Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68442 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adrian Aery Lovian
"Tesis ini membahas tentang Kearifan Ekologis masyarakat Petalangan dalam Ritual Menumbai. Fokus penelitian ini untuk mencari ketertikatan antara ritual Menumbai dengan Ekologi, guna mengetahui kearifan masyarakat Petalangan dalam memperlakukan lingkungan ekologi. Perubahan yang terjadi terhadap ruang hidup masyarakat Petalangan sekarang sudah berubah, dari sebelumnya dikelilingi hutan yang menjadi sumber budaya dan ekonomi mereka, menjadi wilayah hutan industri dan kelapa sawit. Perubahan tersebut tentu saja mengancam ekspresi-ekspresi budaya mereka, termasuk Menumbai. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Teknik pengumpulan data yaitu bersifat observasi, wawancara, dan perekaman audio-visual. Data tersebut diklasifikasikan untuk dianalisis dan ditafsirkan berdasarkan konsep-konsep, pendekatan, dan teori-teori dalam kajian tradisi lisan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ritual Menumbai memiliki proses penciptaan, formula dan variasi dan konteks; semuanya itu tertanam jauh di dalam pandangan dunia mereka tentang alam sebagai makhluk yang sama seperti manusia.

This thesis is an analytical discuss on the ecological wisdom of Petalangan community in the Menumbai, that is a specific ritual to take bees honey that built their nests in the branches of a Sialang tree. This study is focus to search on relations between Menumbai ritual and ecology, with the goals to understand the ecological wisdom in the activities of Petalangan community. In facts, the living space of Petalangan has change now, from the area that covered by forests with the rich of economic and cultural resources to the areas of monoculture industrial forest and palm oil trees. Its change of course endangered their traditional cultural expressions, included Menumbai. In case of Menumbai, it sustainability threatened by quantity degradation of Sialang trees. The data collected by observations, interviews, and audio-visual recording. It data classified, for the analyses and interpreted base on concepts, methods and theories in the study of oral traditions. These research, analyses and interpretations resulted a general conclusion that Menumbai ritual have: a specific creating process, formulas, variations, and contexts; all of those rooted in the deep of their world view about nature as a Creature as well as humanity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Rahyono, 1956-
""Reformasi Total", demikianlah sebuah slogan yang dihadirkan dalam wacana publik pada masa pascaorde baru. Kecaman, keluhan, atau kemarahan itu pun hadir di berbagai media wacana, baik dalam dialog formal maupun informal. Pada masa pascaorde baru, memori yang ada pada masyarakat adalah memori tentang peristiwa-peristiwa yang tidak terkendali. Memori itu kemudian terrepresentasikan dalam wacana yang berbunyi "Reformasi yang kebablasan". Sebuah kata, frasa, serta kalimat pada dasarnya berpotensi menampilkan makna referensial maupun kontekstual. Secara pragmatis, sebuah kata, frasa, atau kalimat memiliki kemungkinan untuk menyatakan maksud kearifan atau maksud ketidakarifan. Ketidakarifan - yang dimaksudkan dalam penelitian ini - merupakan tindakan pelanggaran terhadap etika dan etiket yang berlaku di masyarakat. Bagaimana mewacanakan gerakan reformasi secara arif? Perlukah memanfaatkan kosakata ketidakarifan secara produktif dalam wacana publik? Siapakah yang bertanggung jawab dalam menumbuhkembangkan kearifan masyarakat? Kearifan dalam bahasa tidak berkaitan dengan tindakan manipulatif dalam penyampaian informasi. Kearifan dalam bahasa berkaitan dengan strategi pemilihan satuan-satuan bahasa. Kearifan adalah tanggung jawab bersama. Bahasa yang arif tidak akan hadir secara menyeluruh jika pihak-pihak terkait dan segala peristiwa yang dihasilkannya tidak menuju ke kearifan. Kearifan tidak memperdebatkan tuntutan hak dan kebebasan berwacana.

The Wisdom of Language A Pragmatic Study on the Profile of the Post-New Order Era Mass Media Language. "Total Reformasi!" is the slogan circulated in the public discourse of the post-New Order era. All kinds of condemnation, grievances, and anger have been raised in various discourses, from formal to informal dialogues. In such an era, people?s collective memory is mostly associated with uncontrollable events, and it is eventually represented in the discourse of "the overdosed Reformasi" (Reformasi yang kebablasan). A word, phrase, and sentence basically have the potential of expressing both referential and contextual meanings. From a pragmatic point of view, a word, phrase, or sentence has a capacity to express either wise or unwise intentions. "Unwise intention" in the context of this research is defined as an act of transgressing or violating the ethics and etiquettes of a society. How can the discourse of Reformasi be constructed wisely? Is it necessary to appropriate unwise vocabulary in public discourses? Who holds the responsibility for fostering public wisdom? The wisdom of language has nothing to do whatsoever with manipulative acts in information dissemination. The wisdom of language relates to strategies of choosing certain linguistic features. Wisdom is a collective responsibility. A wise language would not be able to fully exist unless all of the related parties and resulting events make a concerted effort towards wisdom. Wisdom does not involve itself in the tug of war between the right and freedom of participating in discursive formations."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Yance
"Kajian ini berfokus pada ritual menumbai yang dilakukan oleh Orang Petalangan, salah satu suku asli di Provinsi Riau. Kajian ini dilakukan untuk mendeskripsikan bentuk dan makna leksikon, fungsi dan sistem kognisi Orang Petalangan yang tercermin dalam ritual tersebut.Kajian ini dilakukan dengan pendekatan linguistik antropologis dan metode kualitatif deskriptif. Dari hasil analisis data terungkap bahwa ritual menumbai terekam dalam sejumlah leksikon budaya berupa kata dan kelompok kata, kata asal dan kata turunan, bersifat denotatif dan konotatif. Leksikon tersebut menjadi indeks dan simbol dalam pengungkapan realitas budaya Orang Petalangan baik dalam wujud benda, cara hidup, maupun cara berpikir. Ritual menumbai berfungsi untuk meminta petunjuk, menghormati, memberi tahu, menghipnotis, membujuk, memohon izin, meminta perlindungan, meminta berbohong, mengingatkan, menggambarkan keberadaan, memuji, mengusir, mongonsentrasikan pikiran, mengutarakan keinginan, pamit, dan menghibur. Secara umum, semua fungsi tersebut bersifat produktif dan protektif. Sistem kognisi Orang Petalangan yang tercermin dalam ritual menumbai terkait dengan religi, alam gaib, manusia, dan lingkungan."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iswanto
"Kearifan lokal dapat diartikan sebagai kemampuan suatu masyarakat untuk beradaptasi, mengatur, serta mengolah lingkungan alam dan budaya yang memengaruhi kehidupan mereka. Penelitian yang dilakukan pada masyarakat Boti di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami ume kbubu sebagai wujud kearifan lokal masyarakat Boti dalam menjaga ketahanan pangan dan melindungi mereka dari bencana. Metode yang digunakan ialah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Karakteristik data penelitian ini tergolong dalam data penelitian sensitif, karenanya membutuhkan waktu yang lama untuk memperolehnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur ume kbubu memperlihatkan kearifan lokal masyarakat Boti dalam beradaptasi dengan lingkungan alam dan memengaruhi terbentuknya struktur permukiman masyarakat Boti yang menyebar. Selain itu, fungsi dan simbolisasi ume kbubu berkaitan erat dengan kearifan lokal masyarakat dalam menyimpan dan mengelola bahan makanan (jagung), yang menjadi kekuatan masyarakat Boti dalam menghadapi bencana krisis pangan. Struktur permukiman masyarakat Boti yang ditopang dengan aturan adat yang ketat menjadi pembatas dalam interaksi sosial yang mampu melindungi masyarakat dari bencana, misalnya penyakit menular. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Boti ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk mengkaji berbagai aspek budaya yang bermanfaat dalam menghadapi bencana."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2021
900 HAN 4:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jusuf Sutanto
"Buku ini berisi tentang kumpulan kisah kearifan kuno yang bisa menjadi pedoman dalam kehidupan masa modern."
Jakarta: Hikmah, 2004
234.12 JUS k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lenni Ertati
"Markusip mengandung arti pendekatan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan dengan cara berbisik-bisik dari balik dinding rumah. Munculnya kearifan lokal markusip di tanah Mandailing tidak terlepas dari pengaruh ajaran agama Islam yang dibawa oleh Pasukan Paderi yang mengubah segala sendi-sendi kehidupan masyarakat Mandailing termasuk dalam hal pergaulan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan kearifan lokal markusip yang dilakukan oleh muda-mudi etnis Mandailing tempo dulu sebelum menuju jenjang pernikahan. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif kualitatif melalui studi literatur baik melalui buku, jurnal, tesis dan artikel ilmiah lainnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kearifan lokal markusip merupakan wujud dari pelaksanaan agama Islam yang melarang interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Sehingga dalam pelaksanaannya baik laki-laki dan perempuan tidak dapat melihat satu sama lain karena dibatasi oleh dinding rumah. Kearifan lokal markusip merupakan wadah menuju ke jenjang pernikahan jika antara laki-laki dan perempuan terdapat kecocokan satu sama lain"
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2023
959 PATRA 24:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sutji Rahaju Shinto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk Memberikan gambaran tentang ketahanan masyarakat dalam merawat pengetahuan tentang Tradisi dan Ritual Berladang serta pengetahuan tentang varietas padi lokal di Desa Tumbang Habangoi, Kecamatan Petak malai, Kabupaten Katingan tengah.
Berangkat dari pandangan Berkes tentang Pengetahuan tradisional dan ketahanan dari segala bentuk perubahan sosial yang ada. Masyarakat Habangoi sudah membuktikan tentang ketahanan mereka dalam mempertahankan tradisi dan ritual berladang mereka, yang menghasilkan pengetahuan tentang banyak sekali varietas padi lokal.
Hasil dari penelitian ini adalah, hingga saat ini para peladang masih melakukan ritual berladang dengan ritual dan tradisi yang lengkap. Padi yang masih diingat dan ditanam oleh para peladang sejumlah 64 paroy dan 16 pulut. Hal in menunjukkan bagaimana para peladang tetap berusaha menjalankan tradisinya meski berbagai perubahan sosial menggempur mereka. Agama/kepercayaan tradisional masyarakat menjadi kunci penting untuk ketahanan tradisi dan ritual berladang. Usaha maksimal tetap di lakukan, namun harapan agar pihak lain bisa membantu melestarikan pengetahuan masih diharapkan oleh para peladang.

ABSTRACT
This study aims to provide a description of the knowledge about the swidden Tradition and knowledge of local rice varieties in Tumbang Habangoi Village, Petak malai Subdistrict, Katingan Regency, Central Kalimantan.
Departing from Berkes's view of traditional Knowledge and the resilience of all forms of social change. The Habangois have proved their resilience in maintaining their farming traditions and rituals, which resulted in the knowledge of many local rice varieties.
The results of this study are, until now the cultivators are still doing farming process with complete rituals and traditions. Rice that is still remembered and planted by the cultivators of 64 paroy and 16 pulut. This shows how the cultivators continue to work on their traditions despite the various social changes that have struck them. The traditional religion / beliefs of society have become an important key to the survival of tradition and ritual farming. The maximum effort remains to be done, but the hope that others can help preserve knowledge is still expected by the cultivators."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Suwartiningsih
"Being a pluralist community, Nias consists of not Tionghoa (Chinese), Padang, Batak and Javanese. Social harmony within the community is like no other ever found in other regions across Indonesia. Indeed, social harmony amongst the Nias community has been a very much interesting social fact for research and analysis. Has some sort of local wisdom been exercised as a social capital to create the social harmony within the life of this religious-pluralist community? A research on this was conducted in Kota Gunungsitoli by applying the descriptive- qualitative research. The research shows that their local wisdom of Banua dan fatalitusota, Emali dome si so ba lala, ono luo na so yomo, Sebua ta ide'ide'o, side'ide'ide mutayaigo [tidak bold] and the fact that religious communities in this region have strong understanding and emphasis on their religious values. These factors heavily influence both the creation and the preservation of the social harmony within the community."
Jakarta: Pusat Pengkajian Reformed, 2014
SODE 1:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Amir
"Lingkungan hidup dengan seluruh komponennya yang saling bergantung satu sama lain haruslah selalu dalam keadaan seimbang. Upaya pemenuhan kebutuhan penduduk meningkatkan pembangunan gedung dan perkerasan di seluruh penjuru kota sehingga lugs lahan yang diperuntukkan bagi hutan, jalur hijau, taman, dan jenis RTH lainnya semakin berkurang. Ketidakseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan ini tentu mengakibatkan timbulnya masalah lingkungan, seperti iklim mikro yang tidak menyenangkan, karena Iuas permukaan yang menimbulkan suhu tinggi (struktur dan perkerasan) semakln bertambah sementara luas permukaan yang menimbulkan suhu rendah (tumbuhari dan air) semakin berkurang.
Karena nilai lahan di kawasan perkotaan semakin tinggi dan tidak nyaman untuk menjadi kawasan permukiman, maka semakin banyak kawasan permukiman dibangun dl pinggir kota, contohnya Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Walau banyak pengembang berlomba menawarkan konsep hunian yang ramah lingkungan, kenyataannya, perencanaan RTH masih memprioritaskan aspek estetika dibandingkan aspek ekologis. Untuk mengefektifkan fungsi ekologis dari RTH, khususnya fungsi pengendalian iklim mikro (biasa dlsebut fungsi klimatologis), maka kualitas RTH ini perlu ditingkatkan karena mempertimbangkan kecukupan dari aspek luas saja tidak memadai.
Dengan demikian, dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman KTBJ?
Apa tanggapan warga KTBJ terhadap RTH yang sudah ada berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologlsnya?
Bagaimana memperbaiki kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman?
Mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya waktu, tenaga, dan Jana fungsi ekologis yang akan diteliti dibatasi pada fungsi pengendalian iklim mikro (fungsi klimatologis) karena lebih sesuai dengan permasalahan yang ada di lokasi studi.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengevaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH (seperti luas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan potion, dan perkerasan) dengan membandingkan terhadap literatur yang ada.
Mengetahui tanggapan warga tentang kondisi RTH di kawasan permukiman yang diteliti berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologisnya.
Mencari konsep penataan RTH yang bisa meningkatkan efektivitas fungsi ekologis yang sesuai bagi kawasan permukiman.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah dan pengembang dalam pengelolaan RTH di kawasan permukiman.
Penelitian ini adalah penelitian penilaian yang bertujuan untuk menilai suatu program, dalam hal ini adalah program pembangunan RTH di kawasan permukiman. Obyek yang akan dinilai RTH di kawasan permukiman balk secara keseluruhan maupun beberapa jenis RTH secara individu. Varlabel penelitian ini adalah faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, khususnya fungsi klimatologis, yaitu Iuas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan pohon dan perkerasan. Penilaian akan mengacu pada kriteria penliaian yang dibuat berdasarkan literatur.
Lokasi penelitian adalah kawasan permukiman terencana yang akan berkembang menjadi permukiman berskala besar, yaitu Kota Taman 8intaro Jaya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku teks, laporan seminar, lembaga terkait, maupun data dart pengelola. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan lapangan dan wawancara (wawancara intensif dengan pihak pengelola kawasan permukiman, serta tenaga ahli yang berkaitan dengan studi dan wawancara dengan warga yang dipandu dengan daftar pertanyaan).
Evaluasi terhadap Iuas dan distribusi RTH dilakukan dengan menggunakan data citra satelit terhadap kawasan permukiman secara keseluruhan. Luas penutupan vegetasi di kawasan permukiman ini dominasi oleh pohon-pohon dan rumput. Areal berpohon lebih kurang 11,5% sedangkan rumput/semak lebih kurang 93% dan nilainya termasuk kategori sedang. Karena jumlah areal berpohon tersebut hanya 38 % dari Iuas minima! yang disarankan, maka daerah berpohon masih perlu ditambah. RTH jugs belum terdistribusi dengan baik. Penutupan tajuk pohon hanya dominan di sektor terbaru, yaitu sektor 9 di sektor lain, penutupan pohon hanya tampak di sepanjang saluran air sehingga nilai variabel ini termasuk rendah. Evaluasi terhadap faktor lain dilakukan melalui pengamatan pada beberapa jenis RTH yang dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk jalur (jalur hijau jalan utama, jalur hijau jalan lingkungan, dan jalur hijau tepian air) dan bentuk zonal (taman kingkungan dan taman kota). Struktur sebagian besar RTH termasuk kategori sedang (strata 3). bentuk tajuk sebagian besar RTH termasuk kategorl sedang. Kerapatan pohon rata-rata RTH termasuk sedang. Satu-satunya faktor penentu yang nilainya tinggi adalah perkerasan pada area! RTH, yaitu kurang dari 10% untuk RTH berbentuk Jalur dan kurang dad 30% untuk RTH berbentuk zonal.
Evaluasi terhadap tanggapan warga menunjukkan bahwa hampir semua responden memilih tinggal di KTBj karena mengidamkan daerah hunian yang nyaman. Diantara responden yang diwawancarai, hanya sebagian kecil yang menyadari bahwa RTH bisa berfungsi sebagai pengendali iklim mikro, mereka lebih mempersepsikan RTH sebagai peneduh Baja. Namun, persepsi yang cukup balk tentang fungsi ekologis lain tampaknya cukup untuk membuat warga menyadari pentingnya RTH untuk menjamin keberlanjutan sebuah kawasan permukiman.
Hampir semua responden lebih menyukai jalan lingkungan yang diteduhi oleh pohon rindang daripada yang tidak diteduhi pohon, sementara preferensi untuk taman lingkungan hampir sama. Pemanfaatan jalur hijau jalan Iingkungan masih terbatas pada pagi dan sore harl, sementara berjalan kaki di jalan utama terbatas hanya untuk aktivitas sehari-hari pada beberapa responden. Kunjungan ke taman lingkungan masih terbatas pada aktivitas anak-anak balita, sedangkan taman kota yang selalu ramai pada had libur masih jarang dikunjungi oleh responden.
Semua responden menyadari pentingnya keterlibatan warga di dalam keberhasllan program penghijauan di kawasan permukiman namun hanya sebagian kecil yang benar-benar mau terlibat secara aktif. Sebagian menganggap hal itu sebaiknya dilakukan secara terkoordinir melalui RT misalnya. Secara umum seluruh responden juga menganggap perlu perbaikan di sana sini agar motto kawasan permukiman ini sesuai dengan kenyataannya.
Kondisi faktor-faktor penentu fungsi ekologis yang perlu dilakukan karena fungsi pengendalian iklim mikro yang tidak efektif bisa menimbulkan masalah Iingkungan yang lain sehingga perbaikan perlu segera dilakukan diantaranya dari aspek fisik maupun sosial.
Sintesis aspek fisik antara lain dengan pembangunan taman hutan, membangun sistem jaring RTH: perbaikan struktur, bentuk tajuk, dan kerapatan pohon, serta mernbuat zonasi pada ruang RTH berbentuk zonal, terutama taman kota.
Sintesis aspek sosial meliputi peningkatan peranserta masyarakat serta kampanye penghijauan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kesimpulan penelitian ini adalah:
Evaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, dalam hal Ini fungsi klimatologis, pada RTH di kawasan permukiman menunjukkan bahwa luas termasuk kategori sedang, distribusi termasuk kategorl rendah, struktur termasuk kategori sedang, bentuk tajuk termasuk kategorl sedang, kerapatan palm termasuk kategori sedang, dan perkerasan termasuk kategori tinggi.
Evaluasi terhadap masalah warga menunjukkan bahwa kondisi RTH saat ini masih belum sesuai dengan motto "Hidup Ivyaman di Alam Segar' sehingga diperlukan banyak perbaikan dari segi kuantitas dan kualitas.
Peningkatan efektivitas fungsi ekoiogis RTH, dalarn hat ini fungsi klimatologis, dapat dilakukan dengan perbaikan secara fisik dengan meningkatkan kualitas RTH yang ada maupun dari aspek sosial untuk menjamin keberlangsungan perhatian warga terhadap keberhasilan program penghijauan yang dijalankan.

Environment, which it's components are depending on each other, must always be in a dynamic balance. Efforts to meet citizens needs have caused increasing development of structures dan pavements all around the cities so that woodlands, greenbelts, parks, street trees, and any kind of green open space have been decreasing. Disturbance to the balance can cause environmental problems, such as, mlcroclimatic problems due to the domain of high surface temperature (structures and pavements) is getting wider and the contrary, the domain of low surface temperature (plants and water) is getting less.
Since the price of land in cities is extremely expensive and on the other hand, comfortable is decreasing gradually, many new planned communities built In the hinterland, for example Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Although the developers compete to create ecological sound communities, the fact is, aesthetical aspect in green open space planning still has priority over ecological aspect. To activate the ecological functions of green open space, especially climatological functions, we have to enhance It's quality because the consideration of land size alone seems not enough.
Therefore, the problem statements are as follows: What is the condition of determinant factors of green open space ecological function effectiveness in KTBJ?
What is the inhabitants' comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness?
How to improve the condition of determinant factors of greenspaces ecological function effectiveness in KTBJ?
Considering the limitation of resources, the evaluation of ecological functions is focused only on climatological functions which are more suitable with environmental issues in study area.
The aims of this study are: To evaluate the determinant factors of green open space ecological function effectiveness, such as area, distribution, structure, crown form, tree density, and pavement, by comparing them to the literature available.
To find out the inhabitant comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness.
To look for suitable green open space planning concept to improve the effectiveness of ecological functions in KTBJ.
The results are expected to be useful for the consideration in green open space planning and development in planned communities.
This is an evaluation research with the objective is to evaluate the green open space development program in a settlement area. The objects evaluated are the community green open space in a total area and some kinds of green open space individually. The variables are determinant factors of green open space ecological functions effectiveness, especially, climatological functions, such as area, distribution, structure, canopy form, trees density and pavement. Evaluation will be based on conditions recommended by previous researches.
The study area was a planned community which growing into big scale community, Kota Taman Bintaro Jaya, Tangerang, Banten. Secondary data were collected from many sources, such as journals, text books, seminar proceedings, proper institution, etc. Primary data were collected from field observation and interviews (deep interview with the developers and professionals; structured interview with the inhabitants).
Evaluation on area and distribution of green open space was conducted by using the remote sensing visual data. Vegetation coverage is classified into two classes, trees and lawn/shrubs. Trees occupied the scene as much as 11,5%, white lawn/shrub occupied only 9,3%. Since tree coverage was only 38% from minimum percentage recommended, than it needs to be broadened. The green open space are not well distributed. The largest trees area was located only in newest sector (IX Sector). In other sectors, trees coverage appeared only along the water bodies.
Evaluation on other key factors were conducted by observing some kinds of green open space grouped into two forms. They were line (street trees in main and neighborhood streets, and stream corridors) and zonal (neighborhood and community parks). The structure in most of the green open space was medium level (consists of three-layered vegetation: lawn, shrubs and trees). The crown form was medium level. The trees density also was medium level. The pavement was high level (less than 10% for line and less than 30% for zonal) . Evaluation on inhabitants aspect showed that almost all of the inhabitants chose to live in this community to have a comfortable living. The motto "Comfortable Living in a Fresh Nature" itself, effected more to their expectation for a better quality of the green open space. Only some of the respondents aware that green open space have microclimatic functions, they percepted it only as shading. They know about other green open space ecological functions such as erosion controller, oxygen producers, Those perceptions seemed enough to build their awareness about the importance of
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>