Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143803 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niken Wahyuningsih
"Latar Belakang. Insidens Limfoma Non-Hodgkin (LNH) meningkat pada populasi usia lanjut. Kemoterapi merupakan modalitas utama terapi LNH. Profil kesintasan dan respons terapi pasien usia lanjut dengan LNH yang menjalani kemoterapi belum diketahui di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui profil kesintasan 1 tahun dan respons terapi pasien usia lanjut dengan LNH yang menjalani kemoterapi di Indonesia.
Metode. Penelitian deskriptif ini dilakukan secara kohort retrospektif di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel diambil secara total sampling dari rekam medik bulan Januari 2017 – Desember 2019. Melalui telaah rekam medik, data pasien yang dikumpulkan berupa demografi subjek, profil kesintasan 1 tahun, skrining gizi, status kemandirian, komorbiditas, laboratorium, patologi anatomi, gejala toksisitas, dan respons terapi.
Hasil. Dari 78 subjek, didapatkan hasil mayoritas kelompok usia 60-69 tahun (74,35%; n=58), median usia 66 tahun (rentang 60-91; SB 5,91), berjenis kelamin laki-laki (61,54%; n=48), kesintasan 1 tahun 58,7%. 17 subjek hanya dihitung persentase kelompok jenis kelamin, usia, dan dicatat angka kesintasannya dari electronic medical record karena tidak didapatkan data rekam medis, 61 subjek dapat ditelaah keseluruhan datanya. Dari 61 subjek didapatkan mayoritas subjek berisiko malnutrisi sebelum menjalani kemoterapi (80,33%; n=49), termasuk kategori pasien mandiri sebelum menjalani kemoterapi (55,74%; n=34), komorbiditas terbanyak hipertensi (54,10%; n=33), memiliki multikomorbid (34,43%; n=21), memiliki kadar Hb ≤11 sebelum menjalani kemoterapi (42,62%), merupakan tipe LNH agresif (65,57%; n=40), mengalami toksisitas sistem gastroenterologi (68,85%; n=42) dan hematologi (63,93%; n=39), mengalami respons komplit setelah 6 siklus kemoterapi (34,43%; n=21).
Kesimpulan. Mayoritas pasien usia lanjut dengan LNH yang menjalani kemoterapi lini pertama di Indonesia memiliki profil median usia 66 tahun, berjenis kelamin laki-laki, merupakan tipe LNH agresif, berisiko mengalami malnutrisi, termasuk kategori yang mandiri, memiliki multikomorbid dengan komorbiditas terbanyak adalah hipertensi, mengalami anemia, kesintasan 1 tahun 58,7%, dan mengalami toksisitas gastroenterologi dan hematologi.

Background. The incidence of Non-Hodgkin's Lymphoma (LNH) is increasing in the elderly population. Chemotherapy is the main modality of LNH therapy. The characteristics of the profiles of survival rate and response rate of elderly patients with LNH undergoing chemotherapy are not known in Indonesia.
Objective. The objective of the study is to understand the profile, 1-year survival, and response rate of elderly patients with LNH undergoing chemotherapy in Indonesia.
Method. This descriptive study was carried out in a retrospective cohort method at the Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Samples were taken by total sampling from medical records in January 2017 - December 2019. Through a review of medical records, patient data that were collected consisted of subject demographics, 1-year survival, nutritional screening, independence status, comorbidities, laboratory, anatomical pathology, toxicity of chemotherapy, and responses evaluation.
Results. Of the 78 subjects, the largest age group is 60-69 years (74.35%; n=58), with a median age of 66 years (range 60-91; SD 5.91), male (61,54%; n=48), the 1-year survival rate is 58.7%. 17 subjects were only included data in gender, age, and survival percentage calculation due to lack of medical record, the entire data of 61 subjects can be analyzed . Of the 61 subjects, the majority of subjects are at risk of malnutrition before undergoing chemotherapy (80.33%; n=49), are included in the category of independent patients before undergoing chemotherapy (55.74%; n=34), has hypertension as the most recorded comorbidity (54.10%; n=33) and has more than 1 comorbid (34.43%; n=21), has Hb levels ≤11 before undergoing chemotherapy (42,62%), are aggressive LNH types (65.57%, n=40), are experiencing gastroenterological system toxicity (68.85%; n=42) and hematology (63.93%; n=39), and are experiencing complete responses after 6 cycles of chemotherapy (34.43%; n=21).
Conclusion. The majority of elderly patients with LNH who undergo first-line chemotherapy in Indonesia has a profile median age of 66 years old, are male, are aggressive LNH type, are at risk of malnutrition, are independent, have multimorbidities with the most comorbidity is hypertension, have anemia, 1-year survival 58.7%, have gastroenterological and hematological toxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indargairi
"ABSTRAK
Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan frekuensi tertinggi di dunia yang terjadi pada wanita. Kemoterapi merupakan pendekatan utama untuk pengobatan standar dan telah meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien kanker payudara namun dapat menyebabkan efek samping negatif yang akan mempengaruhi penolakan pasien dalam melanjutkan pengobatan dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Efikasi diri diperlukan untuk mengatasi efek samping kemoterapi. Efikasi diri ini dapat diperoleh dari dukungan keluarga dan dukungan kelompok sebaya. Namun, belum ditemukan secara spesifik penelitian mengenai perpaduan dukungan keluarga dan dukungan kelompok sebaya dengan efikasi diri pasien kanker payudara terhadap efek samping kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dukungan keluarga dan dukungan kelompok sebaya dengan efikasi diri pasien kanker payudara terhadap efek samping kemoterapi di RS di Kota Makassar. Desain Penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan tehnik purposive sampling. Instrument yang digunakana adalah kuesioner dukungan keluarga, CARE, dan SMSES-BC. Jumlah Sampel 112 pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi. Analisis data menggunakan proporsi, chi square, regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri pasien kanker payudara terhadap efek samping kemoterapi 81.3 adalah tinggi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perpaduan dukungan keluarga supportif dan dukungan kelompok sebaya tinggi memiliki hubungan yang signifikan dengan efikasi diri tinggi pasien kanker payudara terhadap efek samping kemoterapi. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu perlunya dilakukan kerja sama antara perawat komunitas untuk memfasilitasi pasien bergabung dalam program dukungan kelompok sebaya guna mempertahankan dan meningkatkan efikasi diri mereka.

ABSTRACT
Breast cancer is a type of cancer with the highest frequency in the world that occurs inwomen. Chemotherapy is a major approach to standard treatment and has improved thesurvival rate of breast cancer patients but can cause negative side effects that will affectthe patient 39 s refusal to continue treatment and overall quality life of patient. Selfefficacy is needed to overcome the side effects of chemotherapy. This self efficacy canbe gained from family support and peer group support. However, no specific researchhas been found on the combination of family support and peer group support with theself efficacy of breast cancer patients against the side effects of chemotherapy. Thisstudy aims to analyze the relationship of family support and peer group support withself efficacy of breast cancer patients against the side effects of chemotherapy athospitals in Makassar City. The design research was cross sectional study withpurposive sampling technique. Instruments used are family support questionnaires,CARE, and SMSES BC. Total Sample 112 breast cancer patients who receivedchemotherapy. Data analysis using proportion, chi square, multiple logistic regression.The results showed that self efficacy of breast cancer patients against side effects ofchemotherapy 81.3 was high. The conclusion of this study was a combination ofsupportive family support and high peer group support has a significant relationshipwith high self efficacy of breast cancer patients against the side effects ofchemotherapy. A suggestion for further research is the need for collaboration betweencommunity nurses to facilitate patients joining peer support programs to maintain andimprove their self efficacy."
2018
T50942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Aprillia Ariestine
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker dan perawatannya memiliki dampak luas pada kualitas hidup pasien Dengan demikian, mengukur kualitas hidup pada pasien dengan kanker memberikan informasi penting tentang status kesehatan dan efek pengobatan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa banyak faktor dalam Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) mempengaruhi kualitas hidup. CGA harus dilakukan pada pasien kanker, karena dapat memprediksi toksisitas, tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan dan dapat membantu menyesuaikan pilihan dan intensitas pengobatan pada setiap pasien. Namun, belum ada penelitian yang secara detail mengeksplorasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien yang lebih tua dengan Limfoma Non-Hodgkin (NHL). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi seberapa besar masing-masing faktor dalam CGA terkait dengan kualitas hidup pada pasien NHL usia lanjut.
Tujuan: Mengetahui gambaran kualitas hidup dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien lanjut usia dengan Limfoma Non Hodgkin yang mendapat kemoterapi.
Metode: Desain penelitian adalah cross-sectional yang dilakukan pada pasien NHL berusia ≥60 tahun, penelitian dilakukan di Poliklinik Geriatri Terpadu dan Poliklinik Hemato Onkologi dari tiga rumah sakit umum di Jakarta (RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Kanker Dharmais dan Rumah Sakit Umum Fatmawati) selama Maret-Agustus 2019.
Hasil: Ada 62 subjek, dengan usia rata-rata 66 tahun, 56,5% laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memiliki kualitas hidup yang baik, berdasarkan pada setiap domain SF-36 dan EORTC QLQ-C30. Dalam analisis multivariat, ditemukan bahwa depresi dan status kelemahan berhubungan dengan domain PCS SF-36 dengan PR 12.086 (CI 95% 1.596-92.124) dan PR 5.622 (CI 95% 1.060-29.807), masing-masing. Analisis multivariat dengan Mental Component Summary (MCS) SF-36 menunjukkan hubungan yang signifikan dengan status depresi dengan PR 24.400 (CI 95% 2,961-140,539). Sedangkan hasil analisis multivariat dengan skala fungsional EORTC QLQ-C30 menunjukkan hubungan yang signifikan dengan skor kinerja ECOG dengan PR 171 (CI95% 8,470-3452,28).
Simpulan: Setelah analisis multivariat, hanya status kelemahan, status depresi dan skor kinerja ECOG yang memiliki hubungan yang signifikan secara statistik.

ABSTRACT
Background: Cancer and its treatment have a broad impact on patients' Quality of Life (QoL). Thus, measuring the QoL in patients with cancer provides essential information about health status and treatment effects. Previous researches showed that many factors in Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) affect QoL. CGA should be done in cancer patients, because it could predict toxicity, overall survival rate and can help adjust the choice and intensity of treatment in each patient. However, there has been no research explicitly exploring factors related to the QoL in older patients with Non-Hodgkin's Lymphoma (NHL). This research aims to explore the how great each factors in CGA relate to the QoL in older patients in NHL.
Objective: To determine quality of life and related factors in elderly patients with Non-Hodgkin's lymphoma in the hospital.
Methods: The study design was cross-sectional in NHL patients aged ≥6 years, research was conducted in the Integrated Geriatric Polyclinic and Hemato-Oncology Polyclinic of three public hospital in Jakarta (RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fatmawati Hospital, and Dharmais Cancer Hospital) during March-August 2019.
Results: There were 62 subjects, with a median age of 66 years, 56.5% male. The result showed that most of the patients have a good QoL, based on each domain of SF-36 and EORTC QLQ-C30. In multivariate analysis, it was found that depression and frailty status were related to PCS SF-36 domain with PR 12.086 (CI 95% 1.596-92.124) and PR 5.622 (CI 95% 1.060-29.807), respectively. Multivariate analysis with SF-36's Mental Component Summary (MCS) showed a significant relationship with depression status with PR 24,400 (CI 95% 2.961-140,539). While the results of multivariate analysis with the EORTC QLQ-C30 functional scale showed a significant relationship with the ECOG performance score with PR 171 (CI 95% 8.470-3452.28).
Conclusions: After multivariate analysis, only frailty status, depression status and ECOG performance score have a statistically significant relationship."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, M. Arman
"Latar Belakang : Respon pengobatan limfoma non Hodgkin yang dilakukan kemoterapi CHOP ditentukan oleh berbagai bal. Pasien dengan gejala B mempunyai respon yang kurang baik terhadap kemoterapi. Gejala 13 didelinisikan sebagai demur' yang berulang, keringat malam serta penurunan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan. Pada pasien keganasan terdapat penurunan berat badan yang beuduakna pada 50 % pasien. Penderita kanker mempunyai resiko tinggi mengalami masalah nutrisi yang akan mengakibatkan respon yang kurang baik terhadap kemoterapi.
Tujuan : Mendapatkan data hubungan antara indeks massa tubuh dengan respon terapi pada pasien Limfoma non Hodgkin sel B yang dilakukan kemoterapi CHOP.
Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif. Dilakukan pengambilan data pasien Limfoma non Hodgkin sel B yang mendapat kemoterapi CHOP, data diambil dari data sekunder rekam medis. Pasien penyakit hati kronis, penyakit ginjal kronis, penyakit diabetes melitus, riwayat kemoterapi dan radioterapi sebelumnya, penderita HIV, dieksklusi dari penelitian. Dinilai respon terapi terhadap kemoterapi setelah dua siklus kemoterapi. Dilakukan uji chi-square sesuai dengan tujuan penelitian.
Hasil : Selama periode I Januari 2003-31 Desember 2005 dikumpulkan 70 kasus dengan Indeks Massa Tubuh kurang dan tidak. kurang masing-masing 35 kasus. Didapatkan data usia kurang 60 tahun (82,9 %), Laki-laki (58.6%), 70 % pasien pendidikan yang rendah, 28,6% pasien tidak bekerja, 71,4% pasien status performans el, 82,9% pasien mempunyai kadar LDH yang tinggi, 62,9 % pasien 51 keterlibatan ekstranodal, 52,9% pasien di bawah stadium Il. Tidak ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan respon pengobatan (p = 0,673, RR = 1,065,1K 95% 0,92 -1,23).
Kesimpulan : Tidak didapatkan hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan respon terapi. Diperlukan data mengenai terdapatnya gejala B dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama untuk melihat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan terapi.

Therapeutic response of non Hodgkins lymphoma undergo chemotherapy CHOP regimen depends on many variable things. Patients with B symptom have poor response wi1.h chemotherapy B symptom define as repeatedly fever, night sweat, decreased body weight more than I0 % in six months. There is decreasing of body weight in more than 50 % malignancy patients. Patients with malignancy have a high risk of nutritional problem which can be consecuence to poor response to chemotherapy.
Objective : To lind association between body mass index and therapeutic response in B cell non Hodgkin?s Lymphoma patients who received CHOP regimen chemotherapy.
Methods : This is a cohort retrospective study. Data were collected hommedical record. Exclusion criteria included patients with hepatic chronic illness, renal chronic illness, diabetes mellitus, history of previous chemotherapy and radiotherapy, HIV patients. Therapeutics response assesment fiom chemotherapy taken after two cycles ofchemotheiapy. We perform Chi-Square test to obtain signilicant value on this study and evaluate if there is association between body mass index and therapeutic response.
Results : Since January 1? 2003-Desembcr 3l"? 2005 collected 35 cases with poor and 35 cases not poor body mas Index. We obtain data patients age under 60 years old (82,9 %), male (58,6%), 70% with poor educated level, 28,6% unemployment, 7l,4% pariens with performans status $1 , S2,9% patiens with high LDH, 62,9 %Patiens Sl exstranodal involvement, 52,9% patiens S stage II. 'Ihere was no association between body mass index and therapeutic response (p = 0,673, RR = L065, 95% CI 0,92- l,2.3)
Conclusions :There was no association between body mass index and therapeutic response _ Further study is needed with more patients and longer duration to study B symptom and other ihctors which can inliuence therapeutic response.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safa Vindya Aurellia
"CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Salah satu aspek pada Sistem Pemastian Mutu yang harus benar dan tepat dalam pembuatan obat adalah memastikan pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan. Tugas khusus ini bertujuan untuk melakukan kesesuaian data pada manajemen vendor yang berupa monitoring vendor dan kualifikasi vendor serta mengembangkan sistem mapping agar pengolahan data tersebut lebih efisien. Pengambilan data diperoleh dengan observasi dan studi literatur untuk mengetahui metode yang efektif dalam melakukan mapping dan kesesuaian data untuk dikembangkan pada sistem data manajemen vendor yang telah ada. Berdasarkan hasil observasi dan studi literatur, dapat disimpulkan bahwa monitoring vendor dan kualifikasi vendor telah dilakukan pengembangan sistem pendataan.

GMP is a guideline that aims to ensure that the quality of the drugs produced is in accordance with the requirements and intended use. If necessary, adjustments to the guidelines can be made on the condition that the predetermined drug quality standards are still achieved. One of the aspects of the Quality Assurance System that must be correct and precise in the manufacture of drugs is ensuring that suppliers of starting materials and packaging materials are evaluated and approved to meet the quality specifications set by the company. This special task aims to conform data to vendor management in the form of monitoring vendors and vendor qualifications as well as developing a mapping system so that data processing is more efficient. Data collection was obtained by observation and literature study to find out effective methods for mapping and suitability of data to be developed in existing vendor management data systems. Based on the results of observations and literature studies, it can be concluded that vendor monitoring and vendor qualifications have been carried out by developing a data collection system.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Aprillia Ariestine
"Latar Belakang: Kanker dan perawatannya memiliki dampak luas pada kualitas hidup pasien Dengan demikian, mengukur kualitas hidup pada pasien dengan kanker memberikan informasi penting tentang status kesehatan dan efek pengobatan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa banyak faktor dalam Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) mempengaruhi kualitas hidup. CGA harus dilakukan pada pasien kanker, karena dapat memprediksi toksisitas, tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan dan dapat membantu menyesuaikan pilihan dan intensitas pengobatan pada setiap pasien. Namun, belum ada penelitian yang secara detail mengeksplorasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien yang lebih tua dengan Limfoma Non-Hodgkin (NHL). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi seberapa besar masing-masing faktor dalam CGA terkait dengan kualitas hidup pada pasien NHL usia lanjut.
Tujuan: Mengetahui gambaran kualitas hidup dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien lanjut usia dengan Limfoma Non Hodgkin yang mendapat kemoterapi.
Metode: Desain penelitian adalah cross-sectional yang dilakukan pada pasien NHL berusia ≥60 tahun, penelitian dilakukan di Poliklinik Geriatri Terpadu dan Poliklinik Hemato Onkologi dari tiga rumah sakit umum di Jakarta (RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Kanker Dharmais dan Rumah Sakit Umum Fatmawati) selama Maret-Agustus 2019.
Hasil: Ada 62 subjek, dengan usia rata-rata 66 tahun, 56,5% laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memiliki kualitas hidup yang baik, berdasarkan pada setiap domain SF-36 dan EORTC QLQ-C30. Dalam analisis multivariat, ditemukan bahwa depresi dan status kelemahan berhubungan dengan domain PCS SF-36 dengan PR 12.086 (CI 95% 1.596-92.124) dan PR 5.622 (CI 95% 1.060-29.807), masing-masing. Analisis multivariat dengan Mental Component Summary (MCS) SF-36 menunjukkan hubungan yang signifikan dengan status depresi dengan PR 24.400 (CI 95% 2,961-140,539). Sedangkan hasil analisis multivariat dengan skala fungsional EORTC QLQ-C30 menunjukkan hubungan yang signifikan dengan skor kinerja ECOG dengan PR 171 (CI95% 8,470-3452,28).
Simpulan: Setelah analisis multivariat, hanya status kelemahan, status depresi dan skor kinerja ECOG yang memiliki hubungan yang signifikan secara statistik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Hestiningtyas Arini Djohansjah
"Latar Belakang : Kemoterapi sitostatika dilaporkan meningkatkan
aktivitas koagulasi (D-dimer meningkat) dan mengubah hypercoagulable state
menjadi hiperkoagulasi. Hypercoagulable state adalah suatu kondisi yang
berpotensi untuk terjadinya trombosis (misal pada pasien kanker) yang ditandai
dengan perubahan aktivitas koagulasi pra trombin (peningkatan fragmen
protrombin 1-2 atau kompleks TAT) dengan D-dimer yang normal.
Hiperkoagulasi ditandai dengan PT dan aPTT memendek sementara fibrinogen
dan D-dimer meningkat. Insidens kemoterapi menimbulkan trombus pertahun
sekitar 11 %. Insidens tromboemboli vena pada pasien yang dirawat inap yang
mendapat kemoterapi pada populasi Thailand ttinggi, terutama pada pemberian
terapi. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai insidens TEV pada pasien
kanker limfoma yang menjalani kemoterapi di Indonesia.
Tujuan Penelitian : Menilai aktivitas koagulasi (D-dimer) dan sistem
koagulasi (PT,aPTT, fibrinogen) pada pasien limfoma non Hodgkin yang
mendapatkan kemoterapi R-CHOP
Metode Penelitian : Penelitian pre dan post prospektif pada pasien
limfoma non Hodgkin yang menjalani kemoterapi dengan rejimen R-CHOP
secara consecutive sampling di Ruang Rawat Inap Gedung A RSCM dan Ruang
Rawat Inap RS Kanker Dharmais. Penelitian dilakukan pada April-Juni 2019.
Pasien diambil darah dengan parameter aktivitas koagulasi (D-dimer) dan system
koagulasi (PT, aPTT, fibrinogen). Analisis data untuk melihat perubahan rerata
pre dan post kemoterapi dilakukan uji t berpasangan (distribusi normal) dan uji
Wilcoxon (tidak terdistribusi normal).
Hasil Penelitian : Sebanyak 33 pasien dilibatkan dalam penelitian ini.
Terdapat peningkatan D-dimer secara bermakna (p : 0.046), pemendekkan PT
(0.048) dan aPTT ( <0.001) secara bermakna, disertai penurunan kadar fibrinogen
namun tidak signifikan secara statistika
Kesimpulan : Peningkatan D dimer secara bermakna, disertai
pemendekkan PT dan aPTT secara bermakna, sedangkan fibrinogen mengalami
penurunan walaupun tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan
kecenderungan pasien mengalami status hiperkoagulasi

Background : Cytostatic chemotherapy is reported to increase
coagulation activity (increased D-dimer) and change the hypercoagulable state
into hypercoagulation. Hypercoagulable state is a condition that has the potential
for thrombosis (for example in cancer patients) characterized by changes in prethrombin
coagulation activity (increase in prothrombin fragments 1-2 or TAT
complex) with normal D-dimers. Hypercoagulation is characterized by PT and
aPTT shortening while fibrinogen and D-dimer are increasing. The incidence of
chemotherapy causes thrombus annually about 11%. The incidence of venous
thromboembolism in hospitalized patients receiving chemotherapy in the high
Thai population, especially in the administration of therapy. To date there have
been no reports of TEV incidence in lymphoma cancer patients undergoing
chemotherapy in Indonesia.
Objectives : Assess the activity of coagulation (D-dimers) and
coagulation systems (PT, aPTT, fibrinogen) in non-Hodgkins lymphoma patients
receiving R-CHOP chemotherapy
Methods : Pre and post prospective studies in non-Hodgkins
lymphoma patients undergoing chemotherapy with the R-CHOP regimen by
consecutive sampling in the Inpatient Room of Building A RSCM and the
Inpatient Room of Dharmais Cancer Hospital. The study was conducted in April-
June 2019. Patients were taken blood with parameters of coagulation activity (Ddimer)
and coagulation system (PT, aPTT, fibrinogen). Data analysis to see
changes in mean pre and post chemotherapy was performed paired t test (normal
distribution) and Wilcoxon test (not normally distributed).
Results: A total of 33 patients were included in this study. There was a significant
increase in D-dimer (p: 0.046), PT shortening (0.048) and aPTT (<0.001)
significantly, accompanied by a decrease in fibrinogen levels but not statistically significant
Conclusion : D significantly increased dimer, accompanied by
significant shortening of PT and aPTT, whereas fibrinogen decreased even though
it was not statistically significant. This shows the tendency of patients to
experience hypercoagulable state"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Whisnu Bambang Jatmiko
"Latar Belakang: Limfoma Non-Hodgkin (LNH) sel B merupakan jenis keganasan yang paling sering ditemui di regio adneksa okular, dimana sebagian besar jenisnya merupakan derajat indolen yang memiliki manifestasi klinis yang ringan dan tidak spesifik, sehingga pasien seringkali datang dengan kondisi morbiditas yang buruk disertai dengan turun atau hilangnya fungsi penglihatan.BCL-10 sebagai salah satu biomarker yang diketahui memiliki peranan sebagai agen pro-apoptosis yang seharusnya menekan perkembangan tumor, justru lebih banyak ditemukan pada LNH sel B.
Tujuan: Menilai hubungan antara ekspresi biomarker BCL-10 terhadap prognosis yang berupa overall survival (OS), progression free survival (PFS) dan event free survival (EFS) pada pasien dengan LNH sel B adneksa okular.
Metode: Pewarnaan imunohistokimia menggunakan antibodi BCL-10 dilakukan pada jaringan LNH sel B adneksa okular di blok parafin yang berasal dari data rekam medis sejak Juni 2016 – Juni 2021 di RSCM. Penilaian ekspresi dilakukan pada nukleus dan sitoplasma dengan metode manual dan semi-kuantitatif pada 5 lapang pandang dari hasil foto dan diproses ke dalam peranti lunak Qupath. Hasil penilaian selanjutnya di cek silang dengan data klinis pasien yang sudah dicatat di tabel induk dan kemudian dianalisa secara statistik untuk mengetahui hubungan keduanya
Hasil: Total 47 pasien dengan ketersediaan blok parafin dianalisa berdasarkan data klinis dan ekspresi BCL-10 serta hubungannya dengan prognosis. Kelompok usia > 61 tahun saat terdiagnosis limfoma memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk meninggal (p=0,03). Jenis histopatologi terbanyak adalah Extranodal Marginal Zone Lymphoma (EMZL) sebanyak 83%. Ekspresi BCL-10 pada nukleus dan sitoplasma lebih banyak ditemukan pada LNH sel B derajat agresif (p<0,01 dan p=0,01). Persentase masing-masing prognosis adalah OS 80%, PFS 55%, dan EFS 82%. Tidak terdapat hubungan antara ekspresi BCL-10 pada prognosis (p>0,05), namun uji Regresi-Cox menunjukkan bahwa ada kecenderungan hubungan antara jenis histopatologi dengan semakin rendah nilai OS, PFS, dan EFS berdasarkan nilai hazard ratio. (HR=1,07; HR= 0,74; HR=0,08)
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi BCL-10 di nukleus dan sitoplasma dengan prognosis baik OS, PFS, dan EFS. Namun terdapat kecenderungan hubungan antara ekspresi positif dan intensitas kuat pada sitoplasma dengan semakin rendah nilai laju kesintasan, laju bebas progresivitas, dan laju bebas kejadian. Sementara itu, terdapat korelasi kuat antara semakin tua pasien saat terdiagnosis limfoma dengan risiko yang lebih besar untuk meninggal dan ekspresi BCL-10 lebih banyak ditemukan pada LNH sel B derajat agresif.

Background: B-cell Non-Hodgkin Lymphoma (NHL) is the most common type of malignancy in the ocular adnexa region. Most types are indolent grades with mild and non-specific clinical manifestations, so patients often come with poor morbidity accompanied by a decrease or loss of visual function. BCL-10, known as one of the biomarkers which have a role as a pro-apoptotic agent that suppresses tumor development, is even more found in B-cell NHL.
Objective: To assess the relationship between the expression of the BCL-10 and the prognosis in the form of overall survival (OS), known progression-free survival (PFS) and event-free survival (EFS) in patients with ocular adnexal B-cell NHL.
Methods: Immunohistochemical staining using BCL-10 antibody was performed on ocular adnexal B cell NHL tissue in paraffin blocks derived from medical record data from June 2016 – June 2021 at RSCM. Expression assessment was carried out on the nucleus and cytoplasm by manual and semi-quantitative methods in 5 fields of view from the photographs and processed into Qupath software. The assessment results were then cross-checked with the patient's clinical data recorded in the main table and then statistically analyzed to determine the relationship between the two.
Results: A total of 47 patients with paraffin block availability were analyzed based on clinical data and BCL-10 expression and its relationship with prognosis. When diagnosed with lymphoma, the age group > 61 years had a ten times greater risk of dying (p=0.03). The most common histopathological type was Extranodal Marginal Zone Lymphoma (EMZL), with 83%. BCL-10 expression in the nucleus and cytoplasm was found more in aggressive B cell NHL (p<0.01 and p=0.01). The percentage of each prognosis is OS 80%, PFS 55%, and EFS 82%. There was no relationship between BCL-10 expression and prognosis (p>0.05). However, the Cox-Regression test showed a tendency for a relationship between the type of histopathology and lower OS, PFS, and EFS values based on the hazard ratio. (HR=1.07; HR=0.74; HR=0.08).
Conclusion: There is no significant relationship between BCL-10 expression in the nucleus and cytoplasm with OS, PFS, and EFS prognosis. However, there is a tendency for a relationship between positive expression and strong intensity in the cytoplasm with lower survival rates, progression-free rates, and event-free rates. Meanwhile, there is a strong correlation between the older the patient when diagnosed with lymphoma and the greater risk of death and BCL-10 expression is found more in aggressive B-cell NHL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kusna Sudhari Riyanta
"ABSTRAK
Penyakit kanker merupakan Salah satu penyakit yang termasuk paling banyak meminta korban, di negara-negara telah maju satu dari lima kematian disebabkan oleh kanker. Penyakit kanker limfoma malignum merupakan Salah satu penyakit keganasan hematologik dan dibedakan dalam 2 golongan besar yaitu; penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH).
Protokol pengobatan pada penyakit LNH, disesuaikan dengan jenis limfoma, tingkat penyakit dan tingkat keganasannya. Pemberian kemoterapi agresif dosis tinggi memerlukan perhatian dan keterampilan pemantauan efek samping, maupun efek toksik hematologik. Untuk melihat efektivitas pengobatan sebaiknya dilakukan pemantauan kondisi imun tubuh penderita, sebelum, selama dan sesudah pengobatan. Hasil pengamatan tersebut menimbulkan pemikiran, untuk melakukan penelitian mengenai status imunitas selular penderita LNH sebelum, pada pertengahan dan sesudah kemoterapi terakhir.
Rancangan penelitian dilakukan secara clinical Trial dengan menggunakan disain Cohort Prospective dengan kelompok kontrol relawan normal sebagai pembanding. Setiap penderita LNH diambil darah tepi dalam 3 tahap; perlakuan P1 sebelum kemoterapi, P2 pada pertengahan kemoterapi dan P3, 3 minggu setelah kemoterapi terakhir. Setiap sampel dari kelompok kontrol maupun perlakuan dilakukan pemeriksaan; darah tepi lengkap, petanda imunologik dan kultur transformasi limfosit.
Hasil dan Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan imunitas selular secara kuantitatif dan kualitatif pada penderita LNH; sebelum kemoterapi terjadi penurunan imunitas selular yang sangat bermakna (P<0,01), dan adanya defisiensi imunitas selular. Pada pertengahan kemoterapi (9 minggu setelah mendapat pengobatan), terjadi penurunan lagi sistem imunitas selular yang sangat bermakna (P<0,01), namun ratio sel T penolong/ T penekan dalam batas normal. Selanjutnya 3 minggu setelah kemoterapi terakhir terjadi peningkatan sistem imunitas selular, tidak adanya perbedaan bermakna (P>0,05), dalam hal ini imunitas selular secara kuantitatif maupun kualitatif menunjukkan peningkatan.

ABSTRACT
Cancer is disease with a very high mortality rate, in develoved countries causing one out of every five deaths. Malignant lymphoma is a hematologic malignancy and can be divided into two categories, i.e., Hodgkin?s and non Hodgkin?s (NHL) type.
The treatment regimen for NHL depends on the type of histology, stage of disease and degree of malignancy. High-dose aggressive chemotherapy needs special attention with regard to monitoring of side-effects and hematologic toxicity, and requires a high degree of clinical skill. To assess the efficacy of treatment it is best to know the immunological status of the patients, before, during, and after chemotherapy. These observations prompted this investigation in assessing cellular immunity status among non Hodgkin's lymphoma patients, before, during, and after last chemotheray with cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine and prednison.
This investigation was conducted as a clinical trial using the cohort prospective design with a control group consisting of healthy volunteers. Peripheral blood was drawn from each NHL patient in three phases: Pl before chemotherapy, P2 during chemotherapy, and P3 for the period of three weeks after the last chemotherapy. Each blood sample from the study and control groups also underwent complete hemogram, immunophenotyping, and lymphocyte transformation studies.
Results and Conclusions
This study shows qualititative and quantitative cellular immunity status of the NHL patient studied, which revealed that before chemotherapy there was statistically very significant decrease in cellular imunity (P<0,01), and a cellular immune deficiency. During chemotherapy (9 weeks after treatment), there was another very significant decrease in cellular immunity (P<0,01), although the T helper/T suppressor ratio was within normal limits. Three weeks after the last chemotherapy there was a statistically insignificant increase (P>0,05), in cellular immunity, both quantitatively and qualititatively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noorwati Sutandyo
"ABSTRAK
Limfoma komposit merupakan penyakit yang jarang terjadi. Limfoma komposit merupakan dua atau lebih tipe limfoma berbeda yang terjadi pada satu lokasi anatomi, baik secara bersamaan maupun sekuensial. Proses diagnostik limfoma komposit memiliki tantangan tersendiri dan sampai saat ini belum ada panduan khusus mengenai tata laksana limfoma komposit. Tulisan ini melaporkan sebuah kasus, pasien wanita 36 tahun dengan limfoma komposit yang terdiri dari limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin yang terjadi sekuensial. "
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>