Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152263 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Satria Persada
"Perkembangan Artificial Intelligence (AI) sudah berkembang pesat. Dari ketiga arah pengembangan AI yakni computer vision, speech processing dan natural language processing. Speech processing memiliki tren paling rendah di antara ketiga pengembangan tersebut. Meskipun begitu pengembangan di bidang speech processing seperti speech recognition dan keyword spotting sudah banyak di implementasikan seperti model keyword spotting menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) di microcontroller, mobile device dan perangkat lainnya. Namun CNN saja belum tentu menghasilkan akurasi yang tinggi maka dicoba Depthwise Separable Convolutional Neural Network (DSCNN) untuk mendapatkan hasil dengan akurasi yang lebih tinggi. Pengembangan model keyword spotting belum banyak diimplementasikan di edge device lainnya, yang dimaksud dengan edge device yaitu perangkat sederhana di sisi pengguna yang kemampuan komputasinya terbatas. Dengan menggunakan DSCNN menunjukkan nilai F1 score yang dibandingkan dengan model CNN. Model DSCNN menghasilkan model dengan nilai F1 score paling optimal dengan 4 layer konvolusi depthwise separable, menggunakan filter konvolusi sebanyak 256 dengan jumlah filter konvolusi depthwise 512 menggunakan optimizer RMSprop dan menggunakan batch size berukuran 126. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa secara umum DSCNN menghasilkan F1 score yang lebih baik dibandingkan CNN yaitu sebesar 31,8% dengan CNN sebesar 28,35%. Namun DSCNN menggunakan sumber daya yang lebih banyak dan lebih lama waktu responsnya.

The development of Artificial Intelligence (AI) has grown rapidly. Of the three directions of AI development, namely computer vision, speech processing, and natural language processing. Speech processing has the lowest trend among the three developments. However, many developments in speech processing such as speech recognition and keyword spotting have been implemented, such as the keyword spotting model using the Convolutional Neural Network (CNN) in microcontrollers, mobile devices, and other devices. However, CNN alone does not necessarily produce high accuracy, so a Depthwise Separable Convolutional Neural Network (DSCNN) is used to get results with higher accuracy. The development of the keyword spotting model has not been widely implemented in other edge devices, which is meant by edge devices, namely simple devices on the user's side with limited computing capabilities. Using DSCNN shows the F1 score which is compared with the CNN model. The DSCNN model produces a model with the most optimal F1 score with 4 layers of convolution depthwise separable, using a convolution filter of 256 with a convolution depthwise filter of 512 using the RMSprop optimizer and using a batch size of 126. From the test results, in general DSCNN produces F1 score which is better than CNN, which is 31,8% with CNN at 28,35%. However, DSCNN uses more resources and a longer response time."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anandwi Ghurran Muhajjalin Arreto
"Artificial Intelligence (AI) telah berkembang sangat pesat sehingga sudah sering terlihat dan digunakan secara umum oleh masyarakat. Salah satu jenis AI yang sering digunakan adalah speech recognition terutama keyword spotting yang disebabkan karena pandemi COVID-19. Implementasi keyword spotting dapat diterapkan pada lift sebagai sistem navigasi agar para pengguna lift tidak perlu melakukan kontak pada tombol, melainkan dapat menggerakkan lift hanya dengan mengucapkan lantai yang dituju. Metode untuk melakukan implementasi keyword spotting pada sistem lift dapat dilakukan dengan banyak metode, namun pada skripsi ini, metode yang diujikan adalah CNN (Convolutional Neural Network) dan MHAtt RNN (Multihead Attention Recurrent Neural Network). Penelitian yang dilakukan memiliki batasan untuk setiap metode agar dapat melakukan klasifikasi enam keyword dan melihat performa kedua metode dalam berbagai skenario yang dapat terjadi dalam lift. Dalam pembentukan model dari MHAtt RNN, dapat diketahui bahwa model memiliki performa terbaik ketika dibentuk dengan jumlah head untuk attention sebesar 8 dan LSTM dengan jumlah unit sebanyak 32. Pelatihan pada model dilakukan menggunakan optimizer Adam dengan learning rate sebesar 0.001 dan decay 0.005 agar pelatihan dapat menghasilkan model yang paling baik. Setelah melakukan pengujian pada berbagai skenario yang dapat terjadi di dalam sebuah lift, didapatkan hasil bahwa secara keseluruhan model CNN memiliki performa yang lebih baik dibandingkan model MHAtt RNN karena memiliki nilai F1-score dan precision yang lebih tinggi.

Artificial Intelligence (AI) has grown so rapidly that it has often been seen and used in general by the public. One type of AI that is often used is speech recognition, especially keyword spotting caused by the COVID-19 pandemic. The implementation of keyword spotting can be applied to elevators as a navigation system so that elevator users do not need to make contact with buttons but can move the elevator just by saying the intended floor. There are many methods to implement keyword spotting in elevator systems, but in this thesis, the methods tested are CNN (Convolutional Neural Network) and MHAtt RNN (Multihead Attention Recurrent Neural Network). The research conducted has limitations for each method in order to be able to classify six keywords and see the performance of both methods in various scenarios that can occur in an elevator. In forming the model from MHAtt RNN, it can be seen that the model has the best performance when it is formed with the number of heads for attention of 8 and the LSTM with the number of units of 32. The training on the model is carried out using the Adam optimizer with a learning rate of 0.001 and a decay of 0.005 so that the training can produce the best models. After testing on various scenarios that can occur in an elevator, the results show that the CNN model overall has better performance than the MHAtt RNN model because it has a higher F1-score and precision."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Ihsanto
"Terkait klasifikasi detak elektrokardiogram (EKG), telah dikembangkan banyak algoritma, baik yang terkait dengan biomedik, maupun biometrik. Karena sifat non-stasioner dari sinyal EKG, agak sulit untuk menggunakan metode tradisional yang dioptimasi secara manual, misalnya ekstraksi fitur dan klasifikasi yang berbasis waktu. Hal ini membuka peluang untuk implementasi mesin cerdas. 
Penelitian ini menyajikan metode baru, yaitu Residual Depthwise Separable Convolutional Neural Network (RDS-CNN) untuk klasifikasi detak elektrokardiogram, baik yang terkait dengan biomedik, maupun biometrik. Dengan menggunakan metode ini, hanya diperlukan dua tahap proses saja, yaitu deteksi detak dan klasifikasi. Pemrosesan awal dilakukan bersamaan dengan deteksi detak, sedangkan ekstraksi fitur dilakukan sekaligus dengan klasifikasi. Selain itu, untuk meminimalkan beban komputasi dan tetap menjaga kualitas klasifikasi, beberapa teknik telah diterapkan, antara lain Residual Network, All Convolutional Network (ACN), Depthwise Separable Convolution (DSC), dan Batch Normalization (BN). Kinerja RDS-CNN ini telah dievaluasi menggunakan database aritmia Massachusetts Institute of Technology - Beth Israel Hospital (MIT-BIH) dan database ECG-ID. 
Untuk implementasi biomedik, dalam fase pelatihan model Depthwise Separable CNN ini, digunakan sekitar 22% dari 110.057 detak yang diekstraksi dari 48 file dalam database MIT-BIH. Dengan hanya menggunakan 22% data latih ini, algoritma yang kami usulkan dapat mengklasifikasi 78% detak lainnya menjadi 16 kelas. Adapun, sensitifitas, spesifisitas, prediksi positif dan akurasi masing-masing adalah 99,03%, 99,94%, 99,03%, dan 99,88%. Hasil klasifikasi biomedik ini menunjukkan bahwa metode yang disajikan ini mengungguli metode terdepan lainnya. 
Sedangkan untuk implementasi biometrik, model RDS-CNN telah terbukti dapat digunakan untuk otentifikasi identitas EKG (ID) 90 orang sehat dan 48 pasien dengan akurasi hingga 100%, melalui klasifikasi 8 detak otentifikasi untuk ID 90 orang sehat, dan 6 detak otentifikasi untuk ID 48 pasien. Hasil otentifikasi biometrik ini juga mengungguli metode terdepan lainnya yang menggunakan database yang sama.

Regarding the classification of electrocardiogram (ECG) beats, many algorithms have been developed, both related to biomedical, and biometrics. Due to the non-stationary nature of ECG signals, it is complicated to use traditional methods that are manually optimized, for example, time-based feature extraction and classification. This computation problem opens up opportunities for machine learning implementation.
This research proposes a new method, namely Residual Depthwise Separable Convolutional Neural Network (RDS-CNN) for the classification of ECG beats, both related to biomedical, and biometrics. By using this method, only two stages of the process are needed, namely beat detection and classification. Preprocessing is done simultaneously within beat detection, while feature extraction is done simultaneously within the classification stage. Also, to minimize computational cost and to maintain classification quality, several techniques have been applied, including Residual Networks, All Convolutional Networks (ACN), Depthwise Separable Convolution (DSC), and Batch Normalization (BN). The performance of the RDS-CNN has been evaluated using the Massachusetts Institute of Technology - Beth Israel Hospital (MIT-BIH) arrhythmia database and the ECG-ID database.
For biomedical implementation, 110,057 beats were extracted from 48 files in the MIT-BIH database. And approximately 22% of them used for latih the Depthwise Separable CNN model. With only 22% of this latih data, our algorithm can classify 78% of the rest ECG beats into 16 classes. Meanwhile, sensitivity, specificity, positive prediction, and accuracy are 99.03%, 99.94%, 99.03%, and 99.88%, respectively. The results of this biomedical classification show that this proposed method outperforms the other state-of-the-art methods.
As for the biometric implementation, the RDS-CNN model has been proven to be able to authenticate ECG ID of 90 healthy people and 48 patients with up to 100% accuracy, through the classification of eight authentication beats for ID 90 healthy people, and six authentication beats for ID 48 patient. The results of this biometric authentication also outperform other state-of-the-art methods that use the same database.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taqiyuddin
"Penggunaan analisis sentimen semakin umum digunakan. Dalam pengembangan analisis sentimen ini banyak tantangan yang perlu dihadapi. Karena analisis ini termasuk Natural Language Processing NLP, hal yang perlu dimengerti adalah kompleksitas bahasa. Dengan berkembangnya teknologi Artificial Neural Network, ANN semakin banyak permasalahan yang bisa diselesaikan.
Ada banyak contoh struktur ANN dan untuk penelitian ini yang digunakan adalah Convolutional Neural Network CNN dan Recurrent Neural Network RNN. Kedua jenis ANN tersebut sudah menunjukkan performa yang baik untuk beberapa tugas NLP. Maka akan dilakukan analisis sentimen dengan menggunakan kedua jenis ANN tersebut dan dibandingkan kedua performa ANN tersebut. Untuk data yang akan digunakan diambil dari publikasi stanford dan untuk mengubah data tersebut bisa digunakan pada ANN digunakan word2vec.
Hasil dari analisis menunjukkan bahwa RNN menunjukkan hasil yang lebih baik dari CNN. Walaupun akurasi tidak terlalu terlihat perbedaan yaitu pada RNN yang mencapai 88.35 0.07 dan CNN 87.11 0.50, tetapi waktu pelatihan RNN hanya membutuhkan waktu 8.256 detik sedangkan CNN membutuhkan waktu 544.366 detik.

Term of sentiment analysis become popular lately. There are many challenges developing sentiment analysis that need to be addressed. Because this kind analysis is including Natural Language Processing, the thing need to understand is the complexity of the language. With the current development of Artificial Neural Network ANN, more problems can be solved.
There are many type of ANN and for this research Convolutional Neural Network CNN and Recurrent Neural Network will be used. Both already showing great result for several NLP tasks. Data taken from stanford publication and transform it with word2vec so could be used for ANN.
The result shows that RNN is better than CNN. Even the difference of accuracy is not significant with 88.35 0.07 for RNN and 87.11 0.50 for CNN, the training time for RNN only need 8.256 secods while CNN need 544.366 seconds.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Dhafin Rukmanda
"ABSTRAK
PATCHY-SAN adalah sebuah framework untuk sembarang graf yang diajukan oleh Niepert pada tahun 2016. Pada penelitian ini diajukan modifikasi arsitektur dari convolutional neural network CNNs pada PATCHY-SAN menggunakan beberapa representasi dari graf seperti B^i,L^i,N^i dengan B,L,N, berturut-turut adalah matriks betweeness, matriks Laplacian and matriks normalisasi Laplacian dengan i=1,2,3,4,5. Dilakukan beberapa percobaan dari model CNNs dengan 3 layer dan 2 layer. Penelitian ini menggunakan dropout atau batch normalization untuk mengurangi permasalahan internal covariate shift sebagai regularisasi. Berdasarkan percobaan tersebut disimpulkan, penambahan layer, penggunaan dropout dan batch normalization dapat meningkatkan dan juga menurunkan prediksi akurasi, hal ini tergantung dari dataset dan arsitektur CNNs. Representasi graf yang digunakan dalam penelitian ini masih belum bagus untuk membuat PATCHY-SAN learning, karena peningkatan akurasi hanya sebesar - 9 dari benchmark 50 .

ABSTRACT
PATCHY SAN is a framework for learning Convolutional Neural Network CNNs for arbitrary graph proposed by Niepert in 2016. In this paper we propose to modified architecture of Convolutional Neural Network in PATCHY SAN by using some representation of graph such as B i,L i,N i, with B, L, N, is betweeness matrix, Laplacian matrix and normalize Laplacian matrix with i 1,2,3,4,5. We do some experiment of model with 3 convolutional layer and 2 convolutional layer. This research use dropout and batch normalization to reduce internal covariate shift problem as regularizer. In conclusion adding more convolution layer, and use dropout and batch normalization can increase and reduce accuracy, it depend on the architecture of CNNs. Graph representation used in this research still not good to make PATCHY SAN learning, because the accuration increase by 9 from benchmark 50 ."
2017
S70160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Rofi Laeli
"Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit menular yang sebagian besar menyerang paru-paru manusia. Penularan penyakit ini terjadi ketika pasien tuberkulosis paru mengeluarkan percikan dahak yang mengandung kuman tuberkulosis ke udara. Penularannya yang mudah menjadikan tuberkulosis sebagai masalah kesehatan masyarakat, baik di Indonesia maupun internasional. Deteksi dini tuberkulosis paru dapat mencegah penularan serta menyembuhkan pasien. Namun, adanya pandemi COVID-19 saat ini dapat menurunkan angka kasus tuberkulosis yang berhasil terdeteksi. Hal ini menunjukkan perlu adanya kemajuan dalam metode pendeteksian penyakit tuberkulosis paru. Kini, perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan untuk membantu bidang kesehatan, salah satunya dengan machine learning. Machine learning dapat digunakan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit berdasarkan data citra. Dalam penelitian ini, model machine learning, Convolutional Neural Network-Random Forest (CNN-Random Forest) dan Convolutional Neural Network-XGBoost (CNN-XGBoost), diimplementasikan untuk mendeteksi tuberkulosis paru berdasarkan citra radiografi toraks. Selanjutnya, kedua model tersebut dievaluasi dan dibandingkan kinerjanya berdasarkan nilai akurasi dan nilai luas wilayah di bawah kurva ROC, atau biasa disebut dengan area under the curve (AUC). Data yang digunakan sebanyak 6000 yang terdiri dari 3000 citra radiografi toraks tuberkulosis paru dan 3000 citra radiografi toraks normal. Berdasarkan hasil yang diperoleh, model CNN-Random Forest dan CNN-XGBoost memberikan kinerja yang baik dan dapat diterapkan untuk mendeteksi tuberkulosis paru, dimana CNN digunakan untuk mengekstraksi fitur pada citra, kemudian hasil ekstraksi fitur tersebut menjadi input bagi pengklasifikasi Random Forest dan XGBoost. Evaluasi kinerja berdasarkan rata-rata nilai akurasi dan rata-rata nilai AUC pada model CNN-Random Forest memberikan hasil terbaik masing-masing sebesar 98.667% dan 99.933%, sementara pada model CNN-XGBoost memberikan hasil terbaik masing-masing sebesar 98.367% dan 99.866%. Kemudian berdasarkan perbandingan kinerja yang dilakukan, model CNN-Random Forest memberikan kinerja yang lebih baik dalam mendeteksi tuberkulosis paru dibandingkan dengan model CNN-XGBoost.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease that in most cases attacks the human lungs. Transmission of this disease occurs when a patient with pulmonary tuberculosis expels phlegm containing tuberculosis germs into the air. Its easy transmission makes tuberculosis a public health problem, both in Indonesia and internationally. Early detection of pulmonary tuberculosis can prevent transmission and cure patients. However, the current COVID-19 pandemic can reduce the number of successfully detected tuberculosis cases. This shows the need for progress in the detection method of pulmonary tuberculosis. Now, technological developments can be used to help the health sector, one of which is machine learning. Machine learning can be used to detect the presence of a disease based on image data. In this study, machine learning models, Convolutional Neural Network-Random Forest (CNN-Random Forest) and Convolutional Neural Network-XGBoost (CNN-XGBoost), were implemented to detect pulmonary tuberculosis based on thorax radiography images. Furthermore, the performances of the two models were evaluated and compared based on the values of accuracy and area under the ROC curve, or commonly called the area under the curve (AUC). The data used were 6000 consisting of 3000 thorax radiography images of pulmonary tuberculosis and 3000 normal thorax radiography images. Based on the results obtained, the CNN-Random Forest and CNN-XGBoost models provided good performances and can be applied to detect pulmonary tuberculosis, where CNN was used to extract features in the image, then the results of the feature extraction became input for the Random Forest and XGBoost classifiers. Performance evaluation based on the average values of accuracy and AUC in the CNN-Random Forest model gave the best results of 98.667% and 99.933%, respectively, while the CNN-XGBoost model gave the best results of 98.367% and 99.866, respectively. Then based on the performance comparison, the CNN-Random Forest model provided a better performance in detecting pulmonary tuberculosis compared to the CNN-XGBoost model."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chelvian Aroef
"ABSTRAK
Pada era modern ini, semakin banyak jenis penyakit yang baru dengan gejala yang berbeda beda juga. Teknologi dituntut bisa memainkan peran untuk membantu penelitian pada bidang kesehatan. Stroke merupakan salah satu penyakit yang memiliki angka kematian tertinggi di dunia. Stroke terjadi karena terganggunya pasokan darah menuju otak sehingga otak mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke bisa dibagi menjadi berdasarkan bagaimana stroke terjadi, stroke hemoragik dan stroke iskemik. Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah yang menuju otak, sedangkan stroke iskemik terjadi karena terjadinya penyumbatan yang mengganggu pasokan darah ke otak. Jika penyumbatan terjadi pada daerah otak, maka disebut infark serebri. Dalam studi ini digunakan metode Convolutional Neural Network untuk mengklasifikasikan data gambar infark serebri yang nantinya akan dibandingkan dengan metode Neural Network. Didapatkan dari hasil performa metode Convolutional Neural Network lebih baik jika dibandingkan dengan metode Neural Network untuk pengklasifikasian data gambar infark serebri."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasbullah
"Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ada sekitar 70 juta perokok aktif di Indonesia. Apabila dihitung dari populasi penduduk Indonesia ada 28,62% penduduk yang merokok di tahun 2023 dan persentase ini meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 0,36%. Perilaku merokok ini menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit paru-paru kronis, kerusakan gigi, penyakit mulut, stroke, serangan jantung, kanker rahim, gangguan mata, dan kerusakan pada rambut. Untuk menekan jumlah perokok di Indonesia, diperlukan sistem untuk deteksi perokok. Deteksi perokok saat ini memakan biaya yang mahal, bantuan ahli, dan sistem yang kompleks. Oleh karena itu, deep learning dengan algoritma Convolutional Neural Network hadir sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Skripsi ini membahas bagaimana merancang sistem deep learning dengan Convolutional Neural Network (CNN) untuk keperluan deteksi wajah perokok. Skripsi ini juga membahas bagaimana pengaruh berbagai skenario jumlah data pelatihan dan data pengujian serta penambahan ekstraksi fitur wajah terhadap metrik evaluasi . Hasil dari rancangan dievaluasi dengan metrik evaluasi kalkulasi loss function, akurasi, dan F1 score. Hasil simulasi menunjukan skenario data pelatihan 70% dan data pengujian 30% adalah skenario terbaik dengan nilai metrik evaluasi pengujian pada skenario ini sebesar 2.236 untuk loss, 54.5% untuk akurasi, dan 34.9% untuk F1 score. Skenario ini diimprovisasi dengan adanya penambahan ekstraksi fitur perokok pada awal preprocessing yang ditandai dari penurunan loss sebesar 65.65%, peningkatan akurasi sebesar 19%, dan peningkatan F1 score sebesar 24.08%.

The 2023 Indonesian Health Survey (SKI) conducted by the Ministry of Health (Kemenkes) reported that there are approximately 70 million active smokers in Indonesia. This accounts for 28.62% of the Indonesian population in 2023, representing a 0.36% increase from the previous year. Smoking behavior leads to various diseases such as chronic lung disease, tooth damage, oral diseases, stroke, heart attacks, uterine cancer, eye disorders, and hair damage. To reduce the number of smokers in Indonesia, a smoker detection system is necessary. Current smoker detection methods are expensive, require expert assistance, and involve complex systems. Therefore, deep learning with Convolutional Neural Network (CNN) algorithms presents a solution to address these issues. This thesis discusses how to design a deep learning system using Convolutional Neural Networks (CNN) for smoker face detection. It also examines the impact of different training and testing data scenarios and the addition of facial feature extraction on evaluation metrics. The designed system is evaluated using metrics such as loss function calculation, accuracy, and F1 score. The simulation results show that a scenario with 70% training data and 30% testing data is the best scenario, yielding evaluation metric values of 2.236 for loss, 54.5% for accuracy, and 34.9% for F1 score. This scenario was improved with the addition of smoker feature extraction in the preprocessing stage, resulting in a 65.65% reduction in loss, a 19% increase in accuracy, and a 24.08% increase in F1 score."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhry Arief Fabian
"Tanaman karet berperan sebagai komoditas penting di Indonesia karena menghasilkan karet alami yang memiliki banyak manfaat dan mampu bersaing di pasar internasional. Namun, sejak tahun 2017, produksi karet mengalami hambatan karena timbul serangan penyakit gugur daun baru yang berbeda dari penyakit terdahulu. Penyakit tersebut dapat menyebabkan gugur daun hingga 90% dan penurunan produksi lateks hingga 45%. Setelah ditelusuri, penyakit gugur daun baru ini disebabkan oleh patogen Pestalotiopsis sp. dan diberi nama penyakit gugur daun Pestalotiopsis. Sebagai penyakit baru, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memonitor laju pertumbuhan penyakit ini. Salah satu penelitian ini adalah melakukan klasifikasi indeks atau level keparahan penyakit gugur daun Pestalotiopsis. Keparahan penyakit ini dapat dikelompokkan berdasarkan perubahan warna daun dan lesi khas yang timbul pada permukaan daun tanaman karet. Pada penelitian sebelumnya, pengukuran intensitas keparahan dilakukan dengan observasi secara langsung bercak gejala yang muncul pada daun atau pohon dalam jangka waktu tertentu. Pengamatan secara konvensional ini memerlukan tenaga yang banyak dan waktu yang cukup lama. Diperlukan suatu metode yang mampu melakukan klasifikasi level keparahan ini secara tepat dan cepat terhadap sampel daun yang berjumlah banyak. Saat ini, implementasi Artificial Intelligence (AI) melalui algoritma machine learning dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan seperti klasifikasi multikelas secara otomatis dan efisien. Penelitian ini memanfaatkan salah satu teknik machine learning, yaitu artificial neural network berupa deep learning dengan arsitektur convolutional neural network (CNN). Dengan mempertimbangkan penelitian sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan sebuah pengembangan dari CNN, yaitu arsitektur DenseNet121 sebagai metode untuk melakukan klasifikasi level keparahan penyakit gugur daun Pestalotiopsis menggunakan data citra daun karet. Klasifikasi level keparahan dibagi menjadi lima kelas, yaitu Level 0 (daun sehat atau tidak terinfeksi penyakit gugur daun Pestalotiopsis) dan Level 1-4 (menunjukkan tingkat keparahan penyakit gugur daun Pestalotiopsis). Pada Penelitian ini, digunakan 257 data citra daun karet yang dikumpulkan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia ketika berkunjung ke Pusat Penelitian Karet Sembawa, Palembang pada tahun 2022. Data citra tersebut melalui preprocessing berupa crop dan resize agar dapat menjadi input yang diterima arsitektur.  Data dipisahkan menjadi data latih dan data uji dengan rasio 80:20. Model dilatih dengan pendekatan 5-fold cross validation sehingga pengujian dilakukan terhadap lima model berbeda. Berdasarkan simulasi, diperoleh rata-rata lima model berupa ccuracy sebesar 56,16% , precision sebesar 54,2% , recall sebesar 55,6%, skor F1 sebesar 51% , dan running time 3,110 detik.

Rubber plant is an essential commodity in Indonesia since natural rubbers from this plant are very beneficial and have high international market potential. Unfortunately, since 2017, a new leaf fall disease has caused massive decline of the rubber production. This disease leads to at most 90% leaf fall percentage and production decline as high as 45%. Subsequently, researchers found that this new leaf fall disease is caused by Pestalotiopsis sp., thus, the name of this disease is Pestalotiopsis leaf fall disease. Studies must be conducted to further investigate the growth and pattern of this new leaf fall disesase. One of these studies is to classify the intensity of the Pestalotiopsis leaf fall disease.The intensity can be measure by observing distinct symptoms and lesion frequency that would appear on the rubber plant’s leave surface. In earlier works, intensity are measured by conventionally taking notes of the symptomps that appear on the leaves or trees and these methods was done on timely basis. These traditional approaches takes a lot of time and requires a handful of people. Hence, there must be new methods to classify this disease’s intensity with less time and resource when the amount of leaf samples increase. Recent studies implement Artificial Intelligence (AI) by using machine learning to solve classification problems efficiently. This study takes a technique of machine learning, that is, deep learning convolutional neural network (CNN) architectures. By comparing previous researches, we propose the architecture DenseNet121 to implement CNN in multiclass classification problem by using leaf image data. The classification consists of five classes, which are the intensity of the Pestalotiopsis leaf fall disease from level 0 to level 4. Level 0 corresponds to healthy leaves or leaves with other diseases whereas Level 1-4 refer to leaves with the intensity of lesion and discoloration caused by Pestalotiopsis leaf fall disease. This study uses 257 image data that was taken by students of the Math and Science Faculty from Universitas Indonesia when they visited Rubber Research Center, Sembawa in 2022. The data is split into train and test data with 80:20 ratio. Models are trained with 5-fold cross validation approach so the that each model will be trained and tested towards 5 folds of data. Then, five different models are tested by evaluating their predictions to the test data. The result of this simulation shows the average performance from five models, they are an accuracy of 56,16%, a precision of 54,2%, a recall of 55,6%, an F1-score of 51% , and an average running time of 3,110 seconds."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfi Ramadhan
"Pengawasan distribusi bahan radioaktif atau radionuklida merupakan hal yang penting. Hal ini mengingat bagaimana serangan dan terorisme berbasis radioaktif merupakan ancaman yang nyata. Untuk itu, diperlukan suatu algoritma yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan jenis dari radionuklida. Algoritma identifikasi radioaktif atau RIID (Radioisotope Identification) telah disusun secara klasik menggunakan metode seperti peak-matching atau ROI (Region of Interest). Akan tetapi, performa dari algoritma tersebut sudah didahului dengan munculnya machine learning. Salah satu subdisiplin dari machine learning, yakni deep learning, melahirkan apa yang dinamakan dengan CNN atau Convolutional Neural Network. Jenis algoritma machine learning ini sudah jamak digunakan untuk permasalahan identifikasi dan pengenalan obyek. Di dalam kerangka RIID sendiri, studi yang membahas mengenai penggunaan CNN sebagai algoritma identifikasi radionuklida sudah tidak dapat dihitung menggunakan jari. Teknik baru seperti transformasi spektrum gamma dari radionuklida menjadi data 2-D seperti suatu citra mulai diperkenalkan beberapa tahun terakhir. Penelitian ini menggabungkan teknik tersebut dengan proses colormapping, yakni ‘pewarnaan’ dari data skalar yang bergantung pada nilai data tersebut. Melalui penggabungan teknik tersebut, model CNN yang disusun pada penelitian ini mampu untuk melakukan identifikasi multikelas radionuklida dengan akurasi di atas 95%.

Monitoring the distribution of radioactive materials or radionuclides is important. This is because radioactive attacks and terrorism are a real threat. To solve this problem, it is imperative to build an algorithm that can be used to detect and identify the presence of radionuclides. Radionuclide identification or (RIID) algorithm has been made classically using methods such as peak-matching or ROI (Region of Interest). However, the performance of these algorithms has been superseded by the emergence of machine learning. One of the sub-disciplines of machine learning, that is deep learning, has given birth to what is called CNN or Convolutional Neural Network. This machine learning algorithm has been used far and wide to solve object detection and identification problems. Within the RIID framework itself, studies discussing the use of CNN as a radionuclide are already plentiful. New techniques such as transforming the gamma spectrum of radionuclides into 2-D data have been introduced in recent years. This study attempts to combine this technique with color mapping, which is the pseudo-coloring of scalar data which depends on the value of the data. Through this combined technique, CNN models that are devised in this study can perform multiclass radionuclide identification with an accuracy higher than 95%."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>