. Pengukuran parameter akurasi kemudian dilakukan pada model yang dibuat menggunakan machine learning yang mencakup CA (Classification Accuracy), precision, recall, sensitivitas, dan spesifisitas.
Hasil: Dalam membedakan 3 kelompok jaringan (normal, prekanker, dan kanker), ditemukan 41 panjang gelombang dengan setidaknya 2 kelompok berbeda bermakna, dan spektrofotometer memiliki akurasi yang rendah (CA 0.429-0.464, precision 0.446-0.481, recall 0.429-0.464). Untuk membedakan jaringan normal dan jaringan abnormal (prekanker dan kanker), ditemukan 57 panjang gelombang dengan perbedaan bermakna, dan spektrofotometer memiliki akurasi dengan skor CA 0.821-0.857, precision 0.819-0.60, recall 0.821-0.857, sensitivitas 88.8-100%, dan spesifisitas 50-70%.
Simpulan: Studi ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan reflektansi antara 3 kelompok jaringan. Spektrofotometer reflektans sederhana dapat membedakan jaringan normal dan jaringan abnormal (prekanker dan kanker) dengan cukup baik, namun tidak dapat untuk membedakan 3 kelompok jaringan.

Bakcground: Colorectal cancer is the third most prevalent cancer worldwide and is the second place for cancers with the highest mortality (862,000 deaths in 2018. In the guidelines for colorectal cancer therapy, histopathological evaluations plays a major role in determining the progression of the cancer thus indirectly determining the therapy for each patient. Subjectivity in pathological evaluation might lead to problems which would resulted in misdiagnosis. This is due to the operator-dependent characteristic of pathological evalutaion that should be minimalized to increase its objectivity. Spectroscopy have been researched and used as a method to help to quantify cancer diagnosis such as quantitative mass spectroscopy and quantitative spectroscopic imaging. The usage of visible light spectroscopy is limited for now.
Objectives: This study aims to evaluate the reflectance measured using simple reflectance spectrophotomoeter in order to differentiate normal colon, precancer lesion, and colon cancer tissue, and its accuracy in differentiating tissues.
Methods: This study measures the reflectance of the Mus musculus rodents' colon tissue in 127 wavelength from 435-712.6 nm. The reflectance then analyzed using Saphiro Wilk test, One Way ANOVA, and Kruskal Wallis. PCA is conducted, then a 5-fold cross validation is done using machine learning algorithms. A accuracy testing including CA (Classification Accuracy), precision, recall, sensitivity, and specificity is done to the models made by machine learning algorithm.
Results: In differentiating 3 tissue category (normal, precancer, and cancer) 41 wavelengths are identified with a p-value of <0.05. To differentiate 3 tissue category, simple spectrophotometer have low accuracy (CA 0.429-0.464, precision 0.446-0.481, recall 0.429-0.464. In differentiating abnormal tissue (precancer and cancer) from normal tissue, 57 wavelengths are identified with a p-value of <0.05. To differentiate these 2 categories, simple reflectance spectrophotometer have an accuracy with CA score equals 0.821-0.857, precision equals 0.819-0.60, recall equals 0.821-0.857, sensitivity equals 88.8-100%, and spesificity equals 50-70%.
Conclusion: This study concludes that there is a significant difference in reflectance from 3 tissue samples. Simple reflectance spectrophotometer could differentiate normal and abnormal (precancer and cancer) tissue well but it is unable to differentiate normal, precancer, and cancer tissue to 3 different categories."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Tirta Dwi Putra
"Latar belakang: Berdasarkan data National Institute of Health Amerika Serikat tahun 2015, kanker usus halus merupakan salah satu kanker langka dengan dengan insidensi yang diperikirakan meningkat lebih dari 100% selama 4 dekade terakhir di berbagai negara. Teknik diagnosis penyakit ini membutuhkan berbagai pendekatan karena sering terlambat didiagnosis. Standar emas diagnosis kanker usus halus saat ini adalah penilaian histopatologi oleh ahli. Kekurangan metode ini adalah sulit dideskripsikan secara objektif dan belum terdigitalisasi. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa metode spektrofotometri reflektans cahaya tampak dapat digunakan dalam diagnosis sejumlah jenis kanker, seperti kanker kulit dan lesi oral. Metode tersebut lebih terkuantifikasi, dapat didigitalisasi, sangat terjangkau dan mudah digunakan. Namun, penggunaan spektrofotometri cahaya tampak belum digunakan untuk lesi kanker usus halus.
Tujuan: Studi ini merupakan studi pendahuluan untuk mengetahui kemampuan spektrofotometer reflektans cahaya tampak sederhana dalam mengklasifikasi derajat lesi kanker usus halus pada mencit berdasarkan pengukuran intensitas cahaya.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik potong lintang menggunakan sampel bahan biologis tersimpan blok parafin usus halus mencit Mus musculus. Sampel dikelompokkan berdasarkan derajat lesi menjadi normal, prekanker, dan kanker berdasarkan penilaian ahli patologi anatomi. Seluruh sampel diukur intensitas cahaya reflektansinya pada 132 panjang gelombang cahaya tampak. Hasil pengukuran dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS 24.0 untuk uji komparatif dan Orange Data Mining untuk pengelompokan derajat lesi berdasarkan data yang diperoleh dengan machine learning.
Hasil dan Pembahasan: Hasil uji komparatif menunjukkan sebanyak 105 dari 132 panjang gelombang cahaya tampak memiliki perbedaan intensitas reflektans bermakna (p<0,05) antar kelompok sampel. Pengelompokan derajat lesi berdasarkan data intensitas cahaya oleh machine learning dilakukan terbaik dengan model k-nearest neighbors yang memiliki akurasi sebesar 83,3%, AUC sebesar 90,8%, nilai F1 sebesar 0,836, presisi sebesar 0,856, dan recall 0,833. Analisis Tree menunjukkan panjang gelombang 450,3 nm terbaik dalam membedakan sampel.
Simpulan: Metode spektrofotometer reflektans cahaya tampak sederhana mampu membedakan jaringan normal, prekanker, dan kanker usus halus pada mencit berdasarkan perbedaan intensitas cahaya.

Background: According to the United States National Institue of Health in 2015, small intestine cancer is one of the rare cancer with estimated to increase the incidence by more than 100% in the last 4 decades in many countries. The diagnosis of this disease needs various approaches because it is usually late to diagnose. The current gold standard for diagnosing small intestine cancer is histopathology evaluation by the expert. The disadvantages of this method are hard to describe objectively and have not been digitalized. Some studies showed that visible light reflectance spectrophotometry method can be used in cancer diagnoses, such as skin cancer and the oral lesion. This method is quantified, able to be digitalized, affordable, and easy to use. However, the use of visible light spectrophotometry has not been used for small intestine cancer lesions.
Objective: This is a pilot study that aims to evaluate the potency of simple visible light reflectance spectrophotometry to classify mice’s small intestine cancer lesion degree based on intensity measurement.
Method: This analytical cross-sectional study was done using paraffin block preserve Mus musculus mice small intestine tissue. The samples were grouped according to the lesion degree that had been evaluated by a pathology expert. The reflectance intensity of all samples were measured in 132 different visible light wavelengths. The results were analyzed by using SPSS 24.0 for comparative test and Orange Data Mining’s machine learning for lesion degree classification based on obtained data.
Results and Discussion: Comparative test results show that 105 of 132 visible light wavelengths have a significant difference (p<0,05) between groups. The best machine learning to classify lesion degree based on light intensity was performed by k-nearest neighbor, with accuracy 83,3%, AUC 90,8%, F1 score 0,836, precision 0,856, and recall 0,833. Tree analysis showed that 450,3 nm is the best wavelength to differentiate the sample.
Conclusion: Simple visible light reflectance spectrophotometer is able to differentiate normal, precancer, and cancer on mice small intestine tissue based on the light intensity difference.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kareen Tayuwijaya
"Kanker kolorektal terus menyumbang jumlah kasus kanker dan kematian yang tinggi setiap tahunnya. Salah satu metode diagnosis progresi kanker ini adalah dengan interpretasi biopsi dari ahli patologi anatomi. Akan tetapi, seringkali terjadi misinterpretasi antar patolog karena lesinya yang kurang spesifik. Maka dari itu, perlunya ada alat bantu yang dapat menunjang pekerjaan ahli patologi anatomi dalam menginterpretasi progresi kanker kolorektal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan spektrofotometer untuk mengklasifikasikan jaringan kolorektal mencit. Data jaringan mencit yang sudah diklasifikasikan menurut ahli PA diuji menggunakan cahaya tampak dan akan dibaca oleh spektrofotometer reflektansi. Hasil dari spektrofotometer kemudian akan dibaca oleh Theremino Spectrophotometer. Semua data kemudian diuji normalitas menggunakan uji Saphiro Wilk, dilanjutkan dengan uji ANOVA atau Kruskal-Wallis, kemudian uji Post Hoc atau Mann-Whitney. Data juga dianalisis menggunakan supervised dan unsupervised machine learning. Dari uji hipotesis hanya didapatkan 2 panjang gelombang yang dapat membedakan jaringan normal dan prekanker secara signifikan (696,7 dan 699.8 nm). Sedangkan yang lainnya kurang dapat membedakan jaringan normal, radang, dan prekanker. Hasil dari machine learning menunjukkan sensitivitas, spesifisitas, AUC, akurasi, dan presisi yang rendah. Maka dari itu, dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa metode spektrofotometri reflektans cahaya tampak kurang cocok digunakan untuk membedakan jaringan kolon normal, radang, dan prekanker pada sediaan preparat mencit.

Colorectal cancer continues to account for a high number of cancer cases and deaths every year. The gold standard of diagnosing this cancer progression is by interpretation of a biopsy from an anatomical pathologist. However, there is often misinterpretation among pathologists due to their unspesific lesions. Therefore, it is required to have a tool that can support the work of anatomical pathologists in interpreting the progression of colorectal cancer. This study aims to see the ability of the spectrophotometer to classify the colorectal tissue of mice. Mice tissue data that has been classified according to PA experts was tested using visible light and would be read by a reflectance spectrophotometer. The results of the spectrophotometer will then be read by the Theremino Spectrophotometer. All data were then tested for normality using the Saphiro Wilk test, followed by the ANOVA or Kruskal-Wallis test, then the Post Hoc or Mann-Whitney test. Data were also analyzed using supervised and unsupervised machine learning. From the hypothesis test, only 2 wavelengths were found that could significantly differentiate normal and precancerous tissue (696.7 and 699.8 nm). While others are less able to distinguish normal, inflammatory, and precancerous tissue. The results from machine learning show low sensitivity, specificity, AUC, accuracy, and precision to distinguish between the three categories. Therefore, it can be concluded from this research that the visible light reflectance spectrophotometric method is not suitable for distinguishing normal, inflammatory, and precancerous colonic tissue in mice preparations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhayangkara Tegar Pradana
"ABSTRAK
Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah adalah salah satu penyebab penyakit kardiovaskular mematikan yang dipicu oleh timbunan kolesterol yang menempel di pembuluh darah menuju jantung. Penggunaan obat sintetis untuk menurunkan kolesterol memiliki beberapa efek samping yang merugikan. Namun, terdapat cara lain untuk menangani masalah kelebihan kolesterol, antara lain dengan memanfaatkan tanaman tanjung (Mimusops elengi L.) yang melimpah di Indonesia dan dipercaya oleh masyarakat Indonesia dapat memperkuat dan membersihkan kotoran (plak) pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut disebabkan tanaman tanjung (Mimusops elengi L.) memiliki senyawa aktif berupa katekin yang dipercaya memiliki aktivitas antikolesterol.
Pada penelitian ini, aktivitas antikolesterol dari ekstrak daun tanjung (Mimusops elengi L.) dalam air akan diuji secara in vivo di dalam tubuh mencit (Mus musculus L.) galur DDY. Pengujian aktivitas antikolesterol dilakukan terhadap 6 kelompok hewan uji mencit (Mus musculus L.) galur DDY yang terdiri dari kelompok kontrol normal (tanpa perlakuan), kontrol positif (atorvastatin 2,6 mg/kg BB), kontrol negatif (diinduksi kolesterol dan diberi pakan standar) dan tiga ekstrak dengan dosis 0,05 mL (rendah); 0,1 mL (sedang); dan 0,2 mL (tinggi).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak daun tanjung memiliki efek yang signifikan terhadap penurunan total kolesterol pada mencit, dimana semakin tinggi dosis ekstrak yang diberikan, akan memberikan penurunan kolesterol yang tinggi pula. Dengan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun tanjung (Mimusops elengi L.) dapat digunakan sebagai obat penurun kolesterol.

ABSTRACT
High cholesterol level in blood is one of deathly cardiovascular disease?s causes which is triggered by accumulation of cholesterol patching in blood vessels through heart. Using synthetic medicine to decrease cholesterol has several side effect. However, there is another way to resolve problem of excess cholesterol, that is by using tanjung (Mimusops elengi L.) which abundant in Indonesia and Indonesian people believe that it can strengthen and clean plaque in blood vessels wall. It is caused tanjung (Mimusops elengi L.) has active compound such as catechin which is believed has anticholesterol activity.
In this study, anticholesterol activity of tanjung (Mimusops elengi L.) leaf extract in the water will be tested by in vivo method in the body of mice (Mus musculus L.) DDY-strain. Anticholesterol activity tested did to 6 group of mice (Mus musculus L.) DDY-strain consisting of normal control (wiithout treatment), positive control (atorvastatin 2.6 mg/kg BB), negative control (only induced by cholesterol and standard feed), and three groups of dose, that is 0.05 mL (low dose), 0.1 mL (mid dose), and 0.2 mL (high dose).
The result showed that tanjung (Mimusops elengi L.) leaf extract has significant effect to decrease total cholesterol level of mice, more extract given to mice, it will give higher cholesterol decreasing. In this study, can conclude that tanjung (Mimusops elengi L.) leaf extract can be used as choleterol decreasing medicine.
"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirtarini
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menguji potensi anti mutagenisitas ekstrak jahe (Zin giber officinale Roscoe) terhadap pembentukan mikronukleus pada sumsum tulang mencit yang diinduksi oleh mitomisin C. Mencit dicekok dengan ekstrak jahe dosis 0; 6,25; 12,5; 25; 50 dan 100 mg/kg berat badan (bb) selama 7 hari berturut-turut. Penghitungan mikronukleus per 1.000 eritrosit polikromatik dilakukan pada sediaan oles sumsum tulang yang telah diwarnai dengan pewarnaan May Gruenwald Giemsa. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ekstrak jahe memiliki aktivitas antimutagenik, yang dibuktikan dengan penurunan jumlah rata-rata mikronukleus pada eritrosit polikromatik setelah dicekok dengan dosis 6,25; 12,5; 25; 50 dan 100 mg/kg bb dibanding kontrol. Hal ini juga didukung oleh hasil uji Kruskal-Wallis yang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara ke-6 kelompok perlakuan pada a = 0,05 dan uji perbandingan berganda yang menunjukkan jumlah mikronukleus rata-rata pada kelompok dosis 6,25; 12,5; 25; 50 dan 100 mg/kg bb berbeda nyata dengan kelompok kontrol pada a = 0,05. Tidak terdapat hubungan linier antara dosis pencekokan ekstrak jahe dengan penurunan jumlah mikronukleus."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Setiorini
"Pada saat ini penggunaan kadmium di industri-industri di Indonesia semakin meningkat, dan sebagai akibatnya pencemaran logam tersebut di lingkungan cukup tinggi. Kadmium dapat menyebabkan keracunan akut maupun keracunan kronis pada manusia. Keracunan akut dapat menimbulkan antara lain kejang perut, sakit kepala, syok, kerusakan paru-paru dan sistem reproduksi. Untuk mengetahui pengaruh penyuntikan kadmium klorida (CdClz) dosis tunggal terhadap motilitas spermatozoa telah dilakukan penelitian eksperimental pada 25 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Swiss.
Hewan uji dibagi dalam lima kelompok eksperimen yaitu kelompok eksperimen I, 1I, III, IV (KE1 sampai dengan KE4) yang disuntik berturut-turut dengan dosis 0,045; 0,090; 0,180 dan 0,360 mg Cd+/lkg b.b., dan kelompok kontrol yang disuntik dengan akuabidestilata.
Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa penyuntikan kadmium klorida secara intraperitoneal dosis 0,045; 0,090; 0,180; dan 0,360 mg Cd s+/kg b.b. berpengaruh terhadap persentase motilitas spermatozoa. Hasil uji Tukey (a = 0,05) menunjukkan bahwa penyuntikan kadmium klorida dosis 0,180 dan 0,360 mg Cd+/kg b.b. menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa, sedangkan dosis 0,045 dan 0,090 mg Cd+/kg b.b. tidak menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
JMIPA3-4(1-2)1998/1999
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>