Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96166 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vidya Pradipta
"Adanya perbedaan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana anak luar kawin yang diakui sah dapat mewaris bersama golongan ahli waris lain sebagaimana diatur dalam Pasal 863 Kitab undang-undang Hukum Perdata, dalam hal anak luar kawin yang diakui sah mewaris bersama golongan satu berhak mewaris 1/3
bagian dari mereka yang sedianya harus mendapat seandainya mereka adalah anak sah dengan putusan hakim. Perlunya memperhatikan perbedaan konteks mengenai perkawinan yang sah dan pengakuan anak luar kawin dalam KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Permasalahan dalam penulisan ini adalah pergeseran terhadap nilai terhadap anak luar kawin yang diakui sah dalam hal mewaris bersama ahli waris lainnya dan akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif menggunakan data sekunder melalui studi dokumen dan wawancara secara sistematis dan kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan dapat disimpangi dan dapat terjadi pergeseran nilai hak waris atas anak luar kawin yang diakui sah. di mana anak luar kawin yang diakui sah “dianggap sama” dengan anak sah didukung dengan nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, perkembangan di Belanda di mana Nieuw Burgerlijk Wetboek sudah tidak membedakan anak luar kawin yang diakui sah dan memberikan bagian yang sama
dengan anak sah, argumentum per analogiam, teori tujuan hukum yang lebih mengutamakan keadilan dan kemanfaatan dengan memperhatikan prinsip kebebasan dan prinsip persamaan atas kesempatan, teori sistem hukum yang yang tidak hanya mengacu pada substansi hukum, tetapi juga melihat kultur hukum. Akibat hukum yang ditimbulkan dari pergeseran nilai ini adalah memberikan hak dan kewajiban kepada anak luar kawin yang diakui sah sama dengan anak sah, khususnya dalam hal pewarisan.

Indicating a distinction between applicable legislation where illegitimate children that has been acknowledged officially are recognized as heirs attach themselves to other
heirs class according to article 863 of the civil code law, outsiders are admitted to inheritance along with first heirs class is entitled to inherit 1/3 of those who should have been granted if they were legitimate children and verdict. It is necessary to pay attention to different contexts regarding legal marriages and recognition of illegitimate children in the Civil Code and Act Number 1 of 1974 on Marriage. The problem in this
paper is the shifting value in inheritance rights to illegitimate children that has been acknowledged officially in terms of co-inheriting with other heirs and legal consequences. The research method used is juridical normative by means of secondary data by data study and interview which is systematic and qualitative. The results of the research explain that applicable legislation may be ruled out and there can be shifting value of inheritance rights to illegitimate children that has been acknowledged officially where is recognized equal as a legitimate child supported by development of values living in the community, development in Netherlands where Nieuw Burgelijk Wetboek is no longer differentiate illegitimate children that has been acknowledged officially and give equal portion of the estate with their legitimate children, argumentum per analogiam, legal objectives that prioritizes justice by observing the principle of fair equality of opportunity, the theory of the legal system which not only refers to the substance of the law, but also see the legal culture. The legal consequences of this shifting value is illegitimate children that has been acknowledged officially have equal rights and obligations with legitimate children, especially in inheritance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Pradipta
"Adanya perbedaan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana anak luar kawin yang diakui sah dapat mewaris bersama golongan ahli waris lain sebagaimana diatur dalam Pasal 863 Kitab undang-undang Hukum Perdata, dalam hal anak luar kawin yang diakui sah mewaris bersama golongan satu berhak mewaris 1/3 bagian dari mereka yang sedianya harus mendapat seandainya mereka adalah anak sah dengan putusan hakim. Perlunya memperhatikan perbedaan konteks mengenai perkawinan yang sah dan pengakuan anak luar kawin dalam KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Permasalahan dalam penulisan ini adalah pergeseran terhadap nilai terhadap anak luar kawin yang diakui sah dalam hal mewaris bersama ahli waris lainnya dan akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif menggunakan data sekunder melalui studi dokumen dan wawancara secara sistematis dan kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan dapat disimpangi dan dapat terjadi pergeseran nilai hak waris atas anak luar kawin yang diakui sah. di mana anak luar kawin yang diakui sah “dianggap sama” dengan anak sah didukung dengan nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, perkembangan di Belanda di mana Nieuw Burgerlijk Wetboek sudah tidak membedakan anak luar kawin yang diakui sah dan memberikan bagian yang sama dengan anak sah, argumentum per analogiam, teori tujuan hukum yang lebih mengutamakan keadilan dan kemanfaatan dengan memperhatikan prinsip kebebasan dan prinsip persamaan atas kesempatan, teori sistem hukum yang yang tidak hanya mengacu pada substansi hukum, tetapi juga melihat kultur hukum. Akibat hukum yang ditimbulkan dari pergeseran nilai ini adalah memberikan hak dan kewajiban kepada anak luar kawin yang diakui sah sama dengan anak sah, khususnya dalam hal pewarisan

Indicating a distinction between applicable legislation where illegitimate children that has been acknowledged officially are recognized as heirs attach themselves to other heirs class according to article 863 of the civil code law, outsiders are admitted to inheritance along with first heirs class is entitled to inherit 1/3 of those who should have been granted if they were legitimate children and verdict. It is necessary to pay attention to different contexts regarding legal marriages and recognition of illegitimate children in the Civil Code and Act Number 1 of 1974 on Marriage. The problem in this paper is the shifting value in inheritance rights to illegitimate children that has been acknowledged officially in terms of co-inheriting with other heirs and legal consequences. The research method used is juridical normative by means of secondary data by data study and interview which is systematic and qualitative. The results of the research explain that applicable legislation may be ruled out and there can be shifting value of inheritance rights to illegitimate children that has been acknowledged officially where is recognized ‘equal’ as a legitimate child supported by development of values ​​living in the community, development in Netherlands where Nieuw Burgelijk Wetboek is no longer differentiate illegitimate children that has been acknowledged officially and give equal portion of the estate with their legitimate children, argumentum per analogiam, legal objectives that prioritizes justice by observing the principle of fair equality of opportunity, the theory of the legal system which not only refers to the substance of the law, but also see the legal culture. The legal consequences of this shifting value is illegitimate children that has been acknowledged officially have equal rights and obligations with legitimate children, especially in inheritance"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Aita Putri
"Salah satu akibat hukum dari perkawinan yang tidak dicatatkan adalah status dan kedudukan hak waris terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut atau selanjutnya disebut sebagai anak luar kawin. Hak waris akan timbul apabila seseorang telah dinyatakan meninggal dunia. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam anak luar kawin dalam arti sempit dan mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam pembagian warisan. Masalah mengenai pembagian waris antara anak sah dan anak luar kawin ada kalanya terjadi di masyarakat yang tidak bisa diselesaikan dengan kekeluargaan, maka dari itu biasanya berakhir di Pengadilan dimana Putusan dari Pengadilan akan menjadi jalan keluar untuk memutuskan dan memberikan keadilan bagi perkara kewarisan anak luar kawin. Penulis dalam melakukan penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Berdasarkan Penulis, anak luar kawin dapat menjadi ahli waris apabila adanya pengakuan dahulu dari Pewaris, tetapi bagian yang didapatkan tidak sama dengan anak sah dimana besar bagian anak luar kawin bergantung pada dengan siapa anak luar kawin tersebut mewaris bersama. Kemudian, status dan kedudukan anak luar kawin hanya diatur dalam KUHPerdata padahal dalam Undang-Undang Perkawinan ada satu pasal yang menyinggung anak luar kawin dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tetapi dalam Peraturan Pemerintah tidak ditemukan mengenai anak luar kawin, sehingga menimbulkan kesimpangsiuran dan permasalahan. Maka dari itu, Penulis menyarankan untuk membentuk suatu peraturan khusus untuk status dan kedudukan anak luar kawin dan juga memberi saran kepada Majelis Hakim yang berperan dalam memutus perkara ini untuk memeriksa dan mengadili secara teliti sengketa status dan kedudukan hak waris anak luar kawin dengan pertimbangan yang seadil-adilnya bagi anak luar kawin tersebut.

One of the legal consequences of an unregistered marriage is the status and position of inheritance rights for children born from the marriage or hereinafter referred to as children out of wedlock. Inheritance rights will arise if someone has been declared dead. Children born from unregistered marriages are included as children out of wedlock in a narrow sense and they do not have the same status and position in the distribution of inheritance. Problems regarding the distribution of inheritance between legitimate children and illegitimate children sometimes occur in society which cannot be resolved by kinship, therefore it usually ends in court where a decision from the court will be the way out to decide and provide justice for cases of inheritance of illegitimate children. In doing this writing, the author used a juridical-normative research method with a qualitative approach in which the data was collected from literature studies. According to the author, children out of wedlock can become heirs if there is prior recognition from the heir, but the portion obtained is not the same as legitimate children where the size of the child out of wedlock depends on who the out of wedlock child jointly inherits. Then, the status and position of children out of wedlock are only regulated in the Civil Code even though in the Marriage Law there is one article which alludes to children out of wedlock and is further regulated in Government Regulations but in Government Regulations there is no mention of children out of wedlock, giving rise to confusion and problems. Therefore, the author suggests establishing a special regulation for the status and position of illegitimate children and also advises the panel of judges who play a role in deciding this case to examine and adjudicate carefully disputes over the status and position of inheritance rights for illegitimate children with the fairest considerations for children out of wedlock."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brimanti Sari
"Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak dari perkawinan yang tidak dicatatkan berakibat anaknya tidak mempunyai hubungan perdata terhadap ayah biologisnya. Keberadaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengubah hubungan keperdataan anak luar kawin terhadap ayah biologisnya. Skripsi ini membahas mengenai efektivitas putusan Mahkamah Konstitusi terhadap kepentingan anak luar kawin, serta akibat dari putusan itu dalam hal terjadinya pewarisan khususnya anak luar kawin terhadap ayah biologisnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang diuraikan secara deskriptif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ditemukan banyak kelemahan dalam putusan ini yang malah menambah masalah baru karena setelah putusan dikeluarkan pemerintah tidak segera membentuk undang-undang yang dapat memperbaharui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah dinyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1) dikatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Based on Act No. 1 of 1974 on Marriage, children from the unrecorded marriage has no civil relationship to the biological father. Existence of the Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 has changed the civil relationship between illegitimate child to their biological father. This Thesis discuss regarding the effectiveness of the Constitutional Court's decision on the illegitimate child?s standing, and the consequences of their inheritance rights. This research using the normative juridicial method and outlined descriptively.
As the result, many flaws in this decision was found, or even add new problems because government was not immediately establish new laws that can renew the Act No. 1 of 1974 on Marriage as already stated that Article 43 paragraph (1) has no binding legal force because it conflicts with the Constitution of the Republic of Indonesia, 1945.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla Putri Ariza
"Peristiwa pewarisan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebabkan adanya peralihan segala hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pewaris kepada para ahli warisnya yang sah. Ahli waris merupakan keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama. Ahli waris yang digolongkan sebagai ahli waris golongan I adalah istri atau suami yang hidup terlama beserta dengan keturunannya yang sah, baik yang berdasarkan suatu perkawinan yang sah maupun yang di luar perkawinan yang sah. Dalam hal pewaris tidak memiliki keluarga sedarah atau istri atau suami yang hidup terlama, maka anak luar kawin yang disahkan berhak untuk menjadi ahli waris satu-satunya dari pewaris namun hak ahli waris tersebut dibatalkan karena tidak tercantum letak batas-batas atas objek sengketa tanah yang didapatkan oleh pewaris berdasarkan Surat Keterangan Tanah dari Camat yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 942 K/PDT/2022. Penelitian ini didasarkan pada fakta-fakta yang terdapat di dalam putusan untuk menganalisis kedudukan ahli waris yang merupakan anak luar kawin yang disahkan beserta dengan kedudukan hak warisnya yang telah dibatalkan oleh putusan pengadilan. Penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian doktrinal. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kedudukan anak luar kawin yang disahkan adalah sebagai anak sah dikarenakan terdapat perkawinan yang sah antara pewaris dengan ibu kandung dari anak luar kawin yang disahkan tersebut berdasarkan Pasal 272 jo. Pasal 277 KUH Perdata sehingga anak tersebut mempunyai kedudukan sebagai anak sah dari pewaris dan merupakan ahli waris satu-satunya dari pewaris dikarenakan perkawinan pewaris yang kedua kalinya bukan merupakan perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, hapusnya hak waris anak luar kawin yang disahkan tersebut yang telah dibatalkan oleh putusan pengadilan menyebabkan adanya ketidakpastian beserta tidak adanya keadilan hukum bagi anak luar kawin yang disahkan tersebut karena tidak adanya kejelasan mengenai hak waris yang seharusnya dimilikinya sebagai ahli waris satu-satunya yang sah.

The event of inheritance based on the Civil Code causes the transfer of all rights and obligations owned by the deceased to their legitimate heirs. Heirs include blood relatives, both legitimate according to the law and those born out of wedlock, as well as the surviving spouse. Heirs classified as first-class heirs are the surviving husband or wife along with their legitimate descendants, whether born within a valid marriage or outside of it. If the deceased has no blood relatives or surviving spouse, then a legitimized illegitimate child has the right to be the sole heir of the deceased. However, the inheritance rights are annulled due to the absence of specified boundaries on the disputed land object obtained by the deceased based on the Land Certificate from the Subdistrict Head in Supreme Court Decision Number 942 K/PDT/2022. This research is based on the facts in the decision to analyze the position of the heir, who is a legitimized illegitimate child, along with the status of their inheritance rights that have been annulled by the court decision. This study is conducted using doctrinal research. The results depict that the position of the legitimized illegitimate child is that of a legitimate child because there is a valid marriage between the deceased and the biological mother of the legitimized illegitimate child based on Article 272 jo. Article 277 of the Civil Code, thus the child has the status of a legitimate child of the deceased and is the sole legitimate heir due to the deceased's second marriage not being valid according to the prevailing laws and regulations. Furthermore, the annulment of the inheritance rights of the legitimized illegitimate child, as canceled by the court decision, leads to uncertainty and a lack of legal justice for the legitimized illegitimate child because of the absence of clarity regarding the inheritance rights that they should rightfully possess as the sole legitimate heir."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Melinda
"Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menguraikan dan menganalisa ketetapan Majelis Hakim dalam menetapkan permohonan perwalian anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris pada penetapan tersebut di atas, yang permohonan penetapannya dilakukan untuk memberikan sebuah perlindungan hukum terhadap anak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjenis yuridis normatif. Hasil penelitian menerangkan bahwa apabila salah satu orang tua telah meninggal dan meninggalkan anak luar kawin yang telah diakui dengan sah, maka harta peninggalan mereka harus tetap diberikan melalui prosedur yang tertera pada Ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata dan hukum terkait lainnya. Pengakuan dan perwalian terhadap anak luar kawin tersebut wajib dilaksanakan dan ditetapkan oleh pengadilan supaya memperoleh perlindungan hukum yang kuat dari negara khususnya dalam hak mewaris.

This study was carried out with the aim of describing and analyzing the decisions of the Panel of Judges in determining the application for guardianship of illegitimate children who are still underage as heirs in the determination above, whose application for stipulation is carried out to provide legal protection for children. The research method used in this study is a normative juridical type. The results of the study explain that if one of the parents has died and left a child out of wedlock who has been legally recognized, then their inheritance must still be given through the procedures stated in the provisions of the Civil Code and other related laws. Recognition and guardianship of the child out of wedlock must be implemented and determined by the court in order to obtain strong legal protection from the state, especially in the right of inheritance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Berliana Nadhifah
"Tanah ulayat kaum merupakan harta milik bersama suatu kaum dan diwarisi secara turun-temurun. Dalam praktik pendaftaran sertipikat hak atas tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau, banyak terjadi pensertipikatan atas nama perorangan tanpa sepengetahuan dan persetujuan anggota kaum atau disertipikatkan pertama kali oleh orang yang tidak berhak atas Harta Pusaka Tinggi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga karena perbuatan melawan hukum, serta mengungkap peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas tanah harta pusaka tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah Doktrinal, yang mengacu kepada norma hukum sebagai sasaran penelitian. Akibat sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga adalah tidak mempunyai kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah serta segala dokumen yang dilahirkan sebelum ataupun setelah diterbitkan sertipikat, perbuatan hukum yang dilakukan setelah diterbitkannya sertipikat lumpuh dan tidak berharga, kembali ke keadaan semula, pemilik yang sebenarnya dapat mengajukan permohonan pembatalan sertipikat dan ganti kerugian. PPAT dalam melakukan tindakan hukum harus senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah pusaka tinggi, peranan PPAT antara lain memastikan bahwa penghadap benar sebagai pemilik tanah, melakukan checking terhadap sertipikat, melakukan pengecekan terhadap warkah, melakukan konfirmasi faktual mengenai Harta Pusaka Tinggi tersebut ke nagari tempat objek tersebut berada, melakukan pengecekan SKPT, meminta dokumen lain seperti Ranji, Sporadik, Surat Penyataan Kepemilikan Tanah, Surat Kesepakatan atau Persetujuan Kaum, Surat Keterangan Wali Nagari atau Lurah setempat, Bukti bayar PBB serta KTP dan KK penghadap serta mengerti tentang hukum adat daerah di mana PPAT berkedudukan.

The customary land of the people is a joint property of a people and is inherited from generation to generation. In the practice of certifying high inheritance land rights in Minangkabau, there are many certificates in the name of individuals who do not get approval from members of other customary clans or are certified for the first time by individuals who are not entitled to the land which causes disputes over inherited land in the future. This study aims to analyze the legal consequences of ownership certificates on the High Inheritance’s land of people who are declared paralyzed and worthless due to acts against the law and to reveal the role of the Land Deed Making Officer (PPAT) in the transfer of rights to High Inheritance’s Land. The research method used is Doctrinal, which refers to legal norms as research targets. This study uses primary and secondary data with qualitative analysis methods. Legal consequences of land ownership certificates of high inheritance that has been declared paralyzed and worthless due to unlawful acts is certificates of land rights do not have the force of law, and all documents issued before or after the issuance of the certificate and legal actions taken after the issuance of the certificate are paralyzed and worthless, returning to their original state, the actual owner can apply for cancellation of the certificate and compensation. In carrying out legal actions, PPAT must always apply the precautionary principle. Concerning the transfer of rights to heritage high land, the role of the PPAT includes ensuring that the claimant is genuinely the owner of the land, checking the certificate, checking the Warkah, making factual confirmation regarding the inheritance to the Nagari where the object is located, checking the SKPT, ask for other documents such as Ranji, Sporadic, Declaration of Land Ownership, Letter of Agreement or Clan Agreement, Certificate of Wali Nagari or local Lurah, Proof of PBB payment and KTP and KK of the party and understand the customary law of the area where the PPAT is domiciled, thus can minimize disputes over high inheritance land within the scope of PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Febriana Widya Gunawan
"Pemberian hibah wasiat yang dilakukan oleh pewaris seharusnya dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai bagian mutlak (legitieme portie) ahli waris legitimaris. Namun dalam kenyataannya hak ahli waris tetap saja terlanggar, sebagaimana yang ditemukan dalam kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Kutai Barat Nomor 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Oleh karena itu permasalahan pokok dari penelitian yang dituliskan ke dalam tesis ini adalah mengenai pemberian hibah wasiat yang mengakibatkan adanya hak yang terlanggar terhadap ahli waris golongan satu yaitu istri dan anak luar kawin. Rumusan masalah yang disusun untuk menjawab permasalahan pokok tersebut adalah tentang akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap ahli waris golongan satu (istri dan anak luar kawin) dalam kewarisan dan kedudukan anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapat pengakuan namun dalam kenyataannya merupakan anak dari anak dari pewaris. Metode penelitian hukum doktrinal dipergunakan untuk meneliti kedua objek hukum yang distudi yaitu peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Melalui studi dokumen, bahan- bahan hukum relevan yang diinventarisasi selanjutnya dianalisis. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap istri dan anak luar kawin adalah adanya bagian waris yang terlanggar sebagai ahli waris golongan satu. Selain itu, ditemukan bahwa tidak ada pembahasan dan pertimbangan hakim mengenai kejelasan hukum anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapatkan pengakuan namun pada kenyataannya merupakan anak dari pewaris yang pada dasarnya dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. 

The granting of a will carried out by the heir should be carried out with due observance of the provisions regarding the legitimacy portion (legitieme portie) of the legitimacy of the heirs. However, in reality the rights of heirs are still being violated, as found in the case in the Decision of the Kutai Barat District Court Number (PN Kutai Barat) 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Therefore, the main problem of the research written in this thesis is regarding the granting of a will which results in the violation of the rights of class one heirs, namely wives and children out of wedlock. The formulation of the problem compiled to answer the main problem is about the legal consequences of granting a will to class two heirs to class one heirs (wife and children out of wedlock) in inheritance and the position of children out of wedlock who legally do not receive recognition but in reality is the child of the heir. The doctrinal legal research method is used to examine the two legal objects studied, namely statutory regulations and court decisions. Through a document study, the relevant legal materials that were inventoried were then analyzed. The results of this study reveal that the legal consequence of granting a will to class two heirs to wives and children out of wedlock is that there is a portion of the inheritance that is violated as class one heirs. In addition, it was found that there was no discussion and consideration of judges regarding the legal clarity of illegitimate children who legally do not receive recognition but in fact are children of heirs which basically can be proven by science and technology in accordance with what is stipulated Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 /PUU-VIII/2010. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Putri Dewata
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis hak waris anak luar kawin dalam konteks hukum di Indonesia dengan studi kasus Putusan Nomor 169/PDT/2021/PT DKI, Putusan Nomor 668/PK/PDT/2016, dan Putusan Nomor 510/PDT/2018/PT.SMG. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku serta penerapan hukum dalam putusan-putusan pengadilan terkait hak waris anak luar kawin. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam pengaturan dan penerapan hak waris anak luar kawin di Indonesia. Anak luar kawin yang diakui oleh ayahnya memiliki hak untuk menerima warisan dari ayahnya. Namun, bagian warisan yang diterima oleh anak luar kawin lebih kecil dibandingkan anak sah jika ada ahli waris lainnya. Hukum Indonesia juga menyatakan bahwa anak luar kawin hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu, kecuali jika hubungan darah dengan ayahnya dapat dibuktikan melalui tes DNA. Dalam Putusan Nomor 169/PDT/2021/PT DKI, pengadilan memutuskan bahwa anak luar kawin berhak atas warisan meskipun dengan bagian yang lebih kecil. Putusan Nomor 668/PK/PDT/2016 menekankan pentingnya pengakuan dari ayah biologis untuk memberikan hak waris kepada anak luar kawin. Sementara itu, Putusan Nomor 510/PDT/2018/PT.SMG menunjukkan kompleksitas dalam penerapan hak waris anak luar kawin, terutama dalam hal pembuktian hubungan darah. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa meskipun ada upaya untuk memberikan hak yang lebih adil kepada anak luar kawin, masih terdapat batasan dan tantangan dalam implementasi hak-hak tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi pembuat kebijakan di Indonesia untuk mempertimbangkan revisi peraturan perundang-undangan terkait hak waris anak luar kawin agar lebih sesuai dengan prinsip keadilan dan kesetaraan.

This thesis aims to analyze the inheritance rights of children born out of wedlock within the context of Indonesian law by examining the case studies of Decision Number 169/PDT/2021/PT DKI, Decision Number 668/PK/PDT/2016, and Decision Number 510/PDT/2018/PT.SMG. This study employs a doctrinal method to examine the applicable laws and the application of law in court decisions related to the inheritance rights of children born out of wedlock. The research found significant differences in the regulation and application of inheritance rights for children born out of wedlock in Indonesia. Acknowledged children born out of wedlock have the right to inherit from their father. However, the portion of the inheritance they receive is smaller compared to legitimate children if there are other heirs. Indonesian law also stipulates that children born out of wedlock only have civil relations with their mother and the mother's family unless their blood relationship with the father can be proven through DNA testing.In Decision Number 169/PDT/2021/PT DKI, the court ruled that children born out of wedlock are entitled to inheritance, although with a smaller portion. Decision Number 668/PK/PDT/2016 emphasizes the importance of recognition from the biological father to grant inheritance rights to children born out of wedlock. Meanwhile, Decision Number 510/PDT/2018/PT.SMG highlights the complexity of applying inheritance rights for children born out of wedlock, particularly in terms of proving the blood relationship. The findings of this study indicate that although there are efforts to provide fairer rights to children born out of wedlock, there are still limitations and challenges in implementing these rights. Therefore, this study is expected to provide recommendations for policymakers in Indonesia to consider revising the legislation related to the inheritance rights of children born out of wedlock to better align with principles of justice and equality."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Adhisa Rivanda
"ABSTRACT
Sampai saat ini masih terdapat akta kelahiran yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, seperti pencantuman nama orang tua yang bukan nama orang tua kandungnya. Hal ini tentu saja berdampak pada kedudukan hukum anak dan hak warisnya. Akta kelahiran seperti ini dapat merugikan karena akta kelahiran merupakan akta otentik yang merupakan bukti yang sempurna bagi para pihak, para ahli warisnya dan orang yang mendapatkan hak darinya, sehingga pembatalan akta kelahiran marak terjadi. Akta kelahiran merupakan akta Pencatatan Sipil yang pembatalannya harus dengan putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap. Berdasarkan hal tersebut, penulis sangat tertarik untuk meneliti bagaimana akibat hukum pembatalan akta kelahiran terhadap kedudukan anak dan hak waris. Penulis meneliti berdasarkan penetapan pengadilan untuk memecahkan permasalahan ini dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan mengkaji perturan perundang-undangan. Namun, untuk memperkuat penelitian, dilakukan wawancara kepada para pakar terkait. Berdasarkan hasil penelitian, akibat hukum adanya Penetapan Nomor 67/Pdt.P/2014/PN.Gpr, anak tersebut menjadi bukan anak sah dari orang tuanya, sehingga anak tersebut tidak dapat mewaris dari orang tuanya. Sedangkan akibat hukum dari Penetapan Nomor 237/Pdt.P/2014/PN.Skt, status dan kedudukan anak dikembalikan kepada keadaan semula yaitu bukan anak Pemohon dan merupakan anak luar kawin antara ibunya dengan pacar ibunya, sehingga anak tersebut hanya mewaris dari ibunya. Hakim seharusnya lebih cermat dalam melihat kasus posisi pada kasus pembatalan akta kelahiran yang diajukan dan pemerintah harus mengeluarkan peraturan yang lebih jelas terkait pembatalan akta kelahiran karena tidak semua kasus pembatalan akta kelahiran mengandung sengketa.

ABSTRACT
There are still a lot of birth certificate that does not accord to the actual facts and written names in the parents element of birth certificate which those names are not their biological parents to the child is one of the example. This, of course, has legal consequences to the legal standing of the child and their inheritance rights. Birth certificate that is flawed like that would cause disadvantages because birth certificate is an authentic deed, that is a legal instrument for the written parties, the heirs and people who gets rights from and it is also a Civil Registry so the annulment of it must with the court decision. Based on that, author is eager to examine the legal consequences of the annulment of the birth certificate for childrens legal standing and their inheritance rights with Court Determination Number 67/Pdt.P/2014/PN.Gpr and Court Determination Number 237/Pdt.P/2014/PN.Skt as the reference by using a normative juridical research method, namely by reviewing the law and regulations. However, to strengthen research, interviews were also conducted with related experts. In Court Determination Number 67/Pdt.P/2014/PN.Gpr, the legal consquence for the children is their status become a not natural child of their parents and make them not having their inheritance rights from their parents while in Court Determination Number 237/Pdt.P/2014/PN.Skt, the legal standing of the child will be returned to their original status, that is not the child of the applicant and makes them to be a illegitimate child, so they will only inherit from their mothers only. The Judge should be more careful in looking at the case position of the annulment of the birth certificate and the government must issue rules more clearly related to the annulment of the birth certificate because not all cases of the annulment of the birth certificate contains the dispute. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>