Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187065 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Verolisa
"Cabai merah seperti cabai merah besar, cabai keriting merah dan cabai keriting hijau merupakan salah satu komoditas pangan hortikultura yang populer dan memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Namun, cabai merah memiliki waktu simpan yang singkat karena mudah rusak dan busuk akibat bakteri. Ozone-nanomist merupakan agen disinfektan yang mampu memperlambat penurunan kualitas akibat pembusukkan dengan mensterilisasi permukaan objek dari mikroorganisme seperti bakteri. Pada penelitian ini, cabai merah segar diawetkan dengan memaparkannya pada ozone-nanomist, lalu kemudian disimpan pada suhu ruang selama 10 hari untuk diamati perubahan karakteristiknya. Pada cabai merah besar, kondisi optimal dicapai pada pemaparan ozone-nanomist 3 ppm dengan durasi kontak 3 menit yang mampu mengurangi kandungan bakteri mesofil aerob hingga 99%, menekan persentase susut bobot hingga 1,01%, serta menghambat penurunan kadar vitamin C dan sifat organoleptik (warna, aroma, tekstur) sehingga lebih baik dibandingkan sampel kontrol setelah 10 hari masa penyimpanan. Hasil yang serupa juga didapatkan pada cabai keriting merah dan cabai keriting hijau. Dengan demikian, pemaparan ozone-nanomist dapat mengawetkan cabai merah besar, cabai keriting merah, dan cabai keriring hijau segar dengan memperpanjang masa simpannya pada suhu ruang.

Red chilies such as large red chilies, red curly chilies, and green curly chilies are one of the popular horticultural food commodities and have high economic value in Indonesia. However, red chili has a short shelf life because it is easily damaged and spoiled by bacteria. Ozone-nanomist is a disinfectant agent that can slow down the deterioration of quality due to spoilage by sterilizing the surface of objects from microorganisms such as bacteria. In this study, fresh red chilies were preserved by exposing them to an ozone-nanomist, then stored at room temperature for 10 days to observe changes in their characteristics. In large red chilies, optimal conditions were achieved by exposure to ozone-nanomist 3 ppm with a contact duration of 3 minutes which was able to reduce the content of aerobic mesophyll bacteria up to 99%, reduce the percentage of weight loss up to 1.01%, and inhibit the decrease in vitamin C levels and organoleptic properties (color, aroma, texture) so that it is better than the control sample after 10 days of storage. Similar results were also obtained for red curly chilies and green curly chilies. Thus, ozone-nanomist exposure can preserve large red chilies, red curly chilies, and fresh green chilies by extending their shelf life at room temperature."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Putri Wahyudin
"Cabai termasuk salah satu tanaman hortikultura yang kaya akan nutrisi dan memiliki angka konsumsi tinggi di Indonesia. Masa simpan cabai yang singkat karena perusakan oleh bakteri memerlukan solusi alternatif selain penggunaan klorin dan asam salisik yang beracun. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Ozone-Nanobubble water yang merupakan ozon terlarut dengan gelembung berukuran nano sebagai dIsinfektan yang aman bagi manusia serta tidak mempengaruhi kondisi bahan pangan segar. Generasi radikal OH dalam air dan penggunaan nanobubble yang dapat meningkatkan kelarutan ozon dalam air menjadikan efektivitas disinfeksi pada bahan pangan meningkat. Perlakuan pencucian cabai dengan Ozone-Nanobubble Water dilakukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri sehingga penurunan kualitas akibat pembusukan dapat diperlambat. Parameter kualitas cabai yang dievaluasi berupa susut massa, kadar vitamin C, organoleptik dan nilai ALT total. Indikator tersebut kemudian dihubungkan dengan pengaruh waktu bubbling dan waktu pencucian sehingga diperoleh nilai-nilai optimum untuk pengawetan cabai dengan perlakuan pencucian Ozone- Nanobubble Water. Cabai dicuci dengan Ozone-Nanobubble Water yang digenrasi dengan variasi waktu bubbling 10, 15 dan 20 menit serta variasi waktu pencucian 10, 20 dan 30 menit. Ozone-Nanobubble Water menghambat peningkatan jumlah ALT hingga 68 %, menekan laju penurunan kadar vitamin C dan susut massa sebesar 56,44% dan 68,41%, serta memperoleh skor organoleptik visual dan tekstur tertinggi pada pengujian hari ke-11, dengan variasi waktu bubbling dan waktu pencucian masing-masing 20 menit. Selain itu,sampel dengan variasi jenis cabai lain (cabai merah keriting dam cabai hijau keriting) dengan perlakuan Ozone-Nanobubble Water menunjukan nilai karakteristik sampel yang lebih baik dibanding blanko suhu ruang.

Chili is one of the horticultural crops which are the source of nutrients with high consumption rate in Indonesia. The short shelf life of chilies due to bacterial destruction requires alternative solutions to the use of toxic chlorine and salicylic acid. In this study, researchers used Ozone-Nanobubble water, dissolved ozone with nano-sized bubbles that can function as a safer disinfectant for humans and does not affect the condition of the fresh food. The generation of OH radicals and the presence of shock waves from the breaking of nanobubbles can increase the effectiveness of the disinfection process. The washing treatment of chili with Ozone-Nanobubble Water was carried out to inhibit the growth of bacteria so that the decrease in quality due to spoilage could be slowed down. The parameters of quality that were evaluated were mass loss, ascorbic acid content, organoleptic and Total Plate Counts (TPC). The indicator are linked to the effect of bubbling and washing time in order to obtain optimum values for chili preservation by Ozone-Nanobubble Water treatment. Variations of bubbling time are 10, 15, and 20 minutes with 10, 20, and 30 minutes washing time variations. Twenty minutes for each bubbling and washing time of Ozone-Nanobubble Water inhibited the increase of ALT up to 68%, suppressed the rate of ascorbic acid decomposition and mass loss by 56.44% and 68.41%, and obtained the highest visual and texture organoleptic scores. Ozone- Nanobubble Water treatment with the other two types of chilies (Curly Red Chili and Curly Green Chili) showed better sample characteristics than the control."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Angga Ridhallah
"Kehadiran kaki seribu Afrika (Spirostreptus servatius) terutama pada lingkungan manusia dapat memberikan beberapa dampak negatif serta gejala penyakit pada tubuh manusia apabila terkena gigitannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendata serta menganalisis empat tanaman yang diduga bersifat pestisida dan diyakini paling dihindari sehingga dapat mengusir kaki seribu. Penelitian dilakukan selama 20 hari. Waktu pengamatan dimulai pukul 08.00—16.45 WIB dengan interval waktu 10 menit per pengulangan dengan jeda selama 15 menit. Metode pengamatan yang digunakan adalah 4 wadah berisi masing-masing ekstrak tanaman (cabai merah, pandan wangi, jeruk nipis, dan bawang putih) diamati secara bersamaan dan data yang diperoleh diuji menggunakan ANAVA dengan aplikasi SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) paling sering dihindari oleh kaki seribu dengan rata-rata frekuensi sebesar 9,65. Berdasarkan uji Tukey HSD dan LSD ditemukan bahwa pandan wangi dengan cabai merah tidak berbeda nyata, dan signifikan terhadap jeruk nipis dan bawang putih. Histogram yang dihasilkan juga memperlihatkan bahwa pandan wangi memiliki frekuensi paling sedikit sebesar 1,55 dengan rentang frekuensi terendah antara 1-2 kali. Peneliti menyimpulkan bahwa pada penelitian ini, pandan wangi adalah tanaman yang paling efektif sebagai pestisida untuk mengusir kaki seribu dibandingkan dengan tiga tanaman lainnya.

The presence of the African millipede (Spirostreptus servatius) especially in the human environment can have several negative impacts and symptoms of disease on the human body when it is bitten. This study aims to record and analyze four plants that are thought to have pesticidal properties and are believed to be the most avoided so that they can repel millipedes. The study was conducted for 20 days. Observation time starts at 08.00-16.45 WIB with an interval of 10 minutes per repetition with a pause of 15 minutes. The observation method used was 4 containers containing each plant extract (red chili, pandan, lime, and garlic) were observed simultaneously and the data obtained were tested using ANOVA with SPSS application. The results showed that the pandanus plant (Pandanus amaryllifolius Roxb.) was the most frequently avoided by millipedes with an average frequency of 9,65. Based on the Tukey HSD and LSD tests, it was found that pandan and red chili were not significantly different, and significant to lime and garlic. The resulting histogram also shows that pandan has a frequency of at least 1,55 with the lowest frequency range between 1-2 times. It was concluded that in this research, pandan is the most effective plant as a pesticide to repel millipedes compared to the other three plants."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pyan Putro Surya Amin Muchtar
"Pertanian kontrak telah lama diterapkan di Indonesia namun baru menunjukkan tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir melalui inisiatif sektor swasta. Jaminan pembelian dan kepastian harga telah mendorong petani untuk bergabung, namun, pelanggaran masih terjadi dalam proses berjalannya kontrak pertanian yang sedang berkembang. Dalam tulisan ini, upaya telah dilakukan untuk menjelaskan pada stabilitas kontrak dilakukan oleh petani dan swasta agro-industri di daerah pertanian cabai Jember ini. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor penentu keputusan penyimpangan petani terhadap kontrak atas dasar survei yang melibatkan metode daftar beberapa harga untuk memperoleh karakteristik individu yang diambil dari perspektif ekonomi perilaku. Menggunakan regresi probit dikendalikan oleh karakteristik demografi, studi ini menemukan bahwa preferensi present bias dan individual discount factor berpengaruh secara signifikan kemungkinan penyimpangan tindakan. Hasilnya juga menunjukkan bahwa keputusan petani secara signifikan dipengaruhi oleh beberapa karakteristik pertanian, termasuk keputusan koordinator, ukuran tanah, harga yang diharapkan, dan pengalaman bertani cabai.

Contract farming has been long applied in Indonesia but has just revealed its ascending trend in the recent time through private sector initiatives. The purchase guarantee and price certainty have induced farmers to join. However, deviation still exists among them, shadowing the stability in its developing process. In this paper, an effort has been made to shed a light on the stability of contract practiced by farmers and private agro-industry in Jember?s chili farming areas. Specifically, this study attempts to find the determinants of farmer?s deviation decision towards contract on the basis of survey involving multiple-price list method to elicit individual characteristics drawn from perspective of behavioral economics. Using probit regression controlled by demographic characteristics, this study finds that present-bias preference and individual discount factor affect significantly the likelihood of deviation act. The result also suggests that farmers? decision is significantly affected by several farming characteristics, including coordinator?s decision, land size, expected price, and chili farming experience.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S64398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Gandafajar
"Cabai paprika hijau merupakan salah satu jenis cabai yang memiliki kandungan antioksidan tertinggi. Hingga saat ini masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum mengetahui manfaat dan kandungan dari cabai paprika hijau (capsicum annuum Linnaeus) serta lebih memilih menggunakan suplemen vitamin untuk mendapatkan antioksidan. Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak cabai paprika hijau terhadap vitamin C. Penetapan aktivitas antioksidan dilakukan melalui metode DPPH.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol cabai paprika hijau (Capsicum annuum Linnaeus) memiliki aktivitas antioksidan sedang dengan nilai IC50 155,688 ± 5,334 sedangkan vitamin C memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 6,951 ± 0,050. Berdasarkan data tersebut dapat dibuktikan bahwa Ekstrak cabai paprika hijau (Capsicum annuum Linnaeus) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan vitamin C.

Green peppers (Capsicum annuum Linnaeus) is one kind of chili which has high antioxidant level. However, until now many people in Indonesia didn?t know the benefits and contents of green chili peppers (Capsicum annuum Linnaeus) and prefer to use vitamin supplements to get the antioxidants. The objective of this experimental study is to know the comparison between the extract of green pepper and vitamin C antioxidant activity. Antioxidant activity is measured by DPPH method.
The study shows that the extract of green pepper (Capsicum annuum Linnaeus) has weak antioxidant activity, with the IC50 value of 155.688 ± 5.334. Meanwhile vitamin C has strong antioxidant activity, with the IC50 value of 6.951 ± 0.050. Based on these data, the extract of green pepper (Capsicum annuum Linnaeus) have lower antioxidant activity compared to vitamin C."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio, Maria Paz Del
Santiago : Morgans, 1993,
R 918.3 Chi
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mencari tanaman potensial yang dapat dijadikan sebagai bionutrien. Tanaman potensial yang dipilih pada penelitian ini adalah tanaman JPR. Pada penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan analisis awal kandungan N, P dan K yang terdapat dalam tanaman JPR. Untuk mengetahui kondisi optimum terhadap nitrogen yag terekstrak, dilakukan tahapan optimasi yaitu optimasi konsentrasi ekstraktan, optimasi waktu ekstraksi serta optimasi massa tanaman JPR. Kemudian, bionutrien JPR diaplikasikan terhadap tanaman cabai merah keriting untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tanaman cabai merah keriting. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan oleh bionutrien JPR, dosis yang digunakan bervariasi. Dosis yang digunakan antara lain 15 mL/L, 25 mL/L, 50 mL/L, 75 mL/L, 100 mL/L dan 150 mL/L. Hasil yang diperoleh pada analisis awal kandungan yang terdapat pada tanaman JPR antara lain, kandungan nitrogen sebesar 117 mg/L, kandungan fosfor sebesar 11,52 mg/L, dan kandungan kalium sebesar 104,955 mg/L. Kondisi optimum pada proses ekstraksi tanaman JPR dilakukan pada konsentrasi ekstraktan 0,5 M, waktu ekstraksi selama 90 menit serta jumlah massa tanaman JPR sebesar 70 gram dengan nitrogen yang terekstrak sebesar 1053 mg/L. Dosis optimum yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan terjadi pada dosis 150 mL/L yang memiliki kosntanta laju pertumbuhan tanaman cabai merah keriting sebesar 0,112 hari-1, sedangkan tanaman kontrol memiliki konstanta laju pertumbuhan sebesar 0,121 hari-1. Pemanenan buah cabai terbesar ditunjukkan oleh tanaman dengan dosis 100 mL/L dengan buah sebanyak 143 buah dan massa buah sebesar 638 gram, pada tanaman kontrol jumlah buah yang dipanen sebanyak 269 buah dengan massa buah sebesar 1106,3 gram."
541 JSTK 2:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi tanaman RSR sebagai bahan dasar bionutrien yang diaplikasikan pada tanaman cabai merah keriting (Capsicum Annum L.). Tahapan penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis kadar N, P, dan K yang terkandung dalam tanaman RSR menggunakan metode Khedjal. selanjutnya mencari kondisi optimum kadar nitrogen yang terektrak melalui tahapan optimasi konsentrasi ekstraktan, optimasi waktu ekstraksi, dan optimasi massa sampel tanaman RSR. Bionutrien yang dihasilkan pada kondisi optimum diaplikasikan pada tanaman cabai merah keriting dengan variasi dosis 15mL/L, 25 mL/L, 50 mL/L, 75 mL/L, 100 mL/L, 150 mL/L dan kontrol positif. "
2011
541 JSTK 2:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putricia Lovelyn Sherman
"Bawang putih kupas banyak dipilih karena lebih praktis dan mempercepat pengolahan. Namun, bawang putih kupas memiliki waktu simpan yang singkat karena mudah rusak dan busuk akibat proses pengupasan. Sehingga diperlukan metode pengawetan untuk memperpanjang masa simpan bawang putih kupas. Ozon – Nanomist merupakan kabut air yang mengandung ozone-nanobubble berfungsi sebagai disinfektan yang mampu memperlambat penurunan kualitas akibat pembusukan dengan mensterilisasi langsung permukaan objek. Pada penelitian ini bawang putih kupas diawetkan dengan ozon-nanomist dan disimpan pada material pengemasan. Sampel bawang putih kupas 30 gram dikontakkan dengan ozon-nanomist. Kemudian sampel yang telah diberi perlakuan ozonasi disimpan selama 30 hari pada suhu ruang 25°C. Berbagai dosis ozon-nanomist (0,1 ppm, 0,3 ppm, dan 0,4 ppm) diuji dengan mengombinasikan penggunaan kemasan berbahan PP, PET, dan LDPE. Umur simpan dinilai melalui uji Total Bakteri Mesofilik Aerobik (TBMA). Sedangkan kualitas sampel dinilai melalui kandungan kalsium, perubahan massa dan sifat organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi dosis ozon – nanomist 0,4 ppm dan material kemasan PET memberikan hasil terbaik dalam menurunkan tingkat mikroba hingga 99,7% dan menjaga tingkat kandungan kalsium hingga 6,83 mg/100mL. Dosis ozon-nanomist 0,4 ppm dengan kemasan PET memiliki kehilangan massa paling rendah dibandingkan kontrol, serta menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik dibandingkan sampel kontrol. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dosis ozon-nanomist dan pengemasan dapat meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan bawang putih kupas hingga 30 hari pada suhu ruang.

Peeled garlic is widely chosen because it is more practical and speeds up processing. However, peeled garlic has a short shelf life because it is easily damaged and spoiled by the peeling process. Therefore, a preservation method is needed to extend the shelf life of peeled garlic. Ozone – Nanomist is a water mist containing ozone-nanobubble which functions as a disinfectant and is able to slow down the quality degradation due to decay by directly sterilizing the surface of the object. In this study, peeled garlic was preserved with ozone-nanomist with varying doses of ozone-nanomist and packaging materials. A 30 gram peeled garlic sample was contacted with ozone-nanomist. Then the samples that had been treated with ozonation were stored for 30 days at room temperature 25°C. Various doses of ozone-nanomist (0.1 ppm, 0.3 ppm and 0.4 ppm) were tested by combining the use of packaging made from PP, PET and LDPE. Shelf life was assessed through the Total Mesophilic Aerobic Bacteria (TBMA) test. While the quality of the sample is assessed through the content of calcium, changes in mass and organoleptic properties. The results showed that the combination of 0.4 ppm ozone-nanomist dose and PET packaging material gave the best results in reducing microbial levels by up to 99.7% and maintaining calcium levels up to 6.83 mg/100mL. The dose of ozone-nanomist 0.4 ppm with PET packaging has the lowest mass loss compared to the control, and produces better organoleptic values ​​than the control sample. The results of the study revealed that the dose of ozone-nanomist and packaging can extend the shelf life of peeled garlic up to 30 days at room temperature 25°C. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiha Firdaus
"ABSTRAK
Penentuan kadar capsaicin menggunakan elektroanalisis pada saat ini banyak dikembangkan sebagai alternatif dalam penentuan kadar rasa pedas. Hal ini dilatar belakangi oleh satuan untuk rasa pedas yaitu Scouville Heat Unit SHU yang kurang presisi dan bersifat subjektif karena bergantung pada opini dari penguji yang semuanya memiliki kemungkinan sensitivitas rasa pedas yang berbeda. Oleh karena itu perlu adanya satuan pasti yang lebih presisi dibandingkan dengan SHU dalam menentukan tingkat kepedasan yaitu dengan melihat kadar capsaicin yang merupakan senyawa yang menimbulkan rasa pedas. Untuk membuat suatu sensor, perlu diketahui dulu sifat elektrokimia dari capsaicin itu sendiri. Sehingga dilakukan studi elektrokimia terlebih dahulu dengan mengunakan Screen Printed Electorde SPE . Pada penelitian ini sampel capsaicin yang digunakan berasal dari hasil ekstraksi cabai rawit Capsicum frutescens L. yang sebelumnya dikarakterisasi terlebih dahulu dengan menggunakan uji KLT, IR dan GC-MS. Cabai diekstrak dengan menggunakan metode refluks. Ekstraksi dengan refluks menghasilkan oleoresin sebanyak 9,147 gram dan padatan capsaicin sebanyak 0.0113 gram. Studi elektrokimia dilakukan dengan melihat voltametri siklik dari oleoresin dan padatan capsaicin. Keduanya menunjukkan ciri khas dari puncak capsaicin. Hanya saja pada studi elektrokimia capsaicin dari oleoresin terdapat banyak puncak-puncak gangguan akibat belum dilakukannya pemurnian. Ciri khas dari puncak capsaicin yang tergolong ke dalam ECE mechanism dapat terlihat dengan terbentuknya tiga puncak reduksi dan oksidasi. Saat terjadi penambahan laju reaksi scan rate , puncak yang terbentuk berkurang menjadi dua puncak sesuai dengan ciri khas dari ECE mechanism. Puncak oksidasi capsaicin terjadi pada besar potensial 0,474 V dan puncak reduksi capsaicin terjadi pada besar potensial 0,386 V.

ABSTRACT
Determination of capsaicin level using electroanalysis methods is now commonly used as alternative methods to determine a level of spiciness. People started to come up with this concept because the unit of spiciness itself, Scouvile Heat Unit SHU is very subjective and not precise. The result is based on the opinion of the examiners whom probably have different sensibility on level of spiciness. According to this issue, there should be an unit of spiciness that more precise than SHU so we can have an accurate result on level of spiciness, this can be reach by determining the level of capsaicin which is a compound that create a sensation of spicy. Before we learn about capsaicin and it rsquo s sensory ability, we need to know the electrochemistry properties of capsaicin itself. So first, electrochemistry study about capsaicin using Screen Printed Electode SPE need to be done. This research use a sample of capsaicin that comes from a simple extraction of chilli Capsicum frutescens L. which been characterized using KLT test, IR test, and GC MS test. The chilli was extracted using reflux methods. From this reflux methods, 9,146 gram of oleoresin and 0,0113 gram of capsaicin is produced. The electrochemistry study can be done by observing the voltammetry cycle of oleoresin and capsaicin solid. Both of the compound shows the characteristic of capsaicin rsquo s peak. But the electrochemistry result of capsaicin from oleoresin shows a lot of peak bias because it didn rsquo t get purified before. The characteristic of capsaicin rsquo s peak which included into ECE mechanism can be seen by the forming of three peak of reduction and oxidation. When the reaction rate increase, the peak that was formed reduce from three to two peak, this event represent the characteristic of ECE mechanism. The oxidizing peak of capsaicin occurs when the amount of voltage is 0,474 V and the reduction peak of capsaicin occurs when the amount voltage is 0,386 V."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>