Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163225 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmi Mufida
"Pemahaman mengenai pola makan pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui apakah populasi tersebut sudah mengkonsumsi makanan yang penuh zat-gizi. Akan tetapi, informasi terkait faktor pembentuk pemilihan dan keputusan makanan dikenal sebagai food environment masih terbatas. Tujuan penelitian potong lintang ini adalah mengukur hubungan antara food environment dengan pola makan pada Ibu Hamil di Jakarta. Studi ini dilakukan di 7 puskesmas sebagai bagian dari tahap perekrutan Brain Probiotic dan LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE), yang melibatkan 204 ibu hamil. Pola makan dinilai menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Aspek food environment mencakup lingkungan rumah, masyarakat, konsumen, dan lingkungan makan di luar rumah.. Principal Component Analysis digunakan untuk menentukan komponen food environment dan pola makan. Terdapat dua pola makan dalam penelitian ini yaitu pola makan tinggi gula, garam, dan lemak (TGGL) dan sayuran, sumber protein (SSP). Terdapat sembilan komponen food environment: ketersediaan makanan di rumah, aksesibilitas makanan sehat di rumah, aksesibilitas makanan masyarakat modern, kemudahan akses makanan masyarakat, motivasi pribadi untuk mengakses makanan, ketersediaan makanan di toko, pilihan makanan terjangkau dan sehat, makanan online, dan makanan 'warung'. Hubungan antara food environment dan pola makan dianalisis menggunakan regresi linier ganda. Terdapat kecenderungan hubungan antara ketersediaan pangan di rumah dengan pola makan TGGL (β 0,12; p = 0,06) dan pola makan SSP (β 0,13; p = 0,06) setelah dikoreksi dengan faktor perancu. Food Ketersediaan makanan di rumah merupakan salah satu faktor food environment yang mempengaruhi pola makan, menjadikannya sebagai sasaran intervensi dalam merancang program gizi untuk kehamilan yang lebih sehat.

Assessment of dietary pattern among pregnant women are needed to identify whether this population have consumed nutrient-dense food to support their pregnancy. However, information of factors that affected food choice and decision known as food environment was limited. Therefore, this cross-sectional study measured association between food environment and dietary patterns among pregnant women in 7 primary health centers in Jakarta as a part of the baseline of Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) project involving 204 pregnant women. Dietary pattern was collected using Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Four aspects of the food environment assessed in this study: home, community, consumer, and eating out of home. Principal Component Analysis used to determine component of food environment and dietary pattern. There were two dietary patterns in this study: high sugar, salt, fat (HSSF), and vegetables, protein source (VP) dietary pattern. Furthermore, nine components of food environment in this study: home food availability, healthy food accessibility, modernized community food accessibility, easy community food accessibility, personal motivation to access food, food availability at stores, affordable and nutritious food choice, online food, and ‘warung’ food. The association between the food environment and dietary pattern analyzed using multiple linear regression. There was a tendency association of home food availability with HSSF (β 0.12, p=0.06) and VP dietary pattern (β 0.13, p=0.06) adjusted by confounders. Home food availability is one of food environment factor influenced dietary pattern that can be a useful intervention to design nutrition-related program for a healthier pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Diasty Rahayu
"Kelimpahan relatif dan rasio Firmicutes/Bacteroidetes mikrobiota usus dipengaruhi oleh asupan makan dan mempengaruhi kesehatan anak dan dewasa. Namun, penelitian pada ibu hamil di daerah urban masih terbatas dan hasil yang dihubungkan dengan pola makan masih berbeda-beda, terutama di negara berpenghasilan rendah-menengah. Penelitian ini menilai hubungan antara pola makan dengan kelimpahan relatif mikrobiota usus (filum dan genus) dan rasio Firmicutes/Bacteroidetes. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di Puskesmas di empat kota di Jakarta (Pusat, Tengah, Barat dan Utara) merekrut 90 ibu hamil yang datang pada kunjungan Ante Natal Care (ANC). Data asupan makan ibu dengan menggunakan semi quantitative food frequency questioner (SQ-FFQ) diambil oleh enumerator yang sudah ditraining. Data asupan makan dianalisis menggunakan principal component anlysis (PCA) yang akan membentuk pola makan. Sampel feses diambil dan dianalisis dengan Next Generation Sequencing (NGS) 16S rRNA untuk mendapatkan hasil kelimpahan relatif mikrobiota usus . Terbentuk 4 pola makan yaitu pola makan tinggi sumber protein, pola makan tinggi sumber susu dan produk susu, pola makan tinggi sumber karbohidrat dan serat serta pola makan tinggi sumber buah-buahan. Dua filum terbesar yaitu (Firmicutes dan Bacteroidetes) dan 3 genus terbanyak yaitu Prevotella, Faecalibacterium dan Blautia dengan rerata kelimpahan relatif berurutan 69,5%, 12,6%, 5,98%, 8,59% dan 6,59%. Pola makan tinggi karbohidrat dan serat, namun tidak dengan pola makan lain, memiliki nilai p signifikan dengan kelimpahan relatif Faecalibacterium setelah disesuaikan dengan Pendidikan dan suku pada analisis multivariat (β 1,01, CI 95% 0,27-1,73 dan p=0,008). Kesimpulannya, setiap kenaikan pola makan tinggi sumber karbohidrat dan serat dapat menaikkan kelimpahan relatif dari Faecalibacterium sebesar 1,01%. Edukasi tentang pemilihan pola makan yang sehat dan baik untuk serta asupan karbohidrat dan serat yang bervariasi sangat penting dilakukan.

Relative abundance influenced by diet and affect children and adults’ health. However, evidence among urban pregnant women is limited and results on the link of this outcome with dietary pattern is conflicting especially in low-middle income nations. We assessed the relationship between maternal dietary pattern and the relative abundance of gut microbiota and Firmicutes/Bacteroidetes ratio. A cross-sectional study was conducted in primary health care in four districts in Jakarta (Central, East, West and North areas) recruiting 90 pregnant women during their ante natal care visits. Maternal food intake was assessed using a semi-quantitative food frequency questionnaire by trained enumerators and analyzed using principal component analysis to form a dietary pattern. Fecal samples were collected and analyzed with the Next Generation Sequencing (NGS) 16S rRNA to obtain the relative abundance of gut microbiota results. Four eating patterns were formed, namely a high protein sources diet, a high milk and dairy products sources diet, a high carbohydrates and fiber sources diet and a high fruit sources diet. Two largest phyla (Firmicutes and Bacteroidetes) and three largest genera (Prevotella, Faecalibacterium and Blautia) were identified with an average relative abundance value of 69.5%, 12.6%, 5.98%, 8.59% and 6.59%, respectively. High carbohydrate and fiber sources diet, not the other patterns, had a significant value with Faecalibacterium abundance after adjusting for education and ethnicity in multivariate model (β 1.01, CI 95% 0.27- 1.73 and p=0.008). In conlussion, increase high carbohydrate and fiber source diet could increase the relative abundance of Faecalibacterium by 1.01%. Education to choose healthy diet and variety carbohydrate and fiber sources will be needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa
"Bifidobacterium merupakan salah satu mikrobiota yang memberikan manfaat bagi kesehatan manusia termasuk pada kehamilan, dan penting pada proses kolonisasi mikrobiota usus bayi baru lahir. Jumlah Bifidobacterium usus pada dewasa relatif stabil, namun belum diketahui jumlahnya pada ibu hamil trimester ketiga, terutama di Indonesia. Asupan makanan termasuk serat dapat mempengaruhi pertumbuhan Bifidobacterium, termasuk serat. Stimulasi serat terhadap pertumbuhan Bifidobacterium dapat berupa stimulasi langsung sebagai prebiotik, atau secara tidak langsung sebagai substrat yang dapat difermentasi dan menurunkan pH kolon dan meningkatkan enzim intestinal alkaline phospatase (IAP). Dua mekanisme terakhir secara tidak langsung menurunkan jumlah bakteri patogen sehingga jumlah Bifidobacterium meningkat. Penelitian potong lintang di seluruh Puskesmas Kecamatan di Jakarta Timur pada bulan Maret-Juni 2015 dilakukan untuk menilai korelasi asupan serat dengan jumlah Bifidobacterium usus ibu hamil trimester ketiga. Lima puluh dua subjek menyelesaikan prosedur penelitian. Asupan serat dinilai dengan Food Frequency Questionnaire semikuantitatif, dan kuantifikasi Bifidobacterium dengan real time PCR. Nilai asupan serat adalah 18,9 (5,6?43,0) g/hari, dan 92,3% subjek tidak memenuhi AKG. Jumlah Bifidobacterium usus adalah 7,7 (5,12?9,50) log sel/g feses. Tidak terdapat korelasi bermakna (p >0,05) antara asupan serat total, serat larut dan tidak larut, dengan jumlah Bifidobacterium usus (r = 0,223; r = 0,245; r = 0,2).

Bifidobacterium is one of the beneficial microbiota in human health, including in pregnancy and important for first intestinal microbiota colonization in newborn. The number of intestinal Bifidobacterium in adults is relatively stable, but still unknown in the third trimester of pregnancy, especially in Indonesia. Dietary intake is one of the factors influencing the growth of Bifidobacterium, including dietary fiber. Dietary fiber stimulation act directly as a prebiotic, or indirectly as a fermentation substrate that promote the decreasing of colonic pH, and increasing intestinal alkaline phospatase (IAP) enzyme, resulting a decrease of the amount of pathogenic microbiota. A cross-sectional study in all district public health care in the East Jakarta, March until June 2015 was performed to assess the correlation between dietary fiber intake and the amount of intestinal Bifidobacterium in third trimester of pregnancy women. Fifty-two subjects completed the study procedures. Dietary fiber intake was assessed using semiquantitative Food Frequency Questionnaire, and instestinal Bifidobacterium was quantified using real time Polymerase Chain Reaction (rPCR). Dietary fiber intake in this study was 18.9 (5.6?43.0) g/day and 92.3% subjects did not meet the Dietary Reference Intake. The intestinal Bifidobacterium count is 7.7 (5.12?9.50) log cell/g faeces. The results show that there is no significant correlation (p > 0.05) between dietary fiber, dietary soluble fiber, and dietary insoluble fiber intake with the amount of intestinal Bifidobacterium in third trimester of pregnancy (r = 0.223; r = 0.245; r = 0.2)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zalela
"Berat lahir merupakan variabel yang dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan bayi sedangkan lingkar kepala bayi baru lahir mencerminkan fungsi kognitif bayi untuk perkembangan berikutnya Anemia defisiensi besi pada ibu hamil berkontribusi terhadap timbulnya keluaran buruk terhadap kedua variabel tersebut Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan berat dan lingkar kepala bayi baru lahir di Jakarta Timur Metode penelitian adalah potong lintang yang melibatkan 96 ibu hamil trimester 3 yang berusia 19 45 tahun Hasil menunjukkan bahwa prevalensi anemia defisiensi besi pada ibu hamil sebesar 40 2 sedangkan rerata berat lahir adalah 3128 338 gram dan nilai median lingkar kepala sebesar 33 1 cm Tidak ada hubungan signifikan antara anemia defisiensi besi dan berat lahir setelah dikontrol dengan beberapa variabel pengganggu adjusted 0 182 95 CI 306 35 p 0 159 Hasil lainnya adalah adanya hubungan tren menuju signifikan antara anemia defisiensi besi dengan lingkar kepala setelah dikontrol dengan paparan rokok metode persalinan dan jenis kelamin adjusted 0 164 95 CI 1 118 0 168 p 0 099 Ibu hamil dengan anemia defisiensi besi memiliki tren untuk mendapatkan bayi dengan lingkar kepala lebih besar daripada ibu hamil dengan anemia defisiensi zat gizi lainnya akan tetapi tidak ada hubungan signifikan terhadap berat lahir Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subjek penelitian yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.

Birth weight is a reliable predictor of infant growth while head circumference reflects a cognitive function of a child in later life Recently iron deficiency anemia has been postulated to contribute as a risk factor for the adverse outcomes of these parameters The objective was to identify a relationship between iron deficiency anemia among pregnant women and their infants rsquo birth weight and head circumference A cross sectional study was conducted involving 96 third trimesters of anemic pregnant women aged 19 45 years in East Jakarta The prevalence of iron deficiency among anemic pregnant women was 40 2 The mean of birth weight 3128 338 gram and the median of head circumference was 33 1 cm Iron deficiency anemia IDA did not significantly associate with birth weight after adjusted for secondhand smoke mother rsquo s education birth spacing delivery method vitamin C and B 12 intake adjusted 0 182 95 CI 306 35 p 0 159 While there was a borderline significant relationship between IDA and head circumference after adjusted for secondhand smoke delivery method and birth sex adjusted 0 164 95 CI 1 118 0 168 p 0 099 Pregnant women with IDA tended to have infants with larger head circumference than women with other nutritional anemia but did not show a relationship with birth weight of their newborns Further study is needed with larger subjects to confirm the results of these findings."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roselynne Anggraini
"[ABSTRAK
Perubahan pada lingkungan makanan dapat mempengaruhi pola makan hingga
meningkatkan resiko obesitas. Penelitian ini bertujuan mengeksplor lingkungan
makanan (paparan promosi makanan dan pemilihan tempat belanja) dalam
kaitannya perubahan pola makan perempuan dewasa di area kumuh perkotaan.
Studi cross-sectional pada 200 perempuan usia 19-50 tahun telah dilakukan di
Kelurahan Kampung Melayu. Pola makan di evaluasi dengan Analisis Cluster dan
Analisis Factor. Studi ini menunjukkan bahwa pola makan perempuan dewasa di
area kumuh perkotaan tidak berasodiasi dengan promosi makanan (durasi
menonton TV dan frekuensi melihat penawaran spesial), melainkan berasosiasi
dengan pemilihan tempat belanja

ABSTRACT
Food environmental approach to the obesity in urban slum area is important as the
changes to food environment influence the dietary pattern. This study aimed to
examine the association of food marketing exposure and food store choice toward
dietary pattern among urban slum women. A cross-sectional study with 200
women (aged 19-50 years) was conducted in Kampung Melayu village. Dietary
pattern was analyzed by Cluster and Principal Component Analysis. This results
show that food store choice, instead of food marketing exposure (TV viewing and
frequency of seeing special offer), contributed to certain dietary pattern of urban
slum women;Food environmental approach to the obesity in urban slum area is important as the
changes to food environment influence the dietary pattern. This study aimed to
examine the association of food marketing exposure and food store choice toward
dietary pattern among urban slum women. A cross-sectional study with 200
women (aged 19-50 years) was conducted in Kampung Melayu village. Dietary
pattern was analyzed by Cluster and Principal Component Analysis. This results
show that food store choice, instead of food marketing exposure (TV viewing and
frequency of seeing special offer), contributed to certain dietary pattern of urban
slum women;Food environmental approach to the obesity in urban slum area is important as the
changes to food environment influence the dietary pattern. This study aimed to
examine the association of food marketing exposure and food store choice toward
dietary pattern among urban slum women. A cross-sectional study with 200
women (aged 19-50 years) was conducted in Kampung Melayu village. Dietary
pattern was analyzed by Cluster and Principal Component Analysis. This results
show that food store choice, instead of food marketing exposure (TV viewing and
frequency of seeing special offer), contributed to certain dietary pattern of urban
slum women, Food environmental approach to the obesity in urban slum area is important as the
changes to food environment influence the dietary pattern. This study aimed to
examine the association of food marketing exposure and food store choice toward
dietary pattern among urban slum women. A cross-sectional study with 200
women (aged 19-50 years) was conducted in Kampung Melayu village. Dietary
pattern was analyzed by Cluster and Principal Component Analysis. This results
show that food store choice, instead of food marketing exposure (TV viewing and
frequency of seeing special offer), contributed to certain dietary pattern of urban
slum women]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Wahyusari
"[ABSTRAK
Ibu hamil risiko tinggi rentan mengalami kecemasan dan depresi yang berdampak pada kelekatannya dengan janin. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan sosial dengan kelekatan ibu dan janin pada ibu hamil risiko tinggi. Penelitian cross sectional ini melibatkan 108 ibu hamil risiko tinggi yang dipilih menggunakan consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kelekatan ibu dan janin pada ibu hamil risiko tinggi (p=0.003). Ibu dengan dukungan sosial tinggi berpeluang 3,9 kali mempunyai kelekatan tinggi dengan janinnya dibandingkan ibu yang dukungan sosialnya rendah setelah dikontrol depresi (OR=3.9; 95% CI=1.66-8.99). Hasil penelitian ini menegaskan bahwa aspek psikososial perlu lebih diperhatikan dalam perawatan ibu hamil sehingga status sejahtera bagi ibu dan bayi dapat dicapai.

ABSTRACT
High risk pregnant women tend to experience anxiety and depression that occur prenatal attachment dismissed. This study aimed to identify the relationship between social support and prenatal attachment among high risk pregnant women. This cross sectional study involved 108 high risk pregnant women which selected by consecutive sampling. The result showed that there is relationship between social support and prenatal attachment among high risk pregnant women (p= 0,003). Pregnant women with high social support had prenatal attachment 3,9 times higher than women with low social support after controlled by depression (OR= 3,9; 95% CI=1.66-8.99). This finding confirms that the psychosocial aspects need to be considered in the antenatal care in order to achieve the wellness status for both mother and the baby.;High risk pregnant women tend to experience anxiety and depression that occur prenatal attachment dismissed. This study aimed to identify the relationship between social support and prenatal attachment among high risk pregnant women. This cross sectional study involved 108 high risk pregnant women which selected by consecutive sampling. The result showed that there is relationship between social support and prenatal attachment among high risk pregnant women (p= 0,003). Pregnant women with high social support had prenatal attachment 3,9 times higher than women with low social support after controlled by depression (OR= 3,9; 95% CI=1.66-8.99). This finding confirms that the psychosocial aspects need to be considered in the antenatal care in order to achieve the wellness status for both mother and the baby.;High risk pregnant women tend to experience anxiety and depression that occur prenatal attachment dismissed. This study aimed to identify the relationship between social support and prenatal attachment among high risk pregnant women. This cross sectional study involved 108 high risk pregnant women which selected by consecutive sampling. The result showed that there is relationship between social support and prenatal attachment among high risk pregnant women (p= 0,003). Pregnant women with high social support had prenatal attachment 3,9 times higher than women with low social support after controlled by depression (OR= 3,9; 95% CI=1.66-8.99). This finding confirms that the psychosocial aspects need to be considered in the antenatal care in order to achieve the wellness status for both mother and the baby., High risk pregnant women tend to experience anxiety and depression that occur prenatal attachment dismissed. This study aimed to identify the relationship between social support and prenatal attachment among high risk pregnant women. This cross sectional study involved 108 high risk pregnant women which selected by consecutive sampling. The result showed that there is relationship between social support and prenatal attachment among high risk pregnant women (p= 0,003). Pregnant women with high social support had prenatal attachment 3,9 times higher than women with low social support after controlled by depression (OR= 3,9; 95% CI=1.66-8.99). This finding confirms that the psychosocial aspects need to be considered in the antenatal care in order to achieve the wellness status for both mother and the baby.]"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T42735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Deviana Ayushinta Sani
"Prevalensi hipertensi dan diabtes saat kehamilan meningkat setiap tahunnya. Diet adalah salah satu factor resiko yang dapat dirubah dapat berpengaruh terhadap komplikasi saat kehamilan, tetapi data terkait kualitas diet dan pengarunya terhadap tekanan dan gula darah dianatara ibu hamil masih sedikit. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas diet dengan tekanan darah dan gula darah pada ibu hamil di Jakarta. Studi potong lintang ini adalah bagian dari projek Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) yang melibatkan 174 ibu hamil yang direkrut secara consecutive sampling berlokasi di tiga area di Jakarta. Kualitas diet di tentukan dengan menggunakan skor Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy diperoleh dari 2 hari 24-hour recall. Gula darah kapiler puasa digunakan untuk mengukur konsentrasi gula darah pada responden, sedangkan tekanan darah diukur menggunakan sphygmomanometer otomatis. Karakteristik subjek dinilai menggunakan kuesioner terstruktur. Hubungan antara kualitas diet dengan tekanan darah dan gula darah dianalisis menggunakan multiple linear regression. Mayoritas subjek berada pada rentang usia 20 dan 34 tahun (75.9%), multiparitas (61.5%), tidak memiliki riwayat gestational diabetes (97.1%) dan hipertensi (93.1%). Nilai median dari skor kualitas diet sebesar 47.44 (19.18-76.6). Tidak terdapat hubungan yang ditemukan antara kualitas diet dengan gula darah (β 1.02, p=0.36) setalah dilakukan penyesuaian terhadap edukasi, riwayat diabetes mellitus dan riwayat gestational diabetes mellitus. Selanjutnya, hubungan total skor dari kualitas diet dengan tekanan darah sistolik tidak ditemukan (β-0.16, p=0.87), namun terdapat hubungan yang hampir signifikan dengan tekanan darah diastolik β-1.23, p=0.09) setalah dilakukan penyesuaian terhadap merokok, riwayat hipertensi dan riwayat keluarga hipertensi. Kesimpulannya kualitas diet memiliki hubangan yang hampir signifikan dengan kualitas diet.Kualitas diet menjadi salah satu faktor resiko dari pola hidup yang dapat dimodifikasi untuk mepertahakan kesahatan ibu hamil. Selama hamil dan sebelum melahirkan, ibu perlu menjada kualitas dietnya.

Prevalence of gestational hypertension and diabetes in pregnancy are increasing over the years. Diet is modifiable risk factor that may influence these problems, but data regarding diet quality affecting blood pressure and glucose profile-among pregnant women remain scarce. We assessed associations of diet quality with blood pressure and glucose level among pregnant women in Jakarta. This cross-sectional study was part of preliminary study of Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) project, which recruited 176 pregnant women by using consecutive sampling in three districts of Jakarta. Socio-demographic characteristics of participants were identified by trained field-enumerators using a structured questionnaire. Diet quality indicated by Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy (AHEI-P) score was obtained from the calculation of multiple 24-hour recalls. Blood pressure was measured using automated sphygmomanometer, while fasting capillary glucose was performed to assess blood glucose level. The associations between diet quality with blood pressure and glucose levels were analyzed using multiple linear regression. Most of women were between 20 and 34 years old (76%), do not have history of gestational diabetes (97%) and hypertension (93%). The median score of dietary quality was 47.4 (19.1-76.6). There was no association between AHEI-P score with blood glucose (β 1.02, p=0.36) after adjustment for education, history of diabetes mellitus and history of gestational diabetes mellitus. Furthermore, association between total score of diet quality and systolic blood pressure was not found (β-0.16, p=0.87), however there was a borderline significant association with diastolic blood pressure β-1.23, p=0.09) after adjustment for smoking, education, history of hypertension and family history hypertension. In conclusion, diet quality had borderline significant association with blood pressure among pregnant women, whereas diet quality was not significantly associate with blood glucose among pregnant women in Jakarta, even though after adjustment for confounding factors. Diet quality is one of lifestyle risk factor that can be modified during pregnancy in order to maintain optimal health of the mother. Pregnant women should maintain quality of the diet, as well as prior pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldus Sigap Gung Binathara
"Latar Belakang: Kehamilan ektopik adalah suatu kondisi dimana blastokista tidak berimplantasi pada posisi yang tepat yaitu pada dinding endometrium. Setiap tahunnya, 0,03% ibu hamil di suatu negara mengalami kehamilan ektopik, sehingga mencapai 60.000 di seluruh dunia. Wanita paruh baya, yang menggunakan kontrasepsi, memiliki riwayat kehamilan ektopik, belum menikah, dan mungkin pernah menjalani operasi, mempunyai risiko lebih tinggi mengalami kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik mempunyai dampak yang besar terhadap bayi dan ibu, sehingga penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko kehamilan ektopik khususnya di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Metode: Penelitian ini menggunakan rekam medis tahun 2021 - 2022 dari Departemen Obstetri & Ginekologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Data pasien mencakup usia, status perkawinan, penggunaan kontrasepsi, riwayat kehamilan ektopik, riwayat kehamilan, dan riwayat operasi. Hasil: Karakteristik demografi usia (p = 0,015), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya (p<0,001), dan riwayat bedah obstetri dan ginekologi (p = 0,019) menunjukkan perbedaan yang signifikan. Namun, status perkawinan (p = 0,17), penggunaan kontrasepsi (p = 0,14), dan riwayat kehamilan (p = 0,07) tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Kesimpulan: Faktor risiko usia, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, dan riwayat bedah obstetri dan ginekologi mempunyai asosiasi yang signifikan terhadap terjadinya kehamilan ektopik.

Introduction: Ectopic pregnancy is a condition where the blastocyst does not implant in the right position which is on the endometrial wall. Each year, 0.03% of pregnant women in a country have ectopic pregnancy, reaching 60.000 worldwide. Women in their middle age, who take contraception, have a history of ectopic pregnancy, are unmarried, and may have had surgery are at higher risk of ectopic pregnancy. Ectopic pregnancy has a major impact on the baby and mother, so this study seeks to identify the causes and risk factors of ectopic pregnancy, particularly in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Methods: This study includes 2021 - 2022 medical records from the Department of Obstetrics & Gynecology, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, and its demography. Patients' data will include age, marital status, contraceptive use, history of ectopic pregnancy, history of pregnancy, and history of obstetric and gynaecologic surgery. Results: Risk factors’ of age (p = 0.015), history of previous ectopic pregnancy (p<0.001), and obstetrics and gynaecologic surgical history (p = 0.019) showed a significant difference. However, marital status (p = 0.17), contraceptive use (p = 0.14), and history of pregnancy (p = 0.07) were not significantly different. Conclusion: The risk factors of age, history of previous ectopic pregnancy, and obstetrics and gynaecologic surgical history had a significant association towards the occurrence of ectopic pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Nur Amalina
"Latar Belakang: Persalinan prematur tetap menjadi perhatian kesehatan global yang signifikan, dengan berkontribusi pada kematian neonatal dan dampak kesehatan jangka panjang yang buruk. Indonesia juga terus menghadapi tingkat kejadian persalinan prematur yang tinggi, yang mengakibatkan Tingkat Kematian Neonatal (NMR) sebanyak 14 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Mengingat sebagian besar kematian ini dapat dicegah, pemahaman terhadap faktor risiko merupakan langkah awal dalam mencegah persalinan prematur. Metode: Studi potong lintang analitik ini dilakukan dengan menggunakan data dari tahun 2021 yang berasal dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Faktor-faktor risiko yang mencakup usia, hipertensi, kehamilan ganda, riwayat persalinan prematur sebelumnya, dan diabetes, dianalisa hubungannya dengan persalinan prematur. Hasil: Studi ini mencakup 185 kasus persalinan prematur dan 185 kasus non-persalinan prematur. Usia rata-rata adalah 28,65 tahun (SD = 5,206). Perbedaan yang signifikan secara statistik teramati antara hipertensi (χ2(1) = 11,52, p < 0,001, Cramer’s V = 0,176, OR = 2,412), kehamilan ganda (χ2(1) = 6,58, p = 0,01, Cramer’s V = 0,133, OR = 9,409), dan riwayat persalinan prematur sebelumnya (χ2(1) = 10,25, p = 0,01, Cramer’s V = 0,166, OR = 2,107) dengan kejadian persalinan prematur. Perbedaan signifikan secara statistik dalam usia rata-rata tidak teramati antara wanita yang mengalami persalinan prematur dan yang tidak mengalami persalinan prematur (p = 0,872). Kelompok usia (p = 0,872) dan diabetes (p = 0,171) dilaporkan tidak memiliki perbedaan signifikan secara statistik terhadap kejadian persalinan prematur. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi, kehamilan ganda, dan riwayat persalinan prematur sebelumnya adalah faktor risiko terhadap kejadian persalinan prematur.

Introduction: Preterm labor remains a significant global health concern, contributing to neonatal mortality and long-term adverse health outcomes. Indonesia also continues to face a high prevalence of preterm labor, resulting in a Neonatal Mortality Rate (NMR) of 14 deaths per 1,000 live births. Given that a substantial proportion of these deaths is preventable, an accurate assessment of risk factors represents the initial step in preventing preterm labor. Methods: This analytic cross-sectional study was conducted through utilizing data from the year 2021, with the data originating from the Department of Obstetrics and Gynecology, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Risk factors which included age, hypertension, multiple gestations, history of previous preterm labor, and diabetes, were examined for their association with preterm labor. Results: The study included 185 cases of preterm labor and 185 non-preterm labor cases. Mean age was 28.65 years (SD = 5.206). A statistically significant difference was observed between hypertension (c2(1) = 11.52, p < 0.001, Cramer’s V = 0.176, OR = 2.412), multiple gestations (c2(1) = 6.58, p = 0.01, Cramer’s V = 0.133, OR = 9.409), and history of previous preterm labor (c2(1) = 10.25, p = 0.01, Cramer’s V = 0.166, OR = 2.107) with the occurrence of preterm labor. A statistically significant difference in mean ages were not observed between those that had preterm labor and those without preterm labor (p = 0.872). Age groups (p = 0.872) and diabetes (p = 0.171) was reported to not have statistically significant differences to the occurrence of preterm labor. Conclusion: This study illustrates hypertension, multiple gestations, and history of previous preterm labor, to be risk factors towards the occurrence of preterm labor."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Witri Priawantiputri
"Berat plasenta umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan dan fungsi yang baik dari plasenta. Anemia merupakan salah satu faktor risiko dari berat plasenta yang tinggi. Namun sampai saat ini belum dapat dipastikan apakah anemia karena kekurangan zat besi mempengaruhi berat plasenta. Penelitian ini meneliti hubungan antara anemia defisiensi besi dan berat plasenta pada wanita hamil anemia di Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang melibatkan 90 ibu hamil anemia di 10 Puskesmas Kecamatan, Jakarta Timur. Prevalensi defisiensi besi pada ibu hamil anemia adalah 36,9%. Berat plasenta rata-rata adalah 549,3 ± 115 gr. Ada hubungan positif antara anemia defisiensi besi dan berat plasenta setelah dikontrol oleh variabel paritas, perokok pasif dan frekuensi kunjungan pemeriksaan kehamilan (B = 0,22; p = 0,038). Berat plasenta yang tinggi pada ibu hamil dengan anemia defisiensi besi menunjukkan adanya mekanisme adaptasi dari plasenta dikarenakan kurangnya oksigen dalam darah.

Placental weight is a commonly used to measure placental growth and function including nutrient transfer to the fetus. Anemia may link to a risk factor for higher placental weight, however, it is uncertain whether iron deficiency anemia influence a placental weight, and could be used a public health measure for fetal growth and healthy pregnancy. This study investigated the relationship between iron deficiency anemia and placental weight among anemic pregnant women in East Jakarta. We conducted a cross sectional study of 90 anemic pregnant women and their singleton pregnancies in 10 Primary Health Center in East Jakarta. The prevalence of iron deficiency among anemic pregnant women was 36.9%. The mean placental weight was 549.3 ± 115 gr. There was a positive relationship between iron deficiency anemia and placental weight after adjusting for parity, passive smoker and ANC visit frequency (B=0.22; p=0.038). A higher placenta weight was observed among iron deficiency anemic pregnant women, suggesting the adaptive mechanism of placenta to chronic poor oxygenation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>