Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118858 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Dante Priadi
"Dalam Skripsi ini dikaji mengenai Kreditor yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator serta akibat hukumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta Undang-Undang lain khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Pengaturan dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mewajibkan setiap kreditor untuk melakukan pencocokan piutang sebagai syarat mendapatkan pemenuhan pembayaran harta Pailit dari Debitor Pailit. Verifikasi atau pencocokan utang berarti menguji kebenaran piutang Kreditor yang dimasukkan pada Kurator. Kreditor yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator tidak dapat mengunakan hak tagihnya kepada debitor Pailit karena melalaikan kewajibannya sebagai Kreditor Pailit. Pada skripsi ini, penulis akan menjelaskan perlindungan hukum yang dimiliki kreditor yang terlambat mengajukan tagihannya dalam proses verifikasi/pencocokan piutang serta upaya yang dapat ditempuh oleh kreditor yang piutangnya tidak terverifikasi agar tetap mendapatkan pemenuhan perikatan oleh debitor mengkaji Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.

This thesis examines the creditors who did not register their claim to the curator and the legal consequences based on Act 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Payment and other laws, especially the Civil Code (KUHPER). The method used in this research is normative juridical method. Based on the Bankruptcy and Suspension of Payment act, it is obligatory for each creditor to verify their claim as a condition for obtaining fulfillment of payment from Bankruptcy assets by the Bankrupt Debtor. Debt verification means testing the correctness of Creditors' claims to the Curator. Creditors who do not register their claims to the curator cannot use their right to collect payment from the bankrupt debtor because they neglect their obligations as bankrupt creditors. In this thesis, the author will e plain the legal protection of creditors who are late in submitting their claims in the process of verification / matching of accounts receivable as well as the efforts that may be taken by creditors whose claims are not verified so that they still get the fulfillment of the agreement by the debtor by reviewing Law Number 37 of 2004."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Risvano Alamsyah
"Proses PKPU menjadi kesempatan bagi kreditor untuk mengajukan tagihan/piutangnya kepada debitor, Dalam penelitian ini PT Brent Ventura menempuh proses PKPU sebagai langkah proses hukum dalam hal penyelesaian utang debitor kepada seluruh kreditornya sehingga proses PKPU menjadi proses hukum yang final dan maksimal daam memberik keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi keseluruhan kreditornya. Namun, dalam proses PKPU, ditemukan beberapa permasalahan khususnya mengenai kreditor yang terlambat dan bahkan ada kreditor yang sengaja dan sadar tidak mengajukan tagihannya dalam proses PKPU. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat yuridis normatif untuk mengkaji kaidah/asas hukum yang berhubungan dengan masalah kepastian hukum putusan PKPU yang bersifat final dan mengikat final dan binding dan kesepakatan perdamaian dalam PKPU. Metode pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan perundang-undangan statute approach dan pendekatan kasus case approach.
Proses PKPU adalah jalan terbaik bagi debitor dan para kreditor untuk menyelesaikan permasalahan utang-piutangnya secara damai. Sehingga disarankan kepada Para kreditor untuk dapat mengajukan tagihan dalam proses PKPU sewaktu-waktu adanya PKPU terhadap debitornya sehingga PKPU menjadi wadah penyelesaian utang-piutang antara debitor dan para kreditor tanpa harus adanya pailit. Hal ini sesuai dengan tujuan Hukum Kepailitan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum UU Kepailitan PKPU. Selanjutnya harus menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan solusi terhadap permasalahan hukum saat ini dan yang akan datang terkait dengan kewajiban penyebaran informasi oleh Pengurus PKPU untuk memberitahukan Kreditor dan mengumumkan perkembangan perkara Kepailitan PKPU yaitu diantaranya dapat dilakukan dengan cara perbaikan UUK-PKPU No. 37 tahun 2004 tentang Kepalitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang khususnya ketentuan mengenai kewajiban Pengurus PKPU untuk memberitahukan dan mengumumkan kepada Kreditor melalui surat kabar harian dalam setiap Proses kepailitan PKPU yang sedang dijalankan.

PKPU process becomes an opportunity for creditors to submit bill receivables to debtor. In this research, PT Brent Ventura pursued PKPU process as legal process step in settling debtor debt to all creditors so PKPU process becomes final and maximal legal process in provide justice, certainty law and benefits for the entire creditors. However in the PKPU process, some problems were found, especially concerning late creditors and even some creditor who deliberately and consciously did not file their bills in the PKPU process. This research is descriptive research that is normative juridical to examine the rule legal principle related to the legal certainty of PKPU decision which is final and binding and peace agreement in PKPU. Applied approach method is statute approach and case approach.
The PKPU process is the best way for debtors and creditors to settle their debt issues peacefully. So it is advisable to the creditors to be able to submit a bill in the PKPU process at any time PKPU to the debtor so that PKPU becomes a place to settle debts between the debtor and the creditors without the need for bankruptcy. This is in accordance with the objectives of Bankruptcy Law as stated in the General Explanation of Bankruptcy PKPU Law. Furthermore, it should be the government 39 s attention to provide solutions to current and future legal issues related to the information dissemination obligation by the Management of PKPU to notify the Creditor and announce the development of Bankruptcy PKPU case that can be done by means of UUK PKPU repair. Law No. 37 Year 2004 concerning Shallowing Postponement of Debt Payment Obligations, especially the provisions regarding the obligations of the Management of PKPU to notify and announce to the Creditor through daily newspapers in every ongoing bankruptcy PKPU process.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Himarasmi Jyesthaputri Aji
"Adanya mekanisme penundaan terhadap kewajiban pembayaran utang yang harus dilakukan oleh Debitor, dapat memberikan Debitor waktu untuk melakukan restrukturisasi terhadap utangnya. Pada praktiknya, upaya restrukturisasi utang ini seringkali tidak memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada Kreditor PKPU. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena tindakan Debitor yang mengulur-ulur proses beracara, sehingga perkara kepailitan yang sedang terjadi tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan marwah dari UU K-PKPU itu sendiri yang menghendaki terselesaikannya sengketa dengan cepat dan sederhana. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya pemberian perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada Kreditor dalam perkara PKPU yang dapat menghindarkan Kreditor mengalami kerugian atas tindakan Debitor. Pemberian perlindungan hukum diperlukan untuk mencapai tujuan dari hukum itu sendiri, yakni menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Penulis kemudian menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder. Penelitian ini menggunakan studi kasus Putusan No. 373/Pdt.Sus-Pkpu/2021/Pn.Niaga.Jkt.Pst dan akan dikaji melalui studi kepustakaan dalam rangka menjawab pokok permasalahan berdasarkan hukum yang berlaku untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi Kreditor yang terlibat dalam perkara PKPU. Dalam Hukum Kepailitan, kepastian hukum dapat terwujud melalui penerapan prinsip penyelesaian perkara secara cepat dan pembuktian yang sederhana sesuai dengan prinsip kepailitan dan PKPU yang tercantum dalam UU K-PKPU. Penulis kemudian menarik kesimpulan bahwasannya UU K-PKPU pada dasarnya telah memberikan perlindungan hukum bagi Kreditor, meskipun demikian Majelis Hakim kurang cermat dalam menerapkan hukum sehingga putusan tersebut dapat merugikan Kreditor Konkuren. Selanjutnya, UU K-PKPU juga pada dasarnya telah memberikan kepastian hukum, namun demikian Majelis Hakim tidak konsisten dalam menerapkan hukum sehingga kepastian hukum tidak tercapai.

The existence of a mechanism for delaying debt payment obligations that must be carried out by the debtor can give the debtor time to restructure his debt. In practice, these debt restructuring efforts often do not provide legal protection and legal certainty to PKPU creditors. This can happen, in part, because the debtor's actions are delaying the proceedings, so that the ongoing bankruptcy case cannot be carried out in accordance with the dignity of the K-PKPU Law itself, which requires the resolution of disputes quickly and simply. This is the background to the need to provide legal protection and legal certainty to creditors in the PKPU case which can prevent creditors from experiencing losses due to the actions of the debtor. Providing legal protection is necessary to achieve the objectives of the law itself, namely creating justice, benefit and legal certainty. To answer these problems, the author then uses normative juridical legal research methods by examining literature or secondary data. This research uses a case study of Decision No. 373/Pdt.Sus-Pkpu/2021/Pn.Niaga.Jkt.Pst and will be reviewed through a literature study in order to answer the main issues based on applicable law to provide legal protection and legal certainty for Creditors involved in the PKPU case. In Bankruptcy Law, legal certainty can be realized through the application of the principle of quick settlement of cases and simple proof in accordance with the principles of bankruptcy and PKPU as stated in the K-PKPU Law. The author then draws the conclusion that the K-PKPU Law has basically provided legal protection for Creditors, even though the Panel of Judges was not careful in applying the law so that the decision could be detrimental to Concurrent Creditors. Furthermore, the K-PKPU Law has basically provided legal certainty, however, the Panel of Judges has been inconsistent in applying the law so that legal certainty has not been achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farih Romdoni Putra
"Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu direformulasi dalam ketentuan penundaan kewajiban pembayaran utang (“PKPU”) dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan 2004”) agar kreditor dan debitor diberikan perlindungan yang seimbang. Secara spesifik penelitian ini fokus pada permasalahan pengajuan PKPU oleh kreditor, kedudukan kreditor separatis dan kreditor preferen dalam perdamaian, dan pembatalan perdamaian yang telah disahkan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan PKPU dalam UU Kepailitan 2004 lebih cenderung melindungi kreditor daripada debitor. Berdasarkan penelitian ini dan perbandingan dengan hukum kepailitan Belanda, Singapura, dan Amerika Serikat, maka perlu dilakukan perubahan terhadap UU Kepailitan 2004 atas hal-hal sebagai berikut: (i) penambahan syarat bagi kreditor yang hendak mengajukan PKPU; (ii) pengaturan cramdown, (iii) hak suara kreditor preferen terhadap rencana perdamaian; dan (iv) pengaturan tentang pembatalan perdamaian perlu disesuaikan agar kelalaian pelaksanaan perdamaian tidak harus berujung pada kepailitan serta memberi kesempatan agar perdamaian dapat diubah berdasarkan kesepakatan para pihak dengan tetap di bawah pengawasan pengadilan niaga.

This research aims at identifying matters needed to be reformed in the suspension of debt payment obligations (“PKPU”) in Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations ("Bankruptcy Law 2004") so creditors and debtors have equal protection. Specifically, this research focused on the problem of PKPU's petition by creditors, the position of separatist creditors and preferred creditors in the plan, and the termination of a confirmed plan. This research was conducted using a normative juridical research method with a comparative approach. Results of this study indicated that the regulation of PKPU in Bankruptcy Law 2004 tends to protect creditors than debtors. Based on this research and the comparison with bankruptcy law in the Netherlands, Singapore, and the United States of America, Bankruptcy Law 2004 needs to be reformed on the following matters: (i)  the requirement of creditors who can submit PKPU petition; (ii) the regulation of cramdown; (ii) the voting rights of preferred creditors to composition plan; and (iv) the regulation of plan termination need to be reformed so that the failure of plan implementation doesn't have to end with bankruptcy, and also a chance to modify a confirmed plan based on the agreement of all parties under the supervision of a commercial court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairun Nisa
"Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang merupakan salah satu wadah yang disediakan oleh Hukum di Indonesia dalam menghadapi suatu keadaan tidak mampu membayar yang dihadapi oleh Debitor terkait dengan
utang-utangnya pada satu atau lebih dari satu kreditor, dimana dapat diajukan atas inisiatif Debitor sendiri maupun atas permohonan Kreditor. Apabila suatu entitas hukum dinyatakan pailit, bagaimanakah boedel pailit dapat dieksekusi secara benar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bila terjadi suatu keadaan dimana kreditor separatis mengeksekusi boedel pailit sebelum habis masa tunggu (stay) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang pada Pasal 56, proses yang seperti apakah yang seharusnya dapat ditempuh bagi kreditor konkuren yang dirugikan atas eksekusi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis.

Bankruptcy and Suspension of Obligations and Debt Payment is one of the containers provided by law in Indonesia in the face of a state unable to pay faced by the debtor related to debts of her on one or more than one creditor, which can be submitted at the initiative of the debtor itself or at the request of creditors. If a legal entity is declared bankrupt, how boedel bankruptcy can be executed properly in accordance with applicable laws and regulations. If there is a situation where separatist creditor executes boedel bankruptcy before the expiration of the waiting (stay) which is regulated in Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligations and Debt Payments on Article 56, the process as if that should be taken for creditors concurrent aggrieved over the execution. This research used normative juridical research with descriptive analytical research specifications."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Andhika Darma Perkasa
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pendapat sebagian Pengurus PKPU yang menyatakanbahwa perjanjian pengikatan hak tanggungan merupakan perjanjian timbal balik,sehingga pelaksanaan perjanjian tersebut harus mendapatkan persetujuan PengurusPKPU sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 249 ayat 1 Undang-Undang Nomor37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.Pendapat tersebut bertentangan dengan pemahaman penulis bahwa perjanjianpengikatan hak tanggungan adalah perjanjian sepihak yang memberikan kewajibanbagi salah satu pihak untuk melaksanakan prestasi, sehingga perjanjian tersebut tidakdapat dikategorikan sebagai perjanjian timbal balik. Adapun terdapat beberapa risikohukum yang harus dihadapi Kreditur yang bermaksud melaksanakan perjanjianpengikatan hak tanggungan tanpa adanya persetujuan Pengurus antara lain yaitukeabsahan pihak yang berkomparisi dalam perjanjian pengikatan hak tanggunganberpotensi digugat oleh pihak yang berkepentingan dan pelaksanaan perjanjiantersebut dapat dimintakan pembatalan oleh Kurator apabila merugikan harta debitur actio pauliana . Disamping itu, Notaris yang berperan dalam pembuatan perjanjianpengikatan hak tanggungan perlu memahami pihak-pihak yang berwenang dalampembuatan perjanjian tersebut guna menghindari adanya risiko hukum yang mungkintimbul di kemudian hari. Dengan adanya pemahaman yang sama terhadap penafsiranperjanjian timbal balik dalam PKPU, Penulis berharap dapat memberikan kepastianhukum bagi pelaku usaha untuk kelangsungan usahanya di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis explains the opinion of some Administrator stating that the contractingagreement is a mutual agreement, so the implementation of the agreement mustobtain the approval of the Administrator as regulated in the provision of Article 249paragraph 1 of Law Number 37 Year 2004 About Bankruptcy And Suspension DebtPayment Obligations. The Administrator rsquo s opinion is contrary to the writer 39 sunderstanding that the agreement of mortgage is a unilateral agreement whichobliges one party to perform its performance, so the agreement can not becategorized as a mutual agreement. There are some legal risks to which Creditorsare required to execute the binding rights agreement without the consent of theAdministrator, among others the legitimacy of the parties in the lease agreement withthe potential liability to be sued by the interested parties and the execution of theagreement can be requested by the Curator if the loss of property Debtor actiopauliana . In addition, a Notary acting in the development of mortgage bindingagreements needs to understand the authorities in the making of such agreements inorder to avoid any legal risk that may arise in the future. With the sameunderstanding of the interpretation of the reciprocal agreement in PKPU, the Writerhopes to provide lega"
2017
T47649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamba, Sangap Jonathanis
"Abstrak Penulisan tesis ini mengenai perlindungan hukum debitor termohon PKPU terhadap permohonan PKPU yang diajukan kreditor separatis berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU No. 37 Tahun 2004 serta menganalisis putusan PKPU No. 113/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga-Jkt.Pst, dengan menggunakan metode kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder dengan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penulisan berdasarkan analisis data, bahwa pengaturan terhadap pengajuan PKPU tidak merujuk bagi kreditor separatis karena adanya pemisahan dari jaminan agunan yang dipegang dan dapat dieksekusi untuk pelunasan piutangnya, sesuai dengan UU Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 pasal 6 jo. pasal 20 ayat 1 huruf a mengenai hak eksekutorial kreditor separatis. Pasal 244 huruf a UU No. 37 Tahun 2004 merupakan instrument perlindungan hukum debitor termohon PKPU bahwa pengajuan PKPU tidak berlaku terhadap tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.
Dalam menganalisis putusan PKPU No. 113/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga-Jkt.Pst., bahwa majelis hakim pengadilan niaga dinilai kurang-cermat, putusannya didasarkan atas pemenuhan syarat formil dan materiil permohonan saja konsep simply doesn rsquo;t pay tanpa menilai aspek-aspek hukum lainnya.

The writing is concerning the legal protection of the debtor PKPU rsquo s petition against PKPU 39 s proposal filed by separatist creditor pursuant to the Act of Bankruptcy and PKPU No. 37 of 2004 and analyzing the decision of PKPU. 113 Pdt.Sus PKPU 2017 PN.Niaga Jkt.Pst, using library method, the required data is secondary data with normative juridical approach.
The result of writing based on data analysis, that the arrangement of PKPU submission does not refer to separatist creditor because of separation from collateral assurance held and can be executed for the settlement of its receivables, in accordance with the Insurance Rights Act No.4 of 1996 article 6 jo. Article 20 paragraph 1 letter a regarding the right of the executor of the separatist creditor. Article 244 letter a of Law No. 37 of 2004 is a legal instrument of the debtor PKPU rsquo s petition that PKPU 39 s application does not apply to bills secured by pledge, fiduciary guarantee, mortgage rights, or collateral right on other properties.
In analyzing the decision of PKPU. 113 Pdt.Sus PKPU 2017 PN.Niaga Jkt.Pst., that the judges of the commercial court are judged to be inadequate, the ruling is based on formal compliance and request material only simply doesn rsquo t pay concept regardless of aspect other legal aspect.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Leony
"Rencana Perdamaian dalam PKPU merupakan suatu penawaran yang diajukan oleh Debitor melalui suatu dokumen hukum yang meliputi pembayaran utang-utangnya kepada Para Kreditor, dengan mekanisme yang telah terlebih dahulu disepakati oleh Debitor dengan Para Kreditornya sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UUK PKPU, namun dalam praktek, ternyata permasalahan pada proses pemungutan suara (voting) atas rencana perdamaian tersebut dapat terjadi. Sebagaimana dalam Putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Bahwa dalam putusan PKPU tersebut, setelah dilakukan proses pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen kreditor, tim pengurus menyatakan bahwa terdapat dua kreditor yang tidak dapat memberikan suaranya terhadap rencana perdamaian padahal Kreditor tersebut telah ditetapkan dalam suatu Daftar Piutang Tetap. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis mengenai dikesampingkannya hak pemungutan suara (voting) kreditor dalam proses persetujuan rencana perdamaian PKPU, serta pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan pada Putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ditetapkannya Kreditor dalam suatu Daftar Piutang Tetap menandakan bahwa Para Kreditor telah melewati tahap verifikasi legalitas Para Kreditor; status tagihan, dan jumlah hak suara yang dimiliki. Sehingga tidak terdapat kualifikasi maupun faktor apapun yang memungkinkan Hakim untuk mengesampingkan / meniadakan hak suara Kreditor untuk melakukan voting atas Rencana Perdamaian. Akibat hukum dikesampingkannya hak suara Kreditor tidak serta merta menghilangkan status sebagai Kreditor dan hak tagihnya hilang, melainkan tetap ada sebagaimana dalam Daftar Piutang Tetap dan setelah perdamaian disahkan maka akan mengikat seluruh Kreditor Konkuren, kecuali Kreditor Separatis sebagaimana dalam Pasal 281 ayat (2) UUK PKPU, kemudian upaya hukum yang dapat dilakukan adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Selanjutnya, terkait dengan analisis putusan, maka Hakim telah melanggar Pasal 281 ayat (1) UUK PKPU.

The Reconciliation Plan in PKPU is an offer submitted by the Debtor through a legal document covering payment of his debts to Creditors, with a mechanism that has been previously agreed upon by the Debtor and his Creditors as stipulated in Article 281 paragraph (1) UUK PKPU, but in practice, it turns out that problems in the voting process for the Reconciliation Plan can occur. As in Decision Number 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Whereas in the PKPU decision, after an examination of the completeness of creditor documents, the management team stated that there were two creditors who were unable to vote on the reconciliation plan even though the creditors had been determined in a List of Fixed Receivables. By using normative-juridical research methods, this article aims to analyze the exclusion of creditors' voting rights in the approval process for the PKPU Reconciliation Plan, as well as the considerations of the Panel of Judges in passing a decision on Decision Number 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. The results of this study are that the determination of Creditors in a Register of Receivables indicates that the Creditors have passed the legality verification stage of the Creditors; the status of the invoice, and the number of voting rights held. So that there are no qualifications or any factors that allow the Judge to set aside / cancel the Creditors' voting rights to vote on the Reconciliation Plan. The legal consequence of setting aside the Creditor's voting rights does not necessarily eliminate the status as a Creditor and the rights to collect are lost, but remain as in the List of Fixed Receivables and after the settlement is ratified, it will bind all Creditors except Separatist Creditors as in Article 281 paragraph (2) UUK PKPU, then legal remedy that can be done is cassation to the Supreme Court. Furthermore, related to the analysis of the decision, the Judge has violated Article 281 paragraph (1) of the PKPU Law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlan Adonis
"Perubahan Undang-undang Kepailitan dengan Perpu Kepailitan Nomor 1 Tahun 1998 serta ditetapkannya perubahan tersebut dalam Undang-undang Nomor 4 Tabun 1998, selanjutnya perubahan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam Bab II Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, yaitu Pasal 212 sampai dengan Pasal 279, diharapkan penyelesaian masalah utang-piutang berfungsi pula sebagai filter untuk menyaring atas dunia usaha dari perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Di samping itu, Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak ditujukan kepada eksekusi barang-barang debitur dan pembagian hasil kepada para kreditur. Melainkan Penundaan kewajiban pembayaran utang berakibat untuk selama jangka waktu tertentu tidak dapat dipaksa untuk membayar utangnya. Karena, kewajiban untuk membayar utang ditangguhkan selama ada penundaan. Penundaan kewajiban pembayaran utang adalah untuk mencegah Kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin dapat membayar di masa yang akan datang. Dengan demikian Penundaan kewajiban pembayaran utang memberikan kepada debitur keringanan sementara dalam menghadapi para kreditur yang menekan untuk mereorganisasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya memenuhi kewajiban debitur terhadap tagihan-tagihan para kreditur. Dengan adanya keringanan sementara tersebut banyak debitur yang lebih memilih mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih daripada harus dimohonkan untuk dipailitkan oleh para krediturnya. Oleh karena itu debitur boleh mengajukan sebuah permohonan untuk penundaan kewajiban pembayaran utang atas prakarsanya sendiri. Biasanya, debitur hanya mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagai tanggapan atas suatu permohonan kepailitan debitur yang diajukan oleh seorang kreditur, Alasannya Undang-undang Kepailitan menentukan bahwa apabila permohonan permohonan untuk penundaan kewajiban utang dan kepailitan diperiksa oleh Pengadilan Niaga pada waktu yang bersamaan, maka permohonan untuk penundaan kewajiban pembayaran utang akan diperiksa dan diputus terlebih dahulu. Sehingga Penundaan kewajiban pembayaran utang hanya boleh dikabulkan apabila putusan yang menyatakan kepailitan belum diucapkan oleh Pengadilan Niaga."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Mawaddah
"Dalam Putusan Pengadilan Niaga Surabaya nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby terdapat kreditor yang mengajukan PKPU kepada debitor yang telah terikat dengan homologasi. Permohonan PKPU tersebut dikarenakan kreditur merasa tidak diikutsertakan pada homologasi sebelumnya yaitu perjanjian perdamaian nomor 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Pada penelitian yang menggunakan metode yuridis-normatif ini, penulis telah mengkaji mengenai penerapan hukum Putusan homologasi dengan mengacu pada Undang- undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa hakim keliru dalam menerapkan hukum pada putusan nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Hal tersebut dikarenakan pertimbangan hakim dalam mengabulkan PKPU dan mengesahkan Perjanjian Perdamaian pada Perkara no. 72/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby merupakan pertimbangan yang bertentangan dengan beberapa ketentuan seperti pasal 286 UU 37 Tahun 2004, asas naturalia dalam hukum perjanjian, asas peradilan cepat, sederhana dan berbiaya ringan, serta asas Pacta Sunt Servanda sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kreditur yang telah terikat dengan homologasi seharusnya tidak mengajukan PKPU kembali melainkan dapat melakukan upaya yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, yaitu dengan mengajukan pembatalan perdamaian ke pengadilan. Oleh karena itu seharusnya terdapat aturan dengan batasan yang lebih jelas dalam hal keberlakuan hukum Perjanjian Perdamaian bagi kreditur demi menghindari kekeliruan dan ketidakpastian hukum.

In the Surabaya Commercail Court decision Number 72/Pdf.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby, there are creditor who file a PKPU application to debtor who have been bounded by homologation. The PKPU application was because creditor felt they were not included in the previous homologation, which is the peace agreement number 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. In this research that uses the juridical-normative method, the author has examined the legal implementations of the homologation decision with reference to Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Based on the research that has been done, it is proven that the judge was wrong in applying the law to decision number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. This is due to the judge's considerations in granting the PKPU and homologated the Peace Agreement in Case number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby is contradicts to several provisions such as article 286 of Law No. 37 of 2004, the principle of naturalia in contract law, the principle of fast, simple and low-cost justice, and the principle of Pacta Sunt Servanda which causing legal uncertainty. Creditors who have been bound by homologation should not apply for a PKPU again but can do a legal efforts that are in accordance with the provisions of the law, which is by submitting an annulment of the peace to the court. Therefore, there should be rules with clearer boundaries in terms of the legal applicability of the Peace Agreement for creditors in order to avoid mistakes and legal uncertainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>