Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149187 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Novita Sari
"Bangunan peribadatan merupakan ruang sosial yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan berbagai kegiatan sosial, baik secara individu maupun komunal. Pemaknaan ruang ephemeral dapat dilihat melalui kehadiran ruang dalam jangka waktu tertentu selama suatu kegiatan berlangsung, dan akan menghilang setelah mewujudkan fungsi dan tujuan dari individu yang membentuk ruang. Kelenteng merupakan salah satu bangunan peribadatan memiliki ruang-ruang yang disusun atas kepercayaan, nilai dan konsep filosofis kebudayaan Cina, sehingga di dalamnya juga terdapat tingkatan hierarki serta makna. Kajian ini secara khusus akan membahas mengenai tingkatan hierarki ruang pada Vihara Tri Ratna, mulai dari sakral hinggal profan dan juga makna yang terbentuk pada ruang terbuka sebagai area yang aktif digunakan untuk ritual sembahyang individu ataupun komunal. Melalui tahapan pengumpulan sumber data, pengolahan sumber data dengan memasukkan konteks ke dalamnya untuk memperoleh bukti arkeologis, serta interpretasi, penelitian ini bertujuan untuk melihat hierarki ruang pada kelenteng, serta makna ruang yang dapat ditelusuri melalui elemen-elemen pembentuk ruang ephemeral dengan melihat ruang terbuka sebagai frontier and bridge dan juga theatre of action. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa adanya dualitas makna antara frontier and bridges menjadi theatre of action, antara ruang semi-sakral menjadi sakral, pada saat ruang ephemeral terbentuk dan hilang.

Religious building is a social space used for various social activities, individually and communally. The meaning of ephemeral space could be seen through the presence of space in certain period of time during an activity and will disappear after the purpose of the created space has been finished. Chinese temple is one of religious building consist of spaces which are arranged based on the belief, values, and philosophical concept of Chinese culture, and there are also levels of hierarchy and meaning in it. This study will specifically discuss about the level of spacial hierarchy in Vihara Tri Ratna, start from the sacred area to the profane, and the meaning of the temple’s open space which is actively used for individual and communal ritual prayer. Through a series of method consist of data gathering, processing data by applying context in order to be archaeological evidence, and interpretation, this paper aim to see the hierarchy of the Chinese temple’s spaces, as well as the meaning of space which could be traced through the formed element of an ephemeral space by seeing temple’s open space as ‘frontier and bridges’ and ‘the theatre of action’. The results of the study indicate a duality of meaning between frontier and bridges to become the theatre of action, between semi-sacred space to sacred, at a certain point when ephemeral space is appeared and disappeared."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Novita Sari
"Bangunan peribadatan merupakan ruang sosial yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan berbagai kegiatan sosial, baik secara individu maupun komunal. Pemaknaan ruang ephemeral dapat dilihat melalui kehadiran ruang dalam jangka waktu tertentu selama suatu kegiatan berlangsung, dan akan menghilang setelah mewujudkan fungsi dan tujuan dari individu yang membentuk ruang. Kelenteng merupakan salah satu bangunan peribadatan memiliki ruang-ruang yang disusun atas kepercayaan, nilai dan konsep filosofis kebudayaan Cina, sehingga di dalamnya juga terdapat tingkatan hierarki serta makna. Kajian ini secara khusus akan membahas mengenai tingkatan hierarki ruang pada Vihara Tri Ratna, mulai dari sakral hinggal profan dan juga makna yang terbentuk pada ruang terbuka sebagai area yang aktif digunakan untuk ritual sembahyang individu ataupun komunal. Melalui tahapan pengumpulan sumber data, pengolahan sumber data dengan memasukkan konteks ke dalamnya untuk memperoleh bukti arkeologis, serta interpretasi, penelitian ini bertujuan untuk melihat hierarki ruang pada kelenteng, serta makna ruang yang dapat ditelusuri melalui elemen-elemen pembentuk ruang ephemeral dengan melihat ruang terbuka sebagai frontier and bridge dan juga theatre of action. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa adanya dualitas makna antara frontier and bridges menjadi theatre of action, antara ruang semi-sakral menjadi sakral, pada saat ruang ephemeral terbentuk dan hilang.

Religious building is a social space used for various social activities, individually and communally. The meaning of ephemeral space could be seen through the presence of space in certain period of time during an activity and will disappear after the purpose of the created space has been finished. Chinese temple is one of religious building consist of spaces which are arranged based on the belief, values, and philosophical concept of Chinese culture, and there are also levels of hierarchy and meaning in it. This study will specifically discuss about the level of spacial hierarchy in Vihara Tri Ratna, start from the sacred area to the profane, and the meaning of the temple’s open space which is actively used for individual and communal ritual prayer. Through a series of method consist of data gathering, processing data by applying context in order to be archaeological evidence, and interpretation, this paper aim to see the hierarchy of the Chinese temple’s spaces, as well as the meaning of space which could be traced through the formed element of an ephemeral space by seeing temple’s open space as ‘frontier and bridges’ and ‘the theatre of action’. The results of the study indicate a duality of meaning between frontier and bridges to become the theatre of action, between semi-sacred space to sacred, at a certain point when ephemeral space is appeared and disappeared."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dilla Andriani Parmita
" ABSTRAK
Kelenteng merupakan salah satu bangunan keagamaan yang sering menjadi obyek penelitian arkeologi. Kelenteng dibangun dengan menerapkan aspek-aspek yang ada pada arsitektur tradisional Cina, Ilmu fengshui dan ornamen. Penelitian ini membahas mengenai penerapan arsitektur tradisional Cina, ilmu fengshui, dan ornamen pada Kelenteng Dewi Welas Asih di Cirebon. Penelitian ini menggunakan tahapan metode arkeologi, yaitu observasi, pengolahan data, dan intepretasi. Pada tahap pengolahan data digunakan analisis bentuk dan analisis khusus. Hasil dari penelitian ini adalah Kelenteng Dewi Welas Asih hampir menerapkan seluruh aspek yang ada pada arsitektur tradisional Cina, namun tidak sepenuhnya menerapkan aspek yang ada pada ilmu fengshui. Diketahui juga bahwa terdapat empat tipe ornamen yang dapat diidentifikasi pada kelenteng, yaitu fauna, flora, manusia, dan benda buatan manusia.

ABSTRACT
Chinese temple is one of the religious buildings that often become the object of archaeological research. Chinese temple was built by applying Chinese traditional architecture, fengshui, and ornament. This research is talking about the applying of those three aspects in Dewi Welas Asih Temple in Cirebon. This research used three stages of archaeological method, which are observation, data processing, and interpretation. In data processing stage, the collected data then analyzed by form analysis and specific analysis. The results of this research are Dewi Welas Asih Temple almost applied every aspect in Chinese traditional architecture. However, this temple only applied several aspects in fengshui. Dewi Welas Asih Temple also has four types of ornaments that can be identified, those are fauna, flora, human and man-made objects.
"
2016
S61762
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Haryanto Sapto Nugroho
"Karya tulis ini mengkaji bentuk arsitektur candi-candi perwara yang merupakan bagian dari arsitektur kompleks candi-candi Buddha di Jawa Tengah yang didirikan pada abad VIII - IX Masehi. Adapun data yang digunakan adalah candi perwara Candi Lumbung, Sewu dan Plaosan Lor. Penelitian ini dilakukan guna mengoreksi hasil penelitian dari para peneliti sebelumnya. Dalam penelitian ini dilakukan pendeskripsian bentuk arsitektur candi-candi perwara di Candi Lumbung, Sewu dan Plaosan. Setelah dilakukan pendeskripsian diungkapkanlah perbedaan dan persamaan bentuk arsitektur pada keempat candi Buddha tersebut. Dari perbedaan dan persamaan bentuk tersebut tampaklah keragaman bentuk dari candi-candi perwara candi Buddha di Jawa Tengah. Pada tahap pengolahan data digunakan serangkaian metode arkeologi berupa pengumpulan data baik literatur, gambar, peta maupun foto, dilanjutkan dengan pengumpulan data kembali ke lapangan. Pada pengumpulan data di lapangan dilakukanlah pengamatan secara detail terhadap data utama. Agar didapatkan hasil perbandingan yang akurat, masing-masing obyek yang diteliti, terlebih dahulu dibagi ke dalam komponen-komponen unit observasi. Setelah data lapangan terkumpul, langkah berikutnya adalah pengolahan data berupa analisa data dengan memperbandingkan tiap komponen unit observasi. Sebagai langkah akhir dilakukanlah penginterpretasian semua hasil analisa terhadap data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing candi perwara memiliki ciri-ciri yang dapat membedakan satu dengan yang lainnya sekalipun itu berada dalam satu kompleks yang sama. Namun dari beberapa atribut yang dimiliki oleh semua candi perwara tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya berdenah bujur sangkar dengan arah hadap menyesuaikan dengan susunan deretnya. Hal menarik yang terdapat pads hasil akhir dan penelitian ini adalah di candi perwara Plaosan Lor ada bentuk kepala kala di dinding luar tubuh memiliki dagu (rahang bawah) dan bercakar, seperti halnya bentuk kala gaya Jawa Timur. Hal menarik lainnya adalah ditemukannya bentuk lapik arca di candi perwara Sewu deret l no. 20, diduga bentuk arca yang pemah mendiami bilik candi tersebut terbuat dari bahan perunggu (Kusen dick 1993: 51-2). Jadi candi perwara pun tenyata berhak untuk ditempati oleh arca berbahan perunggu. Secara keseluruhan penelitian ini menyumbangkan sedikit inforrnasi yang bersifat mengoreksi terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Hotma Linda Abigail
"Klenteng, sebagai suatu tempat ibadah tentunya mewakili kebudayaan masyarakat pendukungnya. Akan tetapi klenteng Da Bo Gong, klenteng yang menjadi bahan penelitian pada penulisan skripsi ini memiliki dua karakteristik kebudayaan di dalamnya. Pada klenteng ini terdapat makam Islam yang dianggap keramat oleh penduduk dan diziarahi baik oleh orang-_orang Cina maupun penduduk pribumi. Sebagai satu-satunya klenteng yang memiliki 'percampuran' seperti itu di Jakarta, menjadikan klenteng ini memiliki keunikan tersendiri untuk diteliti lebih lanjut.
Dengan demikian muncul pertanyaan penelitian apakah gambaran umum arsitektural yang biasa terdapat pada klenteng-klenteng terlihat juga dalam pembangunan klenteng ini. Hal tersebutlah yang merupakan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini ialah memperbandingkan gambaran umum arsitektural yang biasa diterapkan di klenteng-klenteng dengan yang terlihat pada klenteng Da Bo Gong; menelusuri sejauh mana gambaran umum itu diterapkan pada klenteng Da Bo Gong, dan mengamati bagian-bagian bangunan klenteng yang masih menerapkan gambaran umum gaya arsitektur tersebut.
Langkah kerja pertama dari penelitian ini ialah dengan melakukan studi pustaka. Penulis mengumpulkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai arsitektur bangunan klenteng. Dan hasil penelitian tersebut terlihat beberapa kesamaan gaya arsitektur yang diterapkan pada klenteng-klenteng dan juga aturan umum geomansi yang kerap kali diterapkan pada klenteng. Penulis merangkum gambaran umum arsitektur klenteng dan aturan geomansi tersebut yang dijadikan pedoman untuk melihat apakah gambaran umum tersebut terlihat juga pada bangunan klenteng Da Bo Gong. Setelah itu dilakukan studi lapangan dengan mengamati langsung objek penelitian. Penelitian dibatasi hanya pada bangunan utama pemujaan dan ruang keramat, yaitu ruang dimana terdapat makam Islam tersebut. Pembatasan dilakukan dengan alasan karena pada masa-masa kemudian didirikan bangunan-bangunan tambahan yang tidak terlalu berhubungan dengan penelitian ini. Pada tahap ini dilakukan deskripsi mulai dari kaki, tubuh, dan atap. Setiap bagian tadi diamati bagaimana komponen arsitekturalnya, komponen ornamental, komponen ruang yang merupakan isi dari ruan atau bagian tersebut. Perekaman data dilakukan dengan pengukuran, penggambaran dan pengambilan foto. Setelah itu penulis menganalisa data dengan melakukan perbandingan. Hasil yang telah diperoleh melalui studi pustaka kemudian diperbandingkan dengan hasil yang diperoleh dari studi lapangan untuk melihat seberapa besar gambaran arsitektural klenteng dan geomansi yang diterapkan. Untuk memudahkan analisa, perbandingan dilakukan dengan menggunakan tabulasi yang pada akhirnya melihat persentase gambaran umum yang diterapkan dengan yang tidak.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S12000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derion Yesaya
"Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kemajemukannya. Salah satu unsur dari kemajemukan tersebut adalah keberagaman etnis dan suku bangsanya. Salah satu dari sekian banyak etnis dan suku bangsa yang ada di Indonesia adalah etnis Tionghoa yang merupakan keturunan nenek moyang rakyat Cina asli yang menetap di Indonesia. Menetapnya nenek moyang etnis Tionghoa menyebabkan terjadinya proses akulturasi. Salah satu produk akulturasi tersebut adalah kelenteng yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Banyaknya suku dari etnis Tionghoa yang ada di Indonesia, seperti suku Hokkian, Hakka, Kanton, dan suku-suku lainnya, serta daerah penetapan yang tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia, menyebabkan terjadinya keberagaman proses akulturasi yang menghasilkan produk akulturasi yang berbeda-beda juga. Dalam konteks Tugas Akhir ini, produk akulturasinya adalah kelenteng, yang selain jumlahnya sangat banyak di Indonesia, ragam atau variasinya juga sangat banyak. Pada Tugas Akhir ini, yang penulis teliti adalah kelenteng Bio Kanti Sara Tangerang Selatan, yang merupakan kelenteng tertua di Tangerang Selatan dan memiliki tuan rumah dewa Kwan Kong. Masalah yang diteliti adalah bagaimana penempatan altar dewa-dewi dibuat dengan metode tertentu demi mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh pembuat ataupun pengurus kelenteng. Metode penelitiannya kualitatif dan pengumpulan sumber informasi dilakukan melalui wawancara, studi pustaka, dan juga online browsing. Hasil yang ingin didapatkan adalah makna penempatan altar dewa-dewi pada kelenteng Bio Kanti Sara, Tangerang Selatan.

Indonesia is a country that is well known for its diversity. One of the elements of this pluralism is the diversity of ethnic groups. One of the many ethnic groups in Indonesia is the Chinese who are descended from the ancestors of the original Chinese people who had settled in Indonesia. The settling of the Chinese ancestors led to the process of acculturation. One of the acculturation products is temple, in which there are so many of them built in Indonesia. The large number of Chinese ethnic groups in Indonesia, such as the Hokkien, Hakka, Cantonese, and other tribes, as well as settling areas that are spread from the western tip to the eastern tip of Indonesia, have resulted in a diversity of acculturation processes that produce different acculturation products. Also, in the context of this Final Project, the product of acculturation is temple, which apart from being very numerous in Indonesia, have a great variety or variations. In this Final Project, what the writer researches is the Bio Kanti Sara temple, South Tangerang, which is the oldest temple in South Tangerang and has the god Kwan Kong as its host. The problem under study is how the placement of the altar of the gods is made with certain methods in order to achieve the goals that the maker or caretaker of the temple wants to achieve. The research method is qualitative and information sources are collected through interviews, literature studies, and online browsing. The result to be obtained is the meaning of the placement of the altar of the gods in the Bio Kanti Sara temple, South Tangerang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Fajar Baruvi
"Penelitian ini membahas mengenai bentuk arsitektur pagar halaman I di Percandian Prambanan, Percandian Sewu dan Percandian Plaosan Lor, Jawa Tengah. tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi perbedaan ataupun persamaan antara pagar halaman I di ketiga percandian yang menjadi fokus penelitian ini dan ketentuannya dengan yang terdapat dalam naskah. Unit analisis yang digunakan dalam mengamati arsitektur pagar halaman I adalah bentuk pagar halaman I, komponen-komponen yang terdapat di pagar halaman I, keadaan pagar halaman I dan ragam hias yang dipahatkan di pagar halaman I ataupun dipahatkan pada komponen-komponen lain yang terdapat di pagar halaman I. Melalui metode deskripsi dan komparatif, maka hasil dapat diperoleh secara rinci. Pembuatan pagar halaman I di ketiga pagar di Percandian Prambanan, Percandian Sewu dan Percandian Sewu dan Percandian Plaosan Lor memang dibuat untuk menunjang lingkungan percandian dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam naskah, namun terdapat perbedaan antara ketiga candi karena pertimbangan bentuk geografis tempat candi induk didirikan, faktor seniman dan faktor-faktor lain.

This thesis discuss about the architectural form of fence that is located at courtyard I Prambanan temple, Sewu temple, and Plaosan Lor temple, in Central Java. The purpose of this thesis is to identify the differences and similarities between the fences of those three temple that are the main focus in this thesis and with the provisions contained in the script. The unit of analysis used to observe the architecture of fence at courtyard I, the components on courtyard I fence, the condition of fence at courtyard I and ornaments carved on courtyard I fence or carved on the components on courtyard I fence.
This thesis uses two methods, descriptive and comparative. The fences at those three temple are built and designed to support the environment at each temple. Those fences also built and designed in accordance with the provisions contained in the script. But there are differences between those three temple because of the geographical situation, artist, etc.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Ratih
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leony Indriyani
"Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam pembentukannya, rumah dipengaruhi oleh berbagai hal. Baik itu dari segi fisik seperti iklim dan tapak maupun dari segi non Hsik seperti kepercayaan dan budaya. Di masa Iampau, kebudayaan pernah menjadi kekuatan yang luar biasa dalam mengatur masyarakat. Akibatnya hasil karya manusia yang berkebudayaan itu pun memiliki hubungan yang begitu erat dengan kebudayaan itu sendiri, termasuk di dalamnya arsitektur.
Hubungan yang erat pada masa-masa pra industri itu kini tergoncang dengan adanya serangan dari banyak pihak Iuar, baik dari perubahan alam, maupun masuknya kebudayaan-kebudayaan asing dengan nilai-nilai barunya yang mengakibatkan munculnya kebutuhan-kebutuhan baru yang harus dipenuhi oleh 'rumah'. Pada masa ini, budaya bekerja sama dengan faktor-faktor luar tersebut membentuk arsitektur 'rumah' yang baru."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48604
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalina Hasyyati
"Skripsi ini membahas ornamen hewan yang digambarkan pada bangunan suci klenteng abad XVIII-XIX di Kawasan Pecinan Semarag, dengan fokus pada kajian bentuk, persebaran, dan maknanya. Di dalam kebudayaan masyarakat Cina, hewan dianggap sebagai salah satu unsur yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, unsur hewan menjadi hal yang wajib dihadiri pada bangunan suci klenteng dalam bentuk ornamen. Ornamen sebagai salah satu karya seni manusia dianggap sebagai bentuk penerapan doa dan harapan, sehingga sebagian besar bangunan suci memilikinya dengan makna tersendiri. Selain itu juga dijelaskan persebaran penggunaan ornamen hewan pada klenteng yang terletak di satu kawasan.

The writing describes the animal ornaments in the Chinese temples on the 18th-19th century in Semarang chinatown area, which are take shape, spread and the meaning as the subject. Animals are one of the very close elements to the human life in the Chinese culture. In this reason, there should be ornaments of the animal elements in the holy Chinese temples. Ornament is one of the human art as the symbol of praying and hope, which makes its own meaning for most of the holy places that has it in the building. It is also explained the spread of the animal elements in the temples in one location.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>