Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63717 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yazfi Alam Al Haq
"Penelitian ini akan membahas tentang kondisi sosial politik yang membentuk Konflik Yaman pasca unifikasi dalam rentang tahun 1990-2019. Penelitian ini akan membaca kondisi realitas sosial dan politik yang berdampak pada terjadinya konflik. Penilitian ini menggunakan pendekatan kritis dan bersifat kualitatif sehingga mampu menelisik secara dalam kondisi sosial politik di Yaman. Berdasarkan penelitian, konflik Yaman cenderung terjadi akibat Kegagalan dalam membangun kohesi sosial politik, perbedaan sejarah serta nasib masa lampu, perbedaan budaya, pola produksi serta sumberdaya alam dan juga tidak ada faktor pengikat atau kesamaan nilai tengah masyarakat Yaman.

This research will discuss about the socio-political conditions that shaped the post-unification conflict in Yemen in the period 1990-2019. This study will read the conditions of social and political realities that have an impact on conflict. This research uses a critical and qualitative approach so that it is able to investigate the socio-political conditions in Yemen. Based on research, the Yemeni conflict tends to occur due to failure to build socio-political cohesion, differences in history and the fate of the past, differences in culture, production patterns and natural resources and also no binding factor or similarity in the mean value of Yemeni society."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"dalam sastra sebuah novel adalah suatu ketegangan antara kenyataan dan rekaan. begitu pula novel titik balik kesunyian karya Ilham Zoebazary. peristiwa nyata yang terjadi pasca-kemerdekaan,orde lama,orde baru, meliputi periode tahun 1948-1970 an ini membentang sepanjang cerita. novel ini menarik dikaji karena novel ini mampu menukilkan refleksi sejarah di Indonesia pada tahunnya. penelitian ini mendeskripsikan sejarah di Indonesia yang terefleksikan dalam novel Titik Balik Kesunyian (TBK) berikut nilai-nilai sosial-politik yang terdapat dalam novel tersebut meliputi nilai kelaurga, masyarakat, cinta kasih, dan sosial-politik novel Titik Balik Kesunyian karya Ilham Zoebazary merupakan novel berlatar depan peristiwa G 30 September 1965. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra dan menggunakan teori mimetik."
310 Bebasan 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Wahidah
"Pertunjukan komedi bertujuan untuk menggali tawa dengan berbagai materi dari masalah kehidupan sederhana sampai isu sosial. Tulisan ini menjelaskan pertunjukan komedi Hasan Minhaj tentang Islamophobia dan bagaimana pertujunjukannya dapat digunakan sebagai salah satu bentuk resistensi terhadap orang-orang Islamofobia di Amerika Serikat. Menurut Fierro (n.d.), Islamofobia adalah kebencian yang berlebih terhadap Islam. Kemunculan Islamofobia di Amerika Serikat diawali dari tragedi 9/11 di mana teroris Muslim menabrakan pesawat ke gedung World Trade Center (WTC) di tahun 2001. Menurut Kaplan (2006), ada rasa ketidaksukaan yang intens terhadap Muslim selama sembilan minggu setelah hal tersebut. Sampai sekarang, kebencian tersebut masih terasa walaupun tidak secara kasat mata. Studi ini bertujuan untuk menggali bagaimana pertunjukan Hasan Minhaj yang bertema Islamofobia dapat menantang stereotip Muslim yang dominan di Amerika Serikat. Riset ini menggunakan teori Three-Dimensional Stages milik Fairclough dan teori ambivalence dan mimicry milik Homie Bhabha untuk memahami Islamofobia lebih baik melalui lensa post-kolonialisme yang mendiskusikan kekuatan sosial dan politik antara pihak ‘yang terjajah’ dan ‘yang menjajah’. Pihak tersebut tertuju pada para Muslim yang didiskriminasi dan orang yang rasis di Amerika Serikat. Hasil riset ini menunjukan bahwa Hasan Minhaj menantang asumsi rasis terhadap Muslim dengan membentuk ruang yang disebut ‘ruang ketiga’ yang membuatnya bisa mengkritik tindakan Islamofobia yang dilakukan orang rasis di Amerika Serikat. Menyikapi dengan serius pertunjukan Hasan Minhaj dapat membantu membantu memahami bagaimana tindakan Islamofobia itu berbahaya sekaligus memahami bagaimana hal tersebut bisa dilawan melalui berbagai cara. Salah satu cara untuk melawannya adalah dengan mengolok-olok dan menertawakannya.

Comedy performances aim to earn laughter in which the materials are ranging from mundane life to social issues. This paper explores Hasan Minhaj’s comedy performances on Islamophobia and how his performances can be used as a form of resistance towards the Islamophobic people in the U. S. According to Fierro (n.d.), Islamophobia is extreme hatred towards Islam. The rise of Islamophobia was started in the U. S after an accident in which Muslim terrorists crashed the World Trade Center (WTC) buildings in the U. S in 2001 which is known as the 9/11 accident. According to Kaplan (2006), there was intense distaste towards Muslims for nine weeks afterwards. Up until now, the hatred still presents among the society, although not blatantly, but enough to prove that discrimination towards the American Muslims still exists. This study aimed at exploring how his performances on Islamophobia challenge the dominant stereotypes against Muslims in the U. S. This research used Fairclough’s Three-Dimensional Stages and Homi Bhabha’s theories on ambivalence and mimicry to understand Islamophobia better through the lens of post-colonialism which discusses the social and political power between the colonized and the colonizer. Both parties refer to the racist U. S. citizens and discriminated Muslims in the U. S. The research findings reveal that Hasan Minhaj challenges racist and stereotype assumptions toward the Muslims by creating some kind of ‘third space’ as well as mocking the dominant Muslim stereotypes, which allows him to criticize the Islamophobic behaviors imposed by the U. S. citizens. Taking his performances seriously about Islamophobia in the U. S. opens up the possibility to understand how Islamophobic behavior is dangerous and how it can be resisted through various ways. One of the many examples is through mocking and laughing it off."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas , 2001
321.802 MAS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Soeryadinata
"Informasi dan teknologi komunikasi seringkali dianggap sebagai faktor pendorong terjadinya globalisasi, Internet merupakan salah satu bukti kongkrit dari fenomena ini. Internet menjadi bentuk teknologi informasi yang sangat modern, pesat perkembangannya, tersebar secara luas, dan signifikan. Namun dibalik berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh internet, teryata internet juga membawa berbagai dampak negatif. Salah satunya adalah mengganggu stabilitas sosial dan politik. Dan sebagaimana negara di belahan dunia lainnya, perkembangan internet di Cina Juga sangatlah pesat. Cina mengalami apa yang dinamakan paradoks modern. Di satu sisi pemerintah memahami bahwa teknologi informasi adalah mesin menuju ekonomi global, sehingga pertumbuhan ekonomi Cina akan sangat tergantung dengan upaya untuk mengintegrasikan Cins dengan Infrastruktur informasi global. Namun di satu sisi, berbagai peristiwa telah membuktikan bahwa internet berkembang menjadi sarana komunikasi bagi kelompok oposisi yang menentang pemerintah, salah satu contoh kongkritnya adalah Falingong Bahkan berbagai kelompok pendukung hak asasi manusia, baik dalam peristiwa Tiananmen maupun Tibet, seringkali memanfaatkan media internet ini untuk menyebarluaskan ide-ide mereka dan menjaring massa dan dukungan. Yang menarik, seolah mengesampingkan berbagai dampak negatif terhadap stabilitas sosial dan politik, pemerintah Cina pada saat bersamaan mendorong masyarakatnya untuk memanfaatkan internet dan mendorong penggunaan internet di semua sektor kehidupan, khususnya ekonomi. Pemerintah secara proaktif berinisiatif mengembangkan infrastruktur internet, meskipun dengan biaya yang tidak sedikit. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa pemerintah Cina mengambil kebijakan yang mendorong pengembangan intermet di Cina? Apakah faktor-faktor yang melatarbelakanginya? Fenomena ini tentunya sangat menarik dibahas dalam kajian hubungan internasional. Karena sebagai negara yang memiliki karakteristik yang sangat khas, fenomena internet menjadi sebuah kasus yang dapat menggambarkan reaksi pemerintah Cina terhadap sistem internasional secara keseluruhan. Alat untuk menganalisa adalah beberapa kerangka pemikiran yang diantaranya pemikiran tentang pentingnya informasi dalam kepentingan ekonomi, pemikiran Peter F Drunken dalam teori ckonomi baru, pemikiran tentang e-commerce, pemikiran dari Michael Foucault yang mengembangkan ide Jeremy Bentham tentang panoptikon, dan pemikiran fungsi kontrol yang dikemukakan olch Lawrence Lessig Adapun faktor yang meriyebabkan pemerintah Cina mendorong pengembangan internet dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama, perkembangan infrastruktur teknologi informasi sebagai infrastruktur internet, akan mendorong kompetituf dan pendapatan ekonomi yang lebih baik bagi perekonomian Cina. Kedua, bahwa justru dengan mendukung penggunaan internet tersebut, pemerintah Cina dapat menerapkan kontrol yang lebih luas sesuai dengan konsep panoptikon yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Kontrol ini dapat dilihat dalam hukum dan peraturan yang dijalankan, arsitektur yang dibentuk, norma sosial yang berkembang, dan mekanisme pasar yang ada. Kedua elenmen ini saling mempengaruhi dan tarik menarik satu dengan lainnya. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi membutuhkan modemisasi teknologi Informasi. Namun disisi lain modernisasi teknologi ini berpotensi untuk mengesampingkan kontrol politik. Oleh karena itu pemerintah Cina kemudian justru menggunakan internet sebagai media dan sarana untuk mengontrol masyarakat pengguna internet di Cina.

Information and communication technology is often considered a driving factor for globalization, the Internet is one concrete proof of this phenomenon. The internet is a very modern form of information technology, rapidly developing, widely spread and significant. However, behind the various conveniences offered by the internet, it turns out that the internet also brings various negative impacts. One of them is disrupting social and political stability. And like countries in other parts of the world, internet development in China is also very rapid. China is experiencing what is called a modern paradox. On the one hand, the government understands that information technology is the engine for the global economy, so China's economic growth will depend heavily on efforts to integrate China with the global information infrastructure. However, on the one hand, various events have proven that the internet has developed into a means of communication for opposition groups opposing the government, one concrete example of which is Falingong In fact, various groups supporting human rights, both in the Tiananmen and Tibet incidents, often use this internet medium to disseminate their ideas and gain mass support. What is interesting, as if to put aside the various negative impacts on social and political stability, the Chinese government at the same time encourages its people to take advantage of the internet and encourages internet use in all sectors of life, especially the economy. The government has proactively taken the initiative to develop internet infrastructure, although at a significant cost. The question then is why did the Chinese government adopt policies that encourage internet development in China? What are the factors behind it? This phenomenon is certainly very interesting to discuss in the study of international relations. Because as a country that has very distinctive characteristics, the internet phenomenon is a case that can illustrate the Chinese government's reaction to the international system as a whole. The tools for analysis are several frameworks of thought, including thoughts about the importance of information in economic interests, Peter F Drunken's thoughts in new economic theory, thoughts about e-commerce, thoughts from Michael Foucault who developed Jeremy Bentham's idea of ​​the panopticon, and the control function thought put forward by Lawrence Lessig. The factors that cause the Chinese government to encourage internet development are influenced by various factors. First, development information technology infrastructure as internet infrastructure, will encourage better competitiveness and economic income for the Chinese economy. Second, that precisely by supporting internet use, the Chinese government can implement broader controls in accordance with the panopticon concept put forward by Jeremy Bentham. This control can be seen in the laws and regulations that are implemented, the architecture that is formed, the social norms that develop, and the existing market mechanisms. These two elements influence each other and attract each other. On the one hand, economic growth requires modernization of information technology. However, on the other hand, this technological modernization has the potential to override political control. Therefore, the Chinese government then actually used the internet as a medium and means to control the internet user community in China.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S10541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakob Oetama, 1931-
Jakarta : Kompas, 2001
320.959 8 JAK b;320.9598 JAK b (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Agung Satyawan
"Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia dalam dekade belakangan ini melaju pesat. Keadaan ini tidak diikuti oleh kemampuan kota untuk mengakomodasikan pertumbuhan penduduk. Manifestasi yang segera tampak dari situasi ini adalah bertambahnya para pekerja yang bekerja di sektor informal. Penanganan pemerintah terhadap sektor ini ternyata bersifat mendua. Di satu pihat pemerintah memuji kreativitas para pekerja sektor informal, tetapi di lain pihak, kurang melindungi keberadaan sektor ini dengan membatasi ruang geraknya. Situasi semacam ini akan segara menimbulkan asumsi bahwa para pekerja sektor informal memendam potensi untuk mengadakan gerakan politik radikal. Namun kenyataanya, gerakan politik radikal ini jarang terjadi.
Penelitian ini hendak mencari jawab mengapa gerakan politik radikal jarang dilakukan oleh para pekerja sektor informal meskipun pada kenyataannya mereka ini menghadapi pembatasan ruang gerak dalam melakukan pekerjaannya. Jawaban pertanyaan itu dapat ditinjau dari orientasi politik para pekerja sektor informal. Orientasi politik dalam pengertian ini adalah struktur mental seseorang yang berupa kesiapan untuk memberi respon terhadap obyek-obyek politik. Orientasi politik ini dapat dipilah menjadi tiga komponen yaitu kognitif yang berisi kepercayaan, afektif berisi perasaan dan evaluatif yang berisi penilaian terhadap obyek-obyek di dalam sistem politik. Masing-masing komponen tersebut berisi tiga sifat yaitu konformis, apatis, dan skeptis. Sifat konformis mempunyai makna adanya tanggapan yang sesuai dengan sistem politik yang berlaku. Sifat apatis menunjukkan tidak ada tanggapan terhadap sistem politik dan sikap skeptis mempunyai arti bahwa tanggapan tersebut terdapat ketidaksesuaian terhadap sistem politik.
Ada dua hipotesa yang diajukan dalam konteks penelitian ini. Pertama semakin tinggi status sosial ekonomi akan membentuk orientasi politik yang sesuai dengan sistem politik. Yang kedua, peranan agen-agen sosialisasi politik juga akan berpengaruh terhadap kesejajaran orientasi politik dnegan sistem politik.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sangkrah Kotamadya Surakarta. Kota Surakarta dipilih berdasarkan faktor bahwa kota ini secara historis mengandung potensi konflik yang berdimensi sosial, ekonomi dan politik. Kelurahan Sangkrah dipilih karena keluarahan ini merupakan kelurahan terpadat penduduknya dan paling banyak warganya bekerja di sektor informal.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian nesar responden mempunyai orientasi politik konformis yaitu orientasi politik yang sesuai serta , mendukung sistem politik yang berlaku. Atas dasar hal ini, sangat beralasan bahwa para pekerja sektor informal jarang melakukan gerakan politik radikal.
Disamping itu, tiadanya geraka politik radikal juga diakibatkan karena masyarakat yang bekerja di sektor informal bukanlah kelompok yang teroganisir. Hal ini disebabkan sangat beragamnya jenis pekerjaan di sektor informal dan tingginya mobilitas pekerja sektor informal baik ditinjau dari segi pekerjaan maupundari segi tempat berusaha.
Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa status sosial ekonomi tinggi cenderung mempunyai orientasi politik konformis. Selain itu, campur tangan pemerintah terhadap agen-agen sosialisasi politik dapat membentuk orientasi politik yang bersifat konformis."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eyestone, Robert
New York, N.Y. : John Wiley & Sons, 1978
309.173 EYE f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Connecticut: Dushkin Publishing Group, 1986
303.6 TAK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGraw-Hill, 2012
309 TAK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>