Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169402 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagus Prayoga Prata
"Fenomena Pandemi COVID-19 yang terjadi seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perubahan sistem pendidikan, dan kekhawatiran akan terinfeksi COVID-19 baik diri sendiri maupun keluarga sejatinya berdampak negatif terhadap stabiliitas keluarga. Berdasarkan hal tersebut tiap-tiap anggota keluarga harus berkontribusi dalam menekan atau mengedalikan stressor yang muncul untuk bersama-sama membangun ketahanan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran regulasi emosi individu dalam memprediksi resiliensi keluarga pada situasi krisis Pandemi COVID-19 di DKI Jakarta. Resiliensi keluarga adalah kemampuan yang dimiliki keluarga untuk dapat beradaptasi dan bangkit dari situasi krisis. Sementara itu, individu yang dapat mengendalikan emosi pada situasi emosi negatif dianggap memiliki regulasi emosi yang baik. Teknik sampling yang digunakan adalah non-probability sampling, yaitu convenience sampling dengan mempertimbangkan rentang usia produktif (17-65). Partisipan itu jumlah 168 partisipan berdomisili DKI Jakarta (M= 23,92 dan SD = 7,95). Penelitian ini menggunakan alat ukur Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS) untuk variabel regulasi emosi dan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire untuk variabel resiliensi keluarga. Hipotesis penelitian ini diuji menggunakan teknik analisis regresi sederhana. Penelitian ini menunjukkan bahwa regulasi emosi secara signifikan berperan sebagai prediktor resiliensi keluarga pada anggota keluarga dalam Situasi Pandemi COVID-19 di DKI Jakarta.

The phenomenon of the COVID-19 pandemic that occurs such as termination of employment (PHK), changes in the education system, and concerns about being infected with COVID-19 both for yourself and for your family have a negative impact on family stability. Based on this, each family member must contribute in suppressing or controlling stressors that arise to jointly build family resilience. This study aims to examine the role of individual emotion regulation in predicting family resilience in the COVID-19 pandemic crisis situation in DKI Jakarta. Family resilience is the ability of the family to be able to adapt and rise from crisis situations. Meanwhile, individuals who can control their emotions in negative emotional situations are considered to have good emotional regulation. The sampling technique used is non-probability sampling, namely convenience sampling by considering the productive age range (17-65). The participants were 168 participants domiciled in DKI Jakarta (M= 23,92 dan SD = 7,95). This study used the Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS) for emotion regulation variables and the Walsh Family Resilience Questionnaire for family resilience variables. The hypothesis of this study is tested by simple regression analysis technique. This study shows that emotion regulation plays a significant role as a predictor of family resilience in family members in the COVID-19 Pandemic Situation in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Wandasari
"Penelitian ini dirancang untuk mengetahui hubungan antara resiliensi keluarga dan family sense of coherence pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin serta sumbangan komponen family sense of coherence terhadap resiliensi keluarga. Resiliensi keluarga diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Walsh (2012). Family Sense of coherence diukur dengan rnenggunakan instrumen yang dikembangkan Antonovsky dan Sourani (1988). Partisipan penelitian adalah 238 mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara resiliensi keluarga dan family sense of coherence (r = 0,621, p < 0.01). Komponen comprehensibility pada family sense of coherence memberi sumbangan paling besar terhadap resiliensi keluarga. Di samping itu, dari hasil analisis tambahan diperoleh bahwa resiliensi keluarga dipengaruhi oleh struktur keluarga.

This study was designed to investigate correlation between family resilience and family sense of coherence among college students from poor families and also the contribution of family sense of coherence?s components to family resilience. Family resilience was measured by Walsh?s family resilience instrument (2012) and family sense of coherence was measured by Antonovsky and Sourani's instrument (1988). A sample of 238 college students from poor families
participated in this study.
The results show positive and significant correlation between family resilience and family sense of coherence (r = 0,621, p < 0,01). Comprehensibility is the family sense of coherence?s component contributes the most to family resilience. Furthermore, family resilience was influenced by family structure.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mely Putri Kurniati Rosalina
"Resiliensi keluarga menjelaskan mengenai proses keluarga dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi sebagai satu kesatuan yang fungsional.Walsh (2003) membuat suatu model bagi resiliensi keluarga yang di dalamnya dijelaskan mengenai tiga proses kunci yang dianggap berkontribusi terdap resiliensi keluarga : sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi di dalam keluarga.
Penelitian ini ingin melihat kontribusi spiritualitas dan religiusitas yang merupakan bagian dari sistem kepercayaan keluarga terhadap resiliensi keluarga pada mahasiswa dengan latar belakang keluarga miskin. Penelitian dilakukan pada 356 mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Terdapat tiga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ), Spirituality Attitude and Involvement List (SAIL) dan Religious Commitment Inventory-10 (RCI-10).
Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat pengaruh spiritualitas dan religiusitas terhadap resiliensi keluarga. Selain itu ditemukan korelasi yang signifikan antara resiliensi keluarga dengan besar keluarga dan keutuhan orangtua. Selain itu resiliensi, spiritualitas dan religiusitas berkorelasi secara signifikan dengan keikutsertaan anggota keluarga dalam kelompok agama. Penelitian ini juga membuktikan bahwa spiritualitas memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan religiusitas dalam pengembangan resiliensi keluarga.

Family resilience refers to coping and adaptation processes in the family as a functional unit (Walsh, 2006). There is a model of family resilience based on Walsh (2003) consist three key processes: family believe system, organizational pattern, communication processes.
This research aims to know spirituality and religiosity?s contribution, part of family belief system, on family resilience of college students with poor family background. Total participant are 356 college students who receive Bidikmisi scholarship. There are three scales, Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ), Spirituality Attitude and Involvement List (SAIL) and Religious Commitment Inventory-10 (RCI-10).
This research concludes that there is effect of spirituality and religiosity in family resilience.There is significant correlation between family resilience and family structure and marital condition. Family resilience, spirituality and religiosity also has significant correlation with family member?s participation in a religious group. This research shows that spirituality has a bigger effect than religiosity in family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Thesa Ladian
"Penelitian ini membahas mengenai hubungan modal sosial dan ketahanan keluarga nelayan di Pulau Panggang, Kep. Seribu, DKI Jakarta. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Latar belakang penelitian ini adalah  kerentanan masyarakat nelayan terhadap kemiskinan karena banyaknya keterbatasan serta ketergantungannya terhadap alam. Penelitian ini terkait dengan kesejahteraan keluarga nelayan yang dikaji dari cakupan sistem sosial terkecil yakni ketahanan keluarga. Hasil penelitian ini mendukung literatur yang menyatakan bahwa terdapat hubungan modal sosial dan ketahanan keluarga. Modal sosial yang ada pada masyarakat nelayan umumnya tertanam dalam komunitas nelayan sehingga dapat menjadi modal bagi keluarga nelayan untuk mempertahankan kehidupannya dari kerentanan dan kemiskinan.

This research discusses about the social capital and resilience of fisherman families on Pulau Panggang, Kep. Seribu, DKI Jakarta. This research is a quantitative research with descriptive design. The background of this research is the vulnerability of fishing communities to poverty because of the many limitations and dependence on nature. This research is related to the welfare of the fishermens family studied from the smallest social system coverage, namely family resilience. The results of this study support the literature which states that there is a relationship between social capital and family resilience. The social capital that exists in fishing communities is generally embedded in the fishing community so that it can become a capital for the fishermen's family to sustain their lives from vulnerability and poverty."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adela Nurroza Witami
"Kapasitas resiliensi keluarga menjadi poin penting dalam menghadapi Pandemi Covid-19. Selama situasi krisis berlangsung, resiliensi berguna untuk membantu keluarga dalam beradaptasi dan bangkit dari berbagai kesulitan yang hadir. Perubahan akibat efek domino dari Pandemi Covid-19 telah dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan. Banyaknya dampak negatif dari segi kesehatan, ekonomi, sosial, hingga kesehatan mental menjadi stressor bagi individu sebagai anggota keluarga dalam menjalani Pandemi Covid-19. Oleh karena itu, diperlukan adanya kemampuan strategi coping yang berguna dalam mengelola stres yang dirasakan selama masa Pandemi Covid-19. Adanya kemampuan strategi coping pada anggota keluarga diketahui dapat membantu timbulnya resiliensi keluarga di masa Pandemi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi strategi coping pada individu yang tinggal bersama keluarganya pada masa Pandemi Covid-19 di kawasan DKI Jakarta. Konstruk resiliensi keluarga diukur oleh Family Resilience Questionnaire (WFRQ), sedangkan strategi coping diukur menggunakan Brief COPE. Berdasarkan hasil analisis dari 322 partisipan berusia 17-64 tahun di DKI Jakarta, ditemukan bahwa terdapat 6,3% kontribusi strategi coping terhadap pembentukan resiliensi keluarga.

The capacity of family resilience is an important point in dealing with the Covid-19 Pandemic. During this crisis, resilience is helpful to help families adapt and rise from the various difficulties that arise. Changes due to the domino effect of the Covid-19 pandemic have been felt in various aspects of life. The many negative impacts of health, economy, social, and mental health are stressors for individuals as family members undergoing the Covid-19 Pandemic. Thus, it is necessary to have the ability to use coping strategies that are useful in managing the stress felt during the Covid-19 pandemic. The coping strategies in family members are known to help the emergence of family resilience during the Covid-19 pandemic. This study aims to determine the contribution of coping strategies to individuals living with their families during the Covid-19 pandemic in the DKI Jakarta area. The Family Resilience Questionnaire (WFRQ) measured the family resilience construct, while the coping strategy was measured using the Brief COPE. Based on the analysis of 322 participants aged 17-64 years in DKI Jakarta, it was found that there was a 6,3% contribution of coping strategies to the formation of family resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetha Ezra Reynara
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat kontribusi kohesivitas keluarga terhadap resiliensi keluarga pada keluarga dengan lansia selama pandemi Covid-19. Sebanyak 123 orang berpartisipasi dalam penelitian ini. Alat ukur Walsh Family Resilience Scale (WFRQ) digunakan untuk mengukur resiliensi keluarga, sementara alat ukur Family Adaptability and Cohesion Evaluation Scale IV (FACES IV) digunakan untuk mengukur kohesivitas keluarga. Dari hasil analisis regresi linear sederhana, didapatkan hasil R2=0,65, p<0,01, yang artinya sebanyak 65% variasi skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh variasi skor kohesivitas keluarga. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa kohesivitas keluarga memiliki peran yang penting dalam proses terbentuknya resiliensi keluarga. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan bagi para pengembang intervensi keluarga untuk lebih memperhatikan faktor kohesivitas antaranggota keluarga dalam meningkatkan resiliensi keluarga tersebut.

This study aims to see the contribution of family cohesion to family resilience with elderly during the Covid-19 pandemic. 123 people participated in this study. Walsh Family Resilience Scale (WFRQ) was used to measure family resilience, while Family Adaptability and Cohesion Evaluation Scale IV (FACES IV) was used to measure family cohesion. According to simple linear regression analysis, the results obtained R2=0,65, p <0.01, means that 65% of the variation in family resilience scores can be explained by variations in family cohesion. Thus, this study shows that family cohesion has an important role in the process of forming family resilience. Therefore, the results of this study can be basis for family interventions developer to pay more attention to the cohesion factor among family members in increasing the resilience of the family."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdiel Ergusto Nisah Pih
"Guru merupakan profesi yang penting, namun mereka memiliki tanggung jawab yang banyak serta keterikatan emosional dengan siswa yang diajar. Faktor tersebut membuat guru rentan akan stres dan burnout. Kerentanan tersebut meningkat oleh adanya masa perubahan COVID-19, yang mewajibkan guru untuk selalu siap mengadaptasikan metode pembelajarannya. Adaptasi tersebut memerlukan proses trial and error, sehingga tinggi kemungkinan guru mengalami kegagalan sebelum ia berhasil. Untuk membantu guru mengatasi stres dan kegagalan tersebut, diperlukan resiliensi. Untuk memastikan resiliensi dapat berfungsi dengan baik di tengah stres yang berlebih, dibutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial dapat berasal dari significant other, keluarga, serta teman. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dari dukungan sosial dengan resiliensi pada guru DKI Jakarta. Dukungan sosial dan resiliensi pada guru DKI Jakarta (N=101) diukur menggunakan Multidimensional Scale of Perceived Social Support dan Brief Resilience Scale. Hasil analisis menemukan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan resiliensi. Dari ketiga sumber dukungan sosial, hanya dukungan sosial dari keluarga yang berhubungan positif dan signifikan dengan resiliensi, sedangkan sisanya tidak berhubungan signifikan.

Teacher is an important profession, yet they have a large amount of responsibility and emotional attachments with their students. These factors make teachers vulnerable to stress and burnout. This vulnerability is increased by the COVID-19 changing period, which requires teacher to constantly be ready in adapting their study methods. The adaptation requires a trial and error process, so it is highly likely for teachers to fail before they succeed. In order to help teachers cope with stress and failure, resilience is needed. To ensure resilience can function well in the midst of high stress, social support is needed. Social support may come from significant others, families, and friends. This study aimed to see the relationship of social support and resilience of DKI Jakarta teachers. Social support and resilience in DKI Jakarta teachers (N=101) were measured using the Multidimensional Scale of Perceived Social Support and the Brief Resilience Scale. Analysis showed that social support had a positive and significant correlation with resilience. From the three sources of social support, only social support from family showed a positive and significant correlation with resilience, while the others do not."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Fitriana Semudi
"Kasus DMT2 pada anak di dunia meningkat 132,6 ribu anak. Ada 1213 kasus DMT2 pada anak di Indonesia. Manajemen perawatan harian yang dilakukan oleh anak-anak dengan DMT2 membuat stres. Stres yang dialami dapat mengganggu pengendalian penyakit dan tingkat kualitas hidup anak dengan DMT2. Salah satu aspek yang dapat meningkatkan manajemen pengasuhan dan kualitas hidup anak dengan DMT2 adalah ketahanan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat stres, dukungan keluarga dan koping dengan resiliensi pada anak DMT1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel 36 balita di Jawa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat stres adalah Area Masalah dalam Diabetes (DIBAYAR), Skala Dukungan Keluarga Diabetes Hensarling (HDFSS), Coping with a Disease (CODI) dan Child & Youth Resilience Measure-Revised Person Most Knowledgeable (PMK-CYRM) untuk mengukur ketahanan. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres dengan resiliensi pada anak DMT1 dengan p-value 0,021, OR 5,360 dan α 0,05. Peneliti berharap penelitian ini dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pelayanan keperawatan psikologis pada anak DMT1.
T2DM cases in children in the world increased by 132.6 thousand children. There are 1213 cases of T2DM in children in Indonesia. The daily care management performed by children with T2DM is stressful. The stress experienced can interfere with disease control and the level of quality of life for children with T2DM. One aspect that can improve parenting management and quality of life for children with T2DM is psychological resilience. This study aims to see the relationship between stress levels, family support and coping with resilience in children with T2DM. This study used a cross sectional design with a sample of 36 toddlers in Java. The instruments used to measure stress levels are the Problem Area in Diabetes (PAID), the Diabetes Hensarling Family Support Scale (HDFSS), Coping with a Disease (CODI) and the Child & Youth Resilience Measure-Revised Person Most Knowledgeable (PMK-CYRM) to measure endurance. The results of the chi-square test showed that there was a relationship between stress levels and resilience in DMT1 children with p-value 0.021, OR 5.360 and α 0.05. Researchers hope that this research can be developed to improve knowledge and psychological nursing services in children with diabetes mellitus."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Primadestia Kusumawardani
"Ketahanan keluarga memiliki fungsi untuk mengukur apakah keluarga telah menjalankan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan bagi anggotanya. Tingkat perceraian yang semakin tinggi setiap tahunnya di Kota Depok mencerminkan tidak kuatnya ketahanan keluarga di Kota Depok. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Depok melakukan langkah konkret yakni membuat dan menetapkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Ketahanan Keluarga. Peraturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan keluarga di Kota Depok. Penelitian ini membahas mengenai formulasi kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Ketahanan Keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan latar belakang dari kebijakan ketahanan keluarga di Kota Depok serta menjelaskan bagaimana analisis proses formulasi dari Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Ketahanan Keluarga. Pendekatan penelitian ini adalah post-positivist dengan teknik pengambilan data melalui wawancara dan studi pustaka. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori formulasi kebijakan yang disampaikan oleh Dunn dan Easton. Hasil penelitian menujukkan bahwa dalam proses formulasi kebijakan peningkatan ketahanan keluarga Kota Depok melalui empat tahapan yakni perumusan masalah, agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan, dan penetapan kebijakan serta mencakup tiga dimensi formulasi kebijakan. Namun keterlibatan akademisi dan unsur masyarakat dalam proses formulasi kebijakan masih sangat kurang.

Family resilience has a function to measure whether the family has carried out its roles, functions, duties and responsibilities in realizing the welfare of its members. The higher of divorce rate every year in Depok City reflects the lack of strong family resilience in Depok City. Therefore, the Depok City Government took concrete steps to make and establish Depok City Regulation Number 9 of 2017 about Increasing Family Resilience. The regulation aims to improve the quality of life and family livelihood in Depok City. This study discusses the formulation of policies as outlined in the Regional Regulation of Depok City Number 9 of 2017 about Increasing Family Resilience. This study aims to explain the background of family resilience policies in Depok City and explain how the analysis of the formulation process of Depok City Regulation Number 9 of 2017 about Increasing Family Resilience. The approach of this research is post-positivist with data collection techniques through interviews and literature. The main theory used in this study is the theory of policy formulation delivered by Dunn and Easton. The results of the study show that in the process of formulating a policy of increasing family resilience in Depok City through four stages, namely the formulation of problems, policy agendas, selection of policy alternatives, and policy setting and covering three dimensions of policy formulation. However, the involvement of academics and community elements in the process of policy formulation is still very lacking."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Novia Shabhati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Pengukuran resiliensi keluarga menggunakan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) yang disusun oleh Walsh (personal communication, 1 April, 2012) dan pengukuran harapan menggunakan alat ukur State Hope Scale (SHS) yang disusun oleh Snyder (1994). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 247 mahasiswa S1 Reguler yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin (r = 0.388; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi resiliensi keluarga yang dimiliki suatu keluarga, semakin tinggi harapan yang dimiliki. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 15.1% skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh skor harapan. Berdasarkan hasil tersebut, penting dilakukan intervensi pengembangan harapan, sebagai faktor pendorong terbentuknya resiliensi keluarga.

This research was conducted to find the correlation between family resilience and hope among college students from poor families. Family resilience was measured using Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) that originally constructed by Walsh (personal communication, April 1, 2012) and hope was measured using the original version of State Hope Scale (SHS) by Snyder (1994). The participants of this research are 247 college students who come from poor families.
The main results of this research show that family resilience positive significantly correlated with hope (r = 0.388; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family resilience, the higher showing hopes. In addition, the result shows that 15.1% of family resilience score can be explained by the score of hope. Based on these results, it is important to develop hope intervention, as one of protective factor of family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>