Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193360 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Hikmah Syaumi
"Pada bidang radioterapi, dosimeter merupakan salah satu perangkat yang penting. Suatu dosimeter dianggap ideal jika mempunyai karakter ekivalen jaringan manusia, sensitifitas tinggi, berukuran kecil, memberikan resolusi spasial yang tinggi, dan tidak bergantung pada energi. Salah satu material yang dianggap memenuhi karakter tersebut adalah berlian. Akan tetapi, berlian alami mempunyai kekurangan dalam hal biaya, desain, dan jenis kristal. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka dilakukan pengembangan berlian sintetis. Salah satu berlian sintetis tersebut adalah synthetic single-crystal diamond (SSCD) dengan konfigurasi dioda Schottky. Detektor microdiamond adalah detektor komersial SSCD pertama. Sebelum digunakan pada bidang radioterapi, maka suatu detektor harus diketahui karakteristiknya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai ketergantungan energi dan arah pada detektor microdiamond dengan berkas FF 6 MV dan FF 10 MV. Uji kualitas detektor dilakukan sebelum pengukuran karakteristik untuk mengetahui akurasi output detektor microdiamond. Pengukuran karakteristik dilakukan dengan menggunakan teknik SSD 100 cm dan SSD 84 cm pada kedalaman 8 cm dengan fantom ABS. Pada pengukuran dengan SSD 100 cm, detektor microdiamond menunjukkan ketergantungan arah yang rendah, dengan simpangan maksimum 0,5 % untuk berkas FF 6 MV dan 0,25 % untuk berkas FF 10 MV. Pada pengukuran yang dilakukan dengan SSD 84 cm, detektor microdiamond juga menunjukkan ketergantungan arah yang rendah, dengan simpangan maksimum 0,12 % untuk berkas FF 6 MV dan 0,15% untuk berkas FF 10 MV. Detektor microdiamond menunjukkan ketergantungan energi yang rendah, dengan perbedaan antar nilai bacaan sebesar 6,3% untuk SSD 100 dan 9,89% untuk SSD 84.

In radiotherapy, a dosimeter is one of the important devices. A dosimeter is considered ideal if it has the character of tissue-equivalent, high sensitivity, small size, high spatial resolution, and not dependent on energy. One of the material that is considered has the character is diamond. However, natural diamonds has their drawbacks in terms of cost, design, and types of crystal. The development of synthetic diamonds were carried out to solve the problem of natural diamonds. Synthetic Single Crystal Diamond (SSCD) with Schotkky diode configuration is one of synthetic diamonds. Microdiamond detector is the first commercial SSCD detector. Before use a detector in radiotherapy, the characteristic of the detector must be known. Therefore, this research about energy dependence and directional dependence on microdiamond detector with FF 6 MV and FF 10 MV beam was carried out. Detector quality test was carried out before characteristic measurement to determine the accuracy of output of microdiamond detector. On measurement with SSD 100, microdiamond detector shows low directional dependence, with maximum derivation 0,5% for FF 6 MV beam and 0,25% for FF 10 MV beam. On measurement with SSD 84, microdiamond detector also shows low directional dependence, with maximum derivation 0,12% for FF 6 MV beam and 0,16% for FF 10 MV beam. Microdiamond detector also shows low energy dependence, with maximum differences 6,3% for SSD 100 and 9,89% for SSD 84."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syfa Rasyunatussahidah
"Dosimeter merupakan salah satu aspek penting dalam radioterapi untuk verifikasi dosis pengobatan kanker. Saat ini telah dikembangkan detektor microDiamond PTW 60019 yang digunakan untuk mengukur dosis pada lapangan kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan karakterisasi pada detektor microDiamond PTW 60019 berdasarkan respons energy dependence dan directional dependence menggunakan energi 6 MV FFF dan 10 MV FFF pada berkas foton dengan teknik source to axis distance (SAD) dan source to skin (surface) distance (SSD). Penelitian ini dilakukan dengan mengukur uji kualitas yaitu meliputi uji reproduksibilitas, uji linearitas bacaan, dan uji kebocoran detektor. Kemudian, pengukuran karakteristik energy dependence dan directional dependence menggunakan teknik SAD dan SSD. Energi yang digunakan yaitu 6 MV dan 10 MV, kemudian sudut yang digunakan 0o – 330o dengan rentang 30o. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengukuran kualitasnya, detektor ini memiliki nilai koefisien variansi 0,0257% pada uji reproduksibilitas dan memperoleh hasil R2 = 0,9947 pada uji linearitas bacaan. Pada pengukuran karakteristik tiap teknik, hasil berdasarkan energinya didapatkan bahwa semakin besar energi yang diberikan maka semakin besar nilai bacaan yang diperoleh. Hasil respons penyimpangan terbesar pada energy dependence dan directional dependence terjadi pada pengukuran sudut 180o. Detektor ini memiliki respons energy dependence dengan penyimpangan sebesar 2,5% pada teknik SAD dan pada teknik SSD sebesar 0,8%. Respons directional dependence yang mempunyai nilai 1±0,5% pada teknik SAD terdapat 7 nilai sudut yaitu (60o, 90o, 300o) pada energi 6 MV FFF dan (60o, 90o, 150o, 300o) pada energi 10 MV FFF, kemudian pada teknik SSD terdapat 4 nilai sudut yaitu (60o, 330o) pada energi 6 MV FFF dan 10 MV FFF. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa energy dependence mempunyai nilai yang lebih baik pada teknik SSD dan directional dependence mempunyai nilai yang lebih baik pada teknik SAD.

Dosimetry is one of the important aspects of radiotherapy for cancer treatment dose verification. A microdiamond detector, PTW 60019, is currently being used to measure dose in a small field. This study investigated characterization of the microDimamond PTW 60019 for energy and directional dependence using unflattened photon energy at 6 MV and 10 MV with the source to axis distance (SAD) and source to skin (surface) distance (SSD) technique. There was an investigated quality check for reproducibility, linearity, and detector leakage. Then, it was measured for energy and directional dependence using SAD and SSD techniques. The energy used is 6 MV and 10 MV and the angle used is 0o –330o with an interval of 30o. As a result of the quality check, the microDiamond has a coefficient of variance of 0,0257% for reproducibility and R2 = 0,9947 for linearity. At the measured characterization, the response electrometer increases as the energy is increased. The result of the response of the largest deviation in energy dependence and directional dependence occurs at a 180o angle measurement. This detector has an energy dependence response with a largest deviation of 2,5% on SAD technique and a deviation of 0,8% on the SSD technique. The directional dependence response has a 1±0,5% for the SAD technique; there was 7 angles (60o, 90o, 300o) for 6 MV FFF and (60o, 90o, 150o, 300o) for 10 MV FFF, for the SSD technique there was 4 angles (60o, 330o) for 6 MV FFF and 10 MV FFF. In conclusion, the SSD technique responds better to energy dependence than the SAD technique responds to directional dependence."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Auliarachman
"Penggunaan berkas tanpa flattening filter (FFF) dalam radioterapi dilakukan untuk memperoleh laju dosis tinggi. Pemberian berkas radiasi perlu diperiksa secara berkala dengan berbagai parameter. Salah satu parameter pemeriksaannya adalah dengan mengevaluasi distribusi dosis. Distribusi dosis pada suatu volume material dapat diperoleh dengan cara mengukur pada satu atau beberapa bagian pada volume. Detektor array 2 dimensi MatriXXFFF yang kemudian diolah dengan algoritma tertentu menjadi salah satu contoh pengukuran distribusi dosis radioterapi. Pada penelitian ini, dilakukan pengujian algoritma rekonstruksi dosis dengan metode pembentukan fluens melalui konvolusi balik. Rekonstruksi dosis terdiri atas pembentukan peta fluens dan konvolusi dosis menggunakan Energy Deposition Kernel (EDK). Perbandingan dosis hasil rekonstruksi dan simulasi menggunakan treatment planning system (TPS) Eclipse untuk berkas foton teknik FFF 6MV pada Linac Varian Trilogy menunjukkan hasil yang belum memenuhi ambang batas pass rate 95% pada 2 lapangan yang diuji. Diperoleh pass rate untuk lapangan 10 10 cm2 adalah 12,3% dan pada lapangan 4 4 cm2 sebesar 3,1% untuk evaluasi setiap voksel pada algoritma. Tingkat pass rate meningkat dengan memperkecil region of interest bidang pada volume observasi. Pada lapangan 10 10 cm2 diperoleh pass rate 40,9%, 60,3%, 89,6%, dan 100% untuk ROI yang setara dengan 9,1 9,1 cm2, 7,6 7,6 cm2, 6,1 6,1 cm2, dan 4,5 4,5 cm2 sementara pada lapangan 3 3 cm2 diperoleh hasil 45,8% dan 68,8% untuk ROI yang setara dengan 3,1 3,1 cm2 dan 1,5 1,5 cm2. Penggunaan kolimator mempengaruhi daerah dekat field-end sehingga pass rate pada lapangan yang lebih kecil yang salah satunya ditandai dengan perbedaan dosis pada field-end antara rekonstruksi dan TPS mencapai 36,6% dan memiliki derajat perbedaan lebih tinggi untuk titik pada arah luar lapangan.

Flattening filter free (FFF) beam has been implemented in radiotherapy to achieve a high dose rate on a treatment. Quality control of beam output is examined routinely using several parameters including dose distribution evaluation. Dose distribution can be acquired by measuring several points of the volume. One of the measurement instruments is 2D array detector MatriXXFFF which can be processed to obtain the dose distribution value. In this research, a back reconstruction from the detector to source using the convolution of the fluence is assessed. The reconstruction algorithm consists of fluence map generation and dose convolution using energy deposition kernel produced by Monte Carlo. We generated the dose reconstruction of 2 open beam field size, 10 10 cm2, and 4 4 cm2, on virtual water phantom. Eclipses dose calculation is used as a reference standard in this study. The threshold for dose difference is set for less than 3% on each point of the volume with the minimum pass rate for acceptance is 95%. The pass rate for 10 10 cm2 is 12.3%, while for 4 4 cm2 field is 3.1%. The pass rate increased significantly by narrowing the region of interest (ROI) of the volume. We obtained 40.9%, 60.3%, 89.6%, and 100% on ROIs equivalent to 9.1 9.1 cm2, 7.6 7.6 cm2, 6.1 6.1 cm2, and 4.5 4.5 cm2 for 10 10 cm2 beam field size, respectively. For the 4 4 cm2 field size, the pass rate was 45.8% and 68.8% for ROIs equivalent to 3.1 3.1 cm2 and 1.5 1.5 cm2. Lower pass rate on a narrow beam field size apparently caused by near-field-end volume that was affected by the usage of the collimator. The impact can be seen on the dose difference between neighboring pixels on a near-field-end area of reconstructed dose and calculated dose from TPS that reached 36.6% and differ even further toward the outfield.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hidayah
"Telah dilakukan pengukuran percentage depth dose (PDD),berkas tissue phantom ratio ( ), profil dosis, faktor keluaran dan volume averaging pada radioterapi lapangan kecil menggunakan Film Gafchromic EBT3, ionisasi chamber CC01 dan CC13. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik keluaran berkas foton 6 MV lapangan kecil. Evaluasi pengukuran PDD dilakukan dengan menentukan nilai dan nilai. Profil dosis dianalisa berdasarkan nilai full width half maximum (FWHM) dan penumbra. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai pengukuran dan dengan Film Gafchromic EBT3 memiliki perbedaan yang cukup signifikan pada Varian Clinac iX. Analisa pengukuran FWHM berkas profil, menunjukkan bahwa selisih nilai FWHM di setiap lapangan cenderung konstan yaitu ± 0.4 cm. Nilai deviasi terkecil dan terbesar faktor keluaran pada lapangan square terjadi ketika menggunakan ionisasi chamber CC13 yaitu 0.00% pada lapangan 1.6 × 1.6 cm² dan -23.05% pada lapangan 0.8 × 0.8 cm². Sementara pada lapangan circular, nilai deviasi terbesar terjadi ketika menggunakan ionisasi chamber CC13 yaitu 13.79% pada lapangan 0.8 × 0.8 cm². Nilai faktor koreksi volume averaging semakin meningkat seiring dengan semakin kecil ukuran luas lapangan. Hasil kalkulasi faktor koreksi volume averaging dapat memberikan kesimpulan bahwa Film Gafchromic EBT3 memiliki nilai faktor koreksi volume averaging yang lebih kecil dibandingkan dengan ionisasi chamber.

Percentage depth dose (PDD) measurements, tissue phantom ratio ( ), dose profile, output factor and volume averaging on small field radiotherapy using Gafchromic EBT3 Film, ionization chamber CC01 and CC13. The objective of this study was to determine the characteristic of 6 MV of depth and which were evaluated by PDD measurement. Dose profile was analyzed based on the value of full width half maximum (FWHM) and penumbra. The measurement showed that the value of and which analyzed by Gafchromic EBT3 Film indicated significant value to Varian Clinac iX. FWHM measurement demonstrated of the beam profile showed that difference FWHM value in each field tends to be constan is ± 0.4 cm. The lowest and highest deviation of the output factor in the square field occured when used ionization chamber CC01 around of 1.14% in the field of 0.8 × 0.8 cm² and -23.05% in the field 0.8 × 0.8 cm². On the other had, the higher deviation at circular field occurs when using ionization chamber CC13 at about 13.79% in the field 0.8 × 0.8 cm². In addition, the correction factor of the volume averaging increased with inversely proportional to size of the field. The result of calculation of volume averagingcorrection factor can be concluded that Gafchromic EBT3 Film has a smaller volume averaging correction factor compared to ionization chamber.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T49226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Diana
"Film gafchromic adalah salah satu dosimetri pada radioterapl Penentuan dosis kulit di pasien kanker serviks dengan foton dapat digunakan film gafchromic. Sebelumnya terlebih dahulu film dikalibrasi. Kalibrasi film ditujukan untuk mencari hubungan antara optikal densitas dengan dosis. Selain itu film juga divariasikan terhadap lapangan dan juga kedalaman target. Ketiga hal tersebut digunakan untuk faktor koreksi pada penentuan dosis kulit pasien kanker serviks. Dengan dibandingkan dengan data dan Treatment Planning System diperoleh hasil yang baik karena penyimpangan kurang dan satu persen.

Gafchromic film is one of dosimetry in radiotherapy. It can measure skin dose in patient sen/ix cancer with photon beam 6 MV using gafchromic film. First, film must be caliberate with variation dose. It is for know relationship between dose and optical densitas. And then, film with variation field square and depth target. There used correction factor for calculate skin dose in patient servix cancer. The different between data from TPS (Treatment Planning System) and calculate dose from film is good because less than one percent."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S29467
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Gunita Dyana Kumara
"ABSTRACT
Penelitian ini mengupayakan untuk melakukan verifikasi MU teknik IMRT melalui pendekatan yang disederhanakan dalam bentuk lapangan segmental. Penyederhanaan metode verifikasi MU teknik IMRT dapat dimungkinkan terjadi peningkatan error MU hingga mendekati batas acuan ±3.5%. Proses verifikasi MU secara bertahap dilakukan pada lapangan standard dan blok (non-treatment) kemudian pada perencanaan 3 pasien kanker payudara dan 2 pasien kanker serviks yang menggunakan teknik IMRT (lapangan treatment). Menggunakan Matlab, MU dari data yang terekam pada TPS Eclipse dapat diproses dengan menggunakan kalkulasi sesuai AAPM TG-71, kemudian nilai error MU tersebut diverifikasi setiap segmennya. Hasil verifikasi MU pada lapangan non-treatment sangat baik, memberikan rata-rata error MU ±0.7% dengan threshold ±(3-5) %, namun pada teknik IMRT mencapai nilai ±(50-80)% yang terpaut jauh dari threshold ± 3.5%. Nilai error MU teknik IMRT yang sangat besar diakibatkan oleh bukaan MLC pada lapangan segmental sangat kecil dan tersebar acak yang memengaruhi pemilihan titik tinjau dan equivalent square menjadi tidak tepat. Oleh karena itu metode dan kalkulasi pada penelitian ini disarankan hanya digunakan untuk verifikasi MU non-IMRT, lebih tepatnya untuk lapangan sederhana, sedangkan untuk verifikasi MU pada teknik IMRT diperlukan metode dan kalkulasi yang lain.

ABSTRACT
In this thesis, we assess MU verification independently for IMRT treatment techniques by simplifying the calculation on its segmental fields. Due to simplification, the result on IMRT MU verification may increase MU error near its threshold (±3.5%). The process of verification is done systematically on standard and blocked field (non-treatment) and then on patient planning which consists of 3 breast cancer and 2 cervix cancer patients with IMRT techniques. We process patient data from TPS Eclipse(TM) using Matlab(c) and calculate it by AAPM TG-71 algorithm, so then its MU error can be verified for each segment. The result of MU verification on non-treatment fields is decent which averaged on ±0.7% with a threshold of ±(3-5)%. However, on IMRT techniques reaches the value of ±(50-80)%, which considerably high considering its limit is ± 3.5%. High MU error on IMRT techniques is due to MLC opening of segmental fields are small and scattered that lead to inaccuracy of control point selection and equivalent square value. Consequently, methods and calculation on this thesis only suggested for MU verification on non-IMRT fields, especially standard fields, while MU verification of IMRT fields considered to have a more advanced method."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Azzi
"Pesawat linear accelerator (LINAC) dengan modalitas tanpa filter perata atau disebut dengan flattening filter free (FFF) telah terpasang di Indonesia. Karakteristik berkas foton pada material homogen dan heterogen LINAC FFF dipelajari pada penelitian ini. Kami menggunakan tiga pembanding, yaitu pengukuran pada phantom dengan menggunakan detektor film radiochromic, simulasi Monte Carlo, dan kalkulasi pada treatment planning system (TPS) dengan algoritma analytical anisotropic algorithm (AAA). Simulasi Monte Carlo dilakukan pada serangkaian perangkat lunak EGSnrc, DOSXYZnrc, dan MATLAB untuk menghasilkan data karakteristik berkas sinar-X FFF. Karakteristik berkas pada fantom homogen menunjukkan bahwa persentase dosis yang diterima permukaan meningkat sebesar 0.7 mm pada LINAC FFF dibandingkan dengan LINAC standar (WFF). Pada lapangan 10×10 cm2, terdapat penajaman penumbra dengan rasio WFF : FFF adalah 1 : 1.18, selain itu perbedaan dosis pada lapangan kecil antara TPS, simulasi dan pengukuran meningkat tajam seiring dengan penyempitan lapangan radiasi. Karakteristik berkas pada sumbu utama setelah melewati fantom inhomogen berbentuk segitiga dan slab tidak berbeda secara signifikan, tetapi perbedaan terlihat pada sumbu off axis hingga 6% karena pengaruh bidang miring dari material segitiga. Koreksi perturbansi setelah melewati material inhomogen udara dan ekuivalen tulang secara berturut-turut adalah 1.26 dan 0.88.

Linear accelerator (LINAC) without flattening filter modalities or called flattening filter free (FFF) has been installed in Indonesia. Photon characteristics of LINAC FFF in homogeneous and heterogeneous materials were evaluated in this study. We used three comparators, i.e. measurements on phantom using radiochromic film detectors, Monte Carlo simulations, and calculations on treatment planning system (TPS) in which anisotropic algorithm algorithm algorithm (AAA) was implemented. Monte Carlo simulations were performed on EGSnrc, DOSXYZnrc, and MATLAB software to generate FFF X-ray characteristic data. Photon beam characteristics in the homogeneous phantom indicate that the maximum relative dose was shifted by 0.7 mm to the surface in LINAC FFF compare to standard LINAC (WFF). On the field size of 10 × 10 cm2, there is a penumbra sharpening with a ratio of WFF: FFF is 1: 1.18. Besides, the difference in the small field between TPS, simulation, and measurements were sharpened along with the narrowing of the radiation field. Beam characteristics on the central axis after throughout the triangle shaped and slab inhomogeneity material was not significantly differed. However, the difference in perturbation ratio was seen along the off-axis up to 6% on the triangle shaped inhomogeneity material. Perturbation correction surroundings air and bone equivalent material is 1.26 and 0.88, respectively."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T50805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Prasinda Putri
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi dosis perifer pada berkas foton FFF dan WFF. Pada penelitian ini, berkas foton WFF dan FFF 6 MV dari pesawat LINAC Varian Trilogy® diukur menggunakan detektor bilik ionisasi IBA CC13 dan film radiokromik GAFChromicTM EBT3 pada fantom air. Pengukuran dilakukan pada variasi lapangan 0.8 0.8 cm2 hingga 10 10 cm2 variasi kedalaman dmax, 5 gr/cm2, dan 10 gr/cm2dan pada jarak 0.6 cm hingga 5 cm dari tepi lapangan radiasi. Dengan kondisi pengukuran yang identik pada geometri fantom yang sama, pengukuran dosis radiasi perifer juga dilakukan menggunakan pemodelan pada ECLIPSETM TPS dengan kalkulasi Analytic Anisotropic Algorithm (AAA). Dosis perifer ditentukan sebagai normalisasi dosis terhadap CAX. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dosis perifer meningkat terhadap kedalaman dan luas lapangan, namun menurun hampir eksponensial terhadap jarak dari tepi lapangan. Dosis radiasi perifer dari berkas WFF lebih tinggi dari berkas FFF dengan diskrepansi terbesar bernilai 4.63% dari hasil pengukuran menggunakan detektor CC13, 12.09% dari hasil GAFChromicTM EBT3, dan 2.35% dari hasil kalkulasi TPS. Berkas foton FFF menghasilkan dosis radiasi perifer yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan berkas WFF pada setiap kedalaman dan lapangan, terutama pada titik yang relatif dekat dengan tepi lapangan. Namun, penggunaan berkas FFF pada lapangan kecil tidak mereduksi dosis radiasi perifer secara signifikan.

Research has been performed to evaluate the peripheral dose from the FFF and WFF photon beam. In this study, 6 MV WFF and FFF photon beams from Varian Trilogy® LINAC were measured by IBA CC13 ionization chamber detector and GAFChromicTM EBT3 film in the water phantom. Measurements were performed at varying field sizes (0.8x0.8 cm2 10x10 cm2), depths (dmax, 5 gr/cm2, and 10 gr/cm2), and distances from the field edge (0.6 cm-5 cm). With identical conditions on the same phantom geometry, peripheral dose measurements were also modeled in ECLIPSETM TPS by using Analytic Anisotropic Algorithm (AAA) dose calculation models. PD was determined as a normalized dose to the CAX dose. The PDs were found to tend to increase with increasing depth and field size, but decrease exponentially with increasing distance from the radiation field edge. The PD of WFF photon beams were found to be greater than FFF with the largest discrepancy valued at 4.63% from the measurement results using CC13, 12.089% using GAFChromicTM EBT3, and 2.35% using TPS calculation. FFF photon beams produce PDs that tend to be lower than WFF at each depth and field size, especially in areas relatively close to the field edge. However, the FFF photon beams did not significantly reduce PDs in the small field sizes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hentihu, Fatimah Kunti
"Tesis ini membahas mengenai faktor koreksi rekombinasi ion untuk bilik ionisasi pada berkas foton FFF Flattening-Filter-Free kemudian membandingkan hasilnya dengan berkas foton konvensional. Evaluasi faktor koreksi rekombinasi ion dilakukan untuk bilik ionisasi FC65-G, SNC600c dan CC13. Pengukuran menggunakan ketiga bilik ionisasi dilakukan di dalam fantom air dan menggunakan foton FFF dan foton konvensional 6 MV dari pesawat Varian Trilogy. Nilai faktor koreksi rekombinasi ion untuk ketiga bilik ionisasi kemudian diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan metode dua tegangan sederhana dan fitting kurva Jaffe plot. Pengukuran juga dilakukan untuk beberapa variasi kedalaman dan variasi ukuran lapangan. Nilai faktor rekombinasi ion yang diperoleh secara keseluruhan dari ketiga bilik ionisasi menunjukkan bahwa nilai koreksi pada berkas foton FFF memilliki nilai yang lebih besar dibandingkan berkas foton konvemsional dengan perbedaan < 0,5. Sementara dengan menggunakan beberapa variasi kedalaman dan ukuran, diketahui bahwa nilai koreksi rekombinasi ion berkurang dengan bertambahnya kedalaman variasi < 0,3 dan meningkat dengan bertambahnya ukuran lapangan variasi < 0,1. Nilai koreksi rekombinasi ion yang diperoleh dari fitting kurva Jaffe plot linier memiliki perbedaan sebesar le; 7,649 bila dibandingkan dengan metode dua tegangan. Sementara perbedaan nilai koreksi rekombinasi ion yang diperoleh dari fitting kurva kuadratik dan fitting kurva kuadratik eksponensial terhadap metode dua tegangan adalah sebesar le; 0,5882 dan le; 1,798. Selain koreksi rekombinasi ion, pada penelitian ini juga dilakukan evaluasi terhadap nilik faktor koreksi polaritas pada berkas foton FFF. Nilai koreksi polaritas berkas foton FFF dengan berkas foton konvensional memiliki perbedaan sebesar < 0,15 .. Nilai koreksi rekombinasi ion maupun koreksi polaritas untuk ketiga bilik ionisasi tidak memiliki perbedaan yang dignifikan bila dibandingan antara berkas foton konvensional dengan foton FFF.

This study focused on ion recombination factor for ionization chambers in FFF flattening filter free photon beams and then compared the result against conventional photon beams. The evaluation of ion recombination correction factor was performed using FC65 G, SNC600c, and CC13 ionization chambers. Measurements using the three ionization chambers were performed within the water fantom and using 6 MV FFF and conventional photon beams from the Varian Trilogy linac. The ion recombination correction factor value for the three ionization chambers were obtained from the calculation using the simple two voltage method and Jaffe plot curve fitting. Measurements were also performed for several depth and field size variations. The ion recombination factor value obtained from all three ionization chambers were higher for FFF photon beams than for the conventional photon beams with a difference of 0.5. While using several variations of depth and size, the results showed that the ion recombination correction value decreased with increasing depth with variation 0.3 and increased with increasing field size with variation 0.1. The ion recombination correction value obtained from the linear Jaffe plot curve fitting had a difference le 7.649 when compared to the two voltage method. While differences in ion recombination correction values obtained from quadratic curve fitting and exponential quadratic curve fitting to two voltage methods were le 0.5882 and le 1.798. In addition to ion recombination correction, this study also evaluated the polarity correction factor in the FFF photon beams. The polarity correction value of FFF photon beam with conventional photon beam had a difference 0.15 . The value of ion recombination and polarity correction for the three ionization chambers in FFF photon beams has no significant difference compared to conventional photon beams.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T51417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Nenden Mulyaningsih
"ABSTRAK
Telah dilakukan pengukuran dosis pada fantom pasien kanker payudara yang sedang hamil dengan sinar x 6 MV keluaran pesawat linac Varian model CLINAC 2100C milik Radioterapi Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakarta. Penyinaran dilakukan dengan menggunakan empat lapangan radiasi, yaitu lapangan tangensial medio lateral, lapangan tangensial latero medial, lapangan supraclave dan lapangan axilla.
Simulasi pasien penggunakan fantom air untuk bagian abdomennya, fantom cirs untuk bagian dadanya dan fantom lilin untuk bagian payudaranya. Dosis diukur dengan menggunakan TLD (Thermoluminescence Dosimeter) yang diletakkan di dalam fantom air, sehingga dosis yang terukur oleh TLD merupakan dosis hambur karena berasal dari sumber radiasi sekunder. TLD diletakkan pada sembilan titik umur kandungan 12, 16, 20, 22, 24, 26, 28, 36, dan 40 minggu, masingmasing dengan tiga posisi kedalaman 2 cm, 5 cm dan 10 cm, yang diukur pada kondisi fantom air konstan dengan tebal 20 cm dan pada kondisi fantom air berubah sesuai dengan umur kandungan yang sebenarnya. Umur kandungan dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kandungan berumur 0 ? 12 minggu disebut trimester 1 dengan fantom air 20 cm, 13 ? 24 minggu disebut trimester 2 dengan fantom air 22 cm, dan 25 - 40 minggu disebut trimester 3 dengan fantom air 23 cm.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa persentase dosis fetus menurun secara eksponensial terhadap jarak fetus sebagai akibat faktor atenuasi terhadap jaringan yang dilewatinya. Persentase dosis fetus maksimum terhadap dosis target untuk kedalaman 2, 5, dan 10 cm berturut-turut 4,40%, 2,83% dan 1,85% pada trimester satu, 8,84%, 5,25% dan 3,65% pada trimester dua, dan 9,74 %, 5,69 % dan 3,97% pada trimester tiga. Dosis total sebesar 6000 cGy pada target menyebabkan dosis fetus lebih dari 50 cGy. Efek radiasi yang mungkin terjadi pada fetus yaitu kematian prenatal, atau jika fetus tetap bertahan hidup, setelah bayi dilahirkan bisa terjadi retardasi mental, pertumbuhannya kerdil ataupun kanker dikemudian harinya.

ABSTRACT
Dose measurements have been carried out on phantom breast cancer patients who are pregnant with 6 MV x-ray output Varian CLINAC 2100C linac's Persahabatan Hospital Jakarta. Irradiation was conducted using four radiation field, namely the tangential medio lateral, tangential latero medial, supraclave and axilla.
Simulated patients for the use of water phantom abdomen, phantom cirs to the chest and candles for the breast phantom. Doses measured using TLD (Thermoluminescence Dosimeters) are placed inside the water phantom, so that the dose measured by TLD is scattered dose of radiation because it comes from secondary sources. TLD placed on the content of the age of nine points 12, 16, 20, 22, 24, 26, 28, 36, and 40 weeks, each with three position depth of 2 cm, 5 cm and 10 cm, measured in constant conditions of water phantom with a thickness of 20 cm and the phantom water conditions change according to the age of the actual content. Age contents are grouped into three age groups, which contain 0-12 weeks called first trimester with the water phantom 20 cm, 13-24 weeks is called second trimester with the water phantom 22 cm, and 25-40 weeks called third trimester with a 23 cm water phantom.
The results showed that the percentage of fetal dose decreases exponentially with distance attenuation factor of fetuses as a result of the network passed. The percentage of the maximum fetal dose to the target dose to a depth of 2, 5, and 10 cm respectively 4.40%, 2.83% and 1.85% in first trimester, 8.84%, 5.25% and 3.65 % in the second trimester, and 9.74%, 5.69% and 3.97% in the third trimester. Total dose of 6000 cGy dose to the target causes the fetus more than 50 cGy. Radiation effects that may occur in the fetus are prenatal death, or if the fetus survived, after the baby is born can occur mental retardation, stunted growth or cancer in later day.
"
2010
T29001
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>