Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54351 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riki Alviano
"Drama Korea banyak didasari oleh cerita romantis, sejarah, tema kisah-kisah nyata, komedi, drama keluarga, serta penggabungan gender. Salah satu yang menarik di antaranya adalah pengangkatan LGBT dalam drama Korea. Studi ini bertujuan untuk mengetahui representasi dari kaum gay dalam drama Korea Love With Flaws. Metode penelitian penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, untuk mencari sumber data terkait representasi dan analisis kaum gay dalam drama Korea Love With Flaws. Penulis menggunakan teori representasi dan teori sosiologi perilaku menyimpang dengan pendekatan paradigma struktural fungsional untuk mendekati dan menganalisis data. Merepresentasikan mempunyai artian yaitu menampilkan sesuatu di pemikiran melalui imajinasi ataupun deskripsi. Proses merepresentasikan merupakan proses untuk menentukan bentuk konkret dari konsep pemikiran yang absurd. Teori sosiologi perilaku menyimpang dengan pendekatan paradigma struktural fungsional memiliki artian bahwa masyarakat dan lembaga sosial saling berkaitan satu sama lainnya untuk bekerja sama membangun keharmonisan. Teori ini mengandung kepercayaan akan adanya kemampuan dari tiap masyarakat untuk mengatasi adanya konflik tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah penulis membuktikan bahwa pada drama Korea Love With Flaws, kaum homoseksual memiliki kesetaraan sosial yang hampir sama dengan kaum heteroseksual. Kaum homoseksual dalam drama ini juga digambarkan masih berjuang untuk mendapatkan hak-hak asasinya sebagai manusia yang berada di dalam lingkungan masyarakat luas. Di sisi lain, drama ini juga memperlihatkan adanya kelompok masyarakat yang mulai mendukung tokoh homoseksual.

Many Korean dramas are based on romantic stories, history, themes of true stories, comedy, family dramas, and the incorporation of gender. One of the highlights is the adoption of LGBT in Korean dramas. This study aims to determine the representation of gays in the Korean drama Love With Flaws. This research method of writing uses a qualitative method with a descriptive approach, to find data sources related to the representation and analysis of gays in the Korean drama Love With Flaws. The Author uses representation theory and deviant behavior sociology theory with a functional structural paradigm approach to approach and analyze data. Representing has the meaning of displaying something in thought through imagination or description. The process of representing is a process of determining the concrete form of an absurd concept of thought. The sociological theory of deviant behavior with a structural functional paradigm approach means that society and social institutions are interrelated with each other to work together to build harmony. This theory contains the belief in the ability of each community to overcome the conflict. The results of this study are the authors prove that in the Korean drama Love With Flaws, homosexuals have almost the same social equality as heterosexuals. Homosexuals in this drama are also depicted as still struggling to get their human rights as human beings in the wider community. On the other hand, this drama also shows that there are groups of people who begin to support homosexual characters.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cahaya Aanisah
"Haenyeo adalah penyelam perempuan yang berasal dari Pulau Jeju, Korea Selatan. Mereka bekerja menyelam lautan dengan menahan napas untuk mengumpulkan berbagai hasil laut. Sebagai salah satu bagian dari Pulau Jeju yang memperlihatkan keunikan budayanya, terdapat berbagai karya sastra yang mengangkat tema tentang haenyeo. Salah satu contohnya adalah drama yang berjudul Urideurui Beulluseu (Our Blues). Penelitian ini bertujuan untuk menelaah representasi kehidupan haenyeo melalui isu-isu yang terlihat pada kisah haenyeo dalam drama Our Blues. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori semiotika John Fiske dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi kehidupan haenyeo dalam drama Our Blues terlihat melalui isu modernisasi, budaya kolektif, homogenitas, hierarki, dan individualisme. Isu modernisasi memperlihatkan dampak positif dan negatif dari modernisasi terhadap haenyeo. Sementara itu, budaya kolektif dan homogenitas pada kisah haenyeo memperlihatkan nilai dan aturan yang ada dalam komunitas haenyeo. Kisah haenyeo juga memperlihatkan isu hierarki melalui tokoh Chun-Hui sebagai seorang sanggun haenyeo yang dihormati oleh haenyeo lainnya. Di sisi lain, tokoh Yeong-Ok memperlihatkan isu individualisme dari sikapnya yang tidak mengikuti aturan dan hanya berfokus pada dirinya sendiri.

Haenyeo is a female diver who originated from Jeju Island, South Korea. They work by diving into the ocean by holding their breath to collect various seafood. As part of Jeju Island which shows its unique culture, several literary works brought a theme about haenyeo. One of the examples is a drama called Urideurui Beulluseu (Our Blues). This research aims to analyze the representation of haenyeo’s life in the Korean drama Our Blues through issues that seen in haenyeo’s story in the Our Blues drama. In this research, the author used John Fiske’s semiotic theory with qualitative descriptive research methods. The result of this research shows that the representation of haenyeo’s life in Our Blues drama seen through the issues of modernization, collectivist culture, homogeneity, hierarchy, and individualism. The modernization issue shows the positive and negative impact of modernization on haenyeo. Meanwhile, collectivist culture and homogeneity in the haenyeo’s story show the value and rules in the haenyeo community. The haenyeo’s story also shows the hierarchy issue from the figure of Chun-Hui as a sanggun haenyeo who is respected by other haenyeo. On the other hand, the figure of Yeong-Ok shows the individualism issue from her attitude that doesn’t follow the rules and only focus on herself."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Kinanti Sekaraji
"Drama merupakan bentuk karya sastra yang mampu mencerminkan realitas kehidupan masyarakat. Di dalam lingkup kehidupan masyarakat, cinta tidak bisa luput dari kisah hidup tiap manusia. Drama tercipta dengan mengangkat berbagai tema, salah satunya adalah cinta. Penelitian ini membahas gambaran konsep cinta dalam drama Our Beloved Summer yang disutradarai oleh Kim Yoonjin. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, penulis bertujuan untuk menganalisis tanda-tanda konsep cinta yang terkandung dalam drama Our Beloved Summer melalui tokoh Kook Yeonsu dan Choi Ung. Penelitian ini dilandasi teori segitiga cinta Robert Sternberg serta menggunakan pendekatan semiotika dengan mengacu pada teori Charles Peirce. Our Beloved Summer terdiri dari 16 episode dan penelitian ini mengkaji episode 12 sampai episode 16 sebagai unit analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan mengidentifikasi object berupa tanda verbal dan tanda nonverbal lalu menganalisis makna dari representasi tersebut kemudian mengaitkan temuan dengan konsep cinta. Hasil yang ditemukan setelah menganalisis drama Our Beloved Summer adalah tanda-tanda konsep cinta yang tergambar dalam drama terdiri dari tiga komponen yaitu intimacy (keintiman), passion (hasrat), dan decision/commitment (keputusan atau komitmen). Hubungan antara kedua tokoh utama termasuk dalam jenis cinta consummate love (cinta sempurna). Dari ketiga komponen cinta dan jenis cinta tersebut dapat terlihat gambaran penggunaan tema cinta di dalam drama.

Drama is a type of literature that can resemble the reality of people’s lives. Within the scope of people’s lives, love exists in every human being’s life narrative. Drama is made bringing up several subjects, one of which is love. This study aims to identify the representation of the concept of love in Our Beloved Summer directed by Kim Yoonjin. By using a descriptive analysis research method, the writer aims to analyze the signs of the concept of love contained in the drama Our Beloved Summer through the characters Kook Yeonsu and Choi Ung. This study uses Robert Sternberg’s triangular theory of love with Charles Peirce’s triadic semiotics approach. The drama consists of 16 episodes and this study examines episode 12 until episode 16 as the unit of analysis. The data was gathered by identifying object in the form of verbal and nonverbal signs, examining the significance of these signs, and then connecting the findings to the concept of love. The results of the study found that the signs of the concept of love which depicted in the drama consists of three components: intimacy, passion, and commitment. The bond between the two main characters represents consummate love. The use of the subject of love in the drama may be seen in these three components and the type of love."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alinda Febrina
"Isu mengenai gender merupakan salah satu bentuk keanekaragaman fenomena sosial yang cukup sensitif di kalangan masyarakat. Setiap individu memiliki kebebasan dalam memilih peran gendernya masing-masing. Akan tetapi, akibat adanya paham dan nilai-nilai masyarakat patriarki yang mengkategorikan peran gender telah memunculkan pakem tertentu tentang peran gender perempuan dan laki-laki. Seiring berjalannya waktu mulai terjadi perubahan peran gender tradisional dalam masyarakat Korea. Representasi dari peran gender perempuan salah satunya tercermin dalam drama berjudul My Mister. Penelitian ini menganalisis peran gender perempuan yang direpresentasikan melalui tiga tokoh perempuan dalam drama My Mister, dengan melihat narasi visual dan oral yang disajikan melalui gambar dan dialog antar tokoh. Hasil penelitian menunjukkan peran gender perempuan dalam drama My Mister terbagi menjadi tiga kategori, yaitu perempuan dalam sektor publik, perempuan dalam sektor domestik, dan maskulinitas perempuan dalam melawan kekerasan yang membuktikan adanya perubahan peran gender perempuan yang cukup signifikan dengan berubahnya stereotipe perempuan dalam peran gender tradisional.

The issue of gender is one form of the diversity of social phenomena that is quite sensitive in the community. Each individual has the freedom to choose their respective gender roles. However, due to the understanding and values of patriarchal society that categorize gender roles, it has given rise to certain standards regarding the gender roles of women and men. Over time, the traditional gender roles in Korean society began to change. The representation of women's gender roles is reflected in a drama called My Mister. This study analyzes the gender roles of women represented through three female characters in the drama My Mister, by looking at the visual and oral narratives presented through pictures and dialogues between characters. The results of the study show that the gender role of women in the drama My Mister is divided into three categories, namely women in the public sector, women in the domestic sector, and women's masculinity in fighting violence which proves that there is a significant change in women's gender roles with the changing stereotypes of women in traditional gender roles."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmy Aulia Filardi
"Penelitian ini membahas mengenai tersiratnya nilai mono no aware dalam serial drama First Love Hatsukoi (selanjutnya disebut FLH) yang merupakan karya adaptasi dari lagu First Love dan Hatsukoi karya Utada Hikaru. Serial drama tersebut mirip dengan beberapa film bergenre drama romantis yang dirilis di akhir dekade 2000-an, yang memiliki elemen-elemen nostalgia seperti kisah cinta pertama di masa remaja, latar tempat yang merupakan daerah non urban sebagai tempat tinggal para tokohnya di masa muda, dan terdapatnya suatu penyakit kronis yang diderita oleh tokohnya. Elemen-elemen nostalgia tersebut menyiratkan pengejawantahan perasaan terhadap objek atau subjek tertentu yang dapat dirasakan dengan panca indera, yaitu nilai mono no aware. Elemen-elemen nostalgia tersebut juga terdapat di dalam FLH, melalui keterlibatan intertekstual-kontekstual dengan dua lagu Utada Hikaru yang merupakan karya sumbernya. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk memaparkan bagaimana aspek penting dari proses adaptasi atau alih wahana objek penelitian, yaitu keterlibatan intertekstual-kontekstual dalam FLH dengan lagu First Love dan Hatsukoi dapat memunculkan nilai mono no aware yang tersirat. Terdapatnya mono no aware yang tersirat disebabkan oleh keterlibatan intertekstual-kontekstual tersebut melalui elemen-elemen nostalgia yang mirip dengan film drama romantis pada akhir dekade 2000-an, yang juga bersifat familiar bagi penonton khalayak umum. Teori yang digunakan adalah teori adaptasi Linda Hutcheon (2006). Kemudian, data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan metode analisis konsep alih wahana dengan cara menganalisis bagaimana saja unsur-unsur sinematografi dalam medium atau wahana serial drama FLH. Data-data sinematografis dari FLH berikutnya penulis bandingkan dengan bait-bait dari lirik lagu Hatsukoi dan First Love, sehingga dapat menjelaskan bagaimana unsur-unsur tersebut menyiratkan nilai mono no aware. Inti yang penulis dapatkan setelah membuat penelitian ini adalah bahwa setelah karya sastra lagu Hatsukoi dan First Love dibuatkan karya adaptasinya melalui FLH, terdapat nilai mono no aware dalam adegan-adegan FLH sebagai hasil dari adaptasi yang melibatkan intertekstual-kontekstual antara FLH dengan kedua lagu tersebut.

This research discusses the implied value of mono no aware in the drama series First Love Hatsukoi (hereinafter referred to as FLH), which is an adaptation work based on the songs First Love and Hatsukoi by Utada Hikaru. The drama series shares similarities with several romantic drama films released in the late 2000s, featuring nostalgic elements such as first love stories during adolescence, non-urban settings as the characters' hometowns in their youth, and the presence of a chronic illness affecting the characters. These nostalgic elements imply embodiment of feelings towards a specific object or subject that can be experienced through all the human’s five senses, which is the definition of mono no aware. These nostalgic elements are also present in FLH through intertextual-contextual engagement with the two songs by Utada Hikaru, which serve as the source material. Therefore, this research aims to illustrate how the important aspect of the adaptation or transmedia process, namely the intertextual-contextual involvement in FLH with the songs First Love and Hatsukoi, can evoke the implied value of mono no aware. The presence of implied mono no aware is caused by the intertextual-contextual involvement through nostalgic elements resembling those found in romantic drama films of the late 2000s, which are also familiar to the general audience. The theory employed is Linda Hutcheon's Theory of Adaptation (2006), and the collected data is analyzed using the method of transmedia concept analysis by examining how the cinematographic elements in the medium of the FLH drama series are compared with the lyrics of Hatsukoi and First Love. This analysis aims to explain how these elements imply the value of mono no aware. The main conclusion drawn from this research is that after the literary works of the songs Hatsukoi and First Love were adapted through FLH, there is a value of mono no aware present in the scenes of FLH as a result of the adaptation that involves intertextual-contextual elements between FLH and the two songs."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herlin Putri Indah Destari
"Skripsi ini membahas bagaimana mimpi-mimpi tokoh Prior beserta konflik-konflik seksualitas internal yang terkait di dalamnya mencerminkan sebuah rekonseptualisasi identitas gay dalam drama Angels in America karya Tony Kushner. Dua pendekatan utama yang akan dipakai sebagai fondasi analisis, yakni Teori Interpretasi Mimpi dan dua konsep dasar dalam psikoanalisis Sigmund Freud, yakni konsep ketaksadaran dan struktur jiwa yang akan disilangkan dengan konsep identitas dan seksualitas dari Jeffrey Weeks. Fokus analisis terletak pada bagaimana identitas tokoh Prior Walter sebagai seorang gay dikonstruksi melalui interaksi antara dia dan empat tokoh yang _datang_ dalam mimpi-mimpinya. Tujuan analisis tidak hanya mencari ideologi apa yang bermain di balik interaksi tersebut, tetapi juga bagaimana ideologi ini beroperasi dan berdampak pada perubahan identitas tokoh Prior. Setiap pembahasan akan menunjukkan bentuk relasi kuasa, mekanisme regulasi dan kontrol yang digunakan, serta krisis identitas dalam diri tokoh Prior baik yang tercermin maupun yang dihasilkan dari dinamika bawah sadar tersebut. Resistensi tokoh Prior terhadap konflik ini akan dilihat sebagai perlawanannya untuk merekonstruksi identitas gay (untuk personal sekaligus kolektif). Kesimpulan dari analisis ini adalah bahwa mimpi-mimpi tokoh Prior bukanlah sekedar refleksi penemuan jati diri, melainkan sebuah proses pembentukan diri yang ia lalui sebagai upaya merekonseptualisasi gay sebagai identitas yang progresif, setara, dan berdaulat.

Abstract
This study is an analysis of how Prior Walter?s dreams reflex a re-conceptualization
of gay identity in Tony Kushner?s two-part play Angels in America; Millennium Approaches and Perestroika. I use two basic concepts in Freud?s psychoanalysis?the
unconscious and the structures of the mind? and his theory of The Interpretation of
Dreams combined with Jeffrey Weeks? theoretical approaches to sexual identity to
support my work. I focus on how Prior Walter?s sexed identity is constructed through
interactions between him and four other characters who ?visited? on him in his dreams. The analysis aims not only to search for what ideology behind these interactions, but also on how the ideology operates and unsettles Prior?s identity. At each event, I examine the power relation, the various mechanisms of regulation and control presented, and the identity crisis within Prior himself both reflected and resulted from this psychic realm. Prior?s resistance to the conflicts will be the landmark of his struggle to re-construct gay identity (at personal and collective sense). In conclusion, I interpret Prior Walter?s dream is not a matter of self-discovery, but rather, a self-creation through which he re-conceptualize gay as the progressive, equal and sovereign identity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13964
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nazirah Atqa R. Tunin
"Drama Korea merupakan salah satu sarana hiburan yang banyak diminati di Indonesia, salah satu kelompok penggemarnya adalah remaja. Remaja yang menyukai aktor/aktris dalam drama Korea dan terkena paparan drama Korea secara berulang dapat menciptakan relasi parasosial, yaitu hubungan imajiner yang dilakukan oleh penonton terhadap persona medianya dalam jangka panjang. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi relasi parasosial adalah peer attachment. Peer attachment adalah kelekatan hubungan antara individu dengan teman sebayanya yang ditandai oleh adanya komunikasi yang baik dan rasa saling ketergantungan yang aman dan nyaman. Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara peer attachment dan relasi parasosial. Teknik sampling pada penelitian ini adalah non-probability sampling dengan metode convenience sampling. Karakteristik partisipan adalah remaja berusia 15 – 19 tahun, WNI, dan gemar menonton drama Korea (N = 413). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Parasocial Interaction Scale untuk mengukur relasi parasosial dan The Inventory of Peer and Parent Attachment untuk mengukur peer attachment. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara peer attachment dan relasi parasosial yang artinya semakin tinggi peer attachment maka tingkat relasi parasosial juga semakin tinggi.

Korean drama is a means of entertainment in great demand in Indonesia, and one of the fan groups is teenagers. Adolescents who like actors/actresses in Korean dramas and are exposed to repeated exposure to Korean dramas can create parasocial relations, namely imaginary relationships made by the audience towards their media persona in the long run. One of the factors that can influence parasocial relations is peer attachment. Peer attachment is the closeness of the relationship between individuals and their peers, which is characterized by good communication and a sense of interdependence that is safe and comfortable. This quantitative research examines the relationship between peer attachment and parasocial relations. The sampling technique in this study was non-probability sampling with the convenience sampling method. Characteristics of the participants were teenagers aged 15-19 years, Indonesian citizens, and liked watching Korean dramas (N = 413). The research instruments used in this study were the Parasocial Interaction Scale to measure parasocial relations and The Inventory of Peer and Parent Attachment to measure peer attachment. This study's results indicate a correlation between peer attachment and parasocial relationships, which means that the higher the peer attachment, the higher the level of parasocial relations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azarine Zhafirah Zahra
"Pada dasarnya manusia tidak lepas dari sistem simbol karena simbol digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan sebuah makna atau pesan sehari-hari. Sistem simbol sangat penting bagi manusia, hal ini tercermin dalam karya sastra drama yang menunjukkan betapa pentingnya sistem simbol. Extraordinary Attorney Woo adalah salah satu drama yang menghadirkan simbol ikan jeda di beberapa adegannya. Drama ini mengisahkan Woo Young Woo, seorang pengacara masalah yang bekerja di sebuah firma hukum terkemuka di Korea Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan makna simbol ikan jeda dalam drama Extraordinary Attorney Wooserta menganalisis pesan yang disampaikan oleh tokoh utama melalui simbol jeda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teori semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol ikan jeda dalam drama ini dimaknai sebagai 'kekeluargaan', 'ketidakbebasan', dan 'kesepian'. Dari ketiga makna tersebut, pesan yang disampaikan tokoh utama adalah ikan jeda dan manusia memiliki beberapa kesamaan sebagai makhluk hidup. Seperti halnya manusia, ikan paus memiliki sifat kekeluargaan yang selalu hidup bersama keluarganya. Ikan jeda memiliki hak sebagai makhluk hidup, yakni hak kebebasan untuk hidup di habitat aslinya. Manusia tidak bisa lepas dari rasa kesepian, begitu pun dengan ikan jeda yang memiliki rasa kesepian karena terpaksa berpisah dari kelompoknya.

Manusia dan sistem simbol pada dasarnya saling terkait karena simbol digunakan sebagai media untuk menyampaikan makna dan pesan sehari-hari. Sastra drama yang menunjukkan pentingnya sistem simbol bagi manusia, menunjukkan betapa pentingnya sistem simbol itu. Salah satu drama yang menggunakan simbol ikan paus dalam beberapa sekuennya adalah Extraordinary Attorney Woo. Protagonis dari drama ini adalah Woo Young Woo, seorang pengacara disabilitas yang bekerja di sebuah firma hukum ternama di Korea Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi signifikansi simbol paus yang digunakan dalam drama Extraordinary Attorney Woo dan untuk mengkaji pesan yang direpresentasikan oleh simbol paus untuk tokoh utama. Sebagai acuan dalam penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna paus dalam drama ini adalah "kekeluargaan", "kurangnya kebebasan", dan "kesepian". Pesan tokoh utama dapat ditemukan dari ketiga interpretasi tersebut. Paus dan manusia memiliki banyak kesamaan sebagai makhluk hidup. Seperti halnya manusia, paus memiliki kekerabatan yang selalu hidup berkelompok. Paus memiliki hak sebagai makhluk hidup, yaitu hak kebebasan untuk hidup di habitat aslinya. Manusia tidak bisa lepas dari rasa kesepian, begitu juga paus yang memiliki rasa kesepian karena terpaksa harus berpisah dari kelompoknya padahal paus sudah terbiasa hidup bersama kelompoknya. yaitu hak kebebasan untuk hidup di habitat aslinya. Manusia tidak bisa lepas dari rasa kesepian, begitu juga paus yang memiliki rasa kesepian karena terpaksa harus berpisah dari kelompoknya padahal paus sudah terbiasa hidup bersama kelompoknya. yaitu hak kebebasan untuk hidup di habitat aslinya. Manusia tidak bisa lepas dari rasa kesepian, begitu juga paus yang memiliki rasa kesepian karena terpaksa harus berpisah dari kelompoknya padahal paus sudah terbiasa hidup bersama kelompoknya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Maghfira Ramadhani
"W-Two Worlds merupakan drama Korea yang bercerita mengenai webtoon yang ada di  Korea Selatan, tokoh utamanya melakukan pencarian jati diri dan perlawanan atas takdir yang ada di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, penulis menganalisis unsur eksistensialisme untuk memahami tokoh Kang Chul pada drama W - Two Worlds. Kang Chul yang memiliki konflik diri dan krisis identitas akibat kehilangan keluarganya menjadi faktor utama bagaimana eksistensialisme ada. Dengan metode kualitatif, penulis menyelami masalah terkait dengan menonton drama beberapa kali dan mengambil adegan terkait. Kemudian adegan yang telah dipilih oleh penulis dianalisis keterkaitannya dengan eksistensialisme dari sudut pandang beberapa tokoh eksistensialisme. Tindakan tokoh Kang Chul yang merepresentasikan suatu bentuk eksistensialisme diperlihatkan secara eksplisit melalui beberapa dialog dan adegan yang ada di dalamnya. Tindakannya dalam menentang maut yang diberikan oleh penciptanya sebagai bentuk upaya melawan takdir telah mengubah eksistensinya dari wujud être en soi menjadi wujud yang être pour soi. Upaya dari perlawanan Kang Chul atas takdirnya merupakan negasi yang ada pada wujud awalnya,  être en soi. Kang Chul yang menjalani kehidupannya sebagai makhluk être pour soi memiliki kehidupan yang dinamis dan berubah-ubah layaknya seorang manusia yang nyata wujudnya. Sebagai seorang tokoh utama dari sebuah kartun, Kang Chul berbeda dari tokoh kartun pada umumnya yakni memiliki tindakan eksistensialisme dalam menjalani kehidupannya.

W-Two Worlds is a Korean drama that tells the story of a webtoon in South Korea, the main character doing a search for identity and resistance to the destiny in his life. Therefore, the authors analyze the element of existentialism to understand the character of Kang Chul in the drama W-Two Worlds. Kang Chul who has a self-conflict and identity crisis due to the loss of his family is a major factor in how existentialism exists. With qualitative methods, the writer will explore the problems associated with watching the drama several times and taking related scenes. Then the scene chosen by the author is analyzed in relation to existentialism from the point of view of some existentialism figures. Kang Chul actions that represent a form of existentialism are shown explicitly through several dialogues and scenes in it. His actions in opposing death given by his creator as an effort to fight destiny have changed their existence from the form of être en soi to the form that is être pour soi. The effort of Kang Chul is opposition to his destiny is a negation that was in its original form, être en soi. Kang Chul who lives his life as a creature être pour soi has a dynamic and changing life like a real human being. As a main character of a cartoon, Kang Chul is different from the general cartoon character who has an existentialism in living his life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Faturahman
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan senioritas di perusahaan Korea dalam drama?? Misaeng yang terpengaruh oleh konfusianisme. Penulis berargumen bahwa hubungan senior dan junior di lingkungan kerja bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang baik antaranggota tim. Hal tersebut sejalan dengan Lima Aturan Oryun dalam ajaran konfusianisme yang menitikberatkan pada bagaimana menghargai orang lain dan orang yang lebih tua. Di satu sisi, riset-riset terdahulu menyatakan bahwa hubungan senior dan junior menciptakan konflik dalam lingkungan kerja. Penulis menggunakan drama ?? Misaeng untuk membuktikan argumentasi bahwa senioritas memiliki dampak yang positif dalam sebuah kelompok. Dalam riset ini penulis menggunakan metode deskriptif dan studi kepustakaan untuk menganalisis fenomena senioritas yang ada dalam drama?? Misaeng . Penulis mencari data mengenai konfusianisme dikarenakan senioritas yang ada di Korea dipengaruhi oleh ajaran tersebut. Kemudian penulis mencari data mengenai konfusianisme di Korea dan mengaitkannya dengan fenomena senioritas yang ada di Korea. Melalui hasil penelitian ini, penulis membuktikan bahwa asumsi penulis mengenai hierarki sosial yang kaku dalam perusahaan Korea justru menciptakan rasa kekeluargaan yang kuat dan keharmonisan antaranggota tim.

ABSTRACT
The purpose of this paper is to examine the seniority in Korea through a Korean drama ?? Misaeng . The authors argue that the seniority is aimed to create a good communication among team members. According to Five Rules Oryun , Confucianism teaches how to respect others and older people. On the other hand, previous researchers found that senior and junior relationships that influenced by confucianism come up with a conflict in the workplace. In this paper the authors synthesize relevant research findings from descriptive method. The author sought data on Confucianism in Korea and linked it to the phenomenon of seniority in Korea. Through the results of this study, the authors prove that the author 39;s assumption of a rigid social hierarchy in Korean companies actually creates a strong sense of kinship and harmony among team members."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>