Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81782 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Daffa Burhany Syihab
"Sistem tenaga listrik Sumatra merupakan salah satu sistem tenaga listrik terbesar yang ada di Indonesia. Sistem tersebut terdiri dari gabungan 3 subsistem yaitu Sumatra Bagian Utara (Sumbagut), Sumatra Bagian Tengah (Sumbagteng), dan Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel). Salah satu subsistem tenaga listrik besar di Sumatra adalah sistem tenaga listrik Sumbagsel. Sistem tenaga listrik Sumbagsel disupply dayanya oleh berbagai jenis pembangkit listrik seperti PLTU, PLTA, PLTD, dll. Setiap pembangkit listrik tersebut memiliki BPP (Biaya Pokok Penyediaan) pembangkitan. Pembangkit listrik berbasis fosil dan gas memerlukan BPP yang cukup tinggi. Kemajuan teknologi khususnya teknologi baterai sebagai penyimpan energi memungkinkan pengurangan pengoperasian pembangkit berbasis fosil dan gas dengan menggunakan metode load shifting. Load shifting dilakukan untuk memindahkan daya yang dihasilkan oleh pembangkit listrik dengan BPP pembangkitan yang mahal menjadi daya yang dihasilkan oleh pembangkit listrik dengan BPP yang lebih murah sehingga optimalisasi biaya pun dapat dilakukan. Load shifting tersebut dilakukan dengan menggunakan BESS (Battery Energy Storage System) dimana charging akan dilakukan diluar WBP (Waktu Beban Puncak) dan discharging akan dilakukan pada saat waktu beban puncak. Oleh karena itu, studi BESS untuk load shifting sistem tenaga listrik Sumatra Bagian Selatan perlu dilakukan.

The Sumatran electric power system is one of the largest electric power systems in Indonesia. The system consists of a combination of 3 subsystems, namely Northern Sumatra (Sumbagut), Central Sumatra (Sumbagteng), and Southern Sumatra (Sumbagsel). One of the major power subsystems in Sumatra is the South Sumatra electric power system. The South Sumatra electric power system provides its power by various types of power plants such as PLTU, PLTA, PLTD, etc. Each of these power plants has a BPP (Cost of Provision) generation. Fossil and gas based power plants require a fairly high BPP. Technological advances, especially battery technology as an energy store, allow the reduction of fossil and gas-based operations using load transfer methods. Load transfer is carried out to transfer the power produced by power plants with an expensive generation BPP, while power plants with BPP can be cheaper so that cost optimization is carried out. The load transfer is carried out using BESS (Battery Energy Storage System) where charging will be done outside the WBP (Peak Load Time) and emptying will be carried out during peak load times. Therefore, it is necessary to conduct a BESS study for the Southern Sumatra electric load transfer system.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abeltus Reforma Putra
"Selama beberapa waktu terakhir, Battery Energy Storage System (BESS) telah menjadi salah satu komponen penting dalam jaringan listrik pintar untuk meningkatkan kinerja dan keandalan sistem tenaga listrik di beberapa negara. Indonesia yang merupakan negara terpadat nomor empat di dunia tentunya membutuhkan juga teknologi ini untuk memaksimalkan kinerja sistem tenaga listriknya. Namun, harga investasi untuk BESS masih tergolong cukup tinggi untuk saat ini dan dibutuhkan metode yang tepat untuk menentukan kapasitas BESS tersebut. Oleh sebab itu, pendekatan feasibility study digunakan untuk memastikan pemasangan BESS pada jaringan sistem tenaga listrik bisa memberikan keuntungan dari sisi ekonomi. Makalah ini menyajikan metodologi pengukuran dan strategi optimasi biaya BESS untuk aplikasi Load Shifting di sistem tenaga listrik Sumatera Bagian Tengah dengan menggunakan perangkat lunak excel dan phyton serta data beban listrik yang diberikan PLN di wilayah tersebut pada tahun 2019. Energi BESS akan dilepas pada saat Waktu Beban Puncak (WBP) untuk menggantikan pembangkit listrik biaya mahal sehingga dapat megurangi biaya operasional. Hasil optimasi biaya BESS untuk load shifting di Sumbagteng mampu mengurangi PLTMG dan PLTD yang notabene menggunakan BBM sebesar 20% dari kondisi awalnya.

Over the past few years, the Battery Energy Storage System (BESS) has become one of the important components in smart power grids to improve the performance and reliability of electric power systems in several countries. Indonesia, which is the fourth most populous country in the world, certainly needs this technology to maximize the performance of its electric power system. However, the investment price for BESS is still quite high for now and an appropriate method is needed to determine the capacity of the BESS. Therefore, a feasibility study approach is used to ensure that the installation of BESS on the power system network can provide economic benefits. This paper presents the measurement methodology and cost optimization strategy of BESS for Load Shifting applications in the Central Sumatra electric power system using excel and python software as well as electricity load data provided by PLN in the region in 2019. BESS energy will be released at Load Time. The peak (WBP) to replace power plants is expensive so that it can reduce operational costs. The results of the optimization of BESS costs for load shifting in Central Sumatra were able to reduce PLTMG and PLTD which incidentally used fuel by 20% from their initial conditions.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Setiawan
"Skema load shifting merupakan strategi krusial dalam upaya menekan biaya pokok penyediaan (BPP) dalam sistem pembangkitan energi. Penelitian ini mengeksplorasi dua pendekatan utama dalam pelaksanaan load shifting: yang pertama, secara aktif melalui pemanfaatan Battery Energy Storage System (BESS), dan yang kedua, secara partisipatif dengan menerapkan tarif dinamis. Fokusnya adalah pada simulasi kedua skema ini dalam jangka waktu mendatang, khususnya mengantisipasi penetrasi masif PLTS dalam lima tahun ke depan di wilayah Sistem Jawa-Madura-Bali. Hasil analisis menunjukkan bahwa baik implementasi BESS maupun penerapan tarif dinamis Time of Use (TOU) efektif dalam meningkatkan efisiensi pembangkitan listrik. Studi ini juga mengidentifikasi karakteristik unik dalam simulasi tarif dinamis TOU untuk berbagai jenis pelanggan, termasuk rumah tangga, industri, dan komersial. Penelitian ini memberikan metodologi yang praktis dan relevan bagi sistem besar di seluruh dunia, dengan studi kasus pada Sistem Jawa-Madura-Bali yang menyoroti hasil terbaik pada skenario 10.5% load shifting untuk pelanggan rumah tangga.

The load-shifting scheme plays a pivotal role in reducing the cost of electricity provision in power generation systems. This study explores two main approaches to implementing load shifting: firstly, actively through the utilization of Battery Energy Storage System (BESS), and secondly, participatively by applying dynamic tariff schemes. The focus lies on simulating both schemes in future time horizons, particularly anticipating the massive penetration of Photovoltaic Solar (PLTS) within the next five years in the Java-Madura-Bali System. The analysis results demonstrate the effectiveness of both BESS implementation and the Time of Use (TOU) dynamic tariff scheme in enhancing electricity generation efficiency. The study also identifies unique characteristics in the simulation of TOU dynamic tariffs for various types of consumers, including households, industries, and commercial entities. This research provides a practical and relevant methodology for large-scale systems worldwide, with a case study on the Java-Madura-Bali System highlighting household consumers' best outcomes in the 10.5% load-shifting scenario."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathur Nurmahdi
"Sistem penyimpanan energi saat ini telah berkembang pesat dan banyak digunakan pada suatu sistem tenaga listrik seiring berkembangnya teknologi yang masuk ke dalam dunia kelistrikan, salah satunya yaitu penggunaan baterai sebagai media penyimpanannya. Baterai digunakan untuk menyimpan energi yang disimpan pada suatu waktu ketika energi tersebut tidak banyak digunakan dan akan dilepas energinya pada suatu waktu yang sebaliknya. Dengan kata lain, baterai juga dapat digunakan untuk menggantikan pembangkit dengan harga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik yang mahal, sehingga anggaran yang dikeluarkan akan lebih hemat. Oleh karena itu, dibutuhkan ilmu tentang pengimplementasian teknologi Battery Energy Storage System (BESS) yang tepat pada suatu wilayah. Perhitungan yang tepat diperlukan untuk menentukan kapasitas baterai yang terpasang, serta besaran biaya finansial yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas baterai yang terpasang, dapat dilakukan shifting pembangkit dengan rentang BPP dari Rp1500/kWh hingga Rp2000/kWh yang membutuhkan kapasitas baterai berkisar antara 606,58 – 882,94 MWh dengan penurunan biaya berkisar antara Rp2,94 hingga Rp3,9 Triliun/tahun. Selain itu, dari segi finansial didapatkan 4 (empat) skenario dengan variasi pada nilai investasi BESS sebesar $400 - $500 dan siklus charging-discharging sebesar 4.000 – 5.000, didapatkan biaya investasi BESS sebesar Rp3,64 hingga Rp6,62 Triliun/tahun, rentang Internal Rate of Return (IRR) berkisar antara 52,02 % - 74,65 %, rentang Net Present Value (NPV) berkisar antara Rp14,19 hingga Rp20,69 Triliun, dan Discounted Payback Period (DPP) selama 2-3 tahun.

Energy storage systems are currently growing rapidly and are widely used in an electric power system as technology develops into the world of electricity, one of which is the use of batteries as storage media. Batteries are used to store energy that is stored at a time when the energy is not used much and will be released energy at a time when it is not. In other words, batteries can also be used to replace generators with cost of electricity supply (BPP), so that the budget spent will be more efficient. Therefore, knowledge about the proper implementation of Battery Energy Storage System (BESS) technology is needed in an area. Precise calculations are needed to determine the capacity of the installed battery, as well as the number of financial costs incurred. Based on the calculation results of the installed battery capacity, it can be done shifting the power plant with a BPP range from Rp1500/kWh to Rp 2000/kWh which requires a battery capacity range from 606,58 – 882,94 MWh with cost reductions range from Rp2,94 to Rp3,9 Trillion/year. Furthermore, from a financial perspective, there are 4 (four) scenarios with variations in the BESS investment value of $400 - $500 and the charging-discharging cycle of 4,000 - 5,000, it gain the BESS investment cost is Rp3.64 to Rp6.62 trillion/year, Internal range Rate of Return (IRR) ranges from 52.02% - 74.65%, Net Present Value (NPV) ranges from Rp.14.19 to Rp.20.69 Trillion, and Discounted Payback Period (DPP) for 2-3 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Ananda Wulan Sapta Rini
"Jepang merupakan negara yang dikenal akan distribusi ODA yang terkonsentrasi di kawasan Asia. Akan tetapi, pada tahun 2003 hingga 2011, distribusi ODA Jepang ke Asia justru menurun. Sebaliknya, Sub-Sahara Afrika menjadi satu-satunya kawasan dengan distribusi ODA Jepang yang meningkat. Situasi ini menunjukkan pergeseran fokus distribusi ODA Jepang ke Sub-Sahara Afrika. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor di balik pergeseran tersebut dengan menggunakan kerangka analisis kebijakan luar negeri. Hasil penelitian menunjukkan terdapat keterkaitan antara faktor domestik (perubahan kepemimpinan dalam JICA dan tujuan politik Jepang) dan eksternal (tekanan dari Amerika Serikat, rivalitas Jepang dengan China, dan dinamika perkembangan Kawasan Afrika dan Asia), yang melatarbelakangi pergeseran fokus distribusi ODA Jepang ke Afrika.

Japan is a country which concentrated her ODA mainly in Asia. However, in 2003 until 2011, Japanese ODA to Asia diminished and Sub-Saharan Africa became the only region whose Japanese ODA?s allocation increased. It indicated the shifting of Japanese ODA to Sub-Saharan Africa. This study aims to uncover and analyze the factors underlying Japan?s policy to shift her ODA to Africa using foreign policy as the framework of analysis. The result shows the relevance between domestic factors (leadership transition in JICA and Japan?s political objective) and external factors (the pressure of US, rivalry between Japan and China, and development of Africa and Asia) in the shifting of Japanese ODA to Sub-Saharan Arica."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrel Panca Agung
"Meningkatnya konsumsi energi listrik akan berpengaruh pada peningkatan beban puncak pada sistem ketenagalistrikan di indonesia. Tingginya biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkit peaker mengakibatkan mahalnya biaya energi pada suatu sistem. Hal tersebut dapat diatasi dengan pengimplementasian Battery Energy Storage System (BESS) sebagai load shifting. Load shifting merupakan proses pemindahan pembebanan sistem pembangkitan suatu sistem tenaga listrik dari satu periode waktu dimana terdapat pembebanan yang tinggi ke periode waktu lainnya dimana terdapat pembebanan yang lebih rendah pada hari yang sama. BESS juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi intermitensi pembangkit energi terbarukan. Biaya investasi dari BESS semakin menurun setiap tahunnya. Pemanfaatan BESS pada sistem kelistrikan di Indonesia khususnya pada sistem Jawa-Bali terbilang masih kurang dibandingkan dengan potensi pemanfaatan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi implementasi BESS sebagai load shifting untuk menurunkan biaya energi pada sistem Jawa-Bali dengan menentukan kapasitas BESS yang akan digunakan dan kelayakan implementasinya secara finansial. Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas BESS dengan rentang BPP cut-out sebesar Rp. 1600/kWh sampai Rp. 2200/kWh, menunjukan kapasitas BESS yang dibutuhkan untuk implementasi BESS sebagai load shifting adalah sebesar 1.206,48 - 3.181,12 MWh, dengan penurunan biaya sebesar Rp. 4,67 – 6 Triliun/tahun. Berdasarkan hasil perhitungan finansial untuk skenario 1 – 4 dengan nilai investasi BESS senilai $700 – 1000/kWh membutuhkan biaya invetasi sebesar Rp. 11,96 – 36,04 Triliun, dan menghasilkan Internal Rate of Return sebesar 7,72 - 32,69 %, Net Present Value sebesar Rp. -0,47 – 18.99 Triliun, dan Discounted Payback Period selama 4 – 19 tahun

Increased electricity consumption will influence increasing the peak load on the electricity system in Indonesia. The high cost of Cost of Energy (CoE) of peaker plants results in high energy costs in a system. This can be overcome by implementing the Battery Energy Storage System (BESS) as load shifting. Load shifting is the process of transferring the load of an electrical power system from one period where there is a high load to another period where there is a lower load on the same day. BESS can also be used to overcome the intermittency of renewable energy generator. The cost of investment from BESS is decreasing every year. The utilization of BESS in the electricity system in Indonesia, especially in the Java-Bali system is still less than the potential utilization. This research aims to analyze the potential implementation of BESS as load shifting to lower energy costs on the Java-Bali system by determining the capacity of BESS to be used and the feasibility of its implementation financially. Based on the results of BESS capacity calculation with the range of BPP cut-out of Rp. 1600 / kWh to Rp. 2200 / kWh, show the BESS capacity needed for the implementation of BESS as load shifting is 1,206.48 - 3,181.12 MWh, with a decrease in costs of Rp. 4.67 - 6 trillion / year. Based on the results of financial calculations for scenarios 1 - 4 with a BESS investment value of $ 700 – 1000 / kWh requires investment costs of Rp. 11.96 – 36.04 trillion and generates an Internal Rate of Return of 7.72 - 32.69 %, Net Present Value of Rp. -0.47 – 18.99 trillion, and Discounted Payback Period for 4 - 19 years
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurwiyoto
"Sistem perladangan merupakan adaptasi terbaik dari masyarakat yang tingkat teknologinya sederhana. Sistem perladangan ini dapat dipertahankan selama penduduk masih sedikit dan hutan tersedia, namun sekarang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan pertanyaan :
Mengapa sistem perladangan di Bengkulu mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup ?
Apakah batas secara teknis dari kawasan hutan lindung yang ada sekarang sudah memadai ?
Penelitian ini mengajukan dua hipotesis.
(a) Terlalu besarnya jumlah penduduk yang bergantung pada bidang pertanian kecil, memaksa sebagian penduduk menggunakan tanah di kawasan hutan lindung sehingga mengakibatkan kerusakan hutan.
(b) Batas secara teknis dari kawasan hutan lindung di Kecamatan Kepahiang belum memadai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab sistem perladangan di Kecamatan Kepahiang mengakibatkan kerusakan hutan dan mengetahui batas secara teknis yang sesuai dari kawasan hutan lindung.
Variabel bebasnya adalah penggunaan tanah, yang mempengaruhi kerusakan hutan sebagai variabel tidak bebas. Responden berjumlah 127 kepala keluarga, dan data dikumpulkan melalui wawancara berdasarkan daftar pertanyaan. Sampel kesuburan tanah diambil di wilayah berlereng 15%-40% dan lebih dari 40%. Data penggunaan tanah dan kemampuan tanah berasal dari Badan Pertanahan Nasional.
Data dianalisis dengan uji Kruskal Wallis, dan data peta dianalsis dengan pendekatan analisis wilayah melalui teknik Overlay, kemudian keseluruhan data dikorelasikan.
Temuan hasil penelitian ini yang penting adalah bahwa sistem perladangan di Kecamatan Kepahiang dilakukan dengan membuka hutan primer dan luas tanah garapan 2,61 hektar tiap keluarga serta laju perluasan 0,49 hektar tiap keluarga tiap tahun. Daya dukung lingkungan yang ada sudah terlampaui sehingga sistem perladangan ini tidak dapat dipertahankan. Di samping itu, sifat berpindah-pindahnya bidang tanah garapan dengan mencari hutan primer mengakibatkan kerusakan hutan.
Orientasi usahatani penduduk adalah perkebunan kopi, di mana penggarapan tanah wilayah berlereng lebih dari 40% menyebabkan terjadinya penurunan kandungan N,P,K dan pH. Penggarapan di kawasan hutan lindung merupakan akibat terlalu besarnya jumlah petani yang bergantung pada tanah dan timbulnya lapar tanah karena meningkatnya kebutuhan petani.
Batas secara teknis dari kawasan hutan lindung menurut Tata Hutan Guna Kesepakatan, ternyata belurn memadai dan sebagian tanahnya digarap sebagai tempat usahatani. Batas secara teknis untuk kawasan hutan lindung meliputi 28.049 hektar, yang terdiri dari 15.202 hektar sebagai kawasan hutan lindung mutlak, dan 12.847 hektar sebagai daerah penyangga.

Shifting cultivation system is the best adaptation from community with simple level technology. The shifting cultivation system can be maintained as long as population are rare and forest are still available, however this system now results in environmental destruction, therefore rise the question:
Why do the shifting cultivation system in Bengkulu cause the destruction of environmental?
Is the present technical boundary of the protecting forest area appropriate?
The research proposes two hypothesis:
The large population that depends on small farming area, press forces the part of the population to cultivate the land in protecting forest area, that resulting forest destruction.
Technical boundary from protecting forest area in Kepahiang Sub-district is not sufficient yet.
The aims of the research are to get to know the causes of shifting cultivation system in Kepahiang Sub-district which result in forest destruction, and to know the appropriate technical boundary from protecting forest area.
The independent variable of this research is land utilization that influences forest destruction as a dependent variable.
The number of respondence are 127 head of household, and the data was collected by interviewing based on the questionnaire list, and soil fertility samples were taken from area of slope 15%-40% and more than 40 %. The data of land utilization and land capability were gained from "Badan Pertanahan Nasional".
The data were analyzed by Kruskal-Wallis test, and the data of maps were analyzed by region analysis approach with Overlay technic, then all of the data were correlated.
The important finding of this research is that the shifting cultivation system in Kepahiang Subdistrict is carried out by cultiving primary forest and cultivation area 2,61 hectare for each family with growth area 0,49 hectare each family every year. The present environmental carrying capacity is exceeded therefore this shifting cultivation system can not be maintained. In addition, the shifting cultivation system by looking for primary forest causes forest destruction.
The orientation of the farmer's work is coffee plantation, which the area cultivation in slope region is more than 40%, causes the declining deposit of N,P,K, and pH. The cultivation_ in protecting forest area is the result of too large number of farmers that depend on land, and need of land because of the increase of farmer's need.
Technical boundary of the protecting forest area according to "Tata Guna Hutan Kesepakatan" actually is not appropriate yet, and part of this land cultivated as farmer's work area. Technical boundary of this protecting forest area comprises 28.049 hectare, consists of 15.202 hectare as an absolute protecting forest area, and 12.847 hectare as a buffer zone.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Electric power plant system design in oil palm factory should consider the contunuity and quality of power supply, reliability of all equipments and its safety and economical value of the system..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Uji Astrono Pribadi
"Pertanian ladang berpindah oleh Suku Dayak Iban di Desa Mensiau mempunyai beberapa tahapan dalam pengelolaannya, yaitu membakar lahan, kemudian menanam padi dalam beberapa kali musim tanam, lalu di tinggalkan agar menjadi hutan kembali. Tahapan pertumbuhan tanaman dalam satu siklus perladangan berpindah idelanya mulai dari jejak bakar, ladang, semak belukar, belukar muda, belukar tua, kemudian hutan sekunder, sehingga dalam satu wilayah tanam suatu siklus perladangan berpindah dapat berlangsung selama 20 tahun sekali.
Penelitian ladang berpindah bertujuan untuk melihat karakteristik lahan melalui data dari hasil perekaman pesawat tanpa awak, melihat perubahan siklus ladang berpindah menggunakan analisis temporal NDVI Landsat, serta menghitung pengaruh jarak ladang terhadap aksesibilitas terhadap tempat tinggal dengan menggunakan Euclidean Distance Analysis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar perladangan berpindah dilakukan pada lahan yang berbukit kecil dengan kemiringan 15 - 25 dan jenis tanah Ultisol. Analisa NDVI pada beberapa ladang menunjukan peningkatan siklus perladangan berpindah dari sebesar 3 sampai 5 tahun sekali, dan hasil analisis jarak memperilhatkan perladangan berpindah banyak dilakukan pada wilayah di sekitar jalan, dibandingkan dengan sungai atau tempat tinggal.

Shifting cultivation by Dayak Iban Tribe on Mensiau village have several stages, burn the land, rice cultivating for two or three planting season, then abandoned for reforestation. Vegetation growth trough several stages on one cycle, ideally strated from burn scar, rice field, bushes, young secondary regrowth, old secondary regrowth, then become secondary forest, so that cycle needs 20 years.
The aim of this research is to identify the spatial charactheristic of shifting cultivation from UAV data, calculating the change on cycle from Landsat NDVI temporal analysis, also calculating the distance from home and access to the field using Euclidean Distance Analysis.
The result shows most of shifting cultivation happen on hilly area with 15 25 slopes and Ultisol soil type. NDVI analysis for some field shown increasing of cycle time from 3 to 5 year, and distance analysis reveal that shfting cultivation mostly take place near the roads.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T49311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Prasetyo
"Load Transfer adalah sebuah komponen yang diletakkan di antara balok beton eksisting dan balok baja tambahan yang bertujuan membuat mekanisme penyaluran beban dari balok beton menuju balok baja menjadi aktif. Cara kerja komponen ini seperti dongkrak hidrolik yang memberikan tekanan yang sama ke permukaan bawah balok beton dan permukaan atas balok baja pada tengah bentang sehingga penyaluran beban sudah berjalan sebelum beban tambahan diberikan. Dengan menggunakan komponen ini, gaya dalam momen dan geser pada daerah tumpuan dan lapangan balok beton dapat direduksi dan mencegah terjadinya kegagalan pada balok beton eksisting tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkuatan dengan menggunakan komponen Load Transfer lebih efektif daripada perkuatan dengan grouting. Besar gaya dalam yang dapat direduksi oleh komponen ini sama antara analisa menggunakan pembebanan gravitasi dengan analisa menggunakan kombinasi pembebanan gravitasi dan gempa bumi. Semakin besar gaya Load Transfer yang diberikan, semakin besar gaya dalam momen dan geser pada balok beton eksisting yang dapat direduksi sehingga menjadi semakin efektif. Selain itu, balok beton ekisting juga lebih kaku sehingga lendutan yang terjadi akibat beban baru dapat direduksi. Namun, komponen Load Transfer tidak mempengaruhi gaya dalam aksial dan momen pada kolom.

Load Transfer is a component placed in between existing concrete beam and additional steel beam, which aims to create mechanism for allocating loads from concrete beam to steel beam to be active. This component?s performance is similar with hydraulic jack, which gives equal pressure to the lower surface of concrete beam and upper surface of steel beam in the midspan so that distribution of loads will start before additional loads are given. By using this component, moment and shear force on the pedestal and field can be reduced, which will prevent failure on existing concrete beam. This result indicates that strengthening by using load transfer component is more effective than strengthening with grouting. The value of internal force that can be reduced by this component using analysis using gravity load is the same with analysis using the combination of gravity and earthquake loading. As the load transfer force given increase, greater moment and shear force on the existing concrete beam can be reduced so itu becomes more effective. In addition, existing concrete beam also become more rigid, causing deflection caused by additional load can be reduced. However, load transfer component does not affect the axial and moment force on the column."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42993
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>