Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shara Sani Susanti
"Di Indonesia kesepian merupakan fenomena yang sering dijumpai, terutama di usia dewasa muda. Bahkan, pada penelitian yang dilakukan oleh Into the Light yang dilakukan di bulan Mei – Juni 2021 dengan 5.211 partisipan menunjukkan bahwa 2 dari 5 partisipan lebih memilih mati daripada harus merasakan kesepian. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kesepian merupakan masalah yang serius. Penelitian- penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kelekatan dengan hewan bisa mengurangi tingkat kesepian, namun ada juga penelitian yang menunjukkan tidak ada hubungan antara keduanya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan antara tingkat kesepian pada dewasa muda yang tidak memiliki pasangan dan kelekatannya dengan hewan peliharaan. Penelitian ini dilakukan dengan metode korelasional. Partisipan dalam penelitian ini adalah dewasa muda berusia 19-25 tahun yang tidak memiliki pasangan dan memiliki hewan peliharaan anjing dan/atau kucing (N= 103). Untuk memenuhi tujuan, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan 2 alat ukur, yaitu UCLA Loneliness Scale version 3 dan Lexington Attachment to Pet Scale (LAPS). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat kesepian dan kelekatan dengan hewan tidak memiliki korelasi yang signifikan (r(103) = 0,82, p = 0,206). Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesepian individu dewasa muda yang tidak memiliki pasangan tidak berhubungan dengan tingkat kelekatan pada hewan peliharaan
Loneliness is a phenomenon often occurring in Indonesia, especially within your adults. In a research done by Into the Light in May - June 2021 with 5,211 participants, 2 out of 5 participants would rather choose to die than being lonely.Based on that data, we could concur that loneliness is a serious issue. Previous research has shown that attachment to animal could reduce the level of loneliness one might felt, but there are also research which shown that there are no correlation between the two. And for that reason, this research aims to understand the correlation between the loneliness levels in young adults that do not have romantic partners and their attachment with pets. This research was done with correlational method. The participants in this research are young adults age 19 to 25 that do not have romantic partners and taking care of pet(s) in the form of dog(s) and/or cat(s) (N= 103). To satisfy the condition, this research use quantitative method which used 2 measuring tools, which is UCLA Loneliness Scale version 3 and Lexington Attachment to Pet Scale (LAPS). The results shows that loneliness level and pet attachment does not significantly correlate with each other (r(103) = 0.82, p =206). And so this research shown that the loneliness level in young adults that do not have romantic partners does not correlate with the level of attachment to pets
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliana Salsabila
"ABSTRACT
Dewasa muda dihadapkan pada berbagai tuntutan, seperti memilih teman hidup, belajar hidup bersama pasangan dengan membentuk sebuah keluarga, dan mengelola rumah tangga. Ketiadaan hubungan romantis atau tidak terbentuknya hubungan intim dengan orang lain dapat menjadi salah satu faktor penyebab utama berkembangnya rasa kesepian yang dirasakan seseorang. Selain itu, kecenderungan seseorang untuk mengalami kesepian sangat dipengaruhi oleh hubungan masa lalunya dengan orang tua. Pengasuhan yang diberikan orang tua dan pengalaman mengenai kualitas hubungan interpersonal
yang didapat individu selama masa kecil sangat mempengaruhi pembentukan rasa kesepian pada individu di masa dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara tipe attachment saat dewasa dan dimensi kesepian pekerja dewasa muda yang tidak menjalin hubungan romantis. Variabel attachment diukur menggunakan Adult Attachment Scale (AAS) dan variabel kesepian diukur menggunakan Social Emotional and Loneliness Scale. Terdapat 323 partisipan dalam penelitan ini dengan kriteria, yaitu berusia 20-40 tahun, tidak sedang menjalin hubungan romantis, dan bekerja di DKI Jakarta. Hasil analisis statistik one-way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor yang signifikan pada ketiga dimensi kesepian, yaitu kesepian sosial, keluarga dan romantis antara kelompok tipe attachment secure, anxiety, dan avoidance. Hal ini berarti tipe attachment yang dimiliki individu dapat mempengaruhi dimensi kesepian yang ia miliki di masa dewasa.

ABSTRACT
Young adults are faced with various demands, such as choosing a life partner, learning to live with a partner by forming a family, and managing a household. The absence of a romantic relationship or the formation of an intimate relationship with another person can be one of the main factors causing the development of loneliness felt by someone. In addition, a persons tendency to experience loneliness is greatly influenced by his past relationships with parents. Parental care and experience regarding the quality of interpersonal relationships
what an individual gets during childhood greatly influences the formation of loneliness in individuals in adulthood. Therefore, this study aims to determine the differences between attachment types as adults and the lonely dimensions of young adult workers who do not have romantic relationships. Attachment variable is measured
using the Adult Attachment Scale (AAS) and the loneliness variable was measured using the Social Emotional and Loneliness Scale. There were 323 participants in this study with the criteria, namely aged 20-40 years, not currently in a romantic relationship, and working in DKI Jakarta. One-way ANOVA statistical analysis results show that there are significant score differences in the three dimensions of loneliness, namely social, family and romantic loneliness between groups of attachment types secure, anxiety, and avoidance. This means that the type of attachment that an individual has can affect the dimension of loneliness he has in adulthood.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidiati Sekarsari
"Pesatnya perkembangan dunia hiburan memungkinkan kita untuk mengetahui lebih jauh akan kehidupan sehari-hari selebriti favorit. Dengan kesempatan tersebut, kita kemudian merasa mengenal dan memiliki hubungan dengan selebriti favorit, yang disebut dengan perilaku parasosial. Beberapa karakteristik individu yang memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku parasosial adalah individu yang kurang dalam interaksi sosialnya dan memiliki self-esteem rendah. Kedua karakteristik tersebut ternyata juga merupakan karakteristik personal dari individu yang sering mengalami loneliness.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah loneliness berhubungan dengan kuatnya perilaku parasosial seseorang. Peneliti menggunakan UCLA Loneliness Scale ver 2. untuk mengukur loneliness dan Celebrity Attitude Scale untuk mengukur perilaku parasosial. Sampel dalam penelitian ini adalah 84 orang wanita dewasa muda yang berusia antara 20 - 40 tahun. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara loneliness dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda.

The rapid change in the entertainment world give us the opportunity to know the daily lives of the celebrity. With that opportunity, we could then feel that we know the celebrity and have a relationship with that person, which can be called as parasocial. Some of the characteristics of an individual who have the tendency to do a parasocial behavior are having a lack of social interaction and low self-esteem. Both of those characteristics are also a personal characteristics of an individual who tend to experience loneliness.
The aim of this research is to know if loneliness would be linked to the strenght of one?s parasocial behavior. The researcher used UCLA Loneliness Scale ver. 2 to measure loneliness and Celebrity Attitude Scale to measure paraosical behaviors. The sample of this research was 84 young adulthood women in the age range between 20-40 years old. The result of this research shown that there are significant positive relationship between loneliness and parasocial behavior in young adulthood women."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
155.92 MEI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Sayyid Mahfuzh
"Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan antara driving anger dan kualitas hidup pada pengemudi di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuatitatif dengan desain korelasional. Partisipan penelitian ini adalah 124 pengemudi dewasa muda yang tinggal di DKI Jakarta dengan pengalaman mengemudi minimal enam bulan dan mengemudi kendaraan pribadi. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur yaitu World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) dan Driving Anger Scale. Hasil penelitian ini adalah dimensi kesehatan fisik merupakan dimensi dengan skor kualitas hidup paling tinggi pada pengemudi dewasa muda di DKI Jakarta. Selain itu, hasil penghitungan driving anger menghasilnya rentang skor antara 50 hingga 117. Berdasarkan hasil uji korelasi antara driving anger dengan kualitas hidup, terlihat hubungan yang signifikan antara driving anger dengan dimensi kesehatan fisik, dengan r = -0,206 pada level 0,05 dan dimensi kesejahteraan psikologis dengan r = -0,258 pada level 0,01 dan dimensi lingkungan dengan r= -0.188. Oleh sebab itu, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara driving anger dengan kualitas hidup pada pengemudi dewasa muda di DKI Jakarta.

The main aim of this research is to investigate the relationship between driving anger and quality of life of young adulthood in DKI Jakarta. Quantitative methods and correlational research design was used in this study. It involved participants of 124 young adulthood drivers who live in DKI Jakarta with a criteria of minimum six months driving experience and usign private car. Two instument was used, World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) from WHO and Driving Anger Scale by Deffenbacher, Oetting and Lynch (1994). The result of this research found that physical health dimension have the highest quality of life score in young adulthood drivers in DKI Jakarta. In addition, based on the driving anger scale the range of score varies between 50 to 117. Moreover, the result of correlation test between driving anger and quality of life indicated significant correlation between driving anger and physical health dimension with, r = -0,206 and significant at l.o.s 0.05, psychological dimension with, r = -0,258 and significant at l.o.s 0.01 and r= -0.188 and significant at l.o.s 0.05. Therefore, this study found that there is a negative correlation between driving anger and quality of life."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Shiny Frederika
"Kesepian umum terjadi pada individu dewasa awal, usia yang penuh perubahan dan instabilitas. Meski umum, kesepian berdampak buruk bagi kehidupan individu sehingga perlu diatasi. Penerapan mindfulness, salah satunya yaitu, interpersonal mindfulness, diusulkan dapat mengatasi kesepian dalam konteks relasi sosial. Penelitian ini melihat hubungan antara interpersonal mindfulness dan kesepian pada 149 individu berusia 18-25 tahun. Kesepian diukur dengan UCLA Loneliness Scale Revised Version 3 dan interpersonal mindfulness dengan Interpersonal Mindfulness Scale. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara interpersonal mindfulness dan kesepian. Temuan ini menunjukkan bahwa interpersonal mindfulness tidak berkaitan langsung dengan tingkat kesepian pada individu dewasa awal.

Loneliness commonly occurs in young adults, a period marked by change and instability. Despite its prevalence, loneliness adversely impacts individuals' lives and requires intervention. Mindfulness practices, such as interpersonal mindfulness, are suggested to address loneliness within social relationships. This study examines the relationship between interpersonal mindfulness and loneliness in 149 individuals aged 18-25 years. Loneliness was assessed using the UCLA Loneliness Scale Revised Version 3, while interpersonal mindfulness was measured using the Interpersonal Mindfulness Scale. The research findings indicate no significant relationship between interpersonal mindfulness and loneliness. These findings suggest that interpersonal mindfulness does not directly correlate with loneliness levels in young adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanira
"ABSTRAK
Hubungan akrab dengan orang lain merupakan kebutuhan mutlak untuk
hampir setiap individu. Hubungan akrab merupakan sarana individu untuk
berbagi rasa, mengenal diri lebih mendalam dan juga sebagai tempat meminta
bantuan di kala membutuhkannya. Tidak dimilikinya hubungan yang akrab
tersebut merupakan pencetus timbulnya perasaan kesepian dengan sejumlah
akibat buruknya.
Tuntutan untuk memiliki hubungan akrab dengan orang lain ternyata
merupakan salah satu tugas penting bagi mereka yang berada di masa dewasa
awal. Keadaan di masa tersebut menyebabkan dibutuhkannya hubungan khusus
dengan orang lain terutama dengan pasangan atau lawan jenis sebagai tempat
berbagi dan juga sebagai persiapan mereka untuk tuntutan selanjutnya yaitu
membentuk keluarga. Namun tidak semua dewasa awal memiliki hubungan
seperti itu. Mereka tidak ?memiliki' orang lain yang akrab dengan dirinya, yang
dapat diajak berbincang dan berbagi dalam banyak hal. Keadaan ini merupakan
keadaan yang tidak menyenangkan dan seperti telah dijelaskan sebelumnya,
merupakan penyebab timbulnya perasaan kesepian.
Namun, untuk mendapatkan suatu hubungan yang berkualitas seperti itu,
diperlukan proses dan usaha tertentu. Individu perlu saling mengungkapkan
dirinya masing-masing secara jujur. Memberikan informasi yang sifatnya pribadi
dan mengungkapkan diri kepada orang lain merupakan perilaku yang memiliki
konsekuensi negatif. Akibat negatif yang mungkin timbul antara lain tidak
ditanggapinya pengungkapan diri yang telah dilakukan maupun penyalahgunaan
informasi yang telah diberikan melalui pengungkapan diri tersebut untuk tetap
dapat melakukan hal itu walaupun terdapat kemungkinan adanya konsekuensi
yang merugikan, individu harus memiliki rasa percaya terhadap orang lain. Rasa
percaya membuat individu berkeyakinan bahwa orang lain merupakan orang yang
baik dan pengungkapan diri yang ia lakukan tidak akan berefek negatif.
Perkembangan menuju suatu hubungan yang akrab terjadi melalui proses
keterbukaan diri yang dilandaskan rasa percaya tersebut. Dengan berkembangnya
hubungan tersebut, diharapkan individu tidak mudah terserang kesepian.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka timbul pertanyaan apakah
perasaan kesepian memiliki kaitan dengan rasa percaya terhadap orang lain.
Penelitian yang dilakukan untuk menjawab permasalahan ini menggunakan
sampel dewasa awal yang tidak memiliki pasangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara
perasaan kesepian dengan rasa percaya pada orang lain. Semakin tinggi perasaan
kesepian yang dialami, semakin rendahlah rasa percayanya pada orang lain.
Sebaliknya bila perasaan kesepiannya rendah maka ia memiliki rasa percaya yang
tinggi pada orang lain.
Dari hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan untuk
mereka yang mengalami kesepian adalah agar mereka memperluas lingkup
pergaulannya dengan ikut serta dalam berbagai kegiatan. Cara lainnya adalah
melalui pelatihan tentang bagaimana meningkatkan rasa percaya dan
mengungkapkan diri kepada orang lain dengan tingkatan yang sesuai sehingga
timbul peluang untuk mengembangkan hubungan ke arah yang lebih akrab.
Namun, untuk dapat mengetahui secara lebih tepat kaitan kedua hal tersebut
maupun manfaat saran di atas, sebaiknya diadakan penelitian lain yang lebih
baik."
1997
S2295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirmala Ika Kusumaningrum
"ABSTRAK
Masa dewasa muda merupakan suatu masa yang cukup sulit, karena masa itu merupakan masa persiapan dimana seseorang mulai memikirkan perkawinan dan persiapan membentuk sebuah keluarga. Namun disisi lain masa tersebut juga merupakan suatu masa isolasi, dengan masuknya seseorang ke dunia keija dan makin berkurangnya ketergantungan dengan keluarga. Pada masa ini kehadiran teman, sahabat dan khususnya kekasih sangat berarti bagi seseorang, ketidak hadiran orang-orang tersebut dapat menimbulkan perasaan kesepian. Perasaan kesepian itu dapat dipengaruhi oleh rendahnya harga diri yang dimiliki seseorang. Dalam usaha mempertahankan hubungan yang sudah dimiliki dengan pasangannya, orang sering dituntut untuk melakukan pengorbanan. Namun bentuk pengorbanan yang diberikan itu bisa bermacam-macam, salah satunya adalah dengan mau melakukan hubungan seksual pranikah. Dari penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa orang yang memiliki harga diri rendah cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Untuk itu dibuat penelitian ini untuk melihat apakah perasaan kesepian dengan kontrol dari harga diri berpengaruh terhadap kesiapan seseorang untuk mau berkorban dengan melakukan hubungan seksual pranikah. Dan juga akan dilihat apakah kesepian akan berpengaruh terhadap kesiapan seseorang untuk berkorban dengan melakukan hubungan seksual pranikah atau malah harga diri seseorang yang akan berpengaruh terhadap hal tersebut.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan seksual pranikah dari lingkup usia dewasa muda, karena selama ini penelitian mengenai hal tersebut lebih banyak dilakukan dikalangan remaja. Selain itu juga untuk mencoba mengangkat masalah pengorbanan sebagai salah satu alasan dari tujuan melakukan hubungan seksual pranikah.
Teori yang digunakan sebagai landasan meliputi kesepian, harga diri, hubungan seksual pranikah dan pengorbanan serta batasan tentang usia dewasa muda.
Dalam penelitian ini ada 3 buah kuesioner yang digunakan yaitu UCLA Loneliness Scale, Sel/ Esteem Inventory dan vignet yang berisi 3 macan cerita yang masing-masing memberikan stimulasi yang berbeda-beda terutama pada alasan mengapa seorang wanita mau berkorban. Perbedaan alasan pengorbanan yang diberikan adalah karena ketakutan akan munculnya perasaan kesepian sosial, perasaan kesepian emosional dan karena cinta terhadap pasangannya. Perhitungan yang digunakan adalah dengan menghitung coefficient contingency dengan menggunakan chi-square sebagai dasar perhitungannya. Sehingga hasil yang di dapat bisa dianalisa secara lebih mendalam.
Data yang diperoleh dari dari hasil perhitungan terhadap 109 subyek, menunjukkan bahwa subyek sudah memenuhi karakteristik sampel yang dibutuhkan dan penyebaran subyek sudah terbagi cukup merata. Namun ternyata sebagian besar subyek memiliki tingkat kesepian yang rendah dan harga diri yang cukup tinggi.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa perasaan kesepian tidak berhubungan dengan kesiapan seseorang untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah. Sedangkan harga diri berhubungan dengan kesepian seseorang untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah hanya jika pengorbanan itu dilakukan karena ketakutan akan munculnya perasaan kesepian emosional. Dan harga diri sebagai variabel kontrol juga tidak berpengaruh terhadap hubungan antara perasaan kesepian yang dirasakan seseorang dengan kesiapannya untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah.
Saran yang diajukan untuk penelitian ini adalah memperbesar jumlah sampel sehingga dapat diperoleh orang-orang yang memang memiliki tingkat kesepian yang tinggi dan harga diri yang rendah. Selain itu ada baiknya jika dilakukan penelitian lain yang juga berkaitan dengan masalah pengorbanan. Karena dari penelitian ini muncul kenyataan bahwa sebagian besar subyek menerima bahwa dalam suatu hubungan memang memerlukan pengorbanan namun saat ini mereka belum dapat menerima hubungan seksual pranikah sebagai suatu bentuk pengorbanan."
2000
S2876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Debby Sonita F.
"ABSTRAK
Adat Batak Toba yang didasarkan pada sistem kekerabatan patrilineal mempengaruhi perlakuan orangtua dan masyarakat terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Perlakuan tersebut memiliki kaitan dengan konsep diri yang terbentuk pada diri mereka^ terutama pada perempuan yang menjadi tokoh inferior dalam adat Batak Toba. Dengan alasan tersebut. penelitian ini berusaha menggali bagaimana gambaran konsep diri yang terbentuk pada perempuan Batak Toba dewasa muda yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Pendekatan dalam penelitian ini adalah melalui kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner dan wawancara. Dari hasil pemerolehan data dengan menggunakan kuesioner, ditemukan bahwa subyek dengan konsep diri positif cenderung memiliki kemantapan dan keyakinan dalam memandang dan menilai diri sendiri, memiliki konsep diri yang terintegrasi dengan baik, namun cenderung untuk tidak terbuka sehingga melakukan kecurangan tfaking). sedangkan subyek dengan konsep diri negatif cenderung memiliki keraguan dalam memandang dan menilai diri sendiri, memiliki konsep diri yang juga terintegrasi dengan baik, dan cenderung terbuka. Dari hasil pemerolehan data melalui wawancara, ditemukan bahwa semua subyek (2 orang) mengakui bahwa adat Batak Toba memberi pengaruh paling besar pada subdimensi kepuasan (internal) dan subdimensi keluarga (eksternal) konsep diri mereka. Seluruh subyek juga mengaku bangga dan bersyukur telah dilahirkan sebagai perempuan Batak Toba. 'l Selama ini, penelitian mengenai pengaruh adat Batak Toba terhadap konsep diri lebih terfokus pada laki-laki yang menjadi tokoh superior dan esensial dalam masyarakat Batak Toba. Padahal, pada kenyataannya adat Batak Toba juga berpengaruh terhadap konsep diri perempuan."
2005
S3488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nimas Fadhila Atha Dinah
"Remaja awal yang memiliki Ibu bekerja rentan merasa kesepian. Perasaan kesepian yang terus dibiarkan dapat menurunkan kepuasan hidup. Hal ini menjadi masalah cukup serius karena kepuasan hidup remaja awal sangat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupannya. Dalam upaya menurunkan perasaan kesepian dan meningkatkan kepuasan hidup, koping religius dapat diterapkan sebagai strategi untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perasaan kesepian, koping religius, dan kepuasan hidup remaja awal yang memiliki Ibu bekerja. Responden penelitian ini berjumlah 110 remaja awal (10-15 tahun) di Indonesia yang memiliki Ibu bekerja. Perasaan kesepian diukur dengan The 6-Item De Jong Gierveld Loneliness Scale (De Jong-Gierveld & Van Tilburg, 2006), koping religius diukur dengan Brief RCOPE (Pargament, Smith, Koenig, & Perez, 1998), dan kepuasan hidup diukur dengan SWLS-C (Gadermann, Schonert-Reichl, & Zumbo, 2009). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pearson product-moment correlation coefficient dan simple regression. Hasil penelitian menunjukkan perasaan kesepian dan koping religius negatif berpengaruh negatif terhadap kepuasan hidup, namun koping religius positif tidak berpengaruh terhadap kepuasan hidup. Perasaan kesepian berhubungan positif dengan koping religius negatif, namun tidak berhubungan dengan koping religius positif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Maryam Purboningsih Mudaffar Syah
"Terlepas dari pengalaman yang menghibur, penggunaan TikTok memiliki sejumlah konsekuensi yang merugikan bagi kesehatan mental penggunanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji korelasi antara kesepian, neurotisisme, dan penggunaan TikTok. Penelitian ini memiliki 381 partisipan dan data dikumpulkan dari survei online yang dikirim melalui media sosial, email, dan kontak pribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi antara konsumsi TikTok dan hubungannya terhadap kesepian dan neurotisme. Implikasi praktis dari temuan ini sangat penting karena banyak pengguna TikTok mungkin tidak sepenuhnya mengenali bagaimana kesepian dan neurotisisme dapat memengaruhi konsumsi TikTok. Memahami implikasi ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran di antara pengguna dan mempromosikan penggunaan TikTok yang terinformasi, yang berpotensi mengarah pada peningkatan kesejahteraan mental di antara audiensnya.

Despite the entertaining experience, TikTok usage has a number of detrimental consequences for its users’ mental health. The purpose of this study was to examine the correlation between loneliness, neuroticism, and TikTok usage. The study had 381 participants and data was collected from online surveys sent via social media, email, and personal contact. The results showed that there is a correlation between TikTok consumption and its relationship to loneliness and neuroticism. The practical implications of these findings are significant as many TikTok users may not fully recognize how loneliness and neuroticism can impact TikTok consumption. Understanding these implications is crucial to raising awareness among users and promoting informed TikTok usage, potentially leading to improved mental well-being among its audience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>