Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72626 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Purnama Oktora
"Penelitian ini bertujuan untuk; a. mendeskripsikan dan menganalisis regulasi yang mengatur penanganan dan operasi kejahatan tindak pidana narkotika di Polres Metro Jakarta Barat. b. menjelaskan bagaimana strategi pelaksanaan operasi penanganan kejahatan tindak pidana narkotika berupa 120 Kg Narkotika Jenis Sabu oleh Polres Metro Jakarta Barat. c. mendeskripsikan apa saja faktor yang menjadi pendukung dan penghambat pengungkapan kasus 120 Kg Narkotika jenis sabu tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, pemilihan narasumber dengan teknik purposive sampling. Lokasi penelitian di Polres Jakarta Barat. Hasil penelitian ini menjelaskan Pertama, Regulasi yang mengatur mekanisme penanganan dan operasi kejahatan tindak pidana narkotika diatur pada UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, serta PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksana KUHAP. Kedua, strategi pelaksanaan operasi penanganan kejahatan tindak pidana 120 kg narkotika jenis sabu mencakup : 1. Environment Scanning, dalam tahap ini merupakan pemetaan terhadap situasi serta dampak lain yang ditimbulkannya, 2. Strategy formulation merupakan tahapan yang merumuskan segala kebijakan yang akan diimplementasikan. 3. Strategy Implementation dimana pada tahap ini merupakan pelaksanaan kebijakan yang telah disusun. 4. Strategy Evaluation dimana pada tahap ini merupakan tahap analisa dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Ketiga, faktor yang menjadi penghambat pengungkapan kasus 120 Kg Sabu antara lain; adanya perbedaan persepsi antar aparat penegak hukum dalam menetapkan status seseorang sebagai tersangka atau saksi, masih banyak aparat penegak hukum yang menyalahgunakan narkotika, adanya wilayah hukum yang terlalu luas, masyarakat yang tidak melaporkan kegiatan pemasok maupun pengedar narkoba, sumber daya manusia polisi yang masih minim kompetensi dan faktor budaya masyarakat yang apatis. Sedangkan faktor pendukungnnya antara lain; faktor hukum adanya UU No.35 Tahun 2009 mendukung pemberantasan korupsi, aspek sarana dan prasarana yang mumpuni, dan kerjasama yang baik dari masyarakat. Sedangkan saran dari penelitian ini; pertama, perlunya revisi atas Undang-Undang Tentang Narkotika. kedua, diperlukan sosialisasi secara masif mengenai bahaya dan macam-macam narkoba, Ketiga, perlu dibentuk satgas anti narkoba dalam yang memiliki fungsi membentuk budaya peduli terhadap tindak pidana ini.

The research aims to (a) describe and analyse regulations governing the handling of narcotics crime operations held by West Jakarta Metropolitan Police Resort, (b) explain the strategies for carrying out operations to handle narcotics crimes in the form of 120 kg of methamphetamine held by West Jakarta Metropolitan Police Resort, and (c) describe the factors supporting and hindering the uncovering the case involving the 120 kg of methamphetamine. The research employs the descriptive qualitative approach. Informants are selected through the purposive sampling technique. The research location is at West Jakarta Metropolitan Police Resort. The results of the study reveal that: first, regulations governing the mechanisms for handling narcotics crimes are Law No. 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Code, Law No. 2 of 2002 concerning Indonesian National Police, Law No. 35 of 2009 on Narcotics, and Government Regulation No. 27 of 1983 concerning Guidelines for the Implementation of Criminal Procedure Code. Second, the strategy to implement operations to handle the crime involving 120 kg of methamphetamine includes: (1) environment scanning—mapping the situation and other impacts caused by the situation; (2) strategy formulation—formulating policies that will be implemented; (3) strategy implementation—carrying out policies that have been prepared; and (4) strategy evaluation—analysing and evaluating the implementation of the policies. Third, factors hindering the uncovering the 120-kilogram methamphetamine case include: the different perceptions of law enforcement officers in determining a person's status as a suspect or witness; the existence of law enforcement officers abusing narcotics; the large jurisdiction; the reluctance of people to report the activities of drug suppliers or dealers; the lack of competence of police human resources; and the apathetic culture of society. Meanwhile, the supporting factors include: the existence of Law No. 35 of 2009 that supports the eradication of corruption; the aspects of qualified facilities and infrastructure, and the existence of a good cooperation from the community. Based on the results, the author strongly recommends that the related and relevant agencies to (1) revise the narcotics law, (2) hold massive socializations on the dangers and types of drugs, and (3) establish an anti-drug task force in order to build the awareness and care about the crimes."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hadiman
Jakarta: [publisher not identified], 1996
362.29 HAD m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Brimanti Jaya
"Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan operasi penyamaran polisi terhadap pengungkapan kasus peredaran narkotika. Penelitian ini merupakan studi kasus dari penanganan peredaran narkotika oleh Ditresnarkoba Polda Metro Jaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui teknik wawancara mendalam semi struktur kepada anggota polisi di Ditresnarkoba Polda Metro Jaya. Selain itu, dilakukan observasi langsung terhadap ruang lingkup di Ditresnarkoba dan pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat kelemahan dalam operasi penyamaran polisi dalam mengungkap kasus peredaran narkotika yang telah dilaksanakan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya. Dengan memanfaatkan data hasil wawancara serta data kasus di Ditresnarkoba, penelitian ini menunjukkan bahwa operasi penyamaran dalam proses penyelidikan kasus kejahatan narkotika direpresentasikan melalui rapat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa operasi penyamaran merupakan pengaplikasian dari intelligence policing dan perilaku anggota penyamaran dapat dipengaruhi oleh budaya polisi yang ada di Ditresnarkoba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelemahan dan hambatan dalam operasi penyamaran yang berasal dari keterbatasan sumber daya manusia pada keahlian penyamaran. Hasil penelitian ini menekankan pada rekomendasi untuk meningkatkan kinerja anggota polisi dengan mengadakan pelatihan khusus operasi penyamaran.

This thesis discusses the implementation of police undercover operations against the disclosure of narcotics trafficking cases, with a case study of the handling of narcotics trafficking by the Narcotics Directorate of Polda Metro Jaya. This study uses a qualitative approach through semi-structured in-depth interviews with police officers at the Narcotics Directorate of Polda Metro Jaya. Using direct observations within the scope of the Narcotics Directorate and secondary data collection, the results indicate that there are weaknesses in police undercover operations in uncovering narcotics trafficking cases carried out by the Narcotics Directorate Polda Metro Jaya. By utilizing interview data and case data at the Narcotics Directorate, this study shows that there are meetings to discuss undercover operations investigating narcotics crime cases. This study indicates that undercover operations are the application of intelligence policing, and the police culture can influence the behavior of undercover members in the Narcotics Directorate. The study results indicate that there are weaknesses and obstacles in undercover operations that stem from limited human resources in undercover skills. The results of this study emphasize recommendations to improve the performance of police officers by conducting special training in undercover operations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Maulana Saputra
"Kejahatan narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan tidak biasa yang dilakukan secara sistematis, menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir (organization crime) dan sudah bersifat transnasional (transnational crime). Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang - Undang Nomor 9 Tahun 1976 menandakan keseriusan dari pemerintah untuk menanggulangi bahaya penyalahgunaan narkotika. Kota-kota besar di Indonesia merupakan daerah transit peredaran narkoba, namun seiring perkembangan globalisasi dunia, kota-kota besar di Indonesia sudah merupakan pasar peredaran narkoba. Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika, telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan Hakim. Penegakan hukum seharusnya diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap meningkatnya perdagangan gelap serta peredaran narkotika, tapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta perdagangan gelap narkotika tersebut.
Tesis ini menganalisis mengenai Penanganan Tindak Pidana Narkotika Oleh Polres Jakarta Barat Studi Kasus: Pengungkapan Pabrik Sabu Di Cipondoh Tangerang. Dimana dalam kasus tersebut dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara mantap, rapi, dan sangat rahasia. Tindak pidana narkoba yang telah berkembang menjadi kejahatan yang bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi yang canggih, termasuk pengamanan hasil-hasil tindak pidana narkoba. Pabrik sabu Cipondoh ini mampu memproduksi sabu setara dengan sabu kualitas impor. Bahkan dikatakan bahwa pabrik sabu pertama di Indonesia yang kualitasnya setara dengan kualitas impor. Adapun Bentuk penanganan terhadap kasus tindak pidana dalam konteks penanganan kasus pabrik sabu Cipondoh ini dilakukan mulai dari: pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan barang bukti lewat laboraturium. Sedangkan dalam penanganan kasus pabrik Cipondoh ini terdapat faktor penghambat yakni: 1.Faktor Hukum; 2.Faktor Aparatur Penegak Hukum; 3.Faktor Lingkungan; 4.Faktor Masyarakat; 5.Faktor SDM; 6.Faktor Kebudayaan, sementara faktor yang membantu penanganan Pabrik sabu Cipondoh Tangerang ini adalah: 1.Faktor Hukum; 2.Faktor Penegak Hukum; 3.Sarana & Prasarana; 4.Faktor Masyarakat.

The narcotics offense is a form of unusual crime that is carried out systematically, using high-level modus operandi and sophisticated technology, and performed in an organized manner (organization crime) and transnational in nature (transnational crime). With the enactment of Law Number 35 of 2009 on Narcotics replacing Law Number 22 of 1997 and Law Number 9 of 1976 signifies the seriousness of the government in overcoming the danger of narcotics abuse. The big cities in Indonesia are transit areas of drug trafficking, but along with the development of world globalization, the big cities in Indonesia have become drug trafficking markets. Law enforcement against narcotics offenses has been largely carried out by law enforcement officers and received many verdicts. Law enforcement should be expected to become a deterrent factor against the increase of narcotics illicit trade and trafficking. However, in reality, as law enforcement intensifies, the narcotics trafficking and illicit trade also increase.
This thesis analyzes the Narcotics Offense Handling by the West Jakarta Sub-regional Police Case Study: Disclosure of the Crystal Meth Factory in Cipondoh, Tangerang. In this case, the offense is performed together, in fact by a well-organized, orderly and covert syndicate. The drug offense developed into a transnational crime, applying the use of sophisticated modus operandi and technology, including securing proceeds from the drug offense. The Cipondoh crystal meth factory was able to produce crystal meth of imported quality. It was in fact stated as the first crystal meth factory in Indonesia with a quality equivalent to imported quality. The handling of the criminal case in the context of the Cipondoh crystal meth factory case was conducted beginning with: summons, arrest, detention, search, seizure, laboratory examination of evidence. In handling the Cipondoh factory case, there are impeding factors namely: 1.Legal Factor; 2.Law Enforcement Officer Factor; 3.Environmental Factor; 4.Community Factor; 5.Human Resources Factor; 6.Cultural Factor, whereas factors that facilitate the handling of the Cipondoh Tangerang crystal meth factory are: 1.Legal Factor; 2.Law Enforcement Factor; 3.Infrastructure; 4.Community Factor.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T55470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Hijria Styawati
"Penelitian ini membahas strategi pencegahan kejahatan narkotika khususnya yang saat ini diterapkan oleh Deputi Pencegahan BNN. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bertujuan untuk memperoleh gambaran komprehensif, baik pada kesuksesan dan kendala yang dihadapi oleh Deputi Pencegahan BNN dalam mengimplementasikan strategi pencegahan narkotika, menggunakan programprogram pencegahan situasional, sosial dan komunitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pencegahan yang dilakukan oleh Deputi Pencegahan BNN lebih bergerak pada strategi pencegahan kejahatan dengan pencegahan kejahatan sosial dan pencegahan kejahatan komunitas, dan belum menyentuh secara maksimal pencegahan kejahatan situasional. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menyarankan bahwa untuk menurunkan angka penyalahgunaan narkoba yang lebih efektif lagi Deputi Pencegahan BNN harus melakukan strategi pencegahan dengan menggabungan tiga pendekatan ini karena pendekatan ini tidaklah dapat dikatakan sebagai bagian-bagian yang terpisah atau mempunyai ciri-ciri tersendiri yang benar-benar mutlak, tetapi lebih merupakan pendekatan yang saling berhubungan satu sama lain.

This research will address the strategies for drugs crime prevention as implemented by Deputy of Prevention National Narcotic Board. This research is a qualitative research. This research aims to achieve an elaborate illustration, both on the success and challenges faced by the Deputy of Prevention in implementing strategies for drugs prevention, using situational, social and community crime prevention programs. This result shows that strategies for drugs prevention, implemented by Deputy of Prevention National Narcotic Board is more engaged in using crime prevention strategies through social crime prevention and community crime prevention and has not been maximum implementing situational crime prevention at all. Hence, this research recommends that to decrease the abuse of narcotic more effectively, Deputy of Prevention should apply prevention strategies combining all three approaches, considering one can’t really work well unless simultaneously used with the other two."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Mayang Sari
"Pasal 137 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terlahir dari keinginan untuk mengatur secara khusus tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya narkotika. Secara yuridis normatif, tampak adanya perbedaan antara Pasal 137 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pasal 137 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur mengenai hasil kejahatan narkotika sedangkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur mengenai Pencucian Uang.
Article 137 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics was enacted from the desire to specifically regulate money laundering which criminal offense origin from narcotics. By judicial normative, there are differences between Article 137 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics and Law No. 8 of 2010 on the Prevention and Combating of Money Laundering. The results of this study indicate that Article 137 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics governs the criminal proceeds of narcotics while Law No. 8 of 2010 on the Prevention and Combating of Money Laundering set on Money Laundering."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Yulinda
"Skripsi ini membahas proses pelaksanaan sebuah program penanganan masalah sosial yang dilakukan Badan Narkotika Nasional dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika P4GN. Upaya tersebut dilakukan melalui program pemberdayaan alternatif dengan sasaran wilayah Komplek Permata Kelurahan Kedaung Kaliangke Jakarta Barat. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Informan dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan empat kategori yaitu pegawai Subdirektorat Pemberdayaan Alternatif Masyarakat Perkotaan narasumber fasilitator dan peserta kegiatan. Hasil penelitian menunjukkan program pemberdayaan alternatif masyarakat perkotaan yang dilakukan di Komplek Permata telah berjalan sesuai konsep pemberdayaan masyarakat dengan berbagai faktor pendukung dan penghambat dalam proses pelaksanaannya.

This research describe the implementation program which handling social problems by the National Narcotics Board in preventing and reducing abuse and illicit narcotics P4GN. Their efforts are through alternative development programs to areas Komplek Permata Kedaung Kaliangke West Jakarta. This research used qualitative approach and descriptive as research type Informants were selected using purposive sampling technique with four categories employees of Alternative Development Subdirectory National Narcotics Board trainer fasilitator and targets program. Results showed that the alternative development program has been held accordance to community development concepts."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aco Rahmadi Jaya
"Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera tersebut perlu peningkatan secara terus menerus dalam berbagai bidang termasuk usaha di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan antara lain dalam bentuk ketersediaannya narkotika dan psikotropika sebagai obat dan pengembangan ilmu pengetahuan. Meskipun narkotika dan psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan, terlebih kalau sudah sampai pada peredaran secara gelap, tentunya akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan baik bagi perorangan maupun masyarakat, terutama bagi generasi muda karena mereka merupakan tumpuan harapan dimasa depan. Bahkan dampak peredaran gelap tersebut dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi tata kehidupan masyarakat yang bersendikan pada nilai-nilai budaya bangsa yang akhirnya pada gilirannya akan dapat melemahkan ketahanan nasional bangsa Indonesia. Peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika sangat diperlukan, karena kejahatan narkotika dan psikotropika pada umumnya. tidak dilakukan oleh perorangan, melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan secara terorganisir. Mereka sangat sulit untuk ditembus, bahkan dalam penataan organisasinya telah membuat suatu cara yang sulit untuk diketahui atau dimonitor. Mereka inovatif, mereka tahu dan bisa nemanfaatkan hukum bahkan mereka juga bisa mempengaruhi aparat penegak hukum agar tidak mengusik kegiatannya. Dengan berbagai macam modus operandi mereka menjalankan bisnisnya agar narkotika dan psikotropika dapat sampai ke tangan pemakai dan disalahgunakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan upaya penanggulangan melalui penegakan hukum yang Salah saiunya dilakukan oleh aparat Kepolisian di bawah Satuan Narkoba. Dalam melaksanakan penegakan hukum tersebut, aparat Kepolisian tidak terlepas dari hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang dihadapi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat Kepolisian sehingga penegakan hukum tidak dapat berjalan secara maksimal."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Chandra
"Wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat memiliki 60% tempat hiburan malam di DKI Jakarta yang sangat potensial akan maraknya peredaran narkoba. Tindak pidana narkoba sendiri sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan dengan menggunakan modus yang semakin berkembang dalam mengelabuhi petugas kepolisian. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat juga menjadi akselerator peredaran narkoba terutama di Jakarta Barat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Polres Metro Jakarta Barat untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, terutama dalam menggunakan diskresi bagi pengguna.
Polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan memiliki aturan-aturan khusus untuk melakukan tindakan hukum. Ketentuan tersebut tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, di samping itu juga memiliki aturan moral yang menjadi pedoman dan harus ditaati. Pedoman-pedoman kerja polisi tersebut memiliki keluwesan bertindak, kewenangan yang bersifat diskresioner, yakni kewenangan atau otoritas yang dimiliki polisi untuk melakukan tindakan yang menyimpang sesuai dengan situasi dan pertimbangan hati nuraninya. Penggunaan diskresi merupakan kekuatan polisi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat secara cepat dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban umum.
Penggunaan diskresi dalam penyidikan pada tindak pidana narkoba merupakan salah upaya untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Polres Metro Jakarta Barat menggunakan diskresi untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba dan dalam bentuk rehabilitasi. Dalam pengungkapan jaringan peredaran narkoba, teknik controlled delivery dan undercover buy yang digunakan lebih efektif jika didukung oleh penggunaan teknologi informasi. Sedangkan penggunaan diskresi dalam bentuk rehabilitasi diberikan kepada pengguna yang terbukti positif menggunakan narkoba tanpa barang bukti atau terdapat barang bukti namun dibawah ketentuan dalam SE MA Nomor 4 Tahun 2009.

Jurisdiction in Polres Metro Jakarta Barat have a 60% nightclubs in Jakarta potential of the extent of drug trafficking. The criminal act of drug itself has been categorized as an extraordinary crime committed by using a mode that is growing in a fool police officers. Coupled with increasingly rapid technological development has also become an accelerator drug trafficking, especially in West Jakarta. It is certainly a challenge for Polres Metro Jakarta Barat to handle and cope with drug abuse, especially in the use of discretion for the user.
Police in carrying out their duties in the field has specific rules to take legal action. The provisions contained in the Code of Criminal Procedure (KUHAP), in addition, it also has the moral rules that guide and must be obeyed. The guidelines of the police work with the flexibility to act, the authority is discretionary, the authority or the authority of the police to carry out actions that deviate according to the situation and consideration of conscience. The use of discretion is a police force to solve community problems quickly in order to create security and public order.
The use of discretion in the investigation on the crime of drug is one attempt to address and combat drug abuse. West Jakarta Metro Police use discretion to uncover the drug trafficking network and in the form of rehabilitation. In the disclosure of drug distribution network, controlled delivery and undercover techniques buy used more effectively if they are supported by the use of information technology. While the use of discretion in the form of rehabilitation is given to the user who tested positive for using drugs without evidence or there is evidence but under the provisions of the SEMA No. 4 tahun 2009."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Subtance use disorder is setious problem nationally and globally, although its controlling effort is more considered as criminal rather than health matters. This probabli due to the tight regulation of the subtance which make illegal use of it is consideres as law violation. Commitment of Indonesian goverment is very strong by setting up a Nation Narcotics Bureau (BNN as coordinating and implementing body on narkotics related activities, including therapy and rahabilitation. There are at least five ministries involved in narcotics related avtivities. However there is defferent level of the narcotics office in each ministries, reflected their priority. Narcotics laws No. 35/2009 provides MOH the right to receive report from therapy and rahabilitation institutions. However it is not clealy stated that MOH is the only resposible body for such report, which meant that Narcotics bureau could also receive the report from its district branches in provinces which previously under the Provincial office. This article reviews the implementation of Narkotics Law No. 35/2009 and Healt Law No. 36/2009 for narcotic patients in DKI, DIY, Jabar, Jatim, Bali. The objective is to provide inpits for prevention and treatment policy development to stirr more sinergism and coordinated among related intutional. The review identified that narcotic Law UU35/2009 stated Provincial Narcotic Buteau (BNP) as part of BNN, not part of provincial instutional as it used yo be. this imply that BNP could have power to regulate treatment and rehabilitation provinces need law regulation for coordination between BNP and other provincial institutions, such as health office, social affair office, primary health care and district/provincial hospitals. Health financing is the most important issue which need clear regulation because involving several stakeholders, such as ministry of health, BNN, govermor and ministry of human affairs"
BULHSR 14:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>