Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108585 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eem Masaenah
"Sambiloto (Andrographis paniculata), jamblang (Syzygium cumini), dan secang (Caesalpinia sappan) umumnya digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antidiabetes dan toksisitas akut kombinasi ekstrak (1:1:1) sambiloto, jamblang, dan secang (ASCE). Aktivitas antidiabetes diuji menggunakan tikus model yang diberi pakan tinggi lemak dan injeksi streptozotocin dosis ganda 35 mg/kg BB. Tikus diabetes diterapi dengan ASCE 75 mg/kg BB dan 150 mg/kg BB untuk kelompok uji dan diterapi dengan metformin 250 mg/kg BB untuk kelompok kontrol. Setelah 7 hari perlakuan, glukosa darah puasa (GDP), jumlah sel β pankreas, sel lemak adiposa, profil lipid, dan ekspresi GLUT4 digunakan untuk menganalisis aktivitas antidiabetes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASCE 150 mg/kg BB secara bermakna menurunkan kadar GDP (p < 0,01), kadar kolesterol (p < 0,05), kadar LDL (p < 0,05), tetapi tidak menurunkan trigliserida, dibandingkan dengan kontrol diabetes. Efek ini sebanding dengan pengobatan metformin. Selain itu, jumlah sel β pankreas kemungkinan meningkat setelah terapi ASCE yang bergantung pada dosis. Berpotensi juga dalam menurunkan jumlah sel lemak adiposa. Sedangkan dalam peningkatan ekspresi GLUT-4 belum menunjukkan hasil sebaik metformin. Hasil uji toksisitas akut oral menunjukkan bahwa pemberian ASCE dosis tunggal hingga 5000 mg/kg BB, tidak menunjukkan efek toksisitas akut. Aman pada tingkat organ dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan hati dan jantung. Oleh karena itu, dapat disimpulkan kombinasi ASCE berpotensi memiliki aktivitas antidiabetes dan aman untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai obat alternatif.

Sambiloto (Andrographis paniculata), jamblang (Syzygium cumini), and secang (Caesalpinia sappan) are commonly used as traditional medicines to treat diabetes mellitus. This study aimed to examine the antidiabetic activity and the acute toxicity of combined extract (1:1:1) of sambiloto, jamblang, and secang (ASCE). The antidiabetic activity was tested using the rats model which induced by a high-fat diet and double dose of streptozotocin injection of 35 mg/kg BW. Diabetic rats were treated with 75 mg/kg BW and 150 mg/kg BW of ASCE for experimental groups and treated with metformin 250 mg/kg BW for the control group. After 7 days of treatment, fasting blood glucose (FBG), pancreatic β-cells number, adipose fat cells, lipid profiles, and expression of GLUT4 were used to analyze the antidiabetic activity. The results showed that administration of 150 mg/kg BW ASCE was significantly reduced FBG (p < 0.01), cholesterol levels (p < 0.05), LDL levels (p < 0.05), but not trglycerides, compared to diabetes control. This effect was comparable to metformin treatment. In addition, pancreatic β-cells number were likely increased after ASCE treatment in a dose-dependent manner. The ASCE also has the potential to reduce the number of adipose fat cells. Meanwhile, the increase in GLUT4 expression was not as good as metformin The acute oral toxicity test showed that the administration of single dose of ASCE up to 5000 mg/kg BW did not show an acute toxicity effect. Safe at the organ level and does not cause liver and heart tissue damage. Therefore, it can be conclude ASCE has a potential antidiabetic activity and safe to be developed further as alternative medicine."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atini Solawati
"Pendahuluan: Kasus Diabetes tipe 2 meningkat pesat pada orang yang memiliki massa otot rendah. Sambiloto, Jamblang dan Secang merupakan tanaman yang banyak digunakan sebagai obat tradisional dalam mengobati diabetes. Tujuan: untuk mengevaluasi efek antidiabetes dan toksisitas subkronis dari kombinasi ekstrak ASC. Metode: Efek antidiabetes menggunakan tikus Sprague dawley jantan yang diaklimatisasi selama 14 hari kemudian diberi pakan HFD selama 28 hari, kemudian tikus dibuat diabetes dengan induksi streptozotosin 35 mg/kg BB. Setelah itu tikus diberi perlakuan ekstrak ASC dosis 150 dan 300 mg/kg BB setiap hari selama 28 hari. Berat badan, BGL dan profil lipid diukur sebelum dan sesudah perlakuan. Pada akhir penelitian, tikus dikorbankan kemudian pankreas serta lemaknya diambil. Sedangkan uji toksisitas subkronis dilakukan menggunakan tikus jantan dan betina yang diaklimatisasi selama 14 hari kemudian diberi pakan normal dengan ekstrak ASC dosis 150, 575 dan 1000 mg/kg BB setiap hari selama 135 hari. Pada akhir penelitian tikus dikorbankan kemudian diambil darah, jantung, paru - paru, hati, limpa, ginjal dan pankreas untuk dilihat histologinya. Hasil: kombinasi ekstrak ASC memiliki potensi antidiabetes dan tidak toksik pada uji subkronis 135 hari.

Introduction: Cases of T2DM have increased rapidly in people who have low body mass. Andrographis paniculata, Syzygium cumini, and Caesalpinia sappan (ASC) are plants that are widely used as traditional medicines in treating diabetes. Objectives: To evaluate antidiabetic effects and subchronic tocixity of a combined ASC extract. Methods: Antidiabetic effects using male Sprague dawley rats were acclimatized for 14 days and then fed HFD for 28 days. Rats were made diabetic by induction of streptozotocin 35 mg/kg BW. After that the rats were treated with ASC extract in doses of 150 and 300 mg/kg BW daily for 28 days. Body weight, BGL and lipid profiles were be measured before and after treatment. At the end of the study, the rats were sacrified and the pancreas and fat were collected. In subchronic toxicity test using male and female rats were acclimatized for 14 days and then fed normal diet with ASC extract at doses level of either 150, 575, and 1000 mg/kg BW daily for 135 days. At the end of the study, the rats were sacrified and then bloods, heart, pulmonary, liver, kidneys, spleen, and pancreas were collected. Result: The combination of ASC extracts has a potential antidiabetic effect and is non-toxic in the 135 days subchronic test.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani
"Ikan lepu batu memiliki racun yang paling berbahaya dibandingkan jenis hewan laut beracun lainnya. Racunnya mengandung berbagai komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan, salah satunya yang sudah banyak diinvestigasi adalah stonustoxin (SNTX). Racun ikan lepu batu juga mengandung banyak protein dengan berat molekul sekitar 8-18 kDa yang jarang diteliti lebih lanjut aktivitasnya sehingga penelitian mengenai toksisitas kelompok protein tersebut sangat menarik untuk dilakukan. Salah satu pengujian toksisitas akut sederhana adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Untuk mengetahui manfaat dari sifat toksik tersebut, salah satu caranya adalah dengan pengujian aktivitas antibakteri. Ikan lepu batu yang diperoleh dari Kepulauam Seribu, Indonesia diidentifikasi spesiesnya dan kemudian racunnya dipanen. Pemurnian fraksi 8-18 kDa dilakukan dengan FPLC menggunakan kolom HiTrap Q HP. Kemudian, dilakukan uji Lowry untuk menentukan konsentrasi protein, identifikasi SDS-PAGE, uji toksisitas BSLT, hingga pengujian aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini, fraksi 8-18 kDa dengan kemurnian tertinggi diperoleh saat persen elusi garam 0%. Fraksi protein tersebut terbukti memiliki sifat toksik terhadap larva Artemia salina karena memiliki nilai LC50 sebesar 125,49 μg/mL. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa kelima varasi konsentrasi racun ikan lepu batu dan fraksi 8-18 kDa yang diberikan tidak dapat menginhibisi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhii.

Stonefish has the most deadly venom compared to other venomous marine animals. Their venom contain various bioactive components that can be utilized, one of them is stonustoxin (SNTX) which is widely investigated. Stonefish venom has also smaller proteins around 8-18 kDa whose activities are rarely observed. Therefore, it is very interesting to determine those protein’s toxicity. One of simple accute toxicity assay is Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Antibacterial activity test was done to find out the benefit of the toxic nature. Stonefish obtained from Kepulauan Seribu, Indonesia was identified its speices and then harvested. The purification of 8-18 kDa fraction was done by FPLC using HiTrap Q HP column. Then, several tests were carried out, such as Lowry test to determine protein content, identification by SDS-PAGE, toxicity assay using BSLT, and antibacterial activity test. In this study, the fraction of 8-18 kDa with the highest purity was obtained 0% salt elution. The protein fraction is toxic against Artemia salina larvae because the LC50 value is 125,49 μg/mL. The results of antibacterial activity test showed that stonefish venom and the 8-18 kDa fraction could not inhibit the growth of Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and Salmonella typhii."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Nabila
"ABSTRAK
Penelitian secara in vitro telah membuktikan jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan kayu secang (Caesalpinia sappan L.) memiliki aktivitas antitrombotik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji khasiat kombinasi kedua tanaman tersebut secara in vivo dengan parameter waktu perdarahan (bleeding time) dan angka harapan hidup (survival rate). Enam puluh enam (66) ekor mencit dibagi ke dalam dua percobaan (bleeding time dan survival rate). Kelompok perlakuan terdiri dari kontrol normal (CMC), kontrol negatif (CMC), kontrol positif (Aspirin), kelompok kombinasi ekstrak dosis 1, 2, dan 3. Bahan tersebut diberikan secara oral selama 7 hari. Pada kelompok percobaan bleeding time, dilakukan pengamatan bleeding time pada ekor mencit yang telah dipotong. Untuk kelompok percobaan survival rate, dilakukan induksi trombosis menggunakan kolagen ? epinefrin secara intravena, lalu dilakukan perhitungan survival rate. Hasil pada kelompok dosis 2 yang diberi ekstrak jahe ? secang dengan dosis 56 mg : 14 mg/20 g BB menunjukkan peningkatan bleeding time yang bermakna (p ≤ 0,05) dibandingkan dengan kontrol normal. Kelompok dosis 2 juga memiliki survival rate lebih tinggi dari kontrol negatif. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak jahe ? secang pada dosis 56 mg : 14 mg/20 g BB berpotensi sebagai antitrombotik karena mampu meningkatkan bleeding time dan survival rate.

ABSTRACT
In vitro studies have proven that ginger (Zingiber officinale Rosc.) And sappan wood (Caesalpinia sappan L.) have antithrombotic activity. This study aimed to prove efficacy of the combination of both these plants by doing in vivo antithrombotic activity test with bleeding time and survival rate as the parameters. Sixty-six (66) mice were divided into two experimental groups (bleeding time and survival rate). The treatment groups consisted of normal control (CMC), negative control (CMC), positive control (Aspirin), extract groups divided into dose 1, 2, and 3. All substances were administered orally for 7 days. For the experimental groups of bleeding time, bleeding time was observed on mice tail that had been cut. For the experimental groups of survival rate, trombosis induction was done by injecting collagen ? epinephrine intravenously, then calculation of survival rate was performed. Results showed that bleeding time of mice in dose 2 group that was given ginger ? sappan extract at dose 56 mg : 14 mg/20 g BW increased significantly (p ≤ 0.05) compared with the normal control. Dose 2 group also has survival rate which is higher than the negative control. Based on these results, it can be concluded that the combination of ginger ? sappan extract at dose 56 mg : 14 mg/20 g has a potential as antithrombotic drugs because it can increase bleeding time and survival rate;"
2016
S65075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wilzar Fachri
"NADPH Oksidase merupakan enzim yang bekerja dalam mengubah molekul NADPH menjadi NADP+ dengan mentransfer elektron ke oksigen dan mengubahnya menjadi radikal anion superoksida. Enzim ini menjadi aktif pada berbagai kondisi patologis terutama pada keadaan hiperglikemia atau pada kondisi diabetes melitus. Jamblang (Syzygium cumini (L.) Skeels) diketahui memiliki aktivitas antioksidan dan telah lama digunakan dalam pengobatan diabetes.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas ekstrak etanol daun Jamblang dan kulit batang Jamblang terhadap NADPH Oksidase, melalui pengukuran antioksidan dan produk akhir ROS serta rasio NADP+/NADPH. Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH terhadap ekstrak etanol dari daun (DJ) dan kulit batang jamblang (KJ) sangat kuat dengan konsentrasi IC50 3,08 ppm untuk DJ dan 3,34 ppm untuk KJ, sebanding dengan kadar total fenol yang cukup tinggi sebesar 34,01% (b/b) untuk DJ dan 29,17% (b/b) untuk KJ.
Pengujian ekstrak DJ secara in vitro dengan sel HUVEC dalam kondisi hiperglikemia menurunkan secara signifikan produksi ROS pada konsentrasi 15 ppm sebesar 90,9%. Ekstrak KJ dan DJ juga menurunkan kadar rasio NADP+/NADPH secara signifikan jika dibandingkan blanko positif pada konsentrasi 10 dan 15 ppm. Tetapi ekstrak KJ dan DJ juga menghambat viabilitas sel pada konsentrasi 15 ppm. Ekstrak etanol KJ dan DJ memiliki kemampuan dalam menghambat NADPH Oksidase dengan cara menghambat produksi ROS dan menurunkan rasio NADP+/NADPH dalam sel HUVEC.

NADPH oxidase is an enzyme that works to transform NADPH into NADP+ by transferring electrons to oxygen and convert it into anion superoxide radicals. This enzyme becomes active in a variety of pathological conditions, especially on the state of hyperglycemia in diabetes mellitus condition. Jamblang known to have antioxidant activity and have long been used in the treatment of diabetes.
This study is aimed to evaluate the activity of the leaves and bark of Jamblang against NADPH oxidase, through the measurement of antioxidants activity, ROS production inhibition and NADP+/NADPH ratio. The antioxidant activity with DPPH assay against ethanol extract of the leaves (DJ), and bark jamblang (KJ) is very strong with IC50 concentrations of 3.08 ppm to 3.34 ppm for the DJ and KJ, comparable to the levels of total phenols were quite high at 34,01% (w/w) for DJ and 29.17% (w/w) for KJ.
DJ extracts in vitro assay with cells HUVEC under conditions of hyperglycemia significantly reduce ROS production at a concentration of 15 ppm at 90.9%. Extract DJ and KJ also lowering the ratio of NADP+/NADPH significantly when compared to the positive blank at concentrations of 10 and 15 ppm. Therefore, KJ and DJ also inhibit cell viability at concentrations of 15 ppm. The ethanol extract KJ and DJ has the ability to inhibit NADPH oxidase by inhibiting the production of ROS and decreased the ratio of NADP+/NADPH in HUVEC cells."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T46770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabila Robbani
"Diabetes merupakan salah satu masalah kesehatan global yang tumbuh paling cepat di abad ke-21. Obat antidiabetes dengan berbagai mekanisme kerja telah banyak di produksi. Namun, sebagian besar penderita diabetes menggunakan tanaman untuk pengobatan alternatif karena merasa efek sampingnya lebih kecil dibandingkan obat antidiabetes. Tanaman yang telah terbukti berpotensi sebagai antidiabetes diantaranya adalah Caesalpinia sappan (secang), Andrographis paniculata (sambiloto), dan Syzygium cumini (jamblang). Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antidiabetes dari kombinasi ekstrak etanol herba sambiloto, daun jamblang, dan kayu secang secara in vitro dengan penghambatan enzim alfa-glukosidase dan DPP-IV (Dipeptidil-peptidase IV). Kombinasi ketiga ekstrak dibuat dalam bentuk granul dan sediaan akhir berupa kapsul. Formula terbaik dilanjutkan untuk pengujian stabilitas selama 3 bulan. Caesalpinia sappan menunjukkan aktivitas paling kuat dalam menghambat enzim alfa-glukosidase dan DPP-IV dengan nilai masing-masing sebesar IC50 9,60 ± 1,05 µg/mL dan 59,98 ± 6,84%. Sementara, ekstrak kombinasi menghasilkan IC50 64,21 ± 1,37 µg/mL terhadap penghambatan alfa-glukosidase dan 45,14 ± 12,71% untuk penghambatan DPP-IV. Formulasi paling efisien adalah F1 yang menggunakan Avicel PH 101 dengan komposisi paling rendah. F1 memperoleh carr’s index 14,40 ± 1,38% dan hausner’s ratio 1,17 ± 0,02. Setelah penyimpanan tiga bulan, adanya perbedaan fisik. Kadar senyawa penanda turun setelah penyimpanan dua minggu. Namun, terjadi kenaikan setelahnya untuk brazilin dan andrografolid. Aktivitas penghambatan alfa-glukosidase berlangsung fluktuatif selama masa penyimpanan, namun mengarah pada peningkatan IC50. Caesalpinia sappan memiliki aktivitas paling kuat terhadap penghambatan alfa-glukosidase dan DPP-IV serta sediaan kapsul cenderung stabil selama penyimpanan 3 bulan. 

Diabetes is one of the fastest growing global health problems of the 21st century. Antidiabetic drugs with various mechanisms of action have been produced. However, most diabetics use plants as alternative medicine because its side effects are lower than antidiabetic drugs. Plants that have been shown to have potential as antidiabetic are Caesalpinia sappan, Andrographis paniculata, and Syzygium cumin. This study aims to examine the antidiabetic activity in vitro of the combination of ethanol extract of those three plants by inhibiting alpha-glucosidase and DPP-IV enzymes. The combination of the three extracts was made in the form of granules in capsule. The best formula was continued for stability testing for 3 months. Caesalpinia sappan showed the strongest activity in inhibiting alpha-glucosidase and DPP-IV enzymes with IC50 values of 9.60±1.05 µg/mL and 59.98±6.84%, respectively. Meanwhile, the combined extract obtained an IC50 of 64.21±1.37 µg/mL for alpha-glucosidase inhibition and 45.14±12.71% for DPP-IV inhibition. The most efficient formulation was F1 which use Avicel PH 101 with the lowest composition. F1 obtained a carr's index of 14.40±1.38% and a hausner's ratio of 1.17±0.02. After three months of storage, there was changed in physical appearance. The content of marker compounds decreased after two weeks of storage. However, there was a subsequent increase for brazilin and andrographolide. The alpha-glucosidase inhibitory activity fluctuated during storage but led to an increasing in IC50. Caesalpinia sappan extract has the strongest activity against alpha-glucosidase and DPP-IV inhibition and capsule tend to be stable for 3 months of storage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Rasta Waty
"Penghambat Angiotensin Converting Enzyme ACE merupakan salah satu golongan obat antihipertensi utama dalam menurunkan tekanan darah. Metabolit sekunder golongan flavonoid telah banyak diteliti dan terbukti memiliki aktivitas penghambat ACE. Herba suruhan Peperomia pellucida L. Kunth. merupakan tanaman yang berpotensi sebagai penghambat ACE. Belum diketahui karakterisasi senyawa yang terdapat dalam herba suruhan dengan aktivitas penghambat ACE.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakterisasi senyawa golongan flavonoid dengan aktivitas penghambat ACE yang terdapat dalam ekstrak metanol herba suruhan serta keamanan penggunaan ekstrak metanol herba suruhan. Penentuan karakterisasi senyawa dilakukan dengan metode Liquid Chromatography-Mass Spectrophotometry LC-MS dan uji aktivitas penghambat ACE secara in vitro menggunakan metode Lam, sedangkan uji keamanan ekstrak metanol dengan uji toksisitas akut.
Melalui penelitian ini dihasilkan bahwa nilai IC50 ekstrak metanol herba suruhan adalah 19,356 g/mL dengan karakterisasi senyawa flavonoid dengan aktivitas penghambat ACE yang terdapat dalam ekstrak metanol herba suruhan memiliki nilai [M] m/z 329; 433; 477; 537; 591; 593; 609; dan 623. Uji toksisitas akut ekstrak metanol herba suruhan menunjukkan bahwa tidak terdapat kematian dengan LD50>4000 mg/kg BB, serta tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai AST dan ALT.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol herba suruhan mengandung senyawa flavonoid dengan aktivitas penghambat ACE yang tidak menimbulkan kematian dan perubahan pada organ hati hewan coba.

Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme ACE is one of therapeutic treatment of hypertension in decreasing blood pressure. Many evident and research done for flavonoid as one of secondary metabolite that has ACE inhibitor activity. Peperomia pellucida L. Kunth. herb is one of the Indonesian potential plant as an ACE Inhibitor. It is not known characterization of the active substances with ACE inhibitor activity. Many flavonoids substances have ACE inhibitor activity.
The present study was aimed at investigating the characterization of flavonoid substances with ACE inhibitor activity in Peperomia pellucida methanolic extracts. Substances characterization conducted using Liquid Chromatography Mass Spectrophotometry LC MS while in vitro ACE inhibitor test performed using Lam method and acute toxicity test for safety assessment. Peperomia pellucida methanolic extracts showed ACE inhibitor activity with IC50 value 19,356 g mL. Substances characterization analysis revealed the presence of flavonoid with M m z 329 433 477 537 591 593 609 623.
Acute toxicity test analysis showed that there was no death with LD50 value more than 4000 mg kg BW. Blood analysis for aspartate aminotransferase AST and alanine aminotransferase ALT showed no significant differences between normal group and dose group in male and female mice.
From this study, it is suggested that Peperomia pellucida methanolic extracts have many flavonoid substances with ACE inhibitor activity that did not cause mortality and liver function changes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
T47240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Balqis
"Salah satu terapi pada penderita diabetes melitus adalah dengan obat-obatan penghambat enzim α-glukosidase. Penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase dapat menunda penyerapan glukosa sehingga dapat mengendalikan hiperglikemia post-prandial. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat menginhibisi enzim α-glukosidase secara in vitro dan in vivo. Ekstrak etanol 90% kayu secang pada konsentrasi 250 ppm memberikan inhibisi alfa-glukosidase sebesar 15% dengan kinetika inhibisi bersifat kompetitif, sementara akarbosa 48% pada konsentrasi yang sama. Uji hipoglikemik dilakukan dengan metoda oral glucose tolerance test secara in vivo pada hewan tikus jantan galur Sprague Dawley yang dibagi secara acak menjadi 6 kelompok yaitu 3 kelompok dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB, kelompok kontrol positif acarbose, kontrol sakit dan kontrol normal. Ekstrak uji pada ketiga dosis uji mampu menekan peningkatan glukosa post-prandial dengan aktivitas bersifat dose dependent. Hasil penapisan fitomikian menunjukan terdapat senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tannin, terpen, dan saponin. Ekstrak etanol 90% secang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sediaan alternatif antidiabetes.

One kind of the therapy for Diabetes Mellitus is by medicines that act as intestinal α-glucosidase inhibitor. Inhibition of this enzyme can directly delay the degradation and absorption of glucose so that the post-prandial hyperglichemia can be controlled. The aim of this study is to prove whether the 90% ethanolic extract of sappanwood (Caesalpinia sappan L.) showed the inhibitory activity against α-glucosidase in vitro and in vivo. The extract at the concentration of 250 ppm gave 15% of inhibitory activity and the type of inhibitory activity is competitive inhibition, while positive control acarbose was 48% at the same concentration. The hypoglichemic activity was evaluated by the oral glucose tolerance test in Sprague-Dawley male rats. The rats were randomly divided into six groups namely, normal control, negative control, positive control with acarbose, and three treated groups that each was supplemented with 50, 100, and 200 mg/kg BW of extract. The result showed that three level doses of sappanwood extract could suppress the increase of post-prandial glucose with dose dependent activity. The phytochemical screening demonstrated the presence of alkaloids, flavonoids, tannins, terpens, and saponins compounds. It could be concluded that 90% ethanolic extract of sappanwood (Caesalpinia sappan L.) is potential to be developed as an alternative agent for antidiabetes."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S47616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rasyid Setyawan
"Telah dibuat ekstrak jamu anti-aterosklerosis (AA) dengan bahan daun tanjung (Mimusops elengi L.), daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.), dan temulawak (Curcuma xanthorriza L.) yang merupakan tumbuhan dengan kandungan zat aktif yang bisa menurunkan faktor risiko aterosklerosis. Pembuatan ekstrak meliputi pengeringan bahan segar yang dilakukan menggunakan tray dryer pada suhu 100oC dan waktu 230 menit untuk temulawak, 60 menit untuk daun tanjung, dan 80 menit untuk daun belimbing. Simplisia kering diekstrak menggunakan pelarut air dalam waktu 45 menit yang ditandai nilai TPC dan TFC tertinggi pada variasi waktu ekstraksi, dengan nilai TPC sebesar 3,173 mg GAE/ml, dan nilai TFC terbaik pada 30 menit, dengan nilai TFC sebesar 0,635 mg QE/ml. Ekstrak cair kemudian disaring menggunakan kain saring dan dikeringkan menggunakan pengeringan beku dan dihasilkan kandungan fitokimia yaitu xanthorrhizol, alfa-curcumene, dan alfa-bergamotene tertinggi dengan area berturut-turun 11,5%, 7,66%, dan 6,33%. Hasil uji toksisitas menunjukkan nilai Lethal Dose (LD50) ekstrak jamu AA sebesar 3,321 g/kg BB mencit. Berdasarkan hasil simulasi produksi ekstrak jamu AA berkapasitas 7,024 kg/hari, didapatkan NPV sebesar 3.084.000$, IRR sebesar 38,52%, serta PBP dalam kurun waktu 1,55 tahun dengan harga produk 0,2$ per kapsul.

Anti-atherosclerosis (AA) herbal extracts have been made using tanjung leaves (Mimusops elengi L.), sweet starfruit leaves (Averrhoa carambola L.), and temulawak (Curcuma xanthorriza L.) which are plants with active substances that can reduce atherosclerosis risk factors. The extracts included drying of fresh ingredients using a tray dryer at a temperature of 100oC and a time of 230 minutes for temulawak, 60 minutes for tanjung leaves, and 80 minutes for star fruit leaves. Dried simplicia was extracted using water in 45 minutes which was marked by the highest TPC and TFC values ​​at various extraction times, with a TPC value of 3.173 mg GAE/ml, and the best TFC value at 30 minutes, with a TFC value of 0.635 mg QE/ml. The liquid extract was then filtered using filter cloth and dried using freeze-drying and the highest phytochemical content, namely xanthorrhizol, alpha-curcumene, and alpha-bergamotene, were 11.5%, 7.66%, and 6.33% respectively. The results of the toxicity test showed that the lethal dose (LD50) of the herbal extract AA was 3.321 g/kg body weight of mice. Based on the simulation results of AA herbal extract production with a capacity of 7,024 kg/day, obtained NPV of 3,084,000$, IRR of 38.52%, and PBP for a period of 1.55 years with a product price of 0.2$ per capsule."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>