Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174824 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Steven Alexander Tjang
"Latar Belakang: Kehilangan gigi posterior dapat mempengaruhi kualitas hidup karena memberikan dampak negatif terhadap efisiensi mastikasi. Tingkat kesuksesan perawatan Gigi tiruan sebagian lepasan dengan perpanjangan distal bervariasi akibat problema biomekanika yang timbul saat berfungsi. Gagasan penggunaan implan sebagai dukungan tambahan dalam desain Gigi Tiruan Sebagian Lepasan dukungan kombinasi Implan dan Gigi (GTSLIG) dapat menjadi alternatif yang baik dalam merehabilitasi kasus kehilangan gigi posterior di rahang bawah. Namun lokasi implan yang ideal masih menjadi perdebatan.
Tujuan: Menentukan posisi implan terbaik untuk perencanaan GTSLIG rahang bawah dengan mengevaluasi parameter objektif, yaitu implant survival rate, Mixing Ability Index (MAI), komplikasi biologis mekanis, dan subjektif dalam bentuk Patient Reported Outcome Measure (PROM) yang meliputi Oral Health Impact Profile (OHIP) dan Visual Analogue Scale (VAS) pada pasien dengan kasus Kennedy kelas I atau kelas II rahang bawah berdasarkan telaah sistematis dan meta-analisis.
Metode: Pencarian elektronik pada empat database dilakukan untuk identifikasi studi randomied studies (RS) dan non-randomized studies (NRS) pada pasien yang menerima perawatan GTSLIG rahang bawah dengan lokasi implan pada daerah premolar pertama (P1) atau molar pertama (M1). Kumpulan literatur kemudian dipilah dan diuji kualitas metodologinya. Dua peneliti melakukan seleksi artikel secara mandiri, ekstraksi data dan penentuan kualitas studi yang terkumpul. Random-effect models digunakan untuk komparasi nilai VAS dan OHIP (Perbedaan Rerata, interval kepercayaan 95%).
Hasil: Dari 5 RS dan 7 NRS yang terkumpul, ditemukan tidak ada perbedaan antara GTSLIG dukungan M1 (GTSLIG-M) dan GTSLIG dukungan P1 (GTSLIG-PM) dalam hal implant survival rate, komplikasi mekanis, performa fungsional, dan PROM. Risiko untuk komplikasi biologis terlihat lebih tinggi terjadi pada GTSLIG-M bila dibandingkan dengan GTSLIG-PM. Pemeriksaan meta-analisis memperlihatkan perbaikan nilai kepuasan pada saat menggunakan GTSLIG antara grup GTSLPD dan pengguna GTSLIG-M. Hal tersebut terlihat pada rerata penurunan nilai OHIP sebesar 21,11 dan rerata peningkatan nilai VAS sebesar 29,62.
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan efek lokasi implan pada GTSLIG dalam evaluasi parameter objektif dan subjektif kecuali pada komplikasi biologis, dimana lokasi M1 memiliki risiko lebih tinggi. Secara meta-analisis menggunakan random-effect models ditemukan penggunaan GTSLIG memberikan perbaikan nilai VAS dan OHIP-49 bila dibandingkan dengan GTSLPD.

Background: Posterior tooth loss can affect oral health related quality of life due to its adverse effect on masticatory efficiency. The success of removable partial denture treatment varies due to biomechanical problem associated with mandibular free end condition during function. The use of dental implant to provide additional denture support in implant assisted removable partial denture (IARPD) can become a viable alternative to improve masticatory efficiency. However, ideal implant location is still debated.
Objective: To determine the best implant location to convert partial denture into mandibular IARPD and evaluate its objective parameters, such as implant survival rate, mixing ability index (MAI), biological and mechanical complication, as well as subjective parameters such as patient reported outcome measure (PROM), specifically Oral Health Impact Profile (OHIP) and Visual Analogue Scale (VAS) in patient with bilateral mandibular distal extension, or Kennedy class I or class II case by meta-analysis.
Method: Electronic search on four databases were conducted to identify randomized and non-randomized studies of patients receiving mandibular IARPD with implant in first premolar (P1) or first molar (M1) location while examining the parameters of interest. Two reviewers were independently conducted article selection, data extraction and quality assessment. Random-effect models were used to compare VAS and OHIP change score (standardized mean change, 95% confidence interval)
Result: From 12 studies, 5 randomized with low risk of bias and 7 nonrandomized studies with high risk of bias, there were no significant difference between IARPD in M1 (IARPD-M) and IARPD in P1 (IARPD-PM) when implant’s survival rate, functional performance, mechanical complication, and PROM were evaluated. However, biological complications were seen more frequently on IARPD-M when compared to IARPD-PM. Furthermore, meta-analysis have shown improvement in PROM with pooled standardized mean change of 21,11 for OHIP and 29,62 VAS improvement.
Conclusion: Implant location has no significant effect in IARPD planning when objective and subjective parameters are evaluated except biological complication of which M1 location has higher risk of complications. Meta-analysis evaluation using random-effect model shows IARPD treatment provide improved VAS and OHIP-49 score when compared to conventional partial denture.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marceline Olivia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gigi dengan saluran akar c-shape memiliki kompleksitas anatomi yang menjadikan perawatan saluran akar memiliki prognosis yang masih diperdebatkan akibat kesulitan untuk melakukan debridement dan obturasi yang adekuat. Kompleksitas ini mengakibatkan pengetahuan mengenai anatomi saluran akar c-shape penting untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran akar. Tujuan: Mengetahui prevalensi dan variasi saluran akar c-shape pada gigi premolar pertama dan molar kedua rahang bawah. Metode: Penelitian menggunakan sampel 60 gigi premolar pertama dan 32 gigi molar kedua rahang bawah. Sampel dipindai menggunakan micro-CT Bruker SkyScan 1173 dengan resolusi 50 m. Pemotongan melintang untuk melihat bentuk saluran akar dilakukan menggunakan perangkat lunak DataViewer. Pengukuran sudut untuk menentukan klasifikasi c-shape dilakukan menggunakan perangkat lunak Fiji ImageJ. Hasil: Prevalensi c-shape pada gigi premolar pertama rahang bawah adalah 17 dengan prevalensi tipe C1 ditemukan paling besar pada tingkat pemotongan M, tipe C2 memiliki prevalensi terbesar pada AM, dan tipe C3 memiliki prevalensi terbesar pada tingkat pemotongan A 2. Tipe C4 mendominasi tingkat pemotongan CEJ-2 dan CM sedangkan tipe C5 hanya ditemukan pada tingkat pemotongan A 2. Prevalensi c-shape pada gigi molar kedua rahang bawah adalah 16,67 dengan klasifikasi yang paling banyak ditemukan pada kelima tingkat pemotongan adalah C1. Prevalensi konfigurasi tipe C2 terbesar ditemukan pada CM. Tipe C3 pada penelitian ini ditemukan pada tingkat O. Prevalensi tipe C4 paling besar ditemukan pada tingkat pemotongan A 2. Perubahan konfigurasi didapati terjadi sepanjang saluran akar. Kesimpulan: Prevalensi c-shape pada gigi premolar pertama rahang bawah adalah 17 sedangkan pada gigi molar kedua rahang bawah 16,67 . Terdapat variasi konfigurasi di sepanjang saluran akar.Kata kunci : c-shape, molar kedua rahang bawah, micro-CT, prevalensi, premolar pertama rahang bawah

ABSTRACT
Background A tooth with c shaped root canal has a complex anatomy, making root canal treatment prognosis questionable because of the difficulties in doing adequate debridement and obturation. This complexity also makes the knowledge about root canal anatomy important to improve endodontic treatment result. Objective The aim of this study is to know the prevalence and variation of c shaped canal in mandibular first premolars and second molars. Methods 60 mandibular first premolars and 32 mandibular second molars was scanned using micro CT Bruker SkyScan 1173 in 50 m resolution. Transverse sectioning of each tooth was performed using software DataViewer. Angle measurement for determining c shape classification was performed using software Fiji ImageJ. Result The Prevalence of c shaped canal in mandibular first premolars was 17 with type C1 most prevalence in M, type C2 in AM, and type C3 in A 2. Type C4 was the most common classification found in sectioning level CEJ 2 and CM while type C5 was only found in A 2. The Prevalence of c shaped canal in mandibular second molars was 16,67 with the most common classification found in five level of sectioning was C1. C2 was most prevalence in level CM, C3 was most prevalence in O and C4 was most prevalence in A 2. The alteration of configuration happened along the root canal. Conclusion The prevalence of c shape canal in mandibular first premolars was is 17 and in mandibular second molars was 16,67 with variation of root canal configuration happened along the root canal itself.Keywords c shape, mandibular second molar, mandibular first premolar, micro CT, prevalence"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hardhini
"Latar belakang: Akurasi hasil pencetakan merupakan hal penting dalam pembuatan gigi tiruan terutama pada gigi tiruan lengkap dukungan implan. Tinjauan sistematik ini disusun untuk membandingkan akurasi hasil pencetakan digital menggunakan pemindai intra oral dibandingkan dengan pencetakan konvensional.
Metode: Tinjauan sistematik ini disusun berdasarkan literatur penelitian klinis berdasarkan Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta Analysis (PRISMA) dan teregistrasi pada PROSPERO dengan nomor CRD42023478021. Terdapat empat database dan sistem pencarian manual yang digunakan dalam periode 2008-2023. Literatur yang dievaluasi merupakan penelitian yang membahas tentang akurasi hasil pencetakan gigi tiruan dukungan implan secara digital dan konvensional yang dilakukan pada kasus dengan minimal empat implan terpasang pada rahang yang telah kehilangan seluruh gigi. Penilaian risiko bias dilakukan dengan menggunakan Cochrane RoB-2 dan ROBINS-I.
Hasil: Total 368 literatur diperoleh dari empat database dan 297 literatur diseleksi berdasarkan judul dan abstrak setelah eliminasi duplikat. Total tujuh literatur dari database memenuhi kritera inklusi dan digabungkan dengan satu literatur hasil pencarian manual. Delapan literatur dilakukan analisis. Akurasi hasil pencetakan secara tiga dimensi memiliki nilai yang bervariasi namun masih dalam rentang yang dapat diterima secara klinis (200μm). Gigi tiruan yang dihasilkan juga memiliki passive fit yang baik. Secara radiografis, mayoritas gigi tiruan yang dihasilkan tidak memiliki celah di antara superstruktur dengan implan. Hasil analisis Grading of Recommendation Assessment Development and Evaluation (GRADE) seluruh kualitas literatur yang diperoleh memiliki kualitas yang tergolong tinggi. Kesimpulan: Berdasarkan hasil analisis tersebut, hasil pencetakan digital memiliki keakurasian yang setara dengan pencetakan konvensional dalam aplikasi klinis.

Background: Accuracy of the impression is important in making dentures, especially in implant-supported complete dentures. This systematic review conducted to compare accuracy of digital impressions using intra-oral scanners and conventional impressions.
Method: This systematic review followed the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta Analysis (PRISMA) and registered on PROSPERO with number CRD42023478021. Four databases and a manual search system limited to publication date 2008-2023 period. Literature evaluated based on data discusses accuracy of digital and conventional implant-supported denture impressions carried out in cases with minimum four implant on fully edentulous jaw. Risk of bias assessment was performed using the Cochrane RoB-2 and ROBINS-I.
Result: A total of 368 literature was obtained from four databases and 297 literature was selected based on title and abstract after duplicate removal. A total of seven literature from the database met the inclusion criteria and was combined with one literature resulting from a manual search. Eight literature were analyzed. Three- dimensional accuracy of impressions varies but is still within the clinically acceptable range (200μm). Dentures from all impressions also has a good passive fit. Radiographically, the majority of dentures produced do not have voids between the superstructure and the implant. Quality assessment with Grading of Recommendation Assessment Development and Evaluation (GRADE) shows high level of quality evidence for all literature.
Conclusion: Based on the results of this analysis, conventional and digital impressions results have comparable accuracy in clinical applications.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Putri Arfianti
"ABSTRAK
Bentuk oval pada sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah seringkali tidak dapat terpreparasi dan dapat menyebabkan kegagalan. Tujuan: Mengetahui prevalensi variasi penampang melintang sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah. Metode: Penelitian ini menggunakan 80 sampel gigi, di-scan menggunakan micro-CT Bruker SkyScan 1173. Masing-masing sepertiga apikal saluran akar dipotong dengan perangkat lunak DataViewer. Rasio diameter maksimum dan minimum dihitung dengan perangkat lunak Fiji ImageJ dan dikategorikan: bulat, oval, long oval, flat. Hasil: Prevalensi penampang melintang saluran akar premolar dua rahang atas, oval 66,7 , long oval 24,6 , flat 7 , bulat 1,7 . Molar satu rahang atas akar mesiobukal, oval 68,2 , long oval 22,7 , flat 9,1 ; distobukal, oval 94,1 , long oval 5,9 ; palatal oval 100 . Molar satu rahang bawah akar mesiobukal, long oval 47,4 , oval 36,8 , dan flat 15,8 ; mesiolingual oval 100 ; dan distal, oval 68,4 , long oval 21,1 , flat 10,5 . Kesimpulan: Penampang melintang oval pada sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah ditemukan paling banyak, kecuali pada akar mesiobukal gigi molar satu rahang bawah ditemukan long oval 47,4 .

ABSTRACT
Oval shaped in apical one third maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars often can rsquo t be cleaned and shaped, and could cause failure in the process. Objective To know the prevalence variation of apical one third cross section in root canals of maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars. Methods This research used 80 tooth samples, were scanned using micro CT Bruker SkyScan 1173. Each of apical one third root canal were sectioned using DataViewer software. Maximum and minimum diameter ratio was calculated using the Fiji ImageJ software and categorized round, oval, long oval, and flat. Results Prevalence of apical one third root canal cross section shape in maxillary second premolar, oval 66,7 , long oval 24,6 , flat 7 , round 1,7 . Maxillary first molar mesiobuccal root, oval 68,2 , long oval 22,7 , flat 9,1 distobuccal, oval 94,1 , long oval 5,9 and palatal oval 100 . Mandibular first molar mesiobuccal root, long oval 47,4 , oval 36,8 , flat 15,8 mesiolingual oval 100 and distal, oval 68,4 , long oval 21,1 , flat 10,5 . Conclusion Oval shape in cross section of apical one third in root canals of maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars were most found, except in mesiobuccal root in mandibular first molar was found long oval 47,4 . "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzan Elias
"Salah satu terapi yang umum untuk kehilangan gigi 076I678 yang kita kenal sebagai kasus K1 I Kennedy,adalah gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal.Pada pem-
buatan gigi tiruan tersebut umumnya gigi penjangkaran yang digunakan adalah gigi gigi 54I45 yang merupakan gigi penjangkaran yang lemah.
Jaringan pendukung gigi tiruan tersebut terdiri atas jaringan keras yaitu gigi penjangkaran beserta periodonsiumnya dan jaringan lunak yaitu mukosa yang berada dibawah basis gigi tiruan tersebut.Kedua jaringan pendukung mempunyai kekenyalan yang berbeda.Pada pemakaian gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal perbedaan kekenyalan itu sering mengakibatkan goyangnya gigi penjangkaran.Salah
satu penyebab goyangnya gigi penjangkaran tersebut adalah gerak distal gigi penjangkaran tiap kali gigi tiruan mandapat beban kunyah.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana menentukan disain cengkeram serta upaya,memperoleh gigi penjangkaran yang kuat agar kesehatan jaringan pendukung gigi tiruan tersebut dapat dipertahankan sebaik-baiknya dan untuk wak-
tu yang lama.
Sehubungan dengan itu telah diteliti adanya perbedaan gerak distal yang bermakna dari gigi penjangkaran yang displint dan yang tidak displint dengan disain cengkeram 3 jari (sirkumferensial) dan disain cengkeram 3 jari panjang (continous). Penelitian ini dilakukan secara laboratorik dan beban kunyah yang digunakan adalah komponen beban kunyah yang jatuh tegak lurus pada bidang kunyah.
Secara statistik dari penelitian ini dibuktikan bahwa pada gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal, gerak distal yang diterima gigi penjangkaran dengan splint lebih kecil bila dibandingkan dengan gerak distal gigi penjangkaran tanpa splint.Selain itu gigi tiruan dengan disain cengkeram 3 jari panjang,gigi penjangkarannya juga menerima gerak distal lebih kecil dibandingkan dengan yang diterima oleh gigi tiruan dengan di-
sain cengkeram 3 jari.Sedangkan gerak distal yang terkecil diterima oleh gigi penjangkaran dengan splint dan disain cengkeram 3 jari panjang."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiyya Sarah Azzahrah
"Latar Belakang: Partikel mirip logam telah terdeteksi pada apusan mukosa peri-implan dari sampel klinis yang menderita peri-implantitis maupun sample yang tidzak menderita peri-implantitis dengan menggunakan sitologi eksfoliatif sel epitel dan makrofag. Ion metal titanium yang sudah terlepas dari ikatannya akan menginduksi kejadian dan reaksi biologis yang menyebabkan hilangnya stabilitas biologis dan meningkatnya osteolisis lokal di sekitar implan gigi. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi sitokin inflamasi dan aktivasi osteoklas terjadi ketika ion titanium hadir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, diketahui terdapat perbedaan signifikan dari hasil polimorfisme gen CXCR2 antara pasien dengan peri-implantitis dan pasien control. Namun, kemampuan ekspresi gen CXCR2 pasien sehat pengguna Implan Gigi masih belum ditentukan.
Tujuan: Menganalisis ekspresi gen pada pasien pengguna implan gigi dibandingkan dengan individu sehat yang tidak menggunakan implant gigi.
Metode:Sampel RNA pasien pengguna implan (n=9), dan sample pasien control non-pengguna (n=9) diperoleh dan disimpan di Laboratorium Oral Biologi  Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Kemudian, dilakukan esktraksi RNA, sintesis cDNA dan pengecekan konsentrasi sampel hasil sintesis cDNA. Selanjutnya, ekspresi gen CXCR2 dan gen referensi GAPDH diuji dengan quantitative reverse-transcription PCR (RT-qPCR).
Hasil: Tidak   terdapat perbedaan bermakna ekspresi gen CXCR2, antara pasien pengguna implant gigi dan pasien yang tidak menggunakan implant gigi (p≥0,05).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara perbedaan ekspresi gen CXCR2 pada

Background: Exfoliative cytology of epithelial cells and macrophages has been used to identify metal-like particles in peri-implant mucosal smears from clinical samples with and without peri-implantitis. Free titanium ions cause biological processes and reactions that result in localized osteolysis surrounding dental implants and a loss of biological stability. In vitro studies have shown that inflammatory cytokine expression and osteoclast activation increase when titanium ions are present. Based on previous studies, it is known that there are significant differences in the results of CXCR2 gene polymorphisms between patients with peri-implantitis and control patients. However, the expression ability of the CXCR2 gene in healthy patients using dental implant has not been determined.
Objective: To analyze gene expression in patients with dental implants compared to healthy individuals who do not use dental implants.
Methods: RNA samples from implant users (n=9), and non-user control patient samples (n=9) were obtained and stored at the Oral Biology Laboratory, Faculty of Dentistry, University of Indonesia. Then, RNA extraction, cDNA synthesis was carried out and checking the concentration of the cDNA synthesized samples. Next, the expression of the CXCR2 gene and the GAPDH reference gene were tested by quantitative reverse-transcription PCR (RT-qPCR).
Results: There was no significant difference in CXCR2 gene expression between patients with implants. Conclusion: There is no statistically significant difference between differences in gene expression in dental implant users and non-users.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amaliyatus Silmi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Konstriksi apikal adalah bagian sistem saluran akar dengan diameter terkecil dan merupakan titik acuan yang paling sering digunakan dokter gigi sebagai penghentian apikal untuk pembersihan, pembentukan, dan pengisian saluran akar untuk perawatan endodontik. Tujuan: Mengetahui variasi ukuran, lokasi, dan bentuk konstriksi apikal pada gigi premolar 1 mandibula dan gigi premolar 2 maksila. Metode: Penelitian ini menggunakan 66 sampel gigi yang telah diekstraksi dengan akar telah terbentuk sempurna tanpa tanda-tanda resorpsi eksternal. Sampel dipindai menggunakan micro-CT Bruker SkyScan 1173 dengan resolusi 50 m. Gigi dibuat menjadi transparan untuk menampilkan morfologi sistem saluran akar secara tiga dimensi. Analisis ukuran, lokasi, dan bentuk konstriksi apikal dilakukan menggunakan perangkat lunak Fiji ImageJ, CT Vox, CT An, dan CT Vol. Data dianalisis menggunakan uji T satu sampel. Hasil: Rerata jarak antara konstriksi apikal dan foramen apikal pada gigi premolar 1 mandibula adalah 0,619 mm dan pada gigi premolar 2 maksila adalah 0,647 mm dengan lokasi konstriksi apikal terbanyak yaitu lebih ke apikal. Bentuk konstriksi apikal terbanyak pada gigi premolar 1 mandibula dan gigi premolar 2 maksila adalah konstriksi apikal konvergen dan konstriksi apikal bercabang dua. Kesimpulan: Variasi ukuran, lokasi, dan bentuk konstriksi apikal harus menjadi pertimbangan dokter gigi dalam melakukan perawatan endodontik.

ABSTRACT
Background Apical constriction is the smallest diameter of root canal system and also the most commonly used reference point by clinicians as the apical termination for cleaning, shaping, and obturation for root canal treatment. Objective This study aim to know the variation of size, location, and shape of apical constriction in mandibular first premolar and maxillary second premolar. Methods Total 66 samples of extracted premolar teeth with perfectly formed root and without sign of external resorption were collected. Each tooth was scanned using a Bruker Skyscan 1173 micro CT at a resolution of 50 m. The teeth were made transparent in order to reveal the root canal system morphology in three dimensions. The size, location, and shape of apical constriction was analyzed using Fiji ImageJ, CT Vox, CT An, and CT Vol software. Data were analyzed statistically by One sample T test. Result The average distance between apical constriction and apical foramen in mandibular first premolar is 0,619 mm and in maxillary second premolar is 0,647 mm with the most location of apical constriction inclining to apically. Most of apical constrictions shape in mandibular first premolar and maxillary second premolar is convergent apical constriction and branched apical constriction. Conclusion The variation of size, location, and shape of apical constriction should be considered by dentist in performing endodontic treatment."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Fadhil Ardianov
"Penggunaan prosthesis Modular menjadi salah satu solusi terbaik untuk mengobati kanker tulang meskipun mengalami amputasi. Studi ini mengembangkan modular femur MegaProsthesis Distal baru dengan memberikan beberapa modifikasi pada geometri dan juga beberapa fitur. Oleh karena itu, model baru ini dirancang dan disimulasikan dengan menganalisis analisis stres. Simulasi menggunakan konsep perhitungan beban internal untuk mewakili kekuatan yang terjadi dalam model selama berjalan, ada 3 jenis arah beban internal; Distal-Proksimal, Frontal-Dorsal, Lateral-Medial. Desain ini juga diuji oleh momen internal yang terjadi, momen disimulasikan pada desain berdasarkan bagian femur distal dan tibia proksimal ketika mereka memiliki gerakan rotasi, terutama di sendi. Momen disimulasikan dalam 3 sumbu desain yaitu X, Y, Z axis. Setiap sumbu mewakili arah rotasi untuk menghitung momen atau puntir desain jika dimuat dengan beberapa puntir dari gerakan rotasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegangan von mises tertinggi dihitung jauh di bawah tegangan leleh material, sehingga penelitian ini berhasil dirancang dan aman untuk digunakan.

The use of Modular prosthesis become one of the best solutions to treat bone cancer despite amputation. This study developed a new modular Mega Prosthesis Distal femur by giving some modifications to the geometry and also so me features. Therefore, this new model was designed and simulated by analyzing stress analysis. The simulation using the internal loads' calculation concept to represent the forces that happened in the model during walking, there were 3 types of internal loads direction; Distal-Proximal, Frontal-Dorsal, Lateral-Medial. This design also tested by an internal moment that happened, moment simulated on the design based on part of the distal femur and proximal tibia when they have rotation movement, especially in the joint. Moment simulated in 3 axes of the design which are X, Y Z axis. Each axis represents the direction of the rotation to calculate the moment or torsion of the design if it loaded with some torsion from rotation movement. The result showed that the highest von mises stress calculated far below the yield stress of the material, so this study was successfully designed and safe to use."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 284-287
Radiographic examination has a very important role in dental implant treatment, including preoperative planning and intra operative and postoperative assessment. ln preoperative planning, radiographic examination has an ability to visualize critical mandibular anatomic organ such as mandibular foramen, mandibular canals, and mental foramina, which will guide the choice of implant length, diameter, and position. Besides, it also can reveal variation of quality and quantity of the jaw bone. Radiographic examination for postoperative assessment of dental implant is usually addressed for evaluation of implant position. Development and application modem imaging modalities in dento-maxillofacial radiology have very important role for better accuracy and more comprehensive dental implant treatment. One of modern radiographic imaging technique for this purpose is conventional linier tomography. This modality yields visualization of bone quality and quantity in high detail and accuracy, including bone condition in buccallingual dimension. Thus the choice of implan type, shape and size can be obtained precisely and furthermore reducing iatrogenic damage of critical anatomic organ. Radiation dose of conventional linier tomography is relatively lower comparing with other modern imaging modalities such as CT scan, besides that it also has lower cost so it has beneficial economical point. However, for a certain case and condition, there will be some need for combining conventional linier tomography with other technique, such as the panoramic and periapical technique."
Journal of Dentistry Indonesia, 2006
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Elton Heryanto
"Salah satu evaluasi mutu radiograf adalah besarnya distorsi vertikal yang terjadi. Distorsi vertikal ini relatif lebih sering terjadi pada pembuatan radiograf periapikal regio premolar satu rahang bawah.
Tujuan: Mengetahui perubahan sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi pada pembuatan radiograf periapikal gigi premolar satu rahang bawah.
Metode: 30 gigi premolar satu rahang bawah yang sudah diekstraksi diukur panjang klinisnya, lalu dilakukan pembuatan radiograf periapikal dengan sudut vertikal 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200. Panjang gigi dan selisih cusp radiograf diukur oleh dua orang pengamat masing-masing dua kali di waktu yang berbeda.
Hasil: Secara statistik, panjang gigi pada sudut 00, +100, +150, +200, -100, -150 nilai p>0,05, sehingga tidak terjadi perbedaan bermakna. Pada selisih cusp gigi secara statistik, nilai p<0,05 sehingga terdapat perbedaan bermakna.
Kesimpulan: Perubahan sudut vertikal sebesar 100 masih dapat ditoleransi untuk melihat panjang gigi pada radiograf intraoral periapikal gigi premolar satu bawah

One of the quality evaluation criteria of a radiograph is the vertical distortion. Vertical distortion is relatively more common in periapical radiographs of the mandibular premolar region.
Objective: To determine the vertical angle changes that can be tolerated in the periapical radiographs of the mandibular
premolars.
Methods: 30 mandibular first premolars that were already extracted and had the length measured clinically as well as radiographically. Periapical radiography projection were then taken with the vertical angle set at 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200. The tooth length and the difference of the cusp height were then measured by two observers twice at different times.
Results: Statistically, tooth length at vertical angulation 00, +100, +150, +200, -100, -150 has the p value >0,05, so there is no significant difference. On the other hand, the buccal-lingual cusp difference has the p value <0,05, that means there is a significant difference.
Conclusion: In standard periapical radiography, 100 change from the normal vertical angulation could still be tolerated to measure the vertical dimension or tooth length of the mandibular first premolar tooth."
2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>