Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210666 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Amalia Jamhur
"Penelitian ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam jual beli tanah berdasarkan akta hibah yang pada akhirnya berimplikasi kepada hak pembeli yang telah membeli tanah tersebut dengan itikad baik. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Fokus penelitian adalah untuk mengetahui apakah perbuatan Para Terbanding yang menjual tanah berdasarkan akta hibah tersebut adalah perbuatan melawan hukum, serta melihat bagaimana sebenarnya praktik maupun teori terkait perlindungan terhadap pembeli yang beritikad baik. Dimana meskipun pembeli beritikad baik pada prinsipnya harus dilindungi, namun ketika dimasukkan dalam keadaan tertentu, ternyata terdapat hak pembeli beritikad baik yang dapat dikesampingkan. Pada akhirnya penulis mengelaborasi dua fokus di atas untuk melihat apakah putusan hakim telah tepat atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan hakim kurang tepat dilihat dari peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum yang terkait.

The research discusses the illegal act of buying and selling land based on the grant deed, which in turn has implications for the rights of buyer who have purchased the land in good faith. The research method used is normative juridical. The focus of the research is to find out whether the act of the Appealed who sold the land base on the grant deed is an act against the law, and to see how the actual practice and theory regarding the protection of buyer with good intentions. Although the buyer in good faith in principle must be protected, when it is included in certain circumstances, it turns out tha there is a right of the buyer in good faith which can be overridden. In the end the writer elaborates the two focuses above to see whether the judge’s decision has been correct or not. The result of the research show that the judge’s decision is not correct in view of the statutory regulations and related legal theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Hafizhah Suristyo
"Perjanjian Jual beli tanah adalah salah satu perjanjian yang tidak dapat dilakukan cukup dengan dibawah tangan. Kepastian hukum dalam perjanjian jual beli tanah mengakibatkan perlu  adanya kekuatan hukum pada pembuktian dalam perjanjian jual beli dengan objek hak atas tanah. Umumnya perjanjian jual beli tanah dilakukan dihadapan Pejabat yang berwenang  yakni Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 586/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Utr perjanjian jual beli tanah dibawah tangan ini di sahkan  oleh pengadilan, yakni para pihak Penjual dan Pembeli melakukan perbuatan hukum perjanjian jual beli tanah tidak dihadapan pejabat yang berwenang. Untuk itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah dibawah tangan terhadap peralihan hak atas tanah yang terjadi serta penyelesaian pada peralihan hak atas tanah. Berdasarkan Putusan Hakim  pembeli mendapatkan  perlindungan hukum sebagai pembeli yang beritikad baik, namun  kepastian hukum pembeli atas tanah yang seharusnya menjadi kepemilikan nya tidak tercapai. Dari hasil studi, dapat dijelaskan bahwa dalam perjanjian jual beli dibawah tangan  yang dinyatakan sah tidak dapat memberikan kepastian hukum terhadap pembeli sebagai dasar peralihan hak atas tanah. Selain itu penyelesaian eksekusi terhadap tanah tersebut tidak  dapat dilakukan.  Penelitian hukum doktrinal ini mengkaji bahan-bahan hukum sekunder melalui studi kepustakaan yanhg didukung dengan wawancara, selanjutnya penelitian ini mengenai Kekuatan Hukum perjanjian jual beli tanah dibawah tangan  terhadap peralihan hak atas tanah  dan penyelesaian pada putusan yang telah disahkan pengadilan di analisi secara kualitatif. 

Land sale and purchase agreement is one of the agreements that cannot be done simply under the hand. Legal certainty in the land sale and purchase agreement results in the need for legal force in proof in the sale and purchase agreement with the object of land rights.  Generally, land sale and purchase agreements are made before an authorized official, namely the Land Deed Official (PPAT). However, what happened in the North Jakarta District Court Decision Number 586/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Utr was that this underhand land sale and purchase agreement was legalized by the court, namely the Seller and Buyer parties carried out the legal action of the land sale and purchase agreement not before an authorized official. For this reason, the issues raised in this research are regarding the legal force of the land sale and purchase agreement under the hands of the transfer of land rights that occur and the settlement of the transfer of land rights.Based on the Judge's Decision, the buyer gets legal protection as a good faith buyer, but the buyer's legal certainty over the land that should be his ownership is not achieved.  From the results of the study, it can be explained that the underhand sale and purchase agreement which is declared valid cannot provide legal certainty to the buyer as the basis for transferring land rights. In addition, the settlement of execution against the land cannot be done.  This doctrinal legal research examines secondary legal materials through literature studies which are supported by interviews, then this research on the Legal Power of land sale and purchase agreements under the hands of the transfer of land rights and the settlement of court-approved decisions is analyzed qualitatively. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirmala Rosa
"Perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak mengetahui adanya sewa menyewa atas tanah objek jual beli merupakan suatu hal yang bersifat fundamental, khususnya dalam hal penguasaan dan penggunaan tanah oleh pembeli. Pada perkara sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 65/PDT/2021/PT.MTR, terdapat kendala dalam pemberian perlindungan hukum bagi pembeli, di mana hak-hak pembeli atas tanahnya tidak sepenuhnya terlindungi. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim dalam memberikan perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak mengetahui adanya perjanjian sewa menyewa atas tanah objek jual beli berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya dituliskan sebagai KUHPerdata), serta peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya dituliskan sebagai PPAT) dalam memastikan perlindungan hukum bagi pembeli dalam hal adanya sewa menyewa atas tanah objek jual beli berdasarkan hukum tanah nasional. Bentuk penelitian hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal dengan tipe penelitian preskriptif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam memberikan perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak mengetahui adanya perjanjian sewa menyewa atas tanah objek jual beli belum mencerminkan keadilan bagi pembeli karena pembeli tidak memperoleh hakhaknya secara utuh sebagai pemegang hak atas tanah yang baru. Bentuk perlindungan hukum bagi pembeli untuk mempertahankan hak-haknya di antaranya adalah dengan mengajukan gugatan pembatalan akta jual beli atau gugatan perbuatan melawan hukum terhadap penjual. Kemudian, peran PPAT dalam memastikan perlindungan hukum bagi pembeli dalam hal adanya perjanjian sewa menyewa atas objek jual beli dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap sertipikat tanah objek jual beli sekaligus catatan mengenai status tanah objek jual beli yang terdaftar di Kantor Pertanahan, mengajukan permohonan SKPT ke Kantor Pertanahan, melakukan verifikasi terhadap dokumen yang diajukan oleh penjual, serta melakukan konfirmasi kepada penjual untuk memastikan tidak ada informasi yang tidak disampaikan pada saat dilaksanakan jual beli di hadapan PPAT, termasuk adanya perjanjian sewa menyewa.

Legal protection for buyers in land transactions involving undisclosed lease agreements is a fundamental issue, particularly in terms of land ownership and use by the buyer. In the case referenced in the Mataram High Court Decision No. 65/PDT/2021/PT.MTR, challenges arose in providing legal protection for the buyer, whose rights to the land were not fully protected. This research addresses the judicial considerations in providing legal protection to buyers unaware of lease agreements on the purchased land, based on the Indonesian Civil Code, as well as the role of Land Deed Officials (PPAT) in ensuring legal protection for buyers in cases of lease agreements on the purchased land under national land law. This legal research adopts a doctrinal approach with a prescriptive type of study. Secondary data is analyzed qualitatively. The results indicate that the judicial considerations in providing legal protection for buyers in land transactions involving undisclosed lease agreements do not reflect fairness for the buyers, as their rights as new land titleholders are not fully realized. Forms of legal protection for buyers to defend their rights include filing breach of contract lawsuits or tort claims against the seller. Furthermore, the role of the PPAT in ensuring legal protection for buyers in cases involving undisclosed lease agreements on the purchased land includes checking the land title certificate and its status recorded at the Land Office, submitting a SKPT (Land Registration Certificate) request to the Land Office, verifying documents submitted by the seller, and confirming with the seller to ensure that no information, including lease agreements, is omitted during the sale and purchase process."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almas Fadhil Ramadan
"Penelitian ini membahas tentang kedudukan dan penyelesaian hukum tanah Sertipikat Hak Milik yang berada dalam Kawasan Hutan Produksi Konversi di Kabupaten Indragiri Hulu. Dalam menetapkan dan menunjuk suatu kawasan bukan hutan menjadi kawasan hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus memperhatikan tata ruang daerah masing-masing wilayah untuk melindungi hak-hak masyarakat disekitarnya. Dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hulu terjadi penetapan kawasan hutan yang tidak didahului pertimbangan dan kajian di lapangan sehingga menimbulkan tumpang tindih antara tanah Hak Milik dengan kawasan hutan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah status Sertipikat Hak Milik Masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu sebelum ditetapkannya kawasan hutan dan penyelesaian hukumnya bagi Masyarakat yang terdampak. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum doktrinal. Hasil analisis dari penelitian ini ialah status Sertipikat Hak Milik atas tanah Masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu yang berstatus kawasan Hutan Produksi Konversi tetap menjadi tanda bukti tertulis yang sah sebagai pembuktian penguasaan atas tanah. Salah satu faktor yang menyebabkan tanah-tanah Hak Milik berstatus Hutan Produksi Konversi tersebut adalah perbedaan peta yang digunakan dalam penetapan kawasan hutan dan belum berlakunya One Map Policy. Untuk tercapainya kepastian hukum, tanah-tanah Hak Milik Masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu harus dikeluarkan dari kawasan hutan dengan melakukan perubahan batas wilayah kawasan hutan sebagaimana yang telah diatur di dalam Perpres 88/2017.

This research discusses the position and legal settlement of land ownership certificates located in the Convertible Production Forest Area in Indragiri Hulu Regency. In determining and designating a non-forest area as a forest area, the Ministry of Environment and Forestry must pay attention to the regional spatial planning of each region to protect the rights of the surrounding community. In the Indragiri Hulu Regency area, there is a determination of forest areas that is not preceded by considerations and studies in the field, resulting in an overlap between freehold land and forest areas. The problem raised in this research is the status of the Indragiri Hulu Regency Community Property Rights Certificate before the forest area was established and the legal settlement for the affected communities. In this research, doctrinal legal research methods were used. The results of the analysis from this research are that the status of the Certificate of Ownership Rights for the land of the Indragiri Hulu Regency Community which has the status of a Convertible Production Forest area remains a valid written proof as proof of control over the land. One of the factors that causes freehold lands to have Convertible Production Forest status is the difference in maps used in determining forest areas and the One Map Policy not yet in force. To achieve legal certainty, Indragiri Hulu Regency community-owned lands must be removed from the forest area by changing the boundaries of the forest area as regulated in Presidential Decree 88/2017."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Indonesia. Kementrian Hukum dan HAM RI. Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2010
347.016 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Elkhatrin
"Segala harta yang diperoleh dalam ikatan perkawinan adalah harta bersama, sehingga untuk mengalihkan harta tersebut dibutuhkan persetujuan suami dan istri. akan tetapi pada studi kasus ini peralihan hak milik atas tanah harta bersama dijual secara sepihak oleh suami di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai Pejabat yang ditunjuk untuk membuat akta, Pejabat Pembuat Akta Tanah harus cermat dan teliti memperhatikan syarat-syarat materil sah nya jual beli tanah agar di kemudian hari tidak menimbulkan sengketa. Sebagai pembeli yang melakukan jual-beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan tidaklah mengetahui adanya cacad pada tanah saat membelinya patutlah dikatakan pembeli beritikad baik yang harus dilindungi. Namun dikemudian hari, setelah menguasai tanah selama kurang lebih 11 tahun, pembeli beritikad baik tersebut digugat, sehingga akta jual-beli yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah batal demi hukum oleh putusan hakim. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan bersifat evaluatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan. Peralihan hak milik atas tanah dengan jual beli atas tanah harta bersama dilakukan berdasarkan persetujuan kedua pihak, dan apabila melakukan perbuatan hukum sendiri, dibutuhkan persetujuan tertulis dari suami/isteri, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah harus lebih memperhatikan kliennya dengan peranannya yang semakin aktif dan profesional dalam membuat akta jual beli tanah serta pembeli yang beritikad baik membeli tanah tidak mendapat kerugian. Sehingga Penulis berpendapat bahwa perlu adanya pengadilan khusus Agraria yang hanya memeriksa perkara tentang Agraria.

All the properties gained in marriage is a joint property, so transferring the property requires the consent of both husband and wife. However, in this case study the transfer of ownership of the joint property land is sold unilaterally by the husband in the presence of the Land Titles Registrar in accordance with the laws and regulations. As the official appointed to make the deed, the Land Titles Registrar must be careful and thoroughly observe the legal requirements of his sale and purchase of land so that in the future there will be no dispute. As a buyer who sells in front of the Land Titles Registrar, And not knowing the presence of defects in the land when buying it should be said to be a good faith buyer to be protected. But in the future, after controlling the land for about 11 years, the buyer who has good intentions were sued, so the deed of sale made by the Land Titles Registrar is made null and void by the judge 39 s verdict. The transfer of ownership of land joint property through sale and purchase is done based on the agreement of both parties, and if doing the legal act itself, the written approval of the spouse is required, so the Land Titles Registrar must pay more attention to his her clients with their increasingly active and professional role in making a deed of buying and selling land so a buyer with good faith will not suffered losses. So the authors argue that it needs a special Agrarian courts that only check the case of agrarian."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yadzka Nafis
"Tesis ini mengkaji mengenai jual beli terhadap sebidang tanah yang ternyata diketahui belakangan bahwa tanah tersebut berstatus tanah ulayat kaum yang terjadi dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1826 K/Pdt/2014. Mak Siri Dt Tan Aceh, Kemudian ia mensertifikatkan tanah tersebut atas nama dirinya. Setelah bersertifikat atas nama dirinya, ia menjual tanah tersebut kepada Tergugat 1 untuk kemudian Tergugat 1
menjual tanah tersebut kepada Tergugat 2. Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah tanah ulayat yang dimiliki secara kolektif seharusnya tidak dapat dijual. namun pada kasus, tanah tidak dikembalikan kepada masyarakat hukum adat selaku pemilik tanah namun tetap menjadi milik Tergugat 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal apa yang dapat menyebabkan tanah ulayat di Kota Solok dapat dialihkan serta perlindungan hukum terhadap pembeli tanah yang beritikad baik berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1826 K/Pdt/2014. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif dengan analisis Kualitatif dan tipe penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa tanah ulayat di Minangkabau tidak dapat dijualbelikan, namun dapat di jual-gadai, dengan syarat yang ditetapkan adat terpenuhi. Lebih lanjut bahwa pembeli beritikad baik, harus dilindungi undang-undang. Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Tergugat 2 beritikad tidak baik pada saat jual beli dilakukan, serta hakim
berpendapat dalam putusan tersebut bahwa Tergugat 2 beritikad baik, sehingga kepentingannya dilindungi. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1826 K/Pdt/2014 menolak gugatan penggugat dan menyatakan bahwa pengadilan tidak salah menerapkan aturan.

This thesis studying about the sale and purchase of land which turned out to be known later that the land was the status of communal land that occurred in the case of the Verdict of the Supreme Court Number 1826 K / Pdt / 2014. Mak Siri Dt Tan Aceh, used to occupy a plot of land, which was the land of his Clan. Then he certifies the land in his name. After being certified in his name, he sold the land to Defendant 1 and then Defendant 1 sold the land to Defendant 2. The problem in this research is that collectively owned communal land should not be able to be sold. This research aims to find out what things can cause communal land in Solok City, West Sumatra to be transferred and legal protection of land buyers who have good faith both based on the Verdict of the Supreme Court Number 1826 K / Pdt / 2014. This research uses the Normative Juridical research method with qualitative analysis and analytical descriptive research type with secondary data. The results of this research are that communal land in Minangkabau cannot be transferred to anyone, communal land can be pledged to people with the agreement of all members of the clan, and the terms determined custom is fulfilled. Furthermore, the buyer in good faith must be protected by law, so in this case of the landowners represented by their mamak kepala waris must prove that Defendant 2 has the bad Faith. The Plaintiff could not prove that Defendant 2 had a bad
intention at the time of the sale and purchase, and the judge argued in the decision that Defendant 2 had a good intention, so that his interests were protected. Verdict of the Supreme Court Number 1826 K / Pdt / 2014 rejected the plaintiffs lawsuit and stated that the court did not mistakenly apply the rules.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivia Chandra
"Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) pada tesis ini, dibuat berdasarkan Akta Kuasa Menjaminkan yang prosedurnya tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Permasalahan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan jabatan notaris dalam pembuatan Akta Kuasa Menjaminkan, keabsahan SKMHT serta APHT yang dibuat dengan Akta Kuasa Menjaminkan secara melawan hukum, dan pertanggungjawaban hukum Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dalam pembuatan SKMHT dan APHT yang dibuat dengan Akta Kuasa Menjaminkan. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini berbentuk penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris analitis, memperoleh data dari peraturan-peraturan, buku, artikel ilmiah, serta wawancara. Hasil penelitian ini adalah Notaris TL, Notaris MW, dan PPAT H melanggar ketentuan Pasal 4, Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf m, Pasal 17 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Penjelasan Pasal 15 ayat (1) UUHT. Pembuatan akta SKMHT dan APHT yang dibuat berdasarkan Akta Kuasa Menjaminkan menjadi batal demi hukum karena pemberi Hak Tanggungan tidak hadir dihadapan Notaris pada saat pembuatan akta SKMHT. Pemberi dan pemegang Hak Tanggungan melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Notaris dan PPAT membuat akta tidak sesuai dengan ketentuan UUJN dan UUHT serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pendaftaran Tanah (Perka BPN). Akibat dari perbuatan melawan hukum, maka akta menjadi batal demi hukum dan para pihak tersebut harus mengganti kerugian. Notaris yang diminta membuat akta, harus menolak jika pihak-pihak tetap minta dibuatkan akta meskipun penghadap yang hadir tidak lengkap. PPAT seharusnya turut diminta pertanggungjawaban hukum karena PPAT membuatkan akta APHT berdasarkan SKMHT yang tidak diberikan secara langsung oleh pemberi Hak Tanggungan sendiri.

The Power of Attorney to Encumber Mortgage Rights (SKMHT) and the Deed of Granting Mortgage Rights (APHT) in this thesis, were made based on the Deed of Power of Attorney to Guarantee whose procedures do not comply with the provisions of Article 15 paragraph (1) of the Mortgage Rights Law (UUHT). The problems in this study are the implementation of the notary's position in making the Deed of Power of Attorney to Guarantee, the validity of the SKMHT and APHT made with the Deed of Power of Attorney to Guarantee unlawfully, and the legal responsibility of the Notary and Land Deed Making Officer (PPAT) as well as the grantor and holder of Mortgage Rights in making the SKMHT and APHT made with the Deed of Power of Attorney to Guarantee. The method used to answer the problems in this study is in the form of doctrinal legal research with an analytical explanatory research typology, obtaining data from regulations, books, scientific articles, and interviews. The results of this study are that Notary TL, Notary MW, and PPAT H violated the provisions of Article 4, Article 15 paragraph (1), Article 15 paragraph (2) letter f, Article 16 paragraph (1) letter m, Article 17 of the Notary Law (UUJN) and the Explanation of Article 15 paragraph (1) UUHT. The making of the SKMHT and APHT deeds made based on the Deed of Power of Attorney to Guarantee is null and void because the grantor of the Mortgage Right was not present before the Notary when the SKMHT deed was made. The grantor and holder of the Mortgage Right committed an unlawful act. The Notary and PPAT made the deed not in accordance with the provisions of UUJN and UUHT as well as the Regulation of the Head of the National Land Agency concerning Land Registration (Perka BPN). As a result of the unlawful act, the deed is null and void and the parties must compensate for the losses. The notary who is asked to make the deed must refuse if the parties still ask for the deed to be made even though the parties present are incomplete. The PPAT should also be held legally responsible because the PPAT made the APHT deed based on the SKMHT which was not provided directly by the grantor of the Mortgage Rights himself."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahwa Salie Aprili Rangkuti
"Penelitian ini membahas mengenai suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah yang dibuat Karena adanya Perjanjian terdahulunya yaitu Hutang Piutang serta objeknya dilakukan pembelian kembali yang menimbulkan Sengketa. Perjanjian jual beli dan perjanjian hutang piutang merupakan perjanjian yang sangat kerap dilakukan di kalangan masyarakat, terutama terkait obyek yang berupa tanah. Perjanjian jual beli tanah dan perjanjian utang piutang dengan jaminan tanah merupakan perjanjian yang berbeda satu sama lain dan saling berdiri sendiri, karena kedua perjanjian tersebut sama-sama merupakan perjanjian pokok. Dalam hukum jaminan sendiri terdapat ketentuan bahwa kreditur tidak dapat menjadi pemilik dari obyek jaminan dan apabila diperjanjikan bahwa kreditur dapat memiliki obyek jaminan dan debitur cidera janji maka janji yang demikian adalah dapat batal demi hukum. Adapun Permasalahan yang diangkat adalah mengenai PPJB yang diikat untuk perjanjian hutang piutang serta keabsahannya apabila kemudian objeknya tersebut dilakukan pembelian kembali. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan tipologi penelitian preskriptif analitis dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder, dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Berdasarkan hasil penelitian, di dalam Perjanjian Hutang Piutang dengan jaminan tanah tidak bisa diikat dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tetapi harus dipasang dengan Hak Tanggungan atau dibuatkannya APHT oleh Notaris/PPAT. Ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, serta jual beli dalam hak membeli kembali tidak dikenal dalam hukum adat dan dapat dinyatakan batal demi hukum karena dianggap sebagai Perjanjian Hutang Piutang dengan disertai bunga.

This study discusses a land sale and purchase binding agreement that was made because of the previous agreement, namely Payable and Accounts Receivable and the object was repurchased which caused a dispute. Sale and purchase agreements and agreements for accounts payable are agreements that are very often carried out in the community, especially in relation to objects in the form of land. The land sale and purchase agreement and the loan and credit agreement with land guarantee are different and independent agreements, because the two agreements are the principal agreement. In the guarantee law itself, there is a provision that the creditor cannot be the owner of the collateral object and if it is agreed that the creditor can own the guarantee object and the debtor is in default, such a promise can be null and void by law. The issues raised are regarding PPJB which is tied to a payable agreement and its legality if later the object is repurchased. This research uses normative juridical research, using a prescriptive analytical research typology with the type of data used is secondary data, and the data collection tools used are document studies or library materials. Based on the research results, in the Accounts Receivable Agreement with land collateral, it cannot be tied to a Sale and Purchase Agreement but must be attached with a Mortgage or an APHT made by a Notary / PPAT. This provision has been regulated in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, as well as buying and selling under the right to repurchase is not known in customary law and can be declared null and void because it is considered a debt agreement with interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Iswandari
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kepastian hukum jual beli atas tanah dengan adanya Putusan Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 822/Pdt.G/2020/PN.TNG). Tulisan ini menggunakan metode doktrinal, dengan tipologi penelitian preskriptif analisis menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel dan jurnal. Kepastian hukum dalam pembuatan akta jual beli (AJB) atas tanah menjadi landasan utama dalam transaksi properti, dimana terdapat beberapa situasi/kondisi ketika proses transaksi jual beli sudah lunas, pembeli masih belum dibuatkan AJB, sementara pembeli ingin mendaftarkan kepemilikan atas obyek yang dibelinya menggunakan atas nama sendiri, tetapi kesulitan dalam mencari keberadaan pihak penjual, sehingga pembeli menggunakan cara lain untuk memperoleh kepastian hukum melalui gugatan ke pengadilan. Kepastian hukum pembuatan AJB atas tanah yang dibuat karena adanya putusan pengadilan sejatinya tidak memiliki pengaturan hukum baik dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (yang kini telah diperbaharui dengan PP No. 18 Tahun 2021), maupun dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Meski di pasal 37 PP No. 24 tahun 1997 tidak mengakomodasi, Putusan pengadilan dapat dijadikan pondasi dasar dalam melakukan peralihan hak maupun balik nama sertifikat disebabkan putusan memiliki prinsip “Res Judicata Pro Veritate Habetur” yang bermakna bahwa “putusan hakim harus dianggap benar” ketika putusan tersebut ditetapkan, berdasarkan irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Prinsip tersebut memposisikan hakim sebagai bagian fundamental dalam menegakkan keadilan dalam negeri terkait suatu perkara yang hendak diputuskan. Hal tersebut memberi akibat hukum bagi Pembeli untuk memiliki hak memperoleh sertifikat yang sah yang akan diterbitkan oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan atas kepemilikan tanah serta mendapat ganti rugi biaya perkara.

This article analyzes the legal certainty of buying and selling land with a court decision (Study of Tangerang District Court Decision Number 822/Pdt.G/2020/PN.TNG). This paper uses a doctrinal method, with a prescriptive analysis research typology using primary legal materials in the form of statutory regulations and secondary legal materials in the form of books, articles and journals. Legal certainty in making a sale and purchase deed (AJB) for land is the main basis for property transactions, where there are several situations/conditions when the sale and purchase transaction process has been completed, the buyer has not yet made an AJB. In contrast, the buyer wants to register ownership of the object he purchased using the above name. Still, it is difficult to find the seller's whereabouts, so the buyer uses other methods to obtain legal certainty through a lawsuit in court. The legal certainty of making AJB on land which is made because of a court decision does not have any legal regulation either in PP No. 24 of 1997 concerning Land Registration (which has now been updated with PP No. 18 of 2021), as well as in Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles, although in article 37 of PP No. 24 of 1997 does not accommodate, court decisions can be used as the basic foundation for transferring rights or changing the name of certificates because the decision has the principle of "Res Judicata Pro Veritate Habetur" which means that "the judge's decision must be considered correct" when the decision is determined, based on the principle "For the sake of Justice Based on Belief in One Almighty God.” This principle positions judges as a fundamental part of upholding domestic justice regarding a case to be decided. This has legal consequences for the Buyer to have the right to obtain a valid certificate which will be issued by the South Tangerang City Land Office regarding land ownership and to receive compensation for court costs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>