Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188768 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Gautama
"Latar belakang: Masyarakat kawasan urban kampung di Indonesia memiliki risiko lingkungan berupa gorong-gorong yang gelap dan ventilasi yang tidak adekuat. Hal ini menjadi risiko kadar vitamin D yang tidak optimal (serum 25OHD <20 ng/mL dan >100 ng/mL). Kadar vitamin D yang tidak optimal juga bisa menjadi risiko penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin D dan penanda fungsi ginjal pada masyarakat kawasan urban kampung Jakarta dan Tangerang.
Metode: Studi potong lintang pada subjek dewasa kawasan urban kampung Jakarta dan Tangerang di tahun 2019-2020. Kemudian dilakukan penyesuaian dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Lalu, dilakukan pengambilan darah untuk pengukuran kadar vitamin D juga nilai penanda fungsi ginjal.
Hasil: Pada 161 subjek dewasa di urban kampung Jakarta dan Tangerang diperoleh nilai median kadar vitamin D 24,46 ng/mL (10,04 – 52,55 ng/mL), kadar kreatinin serum 0,7 mg/dL (0,5 – 6,7 mg/dL), kadar ureum 20,6 mg/dL (11,9 – 50,5 mg/dL), dan nilai eGFR (CKD-EPI) 97,854 ml/min/1,73m2 (5,52 – 121,92 ml/min/1,73 m2). Hasil analisis menggunakan uji Spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin dengan kadar ureum, kreatinin, dan nilai eGFR.
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin D dan penanda fungsi ginjal baik dengan eGFR, kadar kreatinin serum, maupun kadar ureum pada masyarakat yang tinggal di kawasan urban kampung Jakarta dan Tangerang.

Background: Individuals who live in urban kampung have the environmental risk factors of dark alleyways and inadequate ventilations. These increase the risk of subjects in developing vitamin D deficiency and later may decrease the kidney function. Therefore, this study is performed to identify the correlation between vitamin D serum levels and kidney function markers in adults of urban kampung area around Jakarta and Tangerang.
Methods: Cross-sectional study performed in adults of urban kampung areas around Jakarta and Tangerang in 2019-2020. We recruited participants using predetermined inclusion and exclusion criteria. Afterward, blood sample were drawn to quantify vitamin D serum level and kidney function markers of the subjects.
Results: From 161 adult subjects in urban kampung around Jakarta and Tangerang, the vitamin D serum level median is 24,46 (10,04 – 52,55) ng/mL, the serum creatinine median is 0,7 (0,5 – 6,7) mg/dL, the urea serum level median is 20,6 (11,9 – 50,5) mg/dL, and the median of eGFR score (CKD-EPI), is 97,854 (5,52 – 121,92) ml/min/1,73 m2. Analysis using Spearman shows that there is no correlation between vitamin D serum level with urea serum level, serum creatinine, and eGFR score.
Conclusion: There are no correlation between vitamin D serum level and kidney function markers in individuals who live in urban kampung area around Jakarta and Tangerang.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhif Wiratara Wibowo
"Latar belakang: Diabetes Melitus hingga saat ini masih menjadi masalah global, termasuk di Indonesia. DM mampu menyebabkan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, yang salah satunya adalah diabetik nefropati. Berbagai faktor dapat mempengaruhi perkembangan penyakit dari diabetes melitus menjadi diabetik nefropati, salah satunya adalah lingkungan tempat tinggal. Masyarakat yang tinggal di kampung kota memiliki keterbatasan untuk mengakses fasilitas kesehatan serta memiliki kesadaran yang rendah atas akibat dari penyakit kronis. Diduga, terdapat peningkatan risiko hiperglikemia yang berhubungan dengan diabetik nefropati. Oleh karena itu, kami melakukan studi yang bertujuan untuk mempelajari hubungan antara hiperglikemia dan penanda fungsi ginjal pada subjek dewasa yang tinggal di Kampung Kota Jakarta-Tangerang.
Metode: Studi ini menggunakan data sekunder dengan desain cross-sectional pada subjek di atas umur 30 tahun di 4 wilayah Kampung Kota Jakarta-Tangerang tahun 2019-2020. Lalu, subjek disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi untuk selanjutnya dinilai kadar gula darah menggunakan gula darah puasa (GDP) dan HbA1c, serta penanda fungsi ginjal dengan eGFR (estimated glomerular filtration rate).
Hasil: Dari 220 subjek dewasa, 15 subjek (6,8%) berdasarkan gula darah puasa (GDP≥126 mg/dL) dan 26 subjek (11,8%) berdasarkan HbA1c (HbA1c ≥6,5%) digolongkan sebagai hiperglikemia. Sebanyak 12 subjek (5,5%) mengalami penurunan fungsi ginjal. Hasil uji statistik menjelaskan adanya hubungan bermakna antara GDP dan eGFR (p =0,005, OR= 8,955 , 95% CI=2,333 – 34,372). Namun, tidak terdapat hubungan bermakna antara HbA1c dan eGFR (p=0,156, OR=0, 156, 95% CI=0,677 – 10,621).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara hiperglikemia yang ditentukan berdasarkan kadar glukosa darah puasa, tetapi tidak pada HbA1c, dengan penanda fungsi ginjal pada subjek dewasa yang tinggal di kawasan kampung kota.

Introduction: Diabetes Mellitus is still a global problem, including in Indonesia. DM can cause microvascular and macrovascular complications, one of which is diabetic nephropathy. Various factors can affect the development of the disease from diabetes mellitus to diabetic nephropathy, one of which is the living environment. People living in urban kampung have limited access to health facilities and have low awareness of the consequences of chronic diseases. Presumably, there is an increased risk of hyperglycaemia associated with diabetic nephropathy. Therefore, we conducted a study aimed at studying the association between hyperglycaemia and markers of renal function in adult subjects living in Urban Kampung Jakarta-Tangerang.
Method: This study used secondary data with a cross-sectional design on subjects over the age of 30 years in the urban kampung area of Jakarta and Tangerang in 2019-2020. Then, subjects were selected using predetermined inclusion and exclusion criteria. Eligible subjects were further assessed for blood sugar levels using fasting blood sugar (FPG) and HbA1c, as well as kidney function markers eGFR (estimated glomerular filtration rate).
Result: : From 220 subjects whose data were obtained, 15 subjects (6.8%) based on fasting blood sugar (GDP≥126 mg/dL) and 26 subjects (11.8%) based on HbA1c (HbA1c ≥6.5%) were classified as hyperglycaemia. A total of 12 subjects (5.5%) had decreased kidney function. The results of the statistical test explained that there was a significant association between FPG and eGFR (p = 0.005, OR = 8.955, 95% CI = 2.333 – 34.372). However, there was no significant association between HbA1c and eGFR (p=0.156, OR=0.156, 95% CI=0.677 – 10.621).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devanda Novaddo Muhammad Abeyakmal
"Latar belakang: Dislipidemia merupakan keadaan kadar profil lipid tidak dalam rentang optimal yang saat ini banyak ditemukan pada masyarakat di Indonesia. Dislipidemia dipengaruhi oleh faktor genetik, pola hidup, atau penyakit lain yang sudah ada. Status sosioekonomi juga dapat mempengaruhi kesadaran dalam mengontrol dislipidemia. Hal ini dapat ditemukan pada masyarakat kampung kota yang cenderung rendah pengetahuan dan kesadarannya akan dislipidemia. Dislipidemia yang tidak ditangani berpotensi mengakibatkan kerusakan ginjal, sebagaimana yang disebutkan beberapa studi terdahulu bahwa adanya hubungan dislipidemia dengan penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan meneliti hubungan dislipidemia dengan penanda fungsi ginjal subjek dewasa yang tinggal di kawasan kampung kota Jakarta dan Tangerang.
Metode: Studi dilakukan dengan metode potong lintang pada subjek dewasa yang tinggal di kawasan kampung kota Jakarta dan Tangerang. Studi menggunakan data sekunder yang diambil pada September 2019-Maret 2020. Data subjek diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.
Hasil: Dari 215 subjek yang dianalisis, didapatkan peningkatan kolesterol total sebanyak 43,7%; peningkatan trigliserida (TG) sebanyak 28,4%; penurunan high-density lipoproteins (HDL) sebanyak 15,3%; peningkatan low-density lipoproteins (LDL) sebanyak 64,7%; dan penurunan estimated glomerular filtration rate (eGFR) sebanyak 4,7% subjek. Hasil analisis menggunakan uji Fisher menemukan adanya hubungan antara peningkatan kolesterol total dengan penurunan eGFR (p=0,023).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara dislipidemia berdasarkan peningkatan kolesterol total dan penurunan fungsi ginjal pada masyarakat yang tinggal di kampung kota Jakarta dan Tangerang, sedangkan TG, HDL, dan LDL tidak berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.

Introduction: Dyslipidemia is the state of the lipid profile that is not in the optimal range which is currently found in many people in Indonesia. Dyslipidemia is affected by genetics, lifestyle, or certain comorbidities. Low socioeconomic status also could influence awareness in controlling dyslipidemia. It could be found in kampung kota people which have relatively low knowledge and awareness of dyslipidemia. Untreated dyslipidemia could potentially causes kidney damage, as mentioned by previous studies that dyslipidemia is correlated with decreased kidney function. Therefore, this research is conducted to examine the relationship between dyslipidemia and kidney function markers in adults who live in kampung kota in Jakarta and Tangerang.
Method: This study use cross-sectional design on adult subjects who live in kampung kota in Jakarta and Tangerang. This study used secondary data taken in September 2019-March 2020. Subjects’ data were selected based on defined inclusion and exclusion criteria.
Result: From the 215 subjects analyzed, there were found increased total cholesterol in 43.7%; increased triglycerides (TG) in 28.4%; decreased high-density lipoproteins (HDL) in 15.3%; increased low-density lipoproteins (LDL) in 64.7%; and decreased estimated glomerular filtration rate (eGFR) in 4.7% subjects. Analysis using Fisher’s test found an association between increased total cholesterol and decreased eGFR (p=0.023).
Conclusion: There is an association between dyslipidemia, based on increased total cholesterol, and decreased kidney function in people who live in kampung kota in Jakarta and Tangerang, meanwhile TG, HDL, and LDL are not associated with decreased kidney function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Haryanto
"Prevalensi penyakit kardiovaskuler (PKV) meningkat seiring dengan proses penuaan. Aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan diikuti peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Vitamin D merupakan vitamin yang memiliki efek antiinflamasi dan dapat menurunkan kadar hsCRP. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin D dengan kadar hsCRP pada usia lanjut (usila). Penelitian dilakukan di Pusat Santunan Keluarga (Pusaka) 12 di Tomang dan Pusaka 39 di Senen pada pertengahan bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara cluster random sampling, dan didapatkan 71 orang subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara meliputi data usia, asupan vitamin D dengan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) semikuantitatif serta total skor pajanan sinar matahari mingguan. Pengukuran antropometri untuk menilai status gizi dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi kadar vitamin D dan hsCRP. Didapatkan median usia 69 (60-85) tahun dan 80,3% subyek adalah perempuan. Malnutrisi terdapat pada 71,8 % subyek. Asupan vitamin D menunjukkan 98,6% subyek memiliki asupan vitamin D kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Sebanyak 97,2% subyek memiliki skor pajanan sinar matahari rendah. Nilai rerata kadar vitamin D 38,02±12,94 nmol/L dan 78% subyek tergolong defisiensi vitamin D. Nilai median kadar hsCRP 1,5 (0,1-49,6) mg/L, dan 67,6% subyek tergolong risiko PKV sedang dan tinggi. Didapatkan korelasi positif tidak bermakna antara kadar vitamin D serum dengan kadar hsCRP pada usila (r=0,168, p=0,162).

The prevalence of cardiovascular disease (CVD) increases in the elderly. Atherosclerosis is a major cause of CVD which stimulate inflammation and followed by increase production of C-reactive protein (CRP). Vitamin D is a vitamin which has anti-inflammatory effects and may reduce level of hsCRP. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between serum vitamin D level and hsCRP in elderly. Data collection was conducted during December 2012 to January 2013 on 2 selected Pusaka, Pusaka 12 (Tomang) and Pusaka 39 (Senen). Subjects were obtained using cluster random sampling method. A total of 71 elderly subjects had met the study criteria. Data were collected through interviews including age, vitamin D intake and weekly score of sunlight exposure. Anthropometry measurements to assess the nutritional status and laboratory examination i.e blood levels of vitamin D and hsCRP. Majority of the subjects were female (80,3%), median age was 69 (60-85) years. Malnutrition was occured in 71.8% of the subjects. Intake of vitamin D showed 98.6% of the subjects were less than recommended dietary allowances (RDA). Majority of the subjects had low score of sunlight exposure (97,2%). Mean of vitamin D levels 38,02±12,94 nmol/L, while 78% the of subjects were categorized as vitamin D deficiency. Median of hsCRP levels 1,5 (0,1-49,6) mg/L, while 67,6% subjects were at moderate and high risk of CVD. No significant correlation was found between serum vitamin D levels and hsCRP levels (r=0,168, p=0,162).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isa Rosalia Ruslim
"Hipovitaminosis D selama masa kehamilan dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan dan pada janin. Selain itu data mengenai status vitamin D pada ibu hamil terutama trimester 1 di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar kalsidiol serum pada ibu hamil trimester 1 dan korelasinya dengan asupan vitamin D dan skor paparan sinar matahari.
Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang pada ibu hamil sehat usia 20-35 tahun dengan usia kehamilan <12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan rerata usia subyek 27,36+3,91 tahun dengan median usia kehamilan 9 minggu. Sebagian besar subyek berpendidikan tinggi (68,1%), status bekerja (70,2%) dengan pendapatan >UMP (59,6%) dan rerata IMT 23,74+3,83 kg/m2. Asupan lemak, protein, dan kalsium subyek
Median skor paparan sinar matahari adalah 14 (0-42) dengan median lama paparan 17,41 (0-85,71) menit. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar kalsidiol serum dengan kelompok lama paparan sinar matahari 5-30 menit dan >30 menit (p=0,033). Rerata kadar kalsidiol serum 39,26+10,25 nmol/mL (insufisiensi) dengan 100% subyek memiliki kadar kalsidiol serum < 80 nmol/L yang menggambarkan keadaan hipovitaminosis D.
Tidak terdapat korelasi antara kadar kalsidiol serum dengan skor paparan sinar matahari (r=0,087; p=0,562), dan asupan vitamin D (r=-0,049; p=0,745). Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester 1 di Jakarta mengalami hipovitaminosis D sehingga perlu segera diatasi melalui konseling dan edukasi gizi.

Vitamin D deficiency could be related to several complications to pregnancy`s outcomes, both for mother and fetus. Besides, there is limited data regarding to vitamin D status among pregnant women in Indonesia especially during the first trimester. Therefore this study was performed to determine serum calcidiol on the first trimester of pregnancy and its correlation to vitamin D intake and sun exposure score.
The methode in this study was cross-sectional study among healthy pregnant women aged 20-35 years old on their first trimester of pregnancy. Average age of the subjects was 27.36±3.91 years old with median gestational age of 9 weeks. Most of the subjects was well educated (68.1%), working (70.2%) with monthly income equal and more than the province minimum salary (59.6%), and with BMI average of 23.74±3.83 kg/m2. Mostly the subjects had fat, protein, and calcium intake below its RDA with the average intake of 44.49±22.22 g/day; 45.07±19.35 g/day; 661.93±405.91 mg/day, respectively. Vitamin D intake was mostly below its RDA with a median of 2.9 mcg/day and ranged from 0.3 to 15.6 mcg/day.
The median score of sun exposure score was 14 that ranged from zerro to 42, with a median for its duration of 17.41 minutes that ranged from zerro to 85.71 minutes. In this study, there was significant differences between serum calcidiol and sun exposure duration in 5-30 minutes and more than 30 minutes groups (p=0,033). As the main finding, it reveals that the average of serum calcidiol was 39.26±10.25 nmoL/mL or classified as insufficient where all of the subjects (100%) had serum calcidiol less than 80 nmol/L (hypovitaminosis D).
However, there were no significant correlations between serum calcidiol with sun exposure score and vitamin D intake (r=0.087 and p=0.562; r=-0,049 and p=0.745, respectively). In conclusion, all of the pregnant women in Jakarta, especially in their first trimester had low vitamin D status. Therefore, intervention is needed, i.e. through prenatal counselling and nutrition education regarding to natural sources of vitamin D.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihanah Suzan
"Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada pasien lupus eritematosus sistemik perempuan usia dewasa.
Metode: Peneltian ini merupakan penelitian potong lintang pada 36 pasien SLE perempuan dewasa dari Poliklinik Reumatologi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data subyek meliputi usia, klasifikasi penyakit SLE, obat-obatan yang digunakan, tipe kulit, penggunaan tabir surya, bagian tubuh yang tertutup pakaian, lama terpajan sinar matahari, indeks massa tubuh (IMT), asupan vitamin D, dan kadar 25(OH)D serum.
Hasil: Sebagian besar (41,7%) subyek berusia antara 36–45 tahun, tergolong klasifikasi SLE ringan (52,8%), selalu menggunakan tabir surya (63,9%), tipe kulit IV (69,4%), dan memakai pakaian yang menutupi seluruh/sebagian besar tubuh (69,4%), serta tidak terpajan dan terpajan sinar matahari <30 menit (77,8%). Semua subyek menggunakan kortikosteroid. Separuh subyek memiliki berat badan normal berdasarkan IMT, sebagian besar (55,6%) subyek mempunyai asupan vitamin D cukup berdasarkan AKG 2012, dan 28 subyek (77,8%) menderita defisiensi vitamin D ( kadar 25(OH)D serum <50 nmol/L). Didapatkan korelasi positif yang sedang antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada subyek penelitian (r = 0,52; P <0,01).
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang sedang antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada pasien SLE perempuan dewasa (r = 0,52; P <0,01).

Objective: the aim of the study is to investigate the correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration of adult woman SLE patients.
Methods: A cross-sectional study was conducted in 36 adult woman patients with SLE from Rheumatology Clinic of the Departemen of Internal Medicine Dr. Cipto Mangunkusumo hospital. Data collection included age, SLE classification, drugs, skin type, use of sunscreen, part of the body covered by clothes, length of sun exposure, body mass index (BMI), vitamin D intake, and serum 25(OH)D concentration.
Results: Most of the subjects (41.7%) aged 36–45 years old, classified as mild SLE (52.8%), always used sunscreen (63.9%), skin type IV (69.4%), wearing clothes that covered all or almost of the body (69.4%), and not exposed or had sun exposure less than 30 minute (77.8%). All subjects used corticosteroid. Based on BMI half of the subjects had normal body weight, Based on AKG 2012 most (55.6%) had adequate vitamin D intakes, and 28 subjects (77.8%) were in vitamin D-deficient (serum 25(OH)D concentration <50 nmol/L). There were moderate positive correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration in subjects (r = 0.52; P <0.01).
Conclusion: There were moderate positive correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration of adult woman SLE patients (r = 0.52, P <0.01).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thia Juniaty Manik
"KORELASI ANTARA KADAR VITAMIN D DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA SISWA SMA DI DEPOK, JAWA BARATThia Juniaty Manik1, Novi Silvia Hardiany2, Erfi Prafiantini1 1. Departemen Ilmu Gizi, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia2. Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler, Fakuktas Kedokteran Universitas IndonesiaE-mail :tjmanik@gmail.com AbstrakKeberhasilan dalam pendidikan tidak hanya ditentukan oleh sistem pendidikan, tetapi juga kemampuan kognitif para siswa. Siswa dengan kemampuan kognitif tinggi akan dapat menyerap pelajaran dengan baik. Nutrisi yang dikonsumsi merupakan faktor penting yang berkontribusi pada pengembangan daya kognitif. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menghubungkan mikronutrien vitamin D dengan berbagai hasil yang berkaitan dengan kesehatan. Namun, hanya sedikit yang meneliti hubungan vitamin D dengan fungsi kognitif dan hasilnya masih belum konklusif terutama pada remaja. Penelitian ini mengeksplorasi hubungan vitamin D dengan fungsi kognitif pada siswa sekolah menengah atas di Kota Depok. Sebanyak 64 siswa dari 4 SMA di Kota Depok, menjalani tes fungsi kognitif. Hasil utama yang dinilai adalah tes kognisi untuk fleksibilitas kognitif BCST test , planning tower test , dan working memory digit span backward test . Hasil sekunder adalah status sosial ekonomi, asupan vitamin D, skor paparan sinar matahari, kadar haemoglobin, skor family assessment device, skor strenght and difficulties dan aktivitas fisik siswa. Tiga jenis tes yang digunakan adalah : BCST test, Tower Hanoi test, dan Digit backward test. Dari 64 subyek yang ikut penelitian ini 62,5 mengalami kekurangan vitamin D

Success in education is not only determined by the education system, but also the cognitive power of the students. The students with high cognitive abilities will be able to absorb the lessons well. Nutrition consumed is one of the important factors that contributes to cognitive power development. Previous studies have linked micronutrient vitamin D to various health related outcomes. However, only few examined the correlation of vitamin D to cognitive function, and the result is still inconclusive especially in adolescent. This study explores the correlation of vitamin D to cognitive function in high school students. A samples of 64 adolescents from 4 high schools in Depok City, underwent cognitive function tests. The main outcomes assessed were cognitive flexibility, planning, and working memory test. The secondary outcomes were social economic status, dietary intake of vitamin D, sun light exposure score, haemoglobin level, family assessment device, strenght and difficulties score and physical activity. Sixty four participants 62,5 were vitamin D deficiencies "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Farah Hilma
"Salah satu peran sistem imunitas terhadap infeksi M.leprae adalah respons makrofag melalui interaksinya dengan vitamin D dan reseptor vitamin D (RVD). Interaksi vitamin D dengan RVD pada berbagai sel imun akan menstimulasi ekspresi katelisidin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar serum 25-hydroxyvitamin D (25(OH)D) dan kadar plasma RVD serta hubungannya dengan IB pada pasien kusta. Penelitian ini berupa observasional-analitik dengan desain potong lintang. Sebanyak 28 subjek penelitian (SP) menjalani pemeriksaan slit-skin smear kemudian diagnosis kusta ditegakkan berdasarkan tanda kardinal kusta. Penelitian ini juga menilai kecukupan pajanan matahari menggunakan kuesioner pajanan matahari mingguan. Kadar serum 25(OH)D diperiksa dengan metode chemiluminescent immunoassay (CLIA) dan kadar plasma RVD dilakukan dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Median kadar serum 25(OH)D adalah 12,68 ng/ml (4,88 – 44,74). Median kadar plasma RVD adalah 1,36 ng/ml (0,26 – 8,04). Berdasarkan analisis regresi multivariat, tidak terdapat hubungan antara IB dengan kadar serum 25(OH)D dan kadar plasma RVD (R square = 0,055). Tedapat korelasi positif kuat antara kadar serum 25(OH)D dengan skor pajanan sinar matahari (r = 0,863; p < 0,001).

One of many immunity system’s roles against M. leprae infection is macrophage response through its interaction with vitamin D and vitamin D receptor (VDR). The interaction between vitamin D and VDR in various immune cells will stimulate the expression of cathelicidin. The objective is to analyze the serum level of 25-hydroxyvitamin D₃ (25(OH)D) and plasma level of VDR as well as their association with IB in leprosy patients. This observational analytic study was performed with cross-sectional design. A total of 28 subjects underwent a slit-skin smear examination and then the diagnosis of leprosy was made based on the cardinal signs. This study also assessed the patient’s sun exposure with weekly sun exposure questionnaire. Serum 25(OH)D level was assessed with chemiluminescent immunoassay (CLIA) method and RVD plasma level was measured by enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Median serum level of 25(OH)D was 12.68 ng/ml (4.88 – 44.74). Median plasma level of VDR was 1.36 ng/ml (0.26 – 8.04). Based on multivariate regression analysis, there was no significant association between BI and serum level of 25(OH)D and plasma level of VDR (R square = 0.055). There was strong positive correlation between serum level of 25(OH)D and sun exposure score (r = 0.863; p < 0.001)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Deviana Nawawi
"Usia lanjut berisiko tinggi mengalami defisiensi vitamin D, sedangkan vitamin D memiliki efek protektif terhadap massa otot. Penurunan massa otot dan fungsinya disebut dengan sarkopenia. Prevalensi sarkopenia sangat tinggi pada usia lanjut yang tinggal di panti wreda, kondisi ini disebabkan gaya hidup sedentari pada penghuni panti wreda. Deteksi dini sarkopenia dapat dilakukan dengan mengukur fungsi otot, salah satunya adalah mengukur performa fisik dengan tes short physical performance battery (SPPB). Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk melihat korelasi antara kadar vitamin D serum dengan performa fisik pada usia lanjut di lima panti wreda yang terdaftar di Kota Tangerang Selatan. Pengambilan subjek dilakukan dengan cara proportional random sampling, didapatkan 100 usila yang memenuhi kriteria penelitian. Pemeriksaan kadar vitamin D menggunakan kadar kalsidiol serum dengan metode chemiluminescence immunoassay (CLIA). Pemeriksaan massa otot menggunakan bioelectric impedance analysis Tanita SC-330. Analisis korelasi menggunakan uji nonparametrik. Didapatkan nilai tengah usia subjek adalah 74,89 tahun dan 72% subjek adalah perempuan. Terdapat  85% subjek memiliki asupan vitamin D yang kurang dan  94% subjek memiliki skor pajanan sinar matahari yang rendah, serta seluruh subjek masih memiliki massa otot yang normal. Nilai tengah kadar vitamin D serum  adalah 15,50(4-32) ng/mL, dengan 72% subjek mengalami defisiensi vitamin D. Nilai tengah performa fisik adalah 9(3-12) dan sebanyak 47% subjek mengalami performa fisik yang buruk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin D serum dengan performa fisik pada usia lanjut di panti wreda (r=0,130; p=0,196).

Elderly individuals have a risk of vitamin D deficiency, whereas vitamin D has a protective effect on muscle mass. Decrease in muscle mass and function is called sarcopenia. The prevalence of sarcopenia is very high in the elderly who live in nursing homes, this condition is due to the sedentary lifestyle. Early detection of sarcopenia can be done by measuring physical performance with short physical performance battery (SPPB) test. This cross-sectional study aimed to explore the correlation between vitamin D serum levels with physical performance among elderly individuals in five nursing homes registered in South Tangerang. A hundred subjects who fulfilled study criteria gathered using proportional random sampling method. Examination of vitamin D levels using calcidiol serum with the chemiluminescence immunoassay (CLIA) method. Muscle mass was measured using bioelectric impedance analysis Tanita type SC-330. Nonparametric correlation was used for correlation analysis. Median age of subjects was 74.89 years old and 72% were female. Eighty-five percent of subjects had low vitamin D intake, 94% of subjects had low sun exposure score, and all subjects had normal muscle mass. Mean level of vitamin D serum was 15.50 (4-32) ng/mL, with 72% of subjects had vitamin D deficiency. Mean score of physical performance was 9(3-12) and 47% of subjects had low physical performance. This study showed that there was no correlation found between vitamin D serum levels with physical performance among elderly individuals in nursing homes (r=0.130; p=0.196)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Joice Widiastuti
"Tujuan: Penelitian ini adalah studi potong lintang untuk mengetahui hubungan antara kadar vitamin E serum dan aktivitas superoxide dismutase (SOD) eritrosit pada penderita HIV/AIDS.
Bahan dan cara: Pengumpulan data dilakukan pada pasien rawat jalan di klinik Pokdisus, RSUPNCM Jakarta selama akhir Februari 2013 sampai bulan Maret 2013. Subyek diperoleh dengan metode consecutive sampling. Sebanyak 52 subjek memenuhi kriteria penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara, rekam medis, dan pengukuran antropometri untuk menilai status gizi, dan pemeriksaan laboratorium yaitu kadar vitamin E serum dan aktivitas SOD eritrosit.
Hasil: Sebagian besar subjek adalah laki-laki (51,9%), usia rata-rata adalah 34 ± 4,84 tahun. Malnutrisi terjadi pada 55,8% dari subyek dan semua subyek (100%) memiliki asupan vitamin E yang kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Dalam penelitian ini, sebagian besar subjek telah mendapatkan terapi ARV (94,2%). Jumlah CD4 <200sel/uL ditemukan pada 17 subyek (32,7%). Kadar vitamin E serum yang rendah didapat pada semua subyek (100%) dengan nilai rata-rata kadar vitamin E serum 3,84 (1,77-7,32) umol / L, sementara aktivitas SOD eritrosit yang cukup ditemukan pada 53,8% dari subyek dengan nilai rata-rata 1542,1 ± 281,04 U / g Hb.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar serum vitamin E dan aktivitas SOD ditemukan dalam penelitian ini. (R = 0,047, p = 0,742).

Objective: The aim of this cross sectional study was to find a correlation between serum level of vitamin E and erythrocyte superoxide dismutase (SOD) activity in HIV/AIDS patients.
Material and method: Data collection was conducted at Pokdisus outpatient clinic, RSUPNCM Jakarta, from late February 2013 to March 2013. Subjects were obtained with the consecutive sampling method. A total of 52 subjects had met the study criteria. Data were collected through interviews, medical records, and anthropometry measurements to assess the nutritional status, and through laboratory examination (i.e. serum level of vitamin E and erythrocyte SOD activity).
Results: The majority of the subjects were male (51,9%) with a mean age of 34 ± 4.84 years. Malnutrition occured in 55.8% of the subjects and all subjects (100%) had vitamin E intake that is less than the Indonesian recommended dietary allowance (RDA). In this study, most subjects had already been on ARV therapy (94.2%). Low CD4 cell count was found in 17 subjects (32.7%). Vitamin E deficiency was found in all subjects (100%) with a median value of serum level of vitamin E of 3.84 (1.77 to 7.32) μmol / L, while normal SOD activity was found in 53.8% of the subjects with a mean value of 1,542.1 ± 281.04 U / g Hb.
Conclusion: No significant correlation between serum level of vitamin E and SOD activity was found in this study (r = 0.047, p = 0.742).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>