Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andy Omega
"Latar belakang: Relaksasi otak saat pembukaan dura merupakan aspek yang penting pada operasi kraniotomi tumor. Secara teori, lidokain dapat menurunkan metabolisme otak (CMRO2), menurunkan CBF dan CBV, sehingga berpotensi menurunkan ICP dan menghasilkan relaksasi otak yang baik. Lidokain juga diketahui memiliki efek analgesia dan antiinflamasi. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang meneliti mengenai efek infus lidokain intravena kontinu intraoperatif terhadap relaksasi otak saat pembukaan dura, kebutuhan opioid intraoperatif dan kepuasan operator pada pasien dewasa yang menjalani operasi kraniotomi.
Metode: Penelitian ini merupakan randomized controlled trial dengan pengambilan sampel secara Consecutive sampling. Sebanyak 60 subjek yang akan menjalani operasi kraniotomi tumor dimasukkan ke dalam penelitian. Subjek penelitian akan diberikan lidokain (2%) intravena bolus 1,5 mg/kg saat induksi dilanjutkan rumatan 2 mg/kg/jam hingga selesai jahit kulit (kelompok lidokain) atau diberikan NaCl 0,9% dengan volume yang sama (kelompok Plasebo). Relaksasi otak saat pembukaan dura dinilai oleh operator Bedah Saraf dengan skala 4 derajat, kebutuhan opioid fentanyl intraoperatif dalam mcg dan mcg/kg/menit, serta kepuasan operator dengan skala 4 derajat.
Hasil: Enam puluh subjek, dengan 30 subjek pada tiap kelompok, mengikuti penelitian hingga selesai. Infus lidokain intravena kontinu intraoperatif menghasilkan relaksasi otak yang baik saat pembukaan dura sebesar 96,7% (vs plasebo sebesar 70%, p = 0,006), kebutuhan opioid fentanyl intraoperatif sebesar 369,2 mcg (vs plasebo sebesar 773,0 mcg, p < 0,001) atau sebesar 0,0107 mcg/kg/menit (vs plasebo sebesar 0,0241 mcg/kg/menit, p < 0,001), dan menghasilkan kepuasan operator yang puas sebesar 96,7% (vs plasebo sebesar 70%, p = 0,006). Tidak ada efek samping lidokain yang tampak selama penelitian.
Simpulan: Infus lidokain intravena kontinu intraoperatif dibandingkan plasebo dapat meningkatkan proporsi relaksasi otak yang baik saat pembukaan dura, menurunkan kebutuhan opioid intraoperatif, dan meningkatkan proporsi kepuasan operator yang puas pada pasien dewasa yang menjalani operasi kraniotomi tumor.

Background: Brain relaxation after dural opening is important aspect in craniotomy tumor removal operation. Theoretically, lidocaine can decrease brain metabolism (CMRO2), decrease CBF and CBV, and has potential to decrease ICP and resulting excellent brain relaxation after dural opening. Lidocaine also has analgesic and anti-inflammatory effect. Until now, there is no study analyze continous intravenous Lidocain infussion effect to brain relaxation, intraoperative opioid consumption and surgeon’s satisfactory in adult population undergo craniotomy tumor removal operation.
Methods: This study is randomized controlled trial with Consecutive sampling. Sixty subject scheduled for craniotomy removal tumor were enrolled. Subject received either a dose of lidocaine (2%) intravenous bolus 1.5 mg/kg before induction followed by an infussion at a rate 2 mg/kg/h until skin closure (Lidocaine group) or the same volume of NaCl 0.9% (Placebo group). Brain relaxation was evaluated by Neurosurgeon with a four-point scale, total intraoperative opioid consumption in mcg and mcg/kg/minutes, and surgeon’s satisfactory with a four-point scale.
Results: All of sixty subjects completed the study. Lidocaine group resulting good brain relaxation after dural opening in 96.7% subject (vs 70% subject in placebo group, p < 0.006), intraoperative fentanyl consumption was 369.2 mcg (vs 773.0 mcg in placebo group, p < 0,001) or 0.0107 mcg/kg/minutes (vs 0.0241 mcg/kg/minutes in placebo group, p < 0,001), and resulting good surgeon’s satisfactory in 96.7% subject (vs 70% subject in placebo group, p = 0.006). There is no side effect of lidocaine infussion was observed during this study.
Conclusions: Continous lidocaine intravenous infussion intraoperatively can increase proportion of good brain relaxation after dural opening, decrease intraoperative opioid consumption, and increase proportion of good surgeon’s satisfactory compared to Placebo in adult population undergo craniotomy tumor removal operation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Subiyanto
"Pengaturan cairan modifikasi cara Lemone dan Burke (2008) membagi pemberian cairan berdasarkan proporsi jumlah cairan pada setiap shiftnya. Pada rentang shift pagi sebanyak 50% dari kebutuhan total cairan dalam 24 jam, 30% pada rentang shift siang dan sisanya pada shift malam. Pengaturan proporsi ini berdasarkan kebutuhan cairan secara fisiologis sesuai irama sirkardian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran "perbedaan dampak pengaturan cairan modifikasi Lemone dan Burke dengan cara konvensional terhadap tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan dan keluran urin". Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan post test only with control group. Hipotesis yang telah dibuktikan dalam penelitian ini adalah perbedaan dampak pengaturan cairan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gahart, Betty L.
St. Louis: Mosby , 2010
615.6 GAH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Intravenous Nurses Society, 1995
615.6 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gahart, Betty L.
St. Louis: Mosby Elsevier, 2010
615.6 GAH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Harsa Wardana
"Latar belakang: Komplikasi lokal dari terapi intravena termasuk infiltrasi, flebitis,tromboflebitis, hematoma dan bekuan pada jarum. Flebitis adalah pada lokasitusukan infus ditemukan tanda-tanda merah, seperti terbakar, bengkak, sakit biladitekan, ulkus sampai eksudat purulent atau mengeluarkan cairan bila ditekanFaktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya flebitis yaitu faktor internal danfaktor eksternal. Dengan menggunakan skor VIP, angka kejadian flebitis di RumahSakit Umum Bali Royal dari Januari sampai dengan bulan Oktober 2017 masihtinggi yaitu berkisar antara rata ndash; rata 1,54.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yangmempengaruhi angka kejadian flebitis pada pasien yang terpasang kateter intravenadi ruang rawat inap RSU. Bali Royal.
Metode: Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitiankuantitatif dengan metode penelitian korelasi descriptif dengan pendekatan crosssectional. Untuk variabel perawatan luka tusukan dan kepatuhan perawat ruangrawat inap dalam menjalankan SPO pemasangan infus, menggunakan desain studiprospektif dimana akan dilakukan observasi terhadap perawat saat menjalankanSPO perawatan infus dan SPO pemasangan infus.
Hasil: Hasil pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor umurpasien, penyakit penyerta, lokasi pemasangan infus, lama waktu pemasangan infusdan jenis cairan yang diberikan dengan angka kejadian flebitis di RS Bali Royaldengan nilai p 0,05.
Simpulan: Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa masih terdapat faktorfaktoryang mempengaruhi angka kejadian flebitis di RSU Bali Royal dankedepannya akan dibuatkan dan dikembangkan SPO untuk mengendalikan faktorfaktorresiko tersebut.

Introduction: Local complications of intravenous therapy include infiltration,flebitis, thromboflebitis, hematoma, and clot on the needle. Flebitis is when at thelocation of the infusion puncture found red signs, such as burning, swelling, painwhen pressed, ulcers to purulent exudate or discharge fluid when pressed. Riskfactors that can affect the incidence rate of flebitis are internal and external factors.Using the VIP score, the flebitis incidence rate at the Bali Royal General Hospitalfrom January to October 2017 was still high, ranging from an average of 1.54.
Aim: This study aims to analyze the factors that affecting the incidence rate offlebitis in patients who installed intravenous catheters in hospital wards of BaliRoyal General Hospital.
Method: The design used in this study is a type of quantitative research withdescriptive correlation research method with cross sectional approach. For variablewound care and inpatient nurse compliance in running of operational standard ofinfusion installation, using prospective study design where will be observed tonurse while running operational standard of infusion installation and operationalstandard of infusion care.
Result: The results of this study showed an association between factors of patientages, comorbidity, infusion site location, duration of infusion and fluid type givenwith flebitis incidence rate at Bali Royal Hospital with p value 0,05. From the results obtained it can be seen that there are still factors affecting theflebitis incidence rate at Bali Royal General Hospital and in the future will be madeand developed a new operational standard to control the risk factors.
Conclusion: From the results obtained it can be seen that there are still factorsaffecting the flebitis incidence rate at Bali Royal General Hospital and in the futurewill be made and developed a new operational standard to control the risk factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmat Rudyana
"ABSTRAK
Infeksi lokal pada pemasangan terapi intravena di RSU Cibabat Cimahi pada tahun 2005
ada pada kisaran 14 % sampai 29 %. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
pengaruh penerapan “Empat Panduan” dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi
lokal di Rumah Sakit Umum yang sama. Desain penelitian ini adalah eksperimen semu
dengan sampel 18 orang untuk kontrol dan 18 orang untuk perlakuan. Hasil yang
diperoleh berdasarkan hasil uji kesetaraan didapatkan seluruh variabel perancu memiliki
nilai p > 0,05 yang berarti seluruhnya setara. Dari hasil uji didapatkan rata-rata umur
pasien adalah 40,22 tahun, Umur termuda 20 tahun dan tertua 64 tahun, riwayat penyakit
pasien sebagian besar adalah Non Bedah (83,3%), untuk aspek alergi sebagian besar
pasien tidak mempunyai riwayat alergi (91,7%), untuk aspek diet sebagian besar pasien
berdiet makanan biasa (55,6%) untuk gaya hidup sebagian besar pasien tidak merokok
(69,4%) untuk jenis cairan sebagian besar pasien mendapatkan terapi cairan isotonik
(88,9%), Analisis lebih lanjut didapatkan kecenderungan timbulnya infeksi pada
kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok intervensi, namun begitu dari hasil
analisis diperoleh tidak ada perbedaan kejadian infeksi antara kelompok kontrol dan
kelompok yang mendapatkan intervensi (p = 0,486). Variabel confounding yang terlihat
memberikan pengaruh terhadap angka kejadian infeksi lokal pada pasien yang terpasang
terapi intravena yaitu umur (p=0,002) sedangkan variabel lainnya tidak memberikan
pengaruh secara signifikan terhadap timbulnya angka kejadan infeksi. Saran yang
diajukan dalam penelitian ini agar mencoba menerapkan standar modifikasi ”Empat
Panduan”.

ABSTRACT
The local infection of therapy intravenous at Public Hospital in Cibabat Cimahi in2005
was 14 % to 29 %. The aimed of this research was to obtain the influence of " Four
Guidelines" in order to reduce the rate of local infection at the similar Hospital. The
design of this research was a quasi experimental, with 18 patients for control group and
18 patients for treatment group. The result were based on equivalence test got by
entire/all variable of confounding have value of p > 0,05, the mean of responden age was
40,22 years, the youngest was 20 years old and oldest was 64 years old, the history of the
disease were non surgical patients ( 83,3%), did not have allergic family history
( 91,7%), no specific diet was consumed ( 55,6%). Sixtynine point four % respondent did
not smoke. Most of the patients ( 88,9%), received an isotonic fluid. Further analysis
explained the tendency of infection in control group in comparison to treatment group.
However, there was no difference in occurring of infection between these two groups
( p = 0,486). Age was one the confounding variables which influence the treatment
( p=0,002). Suggestion for this study in orther to try to apply “Four Guidelines”"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Dwi Wardhani
"Latar Belakang: Insersi kanul intravena adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan di rumah sakit. Insersi kanul intravena pada bayi, balita ataupun anak-anak cukup sulit karena kecilnya ukuran pembuluh darah vena dan lokasinya yang dalam di jaringan subkutis, sehingga sulit untuk diraba dan di lihat. Bagaimanapun, insersi kanul intravena pada pasien anak kadang merupakan proses yang sulit dan memakan banyak waktu. Kegagalan insersi kanul intravena banyak menyebabkan kerugian. Pada umumnya disisi pasien, kesalahan insersi kanul intravena sangatlah menyakitkan, belum lagi jika insersi diulang beberapa kali percobaan. Dari berbagai masalah yang telah dipaparkan tersebut maka ditemukan alat penampil vena atau visualisasi pembuluh darah perifer. Penelitian ini secara umum ingin mengetahui keberhasilan insersi kanul intravena satu kali tusuk dengan penampil vena meningkat lebih baik dibandingkan tanpa penampil vena.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tidak tersamar pada pasien yang akan insersi kanul intravena di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Setelah mendapatkan izin komite etik dan informed consent sebanyak 88 subjek didapatkan dengan consecutive sampling pada bulan Juni 2016 ndash; Agustus 2016. Pasien langsung dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok insersi kanul dengan penampil vena A dan kelompok insersi kanul tanpa penampil vena B , sesuai hasil randomisasi. Data yang diperoleh adalah keberhasilan insersi kanul intravena satu kali tusuk yang menggunakkan penampil vena dan tanpa penampil vena. Dengan menggunakan SPSS 20 dilakukan uji Uji Chi Square, Uji Fisher, Uji Mann-Whitney.
Hasil: Data karakteristik pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna secara statistik P>0.05 , sehinnga keduanya bisa dibandingkan. Usia memiliki hubungan terhadap insersi kanul intravena dengan nilai p 0,019.
Simpulan: Keberhasilan insersi kanul intravena sekali tusuk dengan menggunakan penampil vena lebih baik dibandingkan tanpa penampil vena.

Background Intravenous cannula insertion remains as the most common procedure done in the hospital. Intravenous cannula insertion in neonates, infants, or toddlers remain challenging due to the size of the vein and the location of the vein, which is in the subcutaneous tissue. Therefore, the vein is relatively difficult to identify. Failure to insert the intravenous cannula has some disadvantages, such as painful experience for the patience and repeated insertion. Hence, vein finder was invented to visualize the veins. This study aimed to measure the successfulness of one time intravenous cannula insertion by using vein finder in comparison to without using one.
Methods This was a arandomized clinical trial conducted in patients underwent intravenous cannula insertion in Cipto Mnagunkusumo Hospital Jakarta. Following ethical clearance, there were 88 subjects included by using consecutive sampling method during June August 2016. The samples were divided into two groups intravenous cannula insertion by using vein finder A and intravenous cannula insertion without vein finder B . Data were analyzed by using SPSS 20 with CHI Square test, Fisher test, and Mann Whitney test.
Result Demographic showed both groups did not differ significantly P 0.05 . Age was related to the intravenous cannula insertion P value 0.019.
Conclusion The one time intravenous cannula insertion by using vein finder was improved in comparison to without using vein finder."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Adriansyah
"ABSTRAK
Latar Belakang. Indometasin dan ibuprofen merupakan standar obat yang digunakan untuk menutup duktus arteriosus persisten dengan gangguan hemodinamik signifikan (hemodinamically significant patent ductus arteriosus, hs-PDA). Sediaan injeksi intravena dari kedua obat tersebut belum tersedia di Indonesia. Beberapa laporan kasus serial sebelumnya menunjukkan parasetamol intravena dapat menjadi alternatif pengobatan hs-PDA pada bayi prematur.
Tujuan. Untuk mengevaluasi efek parasetamol intravena dalam penutupan PDA pada bayi prematur.
Metode. Desain kuasi-eksperimental dilakukan mulai 15 Mei sampai 31 Agustus 2014 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kriteria diagnosis hs-PDA berdasarkan ekokardiografi dan diameter duktus diukur dari pandangan parasternal sumbu pendek atau pandangan suprasternal sumbu panjang. Bayi prematur usia 2-7 hari diberikan parasetamol intravena dosis 15 mg/kg tiap 6 jam diberikan selama 3-6 hari dan dipantau sampai usia kronologis 14 hari. Uji Fischer exact digunakan untuk menilai hubungan antara kelompok bayi dengan penutupan PDA. Uji t berpasangan digunakan untuk menilai perubahan diameter duktus antara sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian dinyatakan bermakna jika P<0,05.
Hasil. Sebanyak 29 bayi diikutsertakan dalam penelitian. Rerata usia gestasi 30,8 minggu dan berat lahir 1347 gram. Sembilan belas berhasil menutup, 1 reopening, 9 gagal menutup, dan tidak ditemukan intoksikasi hati. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok bayi berdasarkan usia gestasi dan berat lahir dalam penutupan PDA. Rerata diameter duktus sebelum intervensi 3,0 mm dan saat pemantauan usia empatbelas hari 0,6 mm. Diameter duktus berkurang sebelum dan sesudah intervensi (P<0,0001).
Kesimpulan. Parasetamol intravena efektif dalam penutupan PDA pada bayi prematur.

ABSTRACT
Introduction. Indomethacin and ibuprofen are standard drugs for closing hemodynamically significant patent ductus arteriosus (hs-PDA) in premature babies. Intravenous injection for both drugs is not yet available in Indonesia. Some previous case series shown intravenous paracetamol can be used as an alternative treatment of hs-PDA in premature babies.
Objective. To evaluate intravenous paracetamol effect on closure of PDA in premature babies.
Methods. Quasi-experimental design was conducted from May 15th to August 31th 2014 in the Dr. Ciptomangunkusumo General Hospital. Echocardiographic diagnosis of PDA was measured from parasternal-short-axis-view or suprasternal-long-axis-view. The premature babies aged 2 to 7 days were administered intravenous paracetamol of 15 mg/kg every six hours for a-3 day cycle and followed up to chronological age of 14 days. Fischer exact test was used to assess the association between babies group and closure of PDA. Pair t test was used to evaluate duct diameter between before, after intervention, and a-14 day follow up. P<0.05 was considered as statistically significant.
Results. Twenty-nine babies were included. Mean of gestational age was 30.8 weeks and birth weight was 1347 gram. Nineteen (65.5%) cases were successfully closed, 1 case reopening, 8 cases failed, and no hepatic intoxication seen. No significant differences between babies group on closure of PDA. The mean of duct diameter before, after intervention, and a-14 day follow up were 3.0 mm, 0.9 mm, and 0.6 mm, respectively (P<0.0001).
Conclusion. Intravenous paracetamol is quite effective on closure of PDA in premature babies."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Tandow
"Latar Belakang: Pemberian cairan intravena perioperatif, yang meliputi cairan prabedah dan cairan intrabedah, adalah salah satu persiapan pembedahan pada pasien anak. Akan tetapi, pemberian cairan intravena memiliki potensi menyebabkan gangguan dalam parameter-parameter laboratorium, seperti natrium darah, glukosa darah, hemoglobin, dan hematokrit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian berbagai jenis cairan perioperatif terhadap kadar natrium darah, glukosa darah, hemoglobin, dan hematokrit.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif. Subjek penelitian adalah pasien anak dengan usia kurang dari 5 tahun yang akan menjalani pembedahan kolorektal elektif dengan anestesia umum. Cairan prabedah diberikan diberikan oleh sejawat Ilmu Kesehatan Anak, sementara pemberian cairan intrabedah ditentukan oleh anestesiologis yang melakukan prosedur anestesia. Data laboratorium (hemoglobin, hematokrit, kadar glukosa darah, dan kadar natrium) diambil pada saat admisi, sebelum insisi, dan setelah pembedahan selesai.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 33 subjek penelitian. Terdapat penurunan hemoglobin, hematokrit, dan kadar natrium darah serta peningkatan kadar glukosa darah yang signifikan (p <0,001) setelah pemberian cairan prabedah menggunakan larutan hipotonik dengan glukosa. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar hemoglobin, hematokrit, dan kadar glukosa darah setelah pemberian cairan intrabedah menggunakan larutan isotonik (p >0,05). Terdapat peningkatan kadar natrium darah yang signifikan setelah pemberian cairan intrabedah (p = 0,024).
Kesimpulan: Pemberian berbagai cairan perioperatif memengaruhi kadar natrium, glukosa, hemoglobin dan hematokrit pasien anak yang menjalani pembedahan kolorektal dengan anestesia umum.

Background: Perioperative intravenous fluid administration, which includes preoperative fluids and intraoperative fluids, is one of the surgical preparations in surgical pediatric patients. However, intravenous fluid administration has the potential to cause disturbances in laboratory parameters, such as blood sodium, blood glucose, hemoglobin, and hematocrit. This study aims to determine the effect of various types of perioperative fluids on blood sodium, blood glucose, hemoglobin, and hematocrit levels.
Methods: This is a prospective cohort study. The research subjects were pediatric patients aged less than 5 years who were going to undergo elective colorectal surgeries under general anesthesia. Preoperative fluids were administered by pediatricians, while intraoperative fluid administration was determined by the anesthesiologist performing the anesthetic procedure. Laboratory data (hemoglobin, hematocrit, blood glucose level, and sodium level) were collected at the time of admission, before incision, and after surgery was completed.
Results: This study involved 33 research subjects. There was a significant decrease in hemoglobin, hematocrit, and blood sodium levels, as well as a significant increase in blood glucose levels (p < 0.001) after administration of preoperative fluids using hypotonic solutions with glucose. Meanwhile, there was no significant difference in hemoglobin, hematocrit, and blood glucose levels after administration of intraoperative fluids using isotonic solutions (p > 0.05). There was a significant increase in blood sodium levels after intraoperative fluid administration (p = 0.024).
Conclusions: Perioperative administration of various fluids affects sodium, glucose, hemoglobin and hematocrit levels in pediatric patients undergoing colorectal surgery under general anaesthesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>