Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisa faktor perilaku pengendara sepeda motor sebagai faktor kecelakaan. Pengendara yang sudah memiliki SIM merupakan pengendara yang sudah mengikuti rangkaian proses permohonan Surat Izin Mengemudi (SIM), dengan melakukan tahapan permohonan antara lain : memenuhi syarat secara administrasi salah satunya usia pemohon SIM minimal 17 tahun, mengikuti ujian teori tentang pengetahuan peraturan lalu lintas dan ujian praktik berkendara tentang kemampuan dan keterampilan berkendara sepeda motor. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan kecelakaan pengendara yang sudah memiliki SIM dengan pengendara yang belum memiliki SIM. Wilayah penelitian dilakukan di 2 wilayah Kota Indonesia yaitu Kota Depok dan Kota Balikpapan. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisa data sekunder dari Data Kecelakaan Korlantas Polri dan mengumpulkan data angket (kuesioner) dari masyarakat di wilayah penelitian masing-masing kota dengan kelompok usia 17-55 tahun. Metode penelitian dilakukan dengan uji Analisis Of Varian (ANOVA).
The purpose of this study was to analyze traffic accident factors on motorcycle drivers based on motorcycle rider behavior data. Drivers who already have a SIM are drivers who have fulfilled administrative requirements, one of which is the minimum age of a 16-year SIM applicant, taking the theory test on traffic regulations and driving practice tests on the ability and skill of riding a motorcycle. In this study, the comparison of motorist accidents that already have a SIM with those who do not have a SIM will be compared. The research area was conducted in 2 regions of the City of Indonesia, Depok City, and Balikpapan City. This research was conducted by analyzing secondary data from the National Police Traffic Accident Data and collecting questionnaire data (questionnaire) from the community in the study area of each city with an age group of 17-55 years. The research method was carried out with the Analysis of Variance (ANOVA) test.
"
Perbankan merupakan sektor yang memiliki peran sangat vital, sebagai lembaga intermediasi industri perbankan mempunyai sifat khusus yang tidak dimiliki oleh sektor jasa keuangan lain. Industri perbankan sebagai penggerak dan jantung dalam suatu perekonomian negara. Saat ini, bank digital tengah berlomba-lomba menawarkan suku bunga simpanan tinggi hingga 10%, untuk menarik minat masyarakat. Hal tersebut berpotensi memiliki risiko yang merugikan bagi para nasabahnya. Dari hasil penelitian ini, perlu menjadi perhatian penting bagi para nasabah karena apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah tersebut tidak akan dijamin. Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya hanya akan menjamin pembayaran simpanan nasabah tersebut hingga Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Proses penyelesaian sengketa nasabah dalam mengajukan ganti rugi jika mengalami kerugian dapat ditempuh secara non-litigasi dan litigasi. Secara non-litigasi dengan mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK), sedangkan dengan cara litigasi dengan mengajukan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, dimana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Dalam menyelenggarakan dan menawarkan produk dan/layanan digital, Bank Digital wajib memperhatikan risiko-risiko yang ada dan keamanannya guna memenuhi ketentuan pelindungan hukum nasabah. Bank Digital harus dapat memenuhi dan mematuhi prosedur pelaksanaan, yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary principle),prinsip kerahasiaan (confidential principle), dan prinsip kehati-hatian (prudential principle), dan prinsip mengenal nasabah. Keempat prinsip tersebut harus ditunjukkan dalam menjalankan kebijakan maupun teknis perbankan.