Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153295 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aqilla Shafira Iskandar
"Fenomena kkondae di Korea Selatan yang awalnya hanya terjadi pada generasi tua, kini juga terjadi pada generasi muda. Hal ini disebabkan perilaku yang memaksakan pemikirannya kepada orang lain juga ditemukan di kalangan anak muda. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perbandingan kkondae tua dan kkondae muda yang tercermin dalam drama Kkondae Intern. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif komparatif dengan pendekatan sosiologi sastra, khususnya sosiologi karya, dan teori skala kkondae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kkondae tua, karakteristik yang paling mendominasi adalah kesalahan atribusi yang disebabkan oleh kesenjangan generasi. Sementara pada kkondae muda, karakteristik yang paling menonjol adalah komunikasi satu arah yang merupakan efek samping dari lingkungan yang kompetitif serta meniru atasan yang juga kkondae. Persamaan di antara keduanya adalah pernah memegang jabatan tinggi yang menjadi faktor penyebab utama perilaku kkondae. Hasil penelitian juga menemukan kkondae kerap diasosiasikan dengan istilah naeronambul (standar ganda), gapjil (penyalahan kekuasaan), dan jansori (omelan) yang mewakili masing-masing karakteristik kkondae.

Kkondae originally referred to condescending older people in Korean society. However, this image of kkondae recently has evolved to represent an attitude rather than an age group with the discovery of young kkondae. This research attempts to present the comparison of old kkondae and young kkondae depicted in Kkondae Intern drama under the lens of sociology of literature. A comparative-descriptive method is applied, specifically through the sampling of several scenes relevant to the topic, then analyzed further with the kkondae scale theory. The research eventually carries the conclusion that the most dominant trait of old kkondae is the attribution error caused by generation gap. While the most dominant trait of young kkondae is the one-way communication which is a side effect of a competitive work environment and imitating their superior behavior who is also a kkondae. Both old and young kkondae show kkondae traits while holding high positions which is found as the main cause of the kkondae behavior. The research has also found that kkondae are often associated with naeronambul (double standard), gapjil (abuse of power), and jansori (nagging) which represent each trait of kkondae."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Doctor X
New York: Harper & Row, 1965
610 DOC i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Azza Maulydia
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan pemilihan strategi coping pada generasi tua dan generasi muda yang mengalami emosi malu dan emosi bersalah. Dalam mengukur coping, digunakan alat ukur The Brief COPE oleh Carver (1997). Jumlah sampel penelitian berjumlah 126 orang dengan rincian 63 generasi tua dan 63 generasi muda. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan pengalaman dalam memilih strategi coping yang signifikan antara generasi tua dan generasi muda yang mengalami emosi malu dan emosi bersalah. Adapun berdasarkan analisis rata-rata jenis coping, generasi tua dan generasi muda yang mengalami emosi malu maupun bersalah, tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan problem-focused coping dibandingkan emotion-focused coping. Pada coping emosi malu, terdapat perbedaan yang signifikan pada subskala self-distraction. Pada coping emosi bersalah, terdapat perbedaan yang signifikan pada subskala seeking of instrumental support, self-distraction, humor dan religion.

This research was conducted to see the difference of experience in choosing coping strategies toward shame and guilt between old generation and young generation who experiencing shame and guilt. Coping strategies were measured using The Brief COPE by Carver (1997). Total subject in this research are 126 sample, 63 old generation and 63 young generation. Result obtained indicated that there is no significant difference on experience in choosing coping strategies between old generation and young generation who experiencing shame and guilt. Based on tipe of coping, result obtained that there is no significant difference in problem-focused coping and emotion-focused coping between old generation and young generation who experience shame and guilt. Based on coping subscales toward shame, result obtained that there is significant difference in self-distraction subscale. Based on coping subscales toward guilt, result obtained that there is significant difference in seeking of instrumental support, self-distraction, humor and religion subscales."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Syaka Diara
"Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang menganut budaya kolektivis. Pada masyarakat bersifat kolektif, budaya malu lebih dikembangkan. Seiring dengan terjadinya globalisasi, terlihat pudarnya budaya malu pada perilaku yang ditampilkan oleh masyarakat, dan juga munculnya budaya baru yang diserap dari budaya barat, yaitu budaya bersalah. Peneliti ingin melihat apakah terdapat perbedaan pada emosi malu dan emosi bersalah yang ditinjau dari situasi pemicunya, pada generasi tua, yang pada masa mudanya belum banyak terpapar oleh budaya barat, dengan generasi muda sekarang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif pada 63 responden generasi tua dan 61 responden genrasi muda melalui teknik non-probability sampling. Alat ukur yang digunakan diadaptasi dari TOSCA-3 untuk mengukur emosi malu dan emosi bersalah ketika menghadapi situasi tertentu.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada emosi malu dan emosi bersalah antara generasi tua dan generasi muda ditinjau dari situasi yang berkaitan dengan diri, keluarga dan pekerjaan, namun perbedaan pada emosi malu antara generasi tua dan generasi muda ditinjau dari situasi yang berkaitan dengan pekerjaan tidak signifikan.

The Indonesian society is a society that embraces collective culture. Shame culture is more developed in collective culture. With the occurrence of globalization, a fading of shame culture in behavior of the society can be seen as well as the emergence of a new culture adapted from the west, known as guilt culture. The aim of this study is to see if there is a significant difference of shame and guilt between the old generation, who have not been exposed too much by western culture, and the young generation based on eliciting situations.
This study uses quantitative method and involves 63 respondents from the old generation and 61 respondents from the young generation. The respondents were chosen using the non-probability sampling technique. The scale used to measure shame and guilt when facing certain situations was adapted from TOSCA-3.
The results of this study show that there is a significant difference of shame and guilt between the old and young generations based on situations related to the self, family and friendship but there is not a significant difference of shame between the old and young generations based on situations related to work.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Kemala Ardine
"This article aims to explore the involvement of consumption in Korean romance dramas and the expectancies of Indonesian young female adults. The data collection is being gathered with the use of primary research through literature review and social media posts analysis. Results show that there is a contribution of the exposure to Korean romance drama and the audience involvement within, to their relationship expectations. By looking at this situation, it is these consumption habits and audience involvement that may allow changes in audience relationship expectations in carrying out their relationships particularly for the young female adults’ audience. Therefore, this study will explore how viewers' involvement in Korean romance drama could place a role in the relationship expectancies of Indonesian young female adults. Accordingly, this study also recommends for future study to involve additional roles and factors that can contribute to fully assessing such beliefs and a more in-depth examination of this topic.

Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi keterlibatan konsumsi dalam drama romansa Korea dan ekspektasi
terhadap hubungan asmara pada wanita muda di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
penelitian primer melalui tinjauan pustaka dan analisis posting media sosial. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada kontribusi terpaan drama percintaan Korea dan keterlibatan penonton di dalamnya, terhadap
ekspektasi hubungan mereka. Dengan melihat situasi ini, kebiasaan konsumsi dan keterlibatan audiens inilah
yang memungkinkan terjadinya perubahan ekspektasi relasi audiens dalam menjalankan relasi asmara,
khususnya bagi audiens wanita muda. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana
keterlibatan penonton dalam drama romansa Korea dapat berperan dalam harapan hubungan asmara wanita
muda Indonesia. Maka dari itu, penelitian ini juga merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk melibatkan
peran dan faktor tambahan yang dapat berkontribusi untuk menilai sepenuhnya keyakinan tersebut dan
pemeriksaan yang lebih mendalam tentang topik ini.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wessels, Charlyn
Oxford: Oxford University Press, 1991
407 WES d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Ivy Endah Hapsari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kewenangan dan kedudukan hukum dokter muda sebagai mahasiswa dalam melakukan pelayanan medik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif. Dokter muda bukanlah seorang dokter, melainkan mahasiswa yang tengah menjalani tahap akhir dari sekolah kedokteran sebelum akhirnya menjadi dokter/dokter gigi yang sah. Dalam tahap ini mahasiswa kedokteran diharuskan untuk terjun langsung dalam pelayanan medik yang dilakukan dokter. Namun, dokter muda belum memiliki hak untuk menerima izin pelayanan medik, dikarenakan mereka masih dalam tahap pendidikan. Adapun bentuk dari penugasan yang diserahkan kepada dokter muda adalah Surat Tugas dari fakultas kedokteran yang bersangkutan yang ditujukan kepada kepala Rumah Sakit tempat dokter muda akan terjun langsung dalam pelayanan medik tanpa adanya surat resmi dari pemerintah yang memberikan kewenangan kepada dokter muda untuk terjun langsung dalam pelayanan medik. Hal ini tentunya sangat berhubungan dengan kepastian hukum pelayanan medik dalam masyarakat, baik kepastian hukum bagi pasien maupun dokter muda yang bersangkutan.

ABSTRACT
This thesis discusses about legal authority and legal position of medical students who undergo medical service. This research is qualitative and descriptive research. An internship medical student is not a doctor, but a student who is undergoing the final stage of medical school before finally becoming a valid doctor dentist. In this stage, medical students are required to go directly to the medical services performed by doctors. However, these students do not have the right to receive medical care permits as they are still under the roof of education stage. The form of assignment submitted to medical student is a letter of duty from the relevant medical faculty addressed to the head of the hospital where a medical student will go directly in medical service without any official letter from the government that gives authority to the medical student to go directly in medical service. This is of course very related to legal certainty of medical services in the community, both legal certainty for patients and medical students concerned. "
2017
S70051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Starryna
"[ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan emosi malu dan bersalah antara generasi tua dan generasi muda, bagaimana gambaran emosi malu dan bersalah, dan bagaimana proses sosialisasi nilai-nilai budaya Jawa dalam mengajarkan emosi malu dan bersalah pada masyarakat suku Jawa. Pengukuran perbedaan emosi malu dan bersalah dilakukan memakai TOSCA-3, sedangkan untuk sosialisasi nilai budaya dilakukan dengan teknik wawancara. Penelitian dilakukan di provinsi D. I. Yogyakarta dan melibatkan 95 orang. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara emosi malu dan bersalah antar generasi pada masyarakat provinsi D. I. Yogyakarta. Walaupun tidak terdapat perbedaan, berdasarkan wawancara ditemukan bahwa sosialisasi yang sudah diberikan sejak usia TK oleh keluarga, sekolah, dan teman tersebut telah mengalami penurunan. Emosi malu yang dirasakan tidak menyebabkan diri merasa kecil dan emosi bersalah yang dirasakan tidak menimbulkan rasa ingin mengoreksi kesalahan yang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, disarankan agar dilakukan sosialisasi baik kepada orangtua maupun sekolah untuk tetap mengajarkan budaya Jawa kepada generasi muda.

ABSTRACT
, This study was conducted to determine whether there are differences in
shame and guilt intergeneration, description of shame and guilt, and how the
process of socialization Javanese values in teaching shame and guilt in Javanese
society. Differences of shame and guilt was measured using TOSCA-3, while for
the socialization of cultural values was measured using interview. Data was
collected in the D.I.Yogyakarta involves 95 participants. The results showed
insignificant difference between shame and guilt intergeneration among societies
D.I.Yogyakarta. Although there is no differences, based on interviews found that
socialization that have been granted since kindergarten age by family, school, and
friends have decreased. Shame does not caused people feeling small and guilt not
caused willingness to correct the mistakes made. Based on the result, socialization
for parents and schools to keep teaching Javanese culture to the younger
generation is suggested.]
"
2015
S58924
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Rahmadania
"Penelitian ini menyelidiki perbandingan antara tingkat kedekatan alam pada subjek usia dewasa muda dan remaja. Penelitian ini dilakukan secara daring, dengan jumlah partisipan 609 orang (525 dewasa muda dan 84 remaja). Kedekatan alam diukur dengan menggunakan Nature Relatedness Scale dari Nisbet dan Zelenski (2009) yang telah diadaptasi oleh Adiwena (2019) untuk sampel Indonesia. Data diambil secara daring menggunakan kuesioner dari Google Form dan partisipan direkrut lewat media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kedekatan alam antara kedua kelompok usia. Penemuan ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kedekatan alam antara individu dewasa muda dan remaja, dengan tingkat kedekatan alam yang lebih tinggi ada pada dewasa muda.

This study investigates the comparison between the level of nature relatedness in young adult and adolescent subjects. This study was conducted online, with a total of 609 participants (525 young adults and 84 adolescents). Nature relatedness is measured using the Nature Relatedness (NR) Scale from Nisbet & Zelenski (2009) which has been adapted by Adiwena (2019) for the Indonesian sample. Data was collected online using Google Form and participants were recruited via social media. The results showed that there was a significant difference in the level of nature relatedness between the two age groups. This finding is in accordance with the results of previous studies which state that there are differences in the level of nature relatedness between young adults and adolescents, with a higher level of nature relatedness in young adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadia Mulia Arsy Diffany Syahna
"Dewasa ini, fatherhood menjadi faktor yang penting untuk dikaji. Fatherhood memiliki efek yang positif bagi sang ayah itu sendiri maupun bagi anak-anaknya. Korea yang terkenal dengan patriarkinya kini mulai memasuki era ‘fatherhood baru’. Tulisan ini membahas fatherhood yang ada pada tokoh Hong Dae Young dalam drama 18 Again. 18 Again merupakan drama yang bertema cinta kasih keluarga. Bercerita tentang pasangan Hong Dae Young dan Jung da Jung yang bercerai dan memiliki sepasang anak kembar laki-laki dan perempuan. Hong Dae Young sebagai fokus utama penelitian, merupakan seorang suami dan ayah yang baik bagi istri serta anak-anaknya. Namun, istri dan anak-anaknya salah paham akan sikap Hong Dae Young. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fatherhood[1] yang ada pada tokoh Hong Dae Young dalam drama 18 Again. Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitiannya. Data dianalisis dengan teori Semiotika Roland Barthes dan teori penokohan untuk melihat fatherhood Hong Dae Young dan pandangan istri serta anak-anaknya terhadapnya. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa karakter tokoh Hong Dae Young dalam drama 18 Again telah menjadi sosok ‘ayah’ baru yang mulai menjadi identitas era kontemporer ini. Hong Dae Young tidak hanya sebagai pencari nafkah, tetapi telah secara sadar ikut hadir dalam pengasuhan anak. Hong Dae Young melalui tokoh Ko Woo Young juga menjadi ayah yang penuh kehangatan dan perhatian, dan memasuki ranah domestik. Pergeseran tren fatherhood ini juga diharapkan menjadi salah satu cara untuk mencapai kesetaraan gender

Nowadays, fatherhood is an important factor to be studied. Fatherhood has a positive effect on both the father himself and his children. Korea, which is famous for its patriarchy, is now entering the 'new fatherhood' era. This paper studies the fatherhood of Hong Dae Young's character in the drama 18 Again. 18 Again is a drama with the theme of family. This drama tells the story of a couple Hong Dae Young and Jung da Jung who are divorced and have a pair of twin boys and girls. Hong Dae Young as the main focus of research, is a husband and a good father to his wife and children. However, his wife and children misunderstand Hong Dae Young's attitude. Therefore, this study aims to describe the fatherhood on Hong Dae Young’s character in the drama. This research used a qualitative descriptive research method. The data were analyzed using Roland Barthes' Semiotics theory and characterization theory to see Hong Dae Young's fatherhood and the views of his wife and children towards him. Based on the results of the study, it can be concluded that the character Hong Dae Young in the drama 18 Again has become a new 'father' figure which is found in this contemporary era. Hong Dae Young is not only a breadwinner, but has been invloved child rearing. Hong Dae Young through the character of Ko Woo Young also became a warm and caring father, and engaged more actively in domestic domain. The shift in the fatherhood trend is also expected to be one way to achieve gender equality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>