Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172309 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusuf Adiwinata Damanhuri
"Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bumi air dan seluruh kekayaan alam yang ada di dalamnya diperuntukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan alam yang dimaksud adalah minyak dan gas bumi, dimana sumber daya alam migas dikonsepkan sebagai Public Ownership (kepemilikan rakyat secara kolektif). SKK Migas sebagai badan khusus yang melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mempunyai beberapa tugas, salah satunya yaitu mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama, dimana dalam Hukum Administrasi Negara, setiap badan pemerintahan dapat melakukan tindakan hukum bersegi publik dan tindakan hukum bersegi privat. Maka, tindakan SKK Migas dalam mengadakan Kontrak Kerja Sama tersebut melahirkan pertan yaan, apakah tindakan tersebut termasuk tindakan hukum bersegi publik atau bersegi privat? lantas bagaimana peraturan perundang- undangan mengatur kewenangan SKK Migas tersebut? Penelitian ini mencoba menjawabnya dengan metode Yuridis normatif – kualitatif, dimana pada akhir penelitian ditemukan bahwa Tindakan SKK Migas tersebut merupakan Tindakan Hukum Pemerintah bersifat Publik bersegi dua. Diharapkan penelitian ini memberikan jawaban dan gambaran bagi para praktisi dan akademisi bagaimana kedudukan badan pemerintah ketika mengadakan Kontrak yang menyangkut kepentingan banyak orang yaitu minyak dan gas bumi.

Based on Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, this earth and all natural resources in it are intended for the greatest prosperity of the people. One of the natural resources referred to is oil and natural gas, where the natural resources of oil and gas are conceptualized as Public Ownership (collective ownership of the people). SKK Migas as a special agency that manages upstream oil and gas business activities has several tasks, one of which is to enter into Cooperation Contracts with Cooperation Contract Contractors, where in State Administrative Law, every government agency can take public legal action and legal action. private side. So, SKK Migas' action in entering into the Cooperation Contract raises the question, is this action a legal action on a public or private side? So how do the laws and regulations regulate the authority of SKK Migas? This research tries to answer it with a normative - qualitative juridical method, where at the end of the study it was found that the SKK Migas Action was a two-sided Public Law Action. It is hoped that this research will provide answers and descriptions for practitioners and academics about the position of government agencies when entering into contracts that concern the interests of many people, namely oil and natural gas."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Ryandhita
"Tulisan ini mengomparasikan dua skema Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi yang berlaku di Indonesia, yakni Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery dan Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split. Tulisan ini juga menganalisis bagaimana penerapan asas keseimbangan serta aspek-aspek dalam hukum perjanjian terpenuhi di dalam Kontrak Bagi Hasil dengan Skema Gross Split. Tulisan ini disusun dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif. Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Skema ini hadir sebagai upaya Pemerintah untuk terus mengoptimalkan pengurusan kekayaan alam minyak dan gas bumi di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi sehingga menarik minat para investor untuk berinvestasi dalam kegiatan usaha hulu migas. Dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split, tidak ada lagi komponen pengembalian biaya operasi yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor. Padahal, hal tersebut kerap dianggap sebagai pemenuhan asas keseimbangan dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery. Dalam skema Gross Split, Pemerintah berupaya melakukan pemenuhan asas keseimbangan melalui pemotongan birokrasi, persentase split yang lebih menguntungkan bagi kontraktor jika dibandingkan dengan skema Cost Recovery, ketentuan mengenai komponen variabel dan progresif, tambahan split dalam hal komersialisasi lapangan tidak mencapai nilai keekonomian tertentu, serta pemberian insentif pajak untuk menarik minat investor.

This writing compares two schemes of Production Sharing Contracts for Oil and Gas in Indonesia, namely the Contract with Cost Recovery scheme and the Contract with Gross Split scheme. It also analyzes how the principle of balance and aspects of contract law are fulfilled within the Contract with Gross Split scheme. This writing is structured using a normative juridical research approach. The Gross Split Production Sharing Contract is an agreement in Upstream Oil and Gas Business activities based on the principle of sharing gross production without an operational cost recovery mechanism. This scheme is a governmental effort aimed at continuously optimizing the management of the natural resources of oil and gas in Indonesia, with the goal of enhancing efficiency to attract investor interest in investing in upstream oil and gas activities. In the Contract with Gross Split scheme, there is no longer a component of operational cost recovery paid by the government to the contractors. However, this component is often considered a fulfillment of the balance principle in the Contract with Cost Recovery scheme. In the Gross Split scheme, the government seeks to achieve balance through bureaucracy cutting, a more favorable percentage split for the contractors compared to the Cost Recovery scheme, provisions regarding variable and progressive components, additional splits in the event of field commercialization not reaching a certain economic value, and providing tax incentives to attract investor interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patio Alfredo
"Skripsi ini membahas tentang ?hak menguasai negara?, terutama mengenai penguasaan terhadap sumber-sumber kemakmuran meliputi minyak dan gas bumi yang dilakukan melalui suatu badan pelaksana. Penelitian hukum ini akan difokuskan kepada konsep dan dasar hak Negara untuk menguasai sumber-sumber kemakmuran dan tujuannya berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 serta perbandingan peranan BP Migas dan SKK Migas sebagai pelaksana kegiatan pengelolaan dan pengendalian kegiatan hulu di bidang minyak dan gas bumi. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis-normatif. Penulis akan menjelaskan lebih dalam berdasarkan bahan-bahan yang ada, atau disebut juga tipe penelitan eksplanatoris. Penelitian hukum ini bertujuan untuk membuktikan konstitusionalitas keberadaan SKK Migas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa SKK Migas telah inkonstitusional dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

This study contains the ?right of the State to control?, in terms management of the sources of prosperity which include oil and gas through an executive agency. This legal research will be focused on the concept and the basic right of the State to control the sources of prosperity and purpose based on Article 33 of the Constitutional Law of 1945 and a comparison of the role of BP Migas and SKK Migas as implementing management and control of upstream activities in the field of oil and gas. The author use juridical-normative method. The author will explain deeper based on existing materials, also called explanatory type of research. This legal research?s purpose is to prove the existence and constitutionality of SKK Migas. The result of this research shows that the SKK Migas has unconstitutional with Article 33 of the Constitutional Law of 1945."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofia Maharani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai analisis reorganisasi BP Migas menjadi SKK Migas, dimana BP Migas dulunya merupakan badan Pemerintah yang bersifat independen dan saat ini setelah beralih menjadi SKK Migas menjadi organisasi yang berada di bawah binaan Kementerian ESDM. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara BP Migas dan SKK Migas, dan walaupun saat ini SKK Migas berada di bawah Kementerian ESDM, namun karakteristik SKK Migas tidak menunjukkan kesamaan dengan karakteristik kementerian/lembaga.

ABSTRACT
The focus of this study is to explain the analysis of the reorganization process of BP Migas to SKK Migas, where BP Migas was once a government?s independent entity and now switching to SKK Migas which become an organization under the Ministry of Energy and Mineral Resources. This research is qualitative descriptive interpretive. The result of this study concluded that there was no significant difference between BP Migas and SKK Migas, and although SKK Migas is now under the Ministry of Energy and Mineral Resources, the characteristics of SKK Migas has no similarities with the characteristics of the ministries/institutions."
2013
S46586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ophelia NKA
"Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada saat berhentinya produksi yaitu saat dilakukannya tahap penutupan tambang (decommissioning) akan meninggalkan fasilitas produksi dan sarana penunjang lainnya yang telah digunakan untuk kegiatan produksi, sehingga berpotensi menjadi kendala atau membahayakan kegiatan lain di wilayahnya. Merupakan tanggung jawab Kontraktor Kerja Sama (KKS), pemerintah dan semua pihak untuk melakukan Abandonment and Site Restoration (ASR), abandonment terhadap Fasilitas Produksi dan sarana penunjang lainnya yang telah digunakan, dan site restoration terhadap wilayah kegiatan usaha pada saat berhentinya produksi. Pelaksanaan kegiatan ASR merupakan hal yang penting, karena tidak hanya menyangkut pengembalian fungsi lingkungan hidup, melainkan juga menyangkut pertanggungjawaban dan pembiayaannya, tidak adanya pengaturan yang secara tegas mengatur akan kewajiban pelaksanaan ASR menyebabkan terjadinya penolakan pembayaran dana ASR oleh Kontraktor KKS, hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan di masa mendatang terutama ketika kegiatan operasi telah selesai dan ketika perusahaan minyak dan gas bumi terkait telah meninggalkan Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang membahas pelaksanaan dari Kegiatan ASR sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku baik di dunia internasional maupun di Indonesia serta hambatan yang dilalui dalam melaksanakan kegiatan ASR. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang – undangan, dan buku.

The post operation of upstream oil and gas business activities is in the stage of decommissioning, will abandoned the production facilities and other supporting facilities that have been used for the operation activities, which might potentially be the obstacles or risking another activities in those area. Therefore, it is the responsibility of the Production Sharing Contract’ Contractor, the Government, and any interested party to conduct the Abandonment and Site Restoration (ASR). The implementation of ASR is sacrosanct, it is not only concerning on returning the environment to its pre-lease condition, but also concerning about the responsibility and the financing itself, the lack of regulation that expressly regulates about ASR causing the Contractor resistance to made the ASR’s fund, this thing might grave any problems that might occur in the future when the operation have been completed and when the company itself has left Indonesia. This research is a legal research that writes about the implementation of the abandonment and site restoration regarding its compliance to regulations related and the obstacles that might occur.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Syafira
"

Berbicara mengenai sektor minyak dan gas bumi yang merupakan sektor strategis tidak terlepas dari kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga yang terlibat didalamnya. Berbagai perkembangan peraturan dan kebijakan pun ikut mempengaruhi tata kelola migas khususnya pada sektor hulu. Mulai dari tata kelola migas dikendalikan oleh Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan negara, kemudian terbit UU No. 22 Tahun 2001 yang mengalihkan pengelolaan migas kepada Badan Pelaksana (BP Migas), sampai akhirnya keberadaan BP Migas dibubarkan karena dinilai inkonstitusional berdasarkan Putusan MK No. 36/PUU-X/2012. Akan tetapi, saat ini kewenangan yang ada pada BP Migas dahulu masih dijalankan oleh SKK Migas sebagai suatu entitas baru yang menyelenggarakan pengelolaan sektor hulu migas yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2013. Tidak terlepas dengan perwujudan negara di dalam Kementerian ESDM yang juga berwenang melaksanakan pengawasan dan pembinaan dalam tata kelola migas di Indonesia. Kemudian adanya wacana pembentuk Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) pada sektor hulu migas di dalam Rancangan UU Cipta Kerja menimbulkan pertanyaan bagaimana status kelembagaan dari SKK Migas dan seberapa urgensinya pembentukan BUMN-K ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan kepustakaan serta wawancara. Untuk menghadapi berbagai tantangan dalam tata kelola migas saat ini menjadi sangat penting untuk menentukan peran dan tanggung jawab secara efektif dan efisien antara Kementerian ESDM, PT Pertamina (Persero), dan SKK Migas, serta perlu ditinjau kembali mengenai badan usaha yang ideal dan sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 untuk melaksanakan pengelolaan migas di Indonesia.

 


Talking about the oil and gas sector which is a strategic sector is inseparable from the authority possessed by each institution involved in it. Various developments in regulations and policies have also affect oil and gas governance, especially in the upstream sector. In the begining oil and gas governance is controlled by Pertamina as the only state company, then Law Number 22 of 2001 which is transferred management of the upstream oil and gas sector to the Implementing Agency (BP Migas), until finally the existence of BP Migas was dissolved because it was considered unconstitutional based on the Constitutional Court Decision Number 36/PUU-X/2012. However, the existing authority at BP Migas was previously still exercised by SKK Migas as a new entity that carries out management of the upstream oil and gas sector established under Presidential Regulation Number 9 of 2013. It is inseparable from the realization of the state within the Ministry of Energy and Mineral Resources which is also authorized to carry out supervision and guidance in oil and gas governance in Indonesia. Then the discourse of forming a Special State-Owned Enterprise (BUMN-K) in the upstream oil and gas sector in the Draft Employment Law raises the question of the institutional status of SKK Migas and how urgent is the establishment of BUMN-K. The method in this research is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interviews. To face various challenges in oil and gas governance, it is now very important to determine the role and responsibilities effectively and efficiently between the Ministry of Energy and Mineral Resources, PT Pertamina (Persero), and SKK Migas, and needs to be reviewed on the ideal business entity in accordance with mandate of Article 33 paragraph (3) of the UUD 1945 Constitution to carry out oil and gas management in Indonesia.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Evasari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengelolaan asuransi dalam kegiatan usaha hulu minyak
dan gas bumi. Pengelolaan asuransi ditinjau dari bentuk perjanjianya serta
kesesuaiannya dengan prinsip kebebasan memilih penanggung dan prinsip penutupan
objek asuransi oleh perusahaan asuransi dalam negeri. Dalam penyusunannya skripsi ini
menggunakan metode yuridis empiris, dimana dalam pengumpulan datanya selain
melalui literatur, juga melalui Focused Group Discussion (FGD). Dari sana ditemukan
bahwa perlunya sosialisasi lebih lanjut mengenai pengelolaan asuransi dalam kegiatan
usaha hulu migas ini oleh regulator kepada pihak-pihak yang berkepentingan, serta perlu
pembahasan lebih lanjut mengenai komponen dalam negeri berkaitan dengan prinsip
penutupan asuransi oleh perusahaan asuransi dalam negeri.

Abstract
This undergraduate thesis examines about juridical observation of insurance
management in the upstream oil and gas business. The observation examines the
insurance?s policy format, and its relevance with the insurance principles such as
freedom to choose the insurer, and the principle of insurance covering object with
national insurance company. The method that been used to arrange this thesis is
juridical-empiric method, which was in data colleting, aside from the literature study; we
held a focused group discussion (FGD). As the result, it had been found that there
should be more of socialization about insurance management system in this kind of
business from the regulator to the parties who needed it. And also, more explanation
needed about domestic component in the terms of insurance covering from national
insurer principle."
Universitas Indonesia, 2012
S43220
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oktoaji Kharissuhud
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perhitungan dan implementasi penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam minyak dan gas bumi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang didasarkan pada UU Nomor 33 Tahun 2004 serta peraturan pelaksanaan lainnya. Metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini meyimpulkan bahwa perhitungan dana bagi hasil sumber daya alam minyak dan gas bumi dicapai dengan dasar data penerimaan negara periode sebelumnya dan perolehan tahun berjalan. Dalam implementasinya, penyaluran dana bagi hasil minyak dan gas bumi kepada daerah penghasil sudah sejalan dengan apa yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 serta aturan pelaksanaannya meskipun persentase dana bagi hasil untuk sebagian daerah penghasil yang pendapatan asli daerahnya sangat minim menilai persentase tersebut belum memenuhi keadilan partisipasif namun baru sebatas keadilan distributif. Penelitian ini menyarankan perhitungan dana bagi hasil sumber daya alam dapat didukung dengan informasi dan teknologi yang baik agar lebih akurat dan cepat, selain itu dalam hal implementasi penyalurannya perlu adanya peertimbangan terkait dengan persentase dana bagi hasil bagi daerah penghasil.

ABSTRACT
This thesis discusses review the calculation and the implementation of the distribution of funds for the result of natural resources oil and gas of the earth between the central government with local government based on law number 33 / 2004 as well as other implementation regulation. Normative research methods law. This research result meyimpulkan that calculation funding for the natural resources oil and gas reached on the basis of data state revenues the previous period and acceptance years running. In its implementations, the distribution of funds for the results of oil and natural gas to producing areas already in line with what he has stipulated in the law number 33 / 2004 as well as the rules of its execution though the percentage of funding for yield to partially producing areas that its local revenue the percentage is very low rate has not yet meet justice partisipasif but just for distributive justice. This research suggest calculation funding for the natural resources can be supported with information and technology good to be more accurate and quicker, besides in terms of implementation penyalurannya need of peertimbangan related rate funds to the quotient of producing areas.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arsyad Abiyoga
"Skripsi ini membahas mengenai perjanjian kerja yang diadakan terkait perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh (outsourcing) serta perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu dalam rangka perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh (outsourcing) itu sendiri, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai syarat-syarat perjanjian kerja dalam rangka perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh (outsourcing). Skripsi ini mengambil contoh dan menganalisa perjanjian kerja waktu tertentu yang diadakan dalam rangka perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh antara SKK Migas dengan PT. X. Melihat pelaksanaan outsourcing yang lebih sering merugikan pekerja/buruh, Undang-Undang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan terkait memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh, khususnya setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU- IX/2011 yang terkait dengan pelaksanaan outsourcing, dengan tujuan agar terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh tersebut. Walaupun demikian, masih banyak perusahaan- perusahaan outsourcing yang belum kunjung mengindahkan peraturan-peraturan tersebut dan memberikan perlindungan hukum bagi pekerja/buruh yang dipekerjakannya sebagaimana mestinya, Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penggunaan data sekunder sebagai jenis data yang dikumpulkan, yang selanjutnya diuraikan dan dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sebagai hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa PT. X, yang mengadakan perjanjian outsourcing operator fotocopy dengan SKK Migas dan mempekerjakan pekerjanya atas dasar perjanjian kerja untuk waktu tertentu, belum dapat memberikan perlindungan hukum, sepenuhnya dan sebagaimana mestinya, kepada pekerja/buruhnya.

This undergraduate thesis discusses the employment contract that is held related to an outsourcing agreement as well as the legal protection given to the worker bound to a temporary employment contract that is held related to the outsourcing agreement itself, with the purpose of getting a clear picture about the terms and conditions of employment contract in order of an outsourcing agreement. This thesis takes, as an example, and analyzes the temporary employment contract held in order of an outsourcing agreement between SKK Migas and PT. X. Seeing the implementation of outsourcing that is detrimental to the worker more often than not, Act 13 of 2003 about Labor Law and related legislations give a legal protection to the worker, especially after the issue of Constitutional Court?s Decision No. 27/PUU-IX/2011 that is related to the implementation of outsourcing in Indonesia, with the purpose of fulfilling their rights. Nonetheless, there are still a lot of outsourcing companies that have not yet heeded those regulations and give the legal protection to the worker they employed as it should be. The writing of this thesis uses a normative method. The use of secondary data as the type of data that was collected, which is then outlined and analyzed based on legislations. As a result of this research, it can be concluded that PT. X, that held the photocopy operator outsourcing agreement with SKK Migas and employed its worker on the basis of temporary employment contract, cannot provide that legal protection as fully and as it should be to their worker. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
K. Fathurahman P.N.J.
"ABSTRAK
Kontrak konstruksi merupakan jenis kontrak yang dinamis. Kompleksitas
pekerjaan dan keterlibatan berbagai kepentingan menjadikan kontrak konstruksi
memiliki potensi sengketa di setiap tahapan konstruksi. Oleh karena itu, para pihak
dalam kontrak konstruksi harus mencari metode penyelesaian sengketa memastikan
tidak terhambatnya kegiatan konstruksi. Dalam FIDIC General Conditions of
Contract For Construction (1st Edition, 1999) dikenal mekanisme penyelesaian
sengketa dalam bentuk Dispute Adjudication Board yang putusannya bersifat
mengikat dan harus dijalankan terlebih dahulu oleh para pihak meskipun ada
keberatan dari salah satu pihak. Dari sini terdapat dua permasalahan yang dijadikan
objek penelitian, Pertama, kedudukan Dispute Adjudication Board dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa; Kedua, sifat putusan Dispute Adjudication Board yang harus dijalankan
terlebih dahulu dibandingkan dengan putusan pengadilan yang bersifat serta merta
berdasarkan Hukum Acara Perdata Indonesia dan pelaksanaannya berdasarkan sifat
putusan yang diterapkan oleh beberapa lembaga adjudikasi di Indonesia. Penelitian
ini merupakan penelitian yuridis normatif yang ditopang oleh analisa terhadap
peraturan perundang-undangan dan doktrin hukum. Berdasarkan penelitian,
ditemukan bahwa mekanisme Adjudikasi yang melandasi Dispute Adjudication
Board belum diatur oleh UU Arbitrase. Meskipun demikian, terdapat beberapa
peraturan sektoral yang mengatur serta beberapa institusi alternatif penyelesaian
sengketa menjalankan adjudikasi. Terkait dengan putusan serta merta Dispute
Adjudication Board dalam FIDIC General Conditions of Contract For
Construction (1st Edition, 1999) dapat disimpulkan hal tersebut merupakan
kewajiban kontraktual yang ditetapkan para pihak diawal kontrak. Hal ini yang
membedakannya dengan putusan serta merta yang dianut dalam Hukum Acara
Perdata Indonesia di mana putusan serta merta tersebut merupakan kewenangan
hakim untuk menilai dapat atau tidaknya suatu putusan dijalankan terlebih dahulu.
Disamping itu, baik dalam peraturan sektoral yang telah mengatur adjudikasi
maupun peraturan institusi alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase yang
memberikan layanan adjudikasi pada umumnya menentukan putusan adjudikasi
bersifat mengikat namun tidak selalu bersifat serta merta.

ABSTRACT
Construction contract is a dynamic contract. The complexity of the work and the
involvement of many interests make a construction contract has potential disputes
at every stages. Therefore, the parties to the construction contract should seek the
method of dispute resolution which can ensure that the dispute does not hamper the
ongoing work. The FIDIC General Conditions of Contract for Construction (1st
Edition, 1999), recognized a mechanism of alternative dispute resolution by the
form of Dispute Adjudication Board whose decision is binding and the parties shall
give promptly effect to it regardless any objections raised by one of the parties.
From that point, there are two identified issues, as the object of this research, First,
the position of Dispute Adjudication Board under The Law Number 30 of 1999
Regarding Arbitration And Alternative Dispute Settlement; Second, comparison the
nature of immediate binding effect decision between the the Dispute Adjudication
Board's decision under The FIDIC General Conditions of Contract for
Construction (1st Edition, 1999) and court?s decision under the Civil Procedure
Code Indonesia. The comparison also considering the implementation of
adjudication?s decision by several adjudication institutions in Indonesia. The type
of research is legal reseach by analyzing the regulations and law doctrine related
to the issues. The result of this research are, First, the underlying mechanism of
Dispute Adjudication Board, has not been regulated and governed under the
Arbitration Act. Nonetheless, there are some sectoral rules which has govern the
adjudication procedures and has also been conducted by several institutions of
alternative dispute resolution and arbitration in Indonesia as part of their services.
Second, the immediate binding effect of Dispute Adjudication Board's decision can
be concluded as contractual obligations for the parties as set forth at the beginning
of the contract. This is what distinguishes it from the immediate binding effect of
court?s decision as in the Civil Procedure Code Indonesia where the decision is
under the judges authority. Besides that, both in the sectoral regulations that have
been set and/or institutional adjudication of alternative dispute resolution and
arbitration rules, in general, determine that the adjudication decision is binding
but does not necessarily have immediate binding effect"
2016
T45896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>