Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125043 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paramita Widyandari
"Latar Belakang: Residu radikal bebas pasca perawatan internal bleaching dapat mengganggu proses polimerisasi resin komposit. Akibatnya, terjadi penurunan kekuatan ikatan restorasi. Antioksidan ekstrak teh hijau dapat digunakan untuk menghilangkan radikal bebas pasca bleaching dan meningkatkan shear bond strength resin komposit.
Tujuan: mengetahui perbedaan shear bond strength resin komposit pada dentin pasca internal bleaching dengan dan tanpa aplikasi ekstrak teh hijau pada konsentrasi yang berbeda selama 2 menit.
Metode: 25 gigi premolar, dipotong dalam arah mesiodistal, dan dibagi menjadi 5 kelompok: Kelompok 1 dentin normal, Kelompok 2 dentin pasca bleaching, Kelompok 3 dentin 2 minggu pasca bleaching, Kelompok 4  dentin pasca bleaching dengan teh hijau 10% 2 menit, dan Kelompok 5 dentin pasca bleaching dengan aplikasi teh hijau 35% 2 menit. Semua kelompok diaplikasikan restorasi resin komposit. Uji shear bond strength menggunakan Universal Testing Machine. Analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan Uji Post Hoc Bonferroni.
Hasil: Uji Post Hoc Bonferroni menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 4, kelompok 2 dan 5, serta kelompok 4 dan 5.
Kesimpulan: Aplikasi antioksidan ekstrak teh hijau 35% selama 2 menit lebih tinggi dalam meningkatkan shear bond strength resin komposit dibandingkan dengan aplikasi ekstrak teh hijau 10% selama 2 menit pada dentin pasca internal bleaching menggunakan hidrogen peroksida 35%.

Introduction: Internal bleaching treatment could leave free radicals in the dentinal tubules. It can interfere with the polymerization process of the composite resin. Antioxidants from green tea extract can remove the free radicals after bleaching and increase the shear bond strength of composite resin.
Objective: To determine the shear bond strength of composite resin on dentin after internal bleaching with and without green tea extract application at different concentrations in 2 minutes.
Methods: 25 premolars were cut in mesiodistal direction and divided into five groups: Group 1 normal dentin, Group 2 bleached dentin, Group 3 bleached dentin, Group 4 10% green tea application in 2 minutes, and Group 5 35% green tea application in 2 minutes. All groups were restored with composite resin. All specimens' shear bond strength was tested with the Universal Testing Machine. The data were analyzed with one-way ANOVA and Bonferroni Post Hoc Test.
Results: Post Hoc Bonferroni test showed that there were statistical differences  in groups 1 and 2, groups 1 and 4, groups 2 and 5, and groups 4 and 5.
Conclusion: 35% green tea extract is more effective than 10% green tea extract as an antioxidant for increasing the shear bond strength of composite resin after internal bleaching.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Darin Safinaz
"Latar Belakang: Hidrogen peroksida 35% sebagai bahan aktif internal bleachingdapat menghasilkan radical oxygen species (ROS). Radikal bebas ini dapat membentuk gelembung yang terperangkap di dalam tubuli dentin sehingga menganggu penetrasi resin tag ke dalam tubuli dentin. Terhambatnya penetrasi resin tag  dapat menurunkan kekuatan ikatan dan meningkatkan kebocoran mikro pada restorasi resin komposit. Radikal bebas dari proses bleaching dapat dieliminasi dengan pengaplikasian antioksidan. Antioksidan yang banyak dikembangkan saat ini untuk mengeliminasi radikal bebas pasca bleaching adalah antioksidan alami esktrak teh hijau. Konsentrasi dan waktu aplikasi agen antioksidan merupakan faktor penting untuk meningkatkan efek antioksidannya. Pemilihan konsentrasi ekstrak teh hijau 10% didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menyatakan penggunakan ekstrak teh hijau 10% selama 10 menit efektif dalam meningkatkan shear bond strength dan menurunkan pembentukan celah mikro. Penggunaan konsentrasi ekstrak teh hijau 35% yang sebanding dengan konsentrasi hidrogen peroksida 35% diharapkan dapat menghilangkan residu radikal bebas dan meningkatkan kedalaman penetrasi resin tag.
Tujuan: Membandingkan pengaruh aplikasi antioksidan ekstrak teh hijau dengan konsentrasi yang berbeda selama 2 menit terhadap kedalaman penetrasi resin tag pada dentin pasca internal bleaching.
Metode: Terdapat 5 kelompok penelitian yang terdiri dari 2 kelompok perlakuan, 1 kelompok kontrol negatif, dan 2 kelompok kontrol positif. Kemudian dilakukan prosedur walking bleach dengan gel H2O2 35%. Setelahnya diaplikasikan gel ekstrak teh hijau 10 % dan 35 % selama 2 menit. Sampel dietsa dan diaplikasikan bonding dengan teknik etch-and -rinse 2 langkah. Pengamatan kedalaman penetrasi resin tag dilakukan dengan Confocal Laser Scanning Microscopy.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kedalaman penetrasi resin tag antara kelompok TH 35% dengan TH 10% (p < 0.05), dimana kelompok TH 35% menghasilkan penetrasi resin tag yang lebih panjang secara signifikan dibandingkan dengan kelompok TH 10%

Background: Hydrogen peroxide 35% as an active material for internal bleaching can produce radical oxygen species (ROS). These free radicals can forming bubbles that are trapped inside the dentinal tubules, interfering resin tag penetration into the dentinal tubules. Inhibition of resin tag penetration can reduce bond strength and increase microleakage of composite resin restorations. Free radicals from the bleaching process can be eliminated by the application of antioxidants. Recently, Antioxidants that are being developed to eliminate free radicals after bleaching are natural antioxidants from green tea extracts. The concentration and time of application of antioxidant agents are important factors to enhance their antioxidant effects. The choice of 10% green tea extract concentration was based on the previous study, which stated that applying of 10% green tea extract for 10 minutes was effective in increasing shear bond strength and reducing the formation of microleakage. The application of 35% concentrated green tea extract to eliminate free radicals that is produced by 35% concentrated hydrogen peroxide is expected can remove free radical residues and increase the resin tag penetration depth.
Aims: Comparing the effect of green tea extract antioxidant application with different concentrations for 2 minutes on the resin tags penetration depth on dentin after internal bleaching.
Methods: There were 5 groups consisting of 2 treatment groups, 1 negative control group, and 2 positive control groups. Then the walking bleach procedure was appplied with 35% of H2O2 gel. After that, 10% and 35% of green tea extract gel was applied for 2 minutes. The sample was etched and bonded using 2-step etch-and-rinse technique. Then the resin tag penetration depth was determined using Confocal Laser Scanning Microscopy.
Results: There was a significant difference resin tag penetration depth between the TH 35% group and the TH 10% group (p < 0.05). The TH 35%  group resulted in a significantly longer resin tag penetration compared to the  TH 10% group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Ayu Prameswhari
"Latar Belakang: Prosedur internal bleaching dengan hidrogen peroksida 35% dapat meninggalkan residu radikal bebas pada struktur gigi yang akan mengganggu kekuatan ikatan restorasi resin komposit. Natrium askorbat sebagai antioksidan dapat menghilangkan residu radikal bebas dan meningkatkan kekuatan ikatan geser resin komposit pada gigi.Tujuan: mengetahui kekuatan ikatan geser resin komposit pada gigi pasca internal bleaching dengan hidrogen peroksida yang diaplikasikan natrium askorbat 10% dan 35% selama 2 menit dan 10 menit Metode: Prosedur internal bleaching dilakukan pada 25 gigi premolar yang dipotong menjadi dua bagian buko-palatal, kemudian sampel dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok 1 tanpa aplikasi natrium askorbat, kelompok 2 aplikasi natrium askorbat 35% selama 2 menit, kelompok 3 aplikasi natrium askorbat 35% selama 10 menit, kelompok 4 aplikasi natrium askorbat 10% selama 2 menit, dan kelompok 5 aplikasi natrium askorbat 10% selama 10 menit. Semua kelompok dilakukan restorasi resin komposit kemudian dilakukan uji kekuatan ikatan geser dengan alat Universal Testing Machine (UTM). Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan ANOVA satu jalur dan Uji Post Hoc Bonferroni. Hasil: Hasil uji Bonferroni menunjukkan perbedaan bermakna kekuatan ikatan geser pada kelompok 1 dan 2; kelompok 1 dan 3; kelompok 2 dan 4, dan kelompok 3 dan 5. Sedangkan antara kelompok 2 dan 3; dan kelompok 4 dan 5 tidak terdapat perbedaan bermakna. Kesimpulan: Aplikasi natrium askorbat 35% selama 2 menit cukup untuk meningkatkan kekuatan ikatan geser resin komposit pada gigi pasca internal bleaching dengan hidrogen peroksida 35%.

Background: Internal bleaching with 35% hydrogen peroxide will produce free radical residues within the tooth structure and disrupt the bond strength of composite resin restorations. Sodium ascorbate as an antioxidant can remove free radical residues and increase the shear bond strength of composite resins. Objective: To examine the effect of 10% and 35% sodium ascorbate application on the shear bond strength of composite resin after internal bleaching with 35% hydrogen peroxide. Methods: Internal bleaching procedure was performed on 25 premolars, then the samples were divided into 5 groups. Group 1 without sodium ascorbate, group 2 application of 35% sodium ascorbate for 2 minutes, group 3 application of 35% sodium ascorbate for 10 minutes, group 4 application of 10% sodium ascorbate for 2 minutes, and group 5 application of 10% sodium ascorbate for 10 minutes. All groups were restored with composite resin and tested for shear bond strength with Universal Testing Machine (UTM). The data were statistically analyzed with one-way ANOVA and Bonferroni Post Hoc Test. Results: The results showed that there were statistical differences between groups 1 and 2; groups 1 and 3; groups 2 and 4, and groups 3 and 5. Meanwhile between groups 2 and 3; and groups 4 and 5 there was no significant difference. Conclusion: Application of 35% sodium ascorbate for 2 minutes increased the shear bond strength of the composite resin after internal bleaching with 35% hydrogen peroxide."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Hakim Dirgantara
"Latar Belakang: Ketika prosedur restorasi, kekuatan ikatan restorasi adhesif pada struktur gigi berkurang setelah prosedur perawatan intrakoronal bleaching.. Sementara itu, Antioksidan buatan merupakan zat yang menghambat oksidasi radikal bebas karena antioksidan buatan mempunyai stabilitas lebih tinggi terutama vitamin C dan E. Uji kekuatan ikat geser dapat menilai kekuatan pengikatan sistem bonding ke permukaan dentin gigi secara optimal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan ikat geser dentin pascableaching intrakoronal yang ditumpat resin komposit yang bermakna tanpa dan dengan waktu tunggu 7 hari, dengan aplikasi antioksidan vitamin C dan vitamin E. Metode: Sampel 36 dentin gigi premolar non-vital digunakan pada penelitian ini. Setiap sampel permukaan dentin dihaluskan dengan silikon 600 grit kertas (SiC). Lalu dilakukan perawatan bleaching intrakoronal diaplikasikan ke seluruh spesimen dan dibagi menjadi empat kelompok. Spesimen dentin disiapkan tanpa waktu tunggu yang dinyatakan oleh kelompok satu, spesimen dentin disiapkan dengan waktu tunggu tujuh hari yang dinyatakan oleh kelompok dua, spesimen dentin disiapkan dengan aplikasi antioksidan vitamin C yang dinyatakan oleh kelompok tiga dan spesimen dentin disiapkan dengan aplikasi antioksidan vitamin E yang dinyatakan oleh kelompok empat. Reflectys Universal Restorative Composite Resin Nanohybrid Gen 8 th digunakan dalam penelitian ini dalam penumpatan resin komposit. Setelah itu, Seluruh spesimen disimpan dalam air saline steril selama 24 jam pada suhu 37°C. Seluruh spesimen diuji dan dicatat nilai kekuatan ikat geser (MPa) dengan menggunakan alat uji Universal Testing Machine. Hasil: terdapat perbedaan yang bermakna kekuatan ikatan geser dentin pascableaching intrakoronal yang ditumpat resin komposit antara kelompok perlakuan yang signifikan secara statistik. (p<0,05). Kesimpulan: Kekuatan ikat geser dentin pascableaching intrakoronal yang ditumpat resin komposit mengalami peningkatan signifikan setelah aplikasi antioksidan vitamin C dan E.

Background: When restoration procedures, the bond strength of the adhesive restoration to the tooth structure is reduced after the intracoronal bleaching treatment procedure. Meanwhile, synthetic antioxidants are substances that inhibit free radical oxidation because artificial antioxidants have higher stability, especially vitamins C and E. The shear bond strength test can optimally assess the strength of the bonding system to the tooth dentin surface. Objective: The aim of this study to determine the significant differences in shear bond strength of dentin after intracoronal bleaching of composite resin without and with a waiting time of 7 days, with the application of antioxidants vitamin C and vitamin E. Methodes: Samples of 36 non-vital premolar dentin were used in this study. Then the dentin surface samples were smoothed with 600 grit (SiC). After that, Intrakoronal Bleaching was applied to all specimens and divided into four group. Specimens were prepared without the waiting time that represented by group one, Specimens were prepared with a waiting time of seven days that represented by group two, Specimens were prepared with the application of the antioxidant vitamin C that represented by group three and Specimens Dentin was prepared with the application of the antioxidant vitamin E that represented by the group four. Reflectys Universal Restorative Composite Resin Nanohybrid) were used in this study. After that, all specimens stored in sterile saline water for 24 hours at a temperature of 37°C. Then, all specimens were tested and the shear bond strength (MPa) value was recorded using the Universal Testing Machine. Results: There was a statistically significant difference in shear bond strength of dentin after intrakoronal bleaching on composite resin between treatment groups. (p<0.05). Conclusions: The shear bond strength of intracoronal post-bleaching dentin on composite resin increased significantly after the application of the antioxidant vitamin C and E."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wigiarti
"Latar Belakang: Teknik internal bleaching kontemporer menggunakan hydrogen peroksida yang diaplikasikan pada kamar pulpa gigi nonvital. Prosedur internal bleaching dengan hydrogen peroksida 35% dapat meninggalkan residu radikal bebas pada struktur gigi yang akan menganggu kekerasan mikro dentin. Teh hijau sebagai antioksidan dapat menghilangkan residu radikal bebas dan meningkatkan kekerasan mikro dentin. Tujuan: mengetahui kekerasan mikro dentin pada gigi pasca internal bleaching dengan hydrogen peroksida yang diaplikasikan teh hijau 10% dan 35% selama 2 menit. Metode: Prosedur internal bleaching dilakukan pada 25 gigi premolar atas yang dipotong menjadi dua bagian mesio-distal, kemudian sampel dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok 1 tanpa bleaching dan tanpa aplikasi teh hijau, kelompok 2 pasca bleaching tanpa aplikasi teh hijau, kelompok 3 pasca bleaching tunda 2 minggu, kelompok 4 pasca bleaching aplikasi teh hijau 10% selama 2 menit, kelompok 5 pasca bleaching aplikasi teh hijau 35% selama 2 menit. Semua kelompok kemudian dilakukan uji kekerasan mikro dentin dengan alat Vicker Hardness Machine Test. Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan ANOVA satu jalur dan uji Post Hoc Bonferroni. Hasil: Hasil uji Bonferroni menunjukkan perbedaan bermakna kekerasan mikro dentin pada kelompok 1 dan 2; kelompok 1 dan 3; kelompok 2 dan 4; dan kelompok 2 dan 5. Sedangkan antara kelompok 1 dan 5, kelompok 3 dan 4 tidak terdapat perbedaan bermakna. Kesimpulan: Aplikasi teh hijau 35% selama 2 menit cukup untuk meningkatkan kekerasan mikro dentin pada gigi pasca internal bleaching dengan hydrogen peroksida 35%.

Background: Contemporary bleaching technique involve the use of hydrogen peroxide which can be applied internally in the pulp chamber, in a procedure that can be used only for nonvital teeth. Internal bleaching with 35% hydrogen peroxide will produce free radical residues within the tooth structure and microhardness dentin. Green tea as an antioxidant can remove free radical residues and increase microhardness dentin. Objective: To examine the effect of 10% and 35% green tea application on the microhardness dentin after internal bleaching with 35% hydrogen peroxide. Methods: Internal bleaching procedure was performed on 25 maxillary premolars, then the sample were divided into 5 group. Group 1 without bleaching and antioxidant, group 2 bleaching and without antioxidant, group 3 bleaching and delayed 2 weeks, group 4 bleaching and application greean tea 10% for 2 minutes, and group 5 bleaching and application green tea 35% for 2 minutes. All group were tested for microhardness dentin with Vickers Hardness Machine Test. The data were statistically analyzed with one-way ANOVA and Bonferroni Post Hoc Test. Result: The result showed that there were statistical differences between groups 1 and 2; groups 1 and 3; groups 2 and 4; and groups 2 and 5. Meanwhile between groups 1 and 5; and groups 3 and 4 there was no significant difference. Conclusion: Application of 35% green tea for 2 minutes increased the microhardness dentin after internal bleaching with 35% hydrogen peroxide."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Pramesti
"Pendahuluan : Disfungsi endotel merupakan awal timbutnya aterosklerosis yang pada kondisi lanjut akan menychabkan penyakit jantung koroner (PJK). Teh hijau dilaporkan mampu memperbaiki disfungsi endotel karena kandungan katekin yang ada di dalamnya. Penelitian menunjukkan teh hijau mampu meningkatkan produksi prostasiklin pada kultur sel aorta babi.
Tujuan penelitian : Untuk mcmbuktikan hahwa pemberian teh hijau sekali minum dapat memberi efek terhadap peningkatan produksi 6-ketoprostaglandin Fl-a sebagai metabolic prostasiklin dan penurunan kadar tromboksan B2 sebagai metabolit tromboksan A2 pada penderita PJK.
Metode : Penelitian dilakukan pada 25 penderita yang terhukti PJK dari pemeriksaan angiografi koroner. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 mendapat teh hijau terlebih dahulu dan Kelompok l1 mendapat plasebolair putih terlebih dahulu. Setelah masa wash-Put selama 1 minggu, dilakukan cross-over. Dihitung kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a sebagai metabolit prostasiklin don tromboksan B2 sebagai metabolit tromboksan A2 sebelum dan sesudah pemberian teh hijau dan plasebo. Dllakukan pemeriksaan kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a dan tromboksan B2 pada 20 orang sehat usia 18-25 tabula sebagai acuan nilai normal.
Hasil : Didapatkan peningkatan kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a yang bermakna pada kedua kelompok. Pada kelompok I sebeiuni pemberian tab hijau kadar 6-ketoprostaglandin Fl -a 5.126 (2.808-6.237) menjadi 6.575 (4.788-7.638) ng/ml (p= 0.012). Pada kelompok plasebo tidak didapatkan peningkatan yang bermakna (p= 0.328). Pada kelompok II kadar 6-ketoprostaglandin Fl-ct sebelum teh hijau 6.044 (2.804-11.693) menjadi 7.212 (4.028-11.175) ng/ml (p= 0.011). Pada plasebo tidak didapatkan peningkatan yang bermakna (p= 0.325). Pada pemeriksaan kadar tromboksan B2 tidak didapatkan penurunan yang bermakna balk pada kelompok I maupun pada kelompok II. Pada kelompok I sebelum pemberian teh hijau 0.472 (0.122-0.630) menjadi 0.092 (0.056-0.135) ng/ml (p= 0.68). Pada kelompok l1 sebelum pemberian teh hijau 0.1 11 (0.029-0.630) meningkat menjadi 0.660 (0.018-0.958) ng/ml (p= 0.055). Hadar 6-ketoprostaglandin F1-u pada penderita PJK lehih rendah secara bermakna dibanding orang sehat (p<0.001). Pada pemeriksaan kadar tromboksan B2 pada penderita PJK lehih rendah secara bermakna dibanding prang sehat (p<0.001)
Kesimpulan : pemberian teh hijau sekali minum mampu meningkatkan produksi 6-ketoprostaglandin Fl-a yang merupakan metabolit aktif prostasiklin pada penderita penyakit jantung koroner, akan tctapi tidak memberikan efek penurunan kadar tromboksan B2 yang merupakan metabolit aktiFdari tromboksan A2.

Introduction : Endothelial dysfunction is an early process of atherosclerosis that in long term will cause coronary artery disease. Green tea has been reported to improve endothelial function because of catechin substance in green tea. Study had showed that green tea could increase the prostacyclin production in bovine aorta cell culture.
Objective :To gain evidence that one time consuming of green tea may increase 6-ketoprostaglandin Fl-a production as a metabolite of prostacyclin and decrease thromboxane B2 production as a metabolite of thromboxane A2 in coronary artery disease patients.
Method : Study has been conducted to 25 patients proven to have coronary artery disease by coronary angiography. Sample was grouped into two groups. Groups I firstly receive green tea and Group II firstly receive placebo (mineral water). After washout period for one week, sample was being cross-overed. The level of 6-ketoprostaglandin Fl-a as a metabolite of prostacyclin and thromboxane B2 as a metabolite of thromboxane A2 were measured before and after green tea and water consumption. We also measure the level of 6-ketoprostaglandin Fl -a and thromboxane B2 in 20 healthy persons aged 18 -25 years old as a normal value.
Result : There were significant increasing level of 6-ketoprostaglandin Fl-a of both groups. In Group I, the level of 6-ketoprostaglandin Fl-a before green tea consumption was 5.126(2.808-6.237) and raised up to 6.575(4.788-7.638) ng/ml(p= 0.012). Meanwhile in placebo group there were no significant increase level of 6-ketoprostaglandin Fl-a (p= 0.328). In group II the level of 6-ketoprostaglandin Fl-a before green tea consumption was 6.044(2.804-11.693) and raised up to 7.212(4.028-11.175) ng/ml (p= 0.011). As for placebo group, there were no significant increase level of 6-ketoprostaglandin F l -a (p= 0.325). Thromboxane B2 measurement result shows no significant decrease both in group I and group H. In group I, thromboxan B2 level before green tea consumption was 0.472(0.122-0.630) and raised up to 0.092(0.056-0_l35) ng/ml(p= 0.68). As for group H, thromboxane B2 level before green tea consumption was 0.111(0.029-0.630) and raised up to 0.660(0.018-0.958) ng/ml (p= 0.055). The level of 6-ketoprostaglandin Fl-a in coronary artery disease patients was significantly bellow healthy persons (p<0.001). The level of thromboxane B2 in coronary atery disease patients were also significantly bellows healthy persons (p<0.001).
Conclusion : One time green tea consumption can increase 6-ketoprostaglandin Fl-a production as an active metabolite of prostacyclin in coronary artery disease patients but does not decrease thromboxan B2 level, an active metabolite of thromboxan A2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Harme
"Transfersom telah banyak digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat terutama yang berasal dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang berkhasiat bagi kesehatan dan kosmetik adalah ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan yang kuat. Epigalokatekin galat EGCG sebagai salah satu senyawa katekin paling dominan digunakan sebagai penanda analisis. Namun, EGCG memiliki berat molekul yang besar dan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk berpenetrasi melewati kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan krim transfersom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan penetrasi EGCG melalui kulit. Transfersom diformulasikan dengan varian konsentrasi dari fosfolipid dan surfaktan. Perbandingan antara fosfolipid dan surfaktan yang digunakan yaitu 95 :5 F1 ; 90 :10 F2 ; dan 85 :15 F3 , sementara konsentrasi EGCG yang digunakan tetap yaitu 3. Pembuatan transfersom dilakukan dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Karakterisasi transfersom meliputi morfologi bentuk vesikel menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM, distribusi ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analyzer PSA, dan efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan bahwa F1 merupakan formula terbaik karena memiliki bentuk yang sferis, ukuran partikel 80,6 nm, indeks polidispersitas 0,214, potensial zeta -41,1 7,06 mV, dan efisiensi penjerapan 49,36 4,03. Selanjutnya, transfersom F1 diformulasikan ke dalam sediaan krim dan dibuat krim tanpa transfersom sebagai kontrol. Kedua sediaan dievaluasi dan dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz pada kulit tikus galur Sprague Dawley. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif EGCG yang terpenetrasi pada krim transfersom sebesar 1003,61 157,93 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 48,57 12,65 ?g/cm2.jam dan fase 2 sebesar 27,76 1,87 ?g/cm2.jam sedangkan jumlah kumulatif EGCG pada krim non transfersom yaitu sebesar 400,09 47,53 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 22,89 1,76 ?g/cm2.jam dan fluks fase 2 sebesar 8,37 0,78 ?g/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim transfersom ekstrak daun teh hijau dapat meningkatkan penetrasi EGCG ke dalam kulit.

Transfersome has been widely used to increase the penetration of drugs derived from natural ingredients. One of the natural ingredients for health and cosmetics is green tea leaves extract Camellia sinesis L Kuntze that contained catechin as a potential antioxidant. Epigallocatechin gallate EGCG as one of the most dominant catechin compounds used as a marker analysis. However, EGCG has a large molecular weight and hydrophilicity so that it is difficult to penetrate through the skin. The aims of this study was to produce transfersomal cream with good characteristics that increases penetration through the skin. In this research, transfersome were formulated with different concentrations of phospholipid and surfactant. The concentration used between phospholipid and surfactant were 95 5 F1 90 10 F2 dan 85 15 F3, while the EGCG concentration used was constant at 3. The Transfersome were made by thin layer hydration method. Transfersome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM, particle size, polidispersity index and zeta potential using Particle Size Analyzer PSA, and entrapment efficiency.
The result showed that F1 had the best formula with spherical shape, particle size 80.6 nm, polidispersity index 0.214, zeta potential 41.1 7.06 mV, and entrapment efficiency 49.36 4.03 . Furthermore, transfersome were formulated into a cream and a cream without transfersome as a control. Both creams were evaluated and in vitro penetration tested using Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats. Total cumulative amount of penetrated EGCG from transfersom cream was 1003.61 157.93 g cm2 and fluxs at the first phase was 48,57 12,65 g cm2.hour and at the second phase was 27,76 1,87 g cm2.hour. Total cumulative amount of penetrated EGCG from non transfersom cream was 22,89 1,76 g cm2 and fluxs at the first phase was 16.84 1.79 g cm2.hour and at the second phase was 8,37 0,78 g cm2.hour. Based on these result it can be concluded that transfersome green tea leaves extract cream can increase penetration EGCG through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Desviyanti Ardi
"Transetosom merupakan salah satu sistem vesikular lipid yang dapat memudahkan penetrasi obat melalui kulit. Penggunaan transetosom dapat diformulakan untuk menjerap zat aktif kimia maupun herbal, salah satunya yaitu katekin pada ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze . Pada penelitian ini, epigalokatekin galat EGCG digunakan sebagai penanda analisis karena merupakan komponen utama dari katekin yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi serta diketahui memiliki penetrasi dan absorbsi yang rendah melalui kulit. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan formula krim transetosom yang mampu meningkatkan penetrasi zat aktif dari ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Pada pembuatan transetosom, digunakan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula dengan variasi konsentrasi Span 80 dan etanol yang digunakan. Transetosom selajutnya dikarakterisasi morfologinya menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM , ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analizer PSA , dan dilakukan pengujian efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan transetosom F2 yang mengandung ekstrak daun teh hijau setara 3 EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 dan etanol 95 30 memiliki karakteristik terbaik yaitu berbentuk sferis, ukuran partikel 35,35 nm, indeks polidispersitas 0,319, potensial zeta -29,97 3,05 dan efisiensi penjerapan 45,26 8,15 . Uji penetrasi sediaan secara in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley sebagai membran. Krim transetosom memiliki fluks sebesar 60,56 4,52 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 23,13 1,38 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Krim non transetosom memiliki laju penetrasi sebesar 25,69 0,83 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 7,36 1,59 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah transetosom dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit.

Transethosome is a lipid vesicle system that can enhance drug rsquo s penetration through the skin. Transethosome can be used to entrap the chemical compound or natural ingredients, one of the natural ingredients is catechin from green tea leaves extract Camellia sinensis L. Kuntze . In this study, epigallocatechin gallate EGCG used as a marker analysis because EGCG is one of the most dominant catechin compounds that has potent antioxidant activity and also has a weak penetration and absorption through the skin. The aim of this study were to formulate transethosome cream that can increase the penetration of green tea leaves extract through the skin. Transethosome were made by using thin layer hydration method in three formulation with variation concentration of Span 80 and ethanol. Transethosome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM , particle size, polidispersity index and zeta potential by Particle Size Analizer PSA , and entrapment efficiency.
The result showed transethosome F2 that contains green tea extract equal to 3 of EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 and ethanol 95 30 had the best characteristic, which had a spherical shape, particle size 35,35 nm, polidispersity index 0,319, zeta potential 29,97 3,05 mV and entrapment efficiency 45,26 8,15 . Penetration test of creams performed using in vitro Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats as a membrane. Transethosome cream had a flux of 60,56 4,52 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 23,13 1,38 g.cm 2.hour 1 at the second phase. Non transethosome cream had a flux of 25,69 0,83 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 7,36 1,59 g.cm 2.hour 1 at the second phase. The conclusion is transethosome can increase green tea leaves extract penetration through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selvina Dzulhi
"Esktrak daun teh hijau Camellia Sinensis L. Kuntze mengandung senyawa polifenol Epigalokatekin galat EGCG yang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih poten dibandingkan asam askorbat dan memiliki aktivitas inhibitor tirosinase alami. EGCG memiliki sifat hidrofilik dan ukuran molekul yang besar sehingga sulit berpenetrasi ke dalam lapisan kulit, serta tidak stabil pada suhu tinggi dan pH basa. Untuk meningkatkan penetrasi dan stabilitas EGCG, ekstrak daun teh hijau dibuat dalam SLN sebagai sistem pembawa. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik SLN yang dapat meningkatkan penetrasi dan stabilitas EGCG yang diformulasikan ke dalam sediaan krim yang memiliki aktivitas antioksidan dan inhibitor tirosinase. SLN penelitian dibuat menggunakan metode emulsifikasi pelarut, selanjutnya dilakukan karakterisasi formula SLN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa F1 EGCG 1, GMS 1 merupakan formula dengan karakteristik terbaik dengan rata-rata ukuran partikel 155,6 10,04 nm; indeks polidispersitas 0,409 0,05; zeta potensial -30,967 1,29; persentase obat yang terjerap sebesar 81,124 0,443 dan bentuk partikel sferis. Hasil uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz diperoleh fluks dari sediaan krim SLN ekstrak daun teh hijau sebesar 2,26 0,03 g/cm2.jam dan krim tanpa SLN 0,27 0,01 g/cm2.jam. Hasil uji aktivitas antioksidan diperoleh IC50 rata-rata 0,944 0,016 g/mL untuk krim SLN dan 1,066 0,005 g/mL untuk krim tanpa SLN. Hasil uji aktivitas penghambatan tirosinase diperoleh IC50 sediaan krim SLN dan krim tanpa SLN masing-masing 31,061 g/mL dan 33,386 g/mL. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa krim SLN ekstrak daun teh hijau dapat meningkatkan penetrasi dan stabilitas EGCG sebagai krim antioksidan dan penghambat tirosinase.

Green tea Camellia Sinensis L. Kuntze leaves extract contains active polyphenol content in form of epigallocatechin 3 gallate EGCG which has more potent antioxidant activity than ascorbic acid and has natural tyrosinase inhibitor. EGCG has hydrophilic properties and large molecule, making it difficult to penetrate through the skin layer, and unstable at high temperatures and alkaline pH. To increase its penetration and stability of EGCG, green tea leaves extracts are made in SLN as a carrier system. This research aims to determine SLN characteristics that can increase penetration and stability of EGCG formulated into cream preparations that have antioxidant activity and tyrosinase inhibitors. Preparation of SLN using solvent emulsification method, further characterization of the SLN formula. Results showed that F1 EGCG 1, GMS 1 was the best characterized formula with particle size of 155.6 10.04 nm polydispersity index of 0,409 0,05 zeta potential of 30,967 1,29 entrapment efficiency of 81,124 0,443 and spherical morphology. In vitro penetration studies using Franz diffusion cell showed flux value from SLN cream of 2,26 0,03 g cm2.hour and non SLN cream 0,27 0,01 g cm2.hour. The results of antioxidant activity with IC50 values of 0.944 0.016 g mL for SLN cream and 1.066 0.005 g mL for non SLN cream. The results of the inhibition of tyrosinase inhibition showed that IC50 of SLN cream and non SLN cream were 31,061 g mL and 33,386 g mL respectively. In conclusion, SLN can increase the skin penetration and stability of EGCG as an antioxidant and tyrosinase inhibitors."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T49492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanetha Inees Merdekawati
"Daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze merupakan salah satu bahan alam yang mudah ditemukan dan memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. EGCG epigalokatekingalat merupakan senyawa dengan kandungan terbesar dari daun teh hijau yang memiliki aktifitas antioksidan yang sangat poten untuk tubuh, namun memiliki kemampuan penetrasi ke dalam kulit yang rendah karena sifatnya yang sangat hidrofilik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penetrasi EGCG dalam ekstrak daun teh hijau dengan memformulasikannya kedalam sebuah sistem pembawa obat etosom yang selanjutnya dimasukkan kedalam formulasi sediaan krim. Etosom di formulasikan dengan konsentrasi etanol yang berbeda yaitu dengan kadar 25 F1 ; 30 F2 ; dan 35 F3 . Selanjutnya, formula etosom dengan karakterisasi terbaik diformulasikan ke dalam sediaan krim. Krim ekstrak daun teh hijau tanpa etosom dibuat sebagai kontrol. Setelah itu, dilakukan uji penetrasi krim etosom dan krim ekstrak tanpa etosom menggunakan sel difusi Franz untuk melihat profil penetrasi dari sediaan tersebut.
Berdasarkan hasil karakterisasi yang didapatkan, F3 memiliki karakteristik terbaik dengan morfologi yang sferis, nilai Z-Average 73,01 nm; indeks polidispersitas 0,255; potensial zeta -47,77 3,93 mV, dan efisiensi penjerapan obat yang paling tinggi 49,46 0,62 . Krim etosom yang dihasilkan memiliki jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi sebesar 905,75 49,47 g/cm2 dan fluks pada fase 1 0 ndash; 10 jam sebesar 25,22 12,68 g.cm-2/jam serta pada fase 2 10 ndash; 24 jam sebesar 40,96 5,56 g.cm-2/jam sedangkan krim ekstrak tanpa etosom memiliki jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi sebesar 413,92 52,83 g/cm2 dan fluks pada fase 1 0 ndash; 12 jam sebesar 19,05 1,57 g.cm-2/jam serta pada fase 2 12 ndash; 24 jam sebesar 12,66 1,45 g.cm-2/jam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim etosom mempunyai penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan krim ekstrak biasa dan etosom dapat meningkatkan kemampuan penetrasi EGCG dalam ekstrak daun teh hijau.

Green tea leaves Camellia sinensis L. Kuntze is one of the natural ingredients that are easy to find and have many benefits for health. EGCG epigallocathechin gallat is the largest content of green tea leaves that have a potent antioxidant activity for the body, but has a low penetration capability in the skin due to its very hydrophilic characteristic. This study aimed to increase the skin penetration of EGCG in greentea leaves extract by incorporate it into ethosomal system as vehicle and generally applied into cream preparations. Ethosomes were formulated with different ethanol concentration that are 25 F1 30 F2 And 35 F3 . After that, ethosom with the best characteristic is formulated into cream preparations. Extract cream non ethosom was made as control. Thereafter, penetration test was performed using Franz diffusion cells to see the penetration profile of ethosomal cream and extract cream non ethosom.
Based on the result, F3 had the best characteristic with spherical morphology, Z Average value at 73.01 nm polydispersity index at 0,255 zeta potential at 47.77 3.93 mV, and the highest percentage of drug entrapped efficiency 49.46 0.62 . Total cumulative amount of EGCG penetrated from ethosomal cream was 905.75 49.47 g cm2 with flux value on 1st phase 0 10 hours was 25,22 12,68 g.cm 2 hour and 2nd phase 10 24 hours was 40,96 5,56 g.cm 2 hours while total cumulative amount of EGCG penetrated from extract cream was 413.92 52,83 g cm2 with flux value on 1st phase 0 12 hours was 19,05 1,57 g.cm 2 hour and 2nd phase 12 24 hours was 12,66 1,45 g.cm 2 hours. Based on these result, can be concluded that the ethosomal cream had better penetration compared with the extract cream and ethosomal system could increase the skin penetration capability of EGCG in greentea leaf extract.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>