Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86683 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Muallimah
"Demam tifoid, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit tipes merupakan penyakit endemik di Indonesia. Diperkirakan hampir 100.000 penduduk Indonesia terjangkit demam tifoid tiap tahunnya. Salah satu langkah pencegahan penyebaran demam tifoid adalah melalui vaksinasi. Terdapat 3 jenis vaksin tifoid, yaitu TCV, vaksin polisakarida non konjugat suntik, dan vaksin oral. Sayangnya, ketiga vaksin memiliki rata-rata efektivitas < 75%. Maka dari itu, model penyebaran demam tifoid dengan intervensi vaksin dikonstruksi pada penelitian ini. Kajian analitik pada model dilakukan untuk melihat kepositifan, eksistensi dan kestabilan titik ekulibrium, dan juga bilangan reproduksi dasar dari model. Tak hanya itu, simulasi numerik dan interpretasinya dilakukan untuk melihat elastisitas dan sensitivitas R0 yang berkorelasi dengan paremeter efektivitas vaksin. Terakhir, dilakukan juga simulasi autonomous untuk melihat bagaimana perubahan setiap kelompok dalam populasi terhadap perubahan nilai parameter.

Typhoid fever is one of the endemic diseases in Indonesia. Around 100.000 Indonesians are estimated to get this disease every year. Typhoid vaccination is one of the effective strategies for preventing and controlling typhoid fever. There are 3 types of typhoid vaccines, the Typhoid Conjugate Vaccine (TCV), the unconjugated Vi Polysaccharide (ViPS), and the oral vaccine (Ty21a). The effectiveness of the three vaccines is no more than 75%. For that reason, a mathematical model of typhoid fever infection was constructed in this paper. An analytical study of the model was done to see the positivity of solutions, and the existence and stability of equilibrium points. Additionally, numerical simulation and interpretation were done to see the elasticity and sensitivity of the basic reproduction number."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Putu Listya Paramita
"Latar belakang. Penegakan diagnosis demam tifoid masih sulit dilakukan jika hanya menggunakan gejala klinis. Dibutuhkan skor klinis untuk dapat menegakkan diagnosis di awal dengan tepat. Variabel pada skor Nelwan merupakan data yang dapat diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sehingga dapat membantu penegakan diagnosis secara dini. Penelitian nilai dignostik skor Nelwan untuk mendiagnosis demam tifoid belum pernah dilakukan sebelumnyaTujuan. Mendapatkan nilai titik potong dan nilai diagnostik skor Nelwan dalam penegakkan diagnosis demam tifoid dewasaMetode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan pendekatan uji diagnosis. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dari pasien poliklinik, IGD, dan rawat inap RSUP Persahabatan, RSUD Budhi Asih, RSUD Tanggerang Selatan, RS Hermina Ciputat, RS Metropolitan Medical Center dan Puskesmas di daerah Jakarta. Kriteria inklusi adalah pasien dengan keluhan demam selama 3-14 hari, mempunyai keluhan saluran cerna, dan bersedia mengikuti penelitian. Diagnosis demam tifoid didapatkan melalui kultur darah, kultur swab rektal dan PCR. Nilai titik potong skor Nelwan ditentukan berdasarkan kurva Receiver Operating Characteristic ROC . Titik potong tersebut kemudian dianalisis dan didapatkan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif NDP , nilai duga negatif NDN , rasio kemungkinan positif RKP dan rasio kemungkinan negatif RKN .Hasil. Selama penelitian didapatkan 233 sampel dengan proporsi demam tifoid 4,72 . Titik potong skor Nelwan yang optimal adalah 10 dengan AUC 71,3 95 IK 65,9 - 88,7 . Skor Nelwan dengan nilai cut off 10 memiliki sensitivitas 81,8 , spesifisitas 60,8 , nilai duga positif 9,3 , nilai duga negatif 98,5 , rasio kemungkinan positif 2,086, rasio kemungkinan negatif 0,299.Kesimpulan. Skor Nelwan dengan titik potong 10 dapat digunakan sebagai screening pasien dengan klinis demam tifoid.Kata kunci : skor Nelwan, demam tifoid.

Background. Typhoid fever can be complicated to diagnose if only clinical signs and symptoms are used. By using clinical scores, we can provide an early diagnosis precisel. Variables in Nelwan Scores are derived from history taking and physical examination. Evaluation of diagnostic value of Nelwan score has never been done before.Objectives. To get the cut off point and the diagnostic value of Nelwan score in diagnosing typhoid fever in adult patients.Methods. This study is a diagnostic test with a cross sectional method, involving subjects with fever 3-14 days and gastrointestinal complaints from policlinic, emergency department and hospital ward in Persahabatan Hospital, Budhhi Asih Hospital, South Tanggerang Hospital, HerminaCiputat Hospital, MMC Hospital, Jatinegara and Gambir Primary Health Centre. Diagnosis are confirmed by blood culture, rectal swab culture, and PCR. Cut off analysis was performed using Receiver Operating Characteristic ROC curve and diagnostic value was then analyzed to generate sensitivity, specificity, predictive value and a likelihood ratio.Result. This study involving 233 subjects with a proportion of typhoid fever is 4,72 . The optimal cut off point of Nelwan score is 10 with AUC 71,3 95 IK 65,9 - 88,7 . This cut off point has sensitivity 81,8 , specificity 60,8 , PPV 9,3 , NPV 98,5 , LR 2,086, and LR - 0,299.Conclusion. Nelwan score with cut off point 10 has a good diagnostic value as a screening tool for patients with typhoid fever clinical presentationKeywords :Nelwan score, typhoid fever "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Rakhmawati
"Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi (S. Typhi). Penularan S. Typhi adalah melalui jalur fecal-oral, yaitu penyebaran mikroorganisme ke dalam mulut lewat makanan atau minuman yang terkontaminasi. Pada skripsi ini dibahas model matematika penyebaran penyakit demam tifoid dengan intervensi vaksinasi, pengobatan, dan higiene. Selanjutnya, model tersebut dikembangkan menjadi masalah kontrol optimal untuk memperoleh strategi intervensi yang optimal dalam mengendalikan sistem dinamik yang digambarkan oleh variabel state (manusia dan bakteri) dan variabel kontrol (intervensi vaksinasi, pengobatan, dan higiene). Eksistensi solusi kontrol optimal dianalisis dengan menggunakan prinsip minimum Pontryagin. Simulasi numerik dilakukan pada masalah kontrol optimal dengan berbagai skenario. Skenario didasarkan pada kombinasi intervensi yang diberikan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa masing-masing skenario memberikan pengaruh yang signifikan terhadap model dalam mereduksi individu terinfeksi demam tifoid dan bakteri S. Typhi. Untuk memperoleh skenario terbaik, dilakukan analisis cost-effectiveness pada skenario pengendalian terkait kombinasi intervensi di lapangan. Terdapat tiga metode yang dilakukan, yaitu infection averted ratio (IAR), average cost effectiveness ratio (ACER), dan incremental cost effectiveness ratio (ICER). Berdasarkan analisis IAR, skenario dengan kombinasi vaksinasi dan higiene merupakan skenario yang paling optimal dalam mereduksi kasus infeksi baru. Berdasarkan ACER dan ICER, skenario dengan kombinasi ketiga intervensi (vaksinasi, pengobatan, dan higiene) adalah skenario yang paling optimal dari segi biaya intervensi untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam tifoid.

Typhoid fever is an infection caused by the bacteria Salmonella Typhi (S. Typhi). Transmission of S. Typhi is through the fecal-oral route, namely the spread of microorganisms into the mouth through contaminated food or drink. This thesis discusses the mathematical model of the spread of typhoid fever with vaccination, treatment, and hygiene interventions. Furthermore, the model was developed into an optimal control problem to obtain the optimal intervention strategy in controlling the dynamic system described by state variables (humans and bacteria) and control variables (vaccination, treatment, and hygiene interventions). The existence of the optimal control solution was analyzed using the Pontryagin’s minimum principle. Numerical simulations were carried out on the optimal control problem with various scenarios. The simulation scenario is based on a combination of given interventions. The simulation results show that each scenario has a significant effect on the model in reducing individuals infected with typhoid fever and S. Typhi bacteria. To obtain the best scenario, a cost-effectiveness analysis was carried out on several control scenarios related to the combination of interventions that can be applied in the field. There are three methods used, namely infection averted ratio (IAR), average cost effectiveness ratio (ACER), and incremental cost effectiveness ratio (ICER). Based on the IAR analysis, the scenario with a combination of vaccination and hygiene is the most optimal scenario in reducing new infection cases. Based on ACER and ICER, the scenario with the combination of the three interventions (vaccination, medication, and hygiene) is the most optimal scenario in terms of the lowest intervention cost to control the spread of typhoid fever."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Budi Prastiani
"Anak usia sekolah sebagai salah satu populasi berisiko untuk mengalami demam tifoid. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan demam tifoid adalah dengan deteksi dan pencegahan demam tifoid secara dini di keluarga. Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Program Lingkungan dan Anak Sehat sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas efektif dilaksanakan dalam pencegahan demam tifoid pada anak usia sekolah dengan penguatan kelompok pendukung PROLAS.
Hasil intervensi menunjukkan peningkatan pengetahuan Ibu anak usai sekolah sebesar 68.72% ketrampilan 42.33%, dan sikap 64.55%. Sementara peningkatan pengetahuan kader 10.9%, sikap 11.64% dan ketrampilan 27.62%. Program Lingkungan dan Anak Sehat sebagai salah satu program pencegahan demam tifoid pada anak usia sekolah harus dilaksanakan secara kontinyu serta dilakukan pembinaan secara terus menerus dari pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas.

School-aged children as a population at risk for typhoid fever. One effort to overcome the problem of typhoid fever is the detection and prevention of typhoid fever early in the family. Final Scientific writing aims to know the extent of Healthy Environment and Children program as a form of community nursing intervention implemented was effective in the prevention of typhoid fever in children of school aged by strengthening support group PROLAS.
The results showed an increase in the knowledge of the intervention on school aged children mother of 68.72%, theskillsof 42.33%, and the attitudes of 64.55%. While the cadre’s knowledge increased by 10.9%, attitudes and skills by 11.64% and 27.62%. Healthy Environment and Kids program as one of typhoid fever prevention programs in school-aged children should be carried out continuously and should be monitored by the Health Department and Community Health Center.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Andreas Hasoloan Oscar Putra
"Latar Belakang: Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dengan gejala berupa demam, lemas, batuk ringan, sembelit, ketidaknyamanan perut, sakit kepala, dan muntah.Kasus demam tifoid di Kota Jakarta Timur menjadi yang tertinggi dari 6 kabupaten/kota yang berada di Provinsi DKI.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan (jamban sehat), faktor invidu (usia), faktor iklim (curah hujan), dan faktor kependudukan (kepadatan penduduk) dengan proporsi kasus demam tifoid di Kota Jakarta Timur pada tahun 2020-2023.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan uji korelasi.
Hasil: Proporsi demam tifoid di Kota Jakarta Timur memmpunyai persebaran yang fluktuatif dengan penurunan pada tahun 2021 dan peningkatan pada tahun 2023. Proporsi demam tifoid pada kota Jakarta Timur memiliki nilai total sebesar 2,34 % dan lebih tinggi proporsi demam tifoid di DKI Jakarta sebesar 0,2 % dengan proporsi tertinggi terdapat pada Kecamatan Pasar Rebo sebesar 0.17 %, dan proporsi demam tifoid terendah terdapat pada Kecamatan Jatinegara dan Cakung sebesar 0,02 %. Pada penelitian ini, faktor resiko yang berkaitan dengan kejadian demam tifoid meliputi variabel usia (p = 0.000) dan curah hujan (p = 0.003).
Kesimpulan: Proporsi demam tifoid di Kota Jakarta Timur Tahun 2020-2023 mencapai 2,34 % dan lebih tinggi dari proporsi demam tifoid di DKI Jakarta. Faktor resiko demam tifoid yang terjadi di Kota Jakarta Timur,
Saran: Pemerintah dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk meningkatkan higiene dan sanitasi makanan di perumahan dan lingkungan sekolah

Background: Typhoid fever is a disease caused by the bacterium Salmonella typhi, with symptoms including fever, weakness, mild cough, constipation, abdominal discomfort, headache, and vomiting. The incidence of typhoid fever in East Jakarta is the highest among the six districts/cities in the DKI Jakarta Province. Objective: This study aims to analyze the relationship between environmental factors (sanitary latrines), individual factors (age), climate factors (rainfall), and demographic factors (population density) with the proportion of typhoid fever cases in East Jakarta from 2020 to 2023.
Methods: This study uses an ecological study with correlation tests.
Results: The proportion of typhoid fever in East Jakarta City has shown a fluctuating distribution, with a decrease in 2021 and an increase in 2023. The proportion of typhoid fever in East Jakarta City is 2.34%, which is higher than the proportion in DKI Jakarta at 0.2%. The highest proportion of typhoid fever is in the Pasar Rebo District at 0.17%, while the lowest proportions are in the Jatinegara and Cakung Districts at 0.02%. In this study, risk factors related to typhoid fever incidence include age (p = 0.000) and rainfall (p = 0.003).
Conclusion: The proportion of typhoid fever in East Jakarta City from 2020 to 2023 reached 2.34%, which is higher than the proportion of typhoid fever in DKI Jakarta. The risk factors for typhoid fever in East Jakarta City include rainfall and age.
Recommendations: The government and the community can collaborate to improve food hygiene and sanitation in residential and school areas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Susilo Aji
"ABSTRAK
Meskipun belakangan ini ada tindakan pencegahan sanitasi yang buruk, penyakit Penyakit tifus masih banyak ditemukan di beberapa negara berkembang. Demam tifoid atau umum Disebut tifus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Thypii. Gejala yang dialami termasuk demam tinggi yang berlangsung lama pendarahan internal dan bahkan kematian. Infeksi tifus dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau mengonsumsi makanan dan / atau minuman yang telah terkontaminasi bakteri. Selain sanitasi yang buruk, ada keterbatasan sumber daya Tenaga pelayanan kesehatan juga dapat berperan dalam penyebaran penyakit tifus. Dalam tesis ini dibahas model distribusi tifus dengan menambahkan batasan-batasan sumber daya layanan kesehatan. Model dibangun untuk melihat efeknya dari sumber daya pelayanan kesehatan yang terbatas hingga penyebaran tifus.
Model yang telah dibangun kemudian dianalisis secara analitik dan numerik. Belajar Analisis dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan kestabilan titik kesetimbangan titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik dalam model, serta menentukan reproduksi dasar numberR0. Selain itu, analisis sensitivitas R0 terhadap parameter juga dilakukan
tingkat infeksi dan parameter tingkat maksimum pengobatan serta melawan parameter tingkat kesembuhan alami pada individu yang terinfeksi dan parameter tingkat maksimum pengobatan numerik. Akhirnya, simulasi otonom dilakukan untuk melihat pengaruh tingkat pengobatan maksimum terhadap penyebaran penyakit tipus.
ABSTRACT
Typhus disease is still found in many developing countries. Typhoid fever or commonly called typhus is a disease caused by Salmonella Thypii bacteria. Symptoms include high fever, prolonged internal bleeding and even death. Typhoid infection can be transmitted through direct contact with an infected person or by consuming food and / or drink that has been contaminated with bacteria. Apart from poor sanitation, there are limited resources. Health care workers can also play a role in the spread of typhoid. This thesis discusses the typhus distribution model by adding the limitations of health care resources. The model was built to see the effects ranging from limited health care resources to the spread of typhus. The model that has been built is then analyzed analytically and numerically. Learning analysis is carried out to determine the presence and stability of disease-free and endemic equilibrium points in the model, and to determine the basic reproduction number R0. In addition, a sensitivity analysis of R0 to parameters was also carried out infection rate and maximum treatment rate parameter as well as against natural cure rate parameter in infected individuals and numerical maximum treatment rate parameter. Finally, autonomous simulations were carried out to see the effect of maximum treatment rates on the spread of typhoi"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadianti
"ABSTRAK
Latar Belakang. Prevalensi demam tifoid hingga saat ini diperkirakan lebih tinggi pada pasien yang menderita demam akut dibandingkan pada demam yang disebabkan oleh infeksi lainnya terutama didaerah endemis. Berbagai pemeriksaan penunjang diagnostik demam tifoid pada pasien demam akut selama ini masih banyak kendala. Keberadaan sistem skor diagnostik demam tifoid pada pasien demam akut diperlukan untuk membantu penegakan diagnosis pasti pasien yang memerlukan pemeriksaan kultur kuman sebagai baku emas diagnostik atau uji PCR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan determinan dari sistem skor diagnostik demam tifoid pada pasien demam akut. Metode. Penelitian ini merupakan studi disain potong lintang yang dilakukan di bagian rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan, RSU Hermina Ciputat dan RSPI Pondok Indah dalam kurun waktu Oktober 2015 sampai Februari 2017. Subjek menjalani anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan baku emas diagnostik. Data penyerta yang dikumpulkan adalah jenis kelamin, usia, pola demam sore hari ge; 38,3oC, gangguan saluran cerna, typhoid tongue, bradikardi relatif, leukopenia, trombositopenia, aneosinofilia, kenaikan kadar ALT, kenaikan kadar qCRP dan uji widal positif. Analisis data dilakukan dengan program SPSS statistics 17.0 untuk analisis univariat, bivariat dan multivariat dan Receiving Characteristics Operator ROC dan SPSS Statistics 20.0 untuk analisis bootstrapping pada Kalibrasi Hosmer-Lameshow Hasil. Sebanyak 200 sampel dianalisis untuk mendapatkan proporsi dan determinan demam tifoid. Sebanyak 32 sampel 16 terdiagnosis demam tifoid dan 84 sebagai demam nontifoid. Determinan demam tifoid pada pasien demam akut adalah gangguan saluran cerna dengan OR sebesar 20,172 95 Interval Kepercayaan/IK1,980-205,52 p = 0,011 , bradikardi relatif dengan OR sebesar 15,406 95 IK 1,261-188,23 p= 0,032, trombositopenia dengan OR sebesar 6,979 95 IK 1,846-26,392, p=0,004 , kenaikan kadar ALT dengan OR sebesar 4, 177 95 IK 1,335-13,069, p= 0,014 , kenaikan kadar qCRP dengan OR sebesar 12, 753 95 IK 2,950-55,132, p= 0,001 dan uji Widal positif dengan OR sebesar 3,493 95 IK 0,857-14,242 p= 0,081 , sedangkan nilai Cut off point adalah total skor ge; 5, dengan AUC 93,2 95 IK 89,3 -97,1 . Kualitas kalibrasi sistim skor didapatkan nilai 0,987 baik dan diskriminasi adalah 94,6 sangat kuat Simpulan. Proporsi demam tifoid pada pasien demam akut adalah 16 . Yang menjadi determinan diagnosis dan komponen sistem skor demam tifoid pada pasien demam akut adalah gangguan saluran cerna, bradikardi relatif, trombositopenia, kenaikan kadar ALT, kenaikan kadar qCRP dan uji widal positif.

ABSTRACT
Background. Prevalence of typhoid fever was greater in acute fever compared to the others etyologic especially in endemic area. There was many problem in diagnostic tools to confirm the diagnosis of typhoid fever in acute febrile patients. This diagnostic score system was needed in patients with acute fever to helping confirmation of definite diagnostic patients who need culture test as standart diagnostic or PCR test. Aim of this study was to identify the proportion and determinants of typhoid fever scoring system diagnostic in acute febrile patients. Methods. A cross sectional study was conducted in inpatient South Tangerang general hospital, Hermina Ciputat general hospital and Pondok Indah general hospital from October 2015 February 2017. All subjects underwent interview, physical examination, laboratory testing and blood culture as gold standart and PCR test. The collected data were gender, age, pattern of fever in the afternoon with ge 3,38oC, gastrointestinal disordes, typhoid tongue, relative bradicardia, leucopenia, trombositopenia, aneosinofilia, elevated level of ALT, elevated level of qCRP and positif widal test. Analysis was done by using SPSS statistics 17.0 univariate, bivariate dan multivariate and Receiving Operator Characteristics ROC and SPSS Statistics 20.0 for bootstrapping analysis in Hosmer Lameshow Calibration Results. 200 subjects met the inclution criteria, 32 subjects 16 were diagnosed as having typhoid fever and 168 84 as nontyphoid fever, Determinants for typhoid fever in acute febrile patients were gastrointestinal disorders with OR 20,172 95 convident interval CI 1,980 205,52 p 0,011 , relative bradicardia with OR 15,406 95 CI 1,261 188,23 p 0,032 , trombositopenia with OR 6,979 95 CI 1,846 26,392, p 0,004 , elevated level of ALT with OR 4, 177 95 CI 1,335 13,069, p 0,014 , elevated level of qCRP with OR 12, 753 95 CI 2,950 55,132, p 0,001 and positif widal test with OR 3,493 95 CI 0,85714,242 p 0,081 ,the Cut off point of total score was ge 5 with AUC 93,2 95 IK 89,3 97,1 . The calibration quality of this scoring system value was 0,987 good and the discriminant value was 94,6 very strong Conclusion. The proportion of typhoid fever in acute febrile patients was 16 . Determinants and components of scoring system of typhoid fever in acute febrile patients were consist of gastrointestinal disorders, relative bradicardia, trombositopenia, elevated level of ALT, elevated level of qCRP and positif widal test."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Nugraheni Sulistyorini
"Latar Belakang : Indonesia adalah daerah endemik penyebaran virus dengue (DENV), demam tifoid, malaria, leptospirosis dan arbovirus lain. Sehingga terjadinya infeksi yang bersamaan sangat mungkin terjadi. Koinfeksi Salmonella typhi yang terjadi dapat menyebabkan manifestasi yang lebih berat, atau menyebabkan diagnosis yang salah atau tertunda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kejadian koinfeksi Salmonella typhi di Bengkulu dan juga melihat bagaimana peran respon imun dalam proses imunopatogenesis pada berbagai tingkat keparahan.
Metode: Subjek penelitian ini adalah usia 16-60 tahun yang memiliki gejala demam kurang atau sama dengan 3 hari dan memiliki 2 gejala minimal dari kriteria WHO 1997. Infeksi DENV dikonfirmasi dengan pemeriksaan antigen NS1 dan serotipe dengan Reverse Transcriptase-PCR (RT-PCR). Keparahan penyakit DENV diklasifikasikan menjadi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD). Tubex TF digunakan untuk menegakkan diagnosis infeksi Salmonella typhi. Pemeriksaan TNF-α, IL-6, TLR-4 dan TLR-6 dilakukan dengan metode ELISA. Penentuan Genotipe DENV pada penelitian ini dilakukan pada gen-E menggunakan software Mega dan Bioedit.
Hasil: Subjek yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 63 orang dan DENV-2 merupakan serotipe dominan. Kasus monoinfeksi dan koinfeksi sebanyak 24 subjek dan 39 subjek secara berurutan. Kadar IL-6, TLR-4 dan TLR-6 pada kelompok monoinfeksi dan koinfeksi menunjukkan perbedaan yang bermakna. Sedangkan berdasarkan kelompok DD dan DBD, kadar TNF-α dan IL-6 terdapat perbedaan yang bermakna. Analisis genotiping menunjukkan DENV-1 masuk dalam genotipe-I, DENV-2 masuk dalam genotipe cosmopolitan, sedangkan DENV-3 masuk dalam genotipe-I dan DENV-4 termasuk dalam genotipe-II.
Kesimpulan: Koinfeksi dapat menyebabkan peningkatan IL-6, TLR-4 dan TLR-6 plasma, sedangkan jika dilihat dari keparahan penyakit TNF-α dan IL-6 mengindikasikan derajat keparahan penyakit yang lebih berat. Genotipe DENV dalam penelitian ini sama dengan genotype yang beredar di tempat lain di Indonesia.

Background: Indonesia is an endemic area of dengue virus (DENV), typhoid, malaria, leptospirosis and other arboviruses. Therefore, the possibility of coinfection in DENV patients can occur. Co-infections may lead to severe manifestations, missed or delayed diagnosis and treatment of DENV infection. The aim of this study is to define incidence of coinfection in DENV patients with Salmonella typhi in Bengkulu, Sumatera, Indonesia 2020. In addition, we also evaluated characteristics of immune responses in coinfection DENV patients with different disease severities.
Method: Adult subjects more than 16 years old with fever and other clinical symptoms of DENV less than 3 days were included in this study. DENV infection was confirmed by NS1 antigen test and RT-PCR. DENV disease severity was classified into DD and DHF based on hematocrite value. Tubex TF were conducted to confirm Salmonella typhi infection in the convalescent phase. The examination of TNF-α, IL-6, TLR-4, and TLR-6 was performed by ELISA method. xty-three subjects met the study criteria and DENV-2 was the most dominant serotype. Monoinfection and coinfection cases were found in 24 subjects and 39 subjects respectively. The levels of IL-6, TLR-4, and TLR-6 in the monoinfected and coinfected groups showed significant differences. Meanwhile, based on the DF and DHF groups, there were significant differences in the levels of TNF-α and IL-6.
Conclusion: Coinfection caused an increasing in plasma IL-6, TLR-4, and TLR-6, whereas TNF-α and IL-6 caused more severe disease in DENV patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Chairani Riza
"Demam tifoid saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan secara global dan penyebab utama angka kesakitan terutama pada negara berkembang bahkan sampai menimbulkan kematian terutama di negara-negara asia selatan, asia tengah dan asia tenggara. Demam tifoid merupakan penyakit yang selalu berada di tiga besar diagnosa rawat inap Rumah Sakit Puri Cinere dari tahun 2016 hingga 2018. Proses pelayanan kesehatan yang baik dan terorganisir akan meningkatkan hasil keluaran yang baik pada pasien demam tifoid. Clinical pathway atau alur klinis adalah sebuah konsep dimana merangkum setiap langkah-langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan jangka waktu tertentu selama pasien berada di rumah sakit, dimana dengan diterapkan clinical pathway bisa mengurangi variasi-variasi yang bisa terjadi dalam pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. clinical pathway di Rumah Sakit Puri Cinere dapat digunakan sebagai alat kendali mutu dan kendali biaya agar pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien bisa tercapai. Oleh karena hal tersebut, Rumah Sakit Puri Cinere harus benar-benar menyusun, mengembangkan, menerapkan dan mengevaluasi clinical pathway secara sistematis dan berkesinambungan. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif menggunakan program Microsoft Excel serta pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam. Penerapan clinical pathway demam tifoid di Rumah Sakit Puri Cinere dapat dilihat dari faktor input (ketenagaan, dana, kebijakan rumah sakit, ketersediaan obat dan alat kesehatan serta sarana prasarana). Proses penyusunan hingga tahap penerapan dan faktor output berupa kesesuaian pelayanan kesehatan dengan clinical pathway demam tifoid (lama hari rawat, visite, pemeriksaan penunjang, penggunaan obat dan alat kesehatan serta tindakan keperawatan). Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor input sumber daya manusia menjadi salah satu faktor penghambat penerapan clinical pathway demam tifoid sehingga penerapannya kurang berjalan baik, sedangkan dari sisi proses langkah penyusunan clinical pathway tidak dijalankan dengan benar sehingga menjadi awal hambatan pada proses penerapan selanjutnya, dan dari faktor output masih belum ada kesesuaian pelayanan dengan clinical pathway demam tifoid seperti penggunaan obat dan pemeriksaan penunjang.

Typhoid fever is currently one of the global health problems and the main cause of morbidity, especially in developing countries and even cause death, especially in the countries of South Asia, Central Asia and Southeast Asia. Typhoid fever is a disease that is always in the top three inpatient diagnoses at Puri Cinere Hospital from 2016 to 2018. A good and organized health service process will improve good outcomes in typhoid fever patients. Clinical pathway or clinical flow is a standardized concept of integrated service planning which summarizes each of the steps given to patients based on medical service standards and evidence-based nursing care with measurable results and a certain period of time during the patient's stay in the hospital, where with applied clinical pathway can reduce variations that can occur in health services provided to patients. clinical pathway at Puri Cinere Hospital can be used as a means of quality control and cost control so that effective and efficient health services can be achieved. Because of this, Puri Cinere Hospital must really develop, implement and evaluate clinical pathways systematically and continuously. This research is a case study conducted with a quantitative approach using the Microsoft Excel program and a qualitative approach with in-depth interviews. The application of typhoid fever clinical pathway in Puri Cinere Hospital can be seen from the input factors (personnel, funding, hospital policy, availability of drugs and medical devices and infrastructure). The process of preparation to the stage of application and output factors in the form of compatibility of health services with clinical pathway of typhoid fever (length of stay, visit, supporting examination, use of drugs and medical devices and nursing actions). The results showed that human resource input factors become one of the factors inhibiting the application of typhoid fever clinical pathway so that the application is not going well, while in terms of the process of preparing clinical pathway is not carried out properly so that it becomes the beginning of obstacles in the subsequent implementation process, and from the output factor there is still no conformity of service with clinical pathway of typhoid fever such as drug use and supporting examination."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Yosephin Melati
"Masyarakat perkotaan terus mengalami peningkatan jumlah. Peningkatan jumlah pada masyarakat kota ini tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas yang memadai dan hal ini menimbulkan beberapa masalah yang terjadi mencakup kurangnya air bersih, sanitasi yang buruk, dan tidak adekuatnya praktik higiene. Hal ini memungkinkan penyebaran bakteri S. Typhosa pada masyarakat perkotaan dan menjadi alasan dibalik tingginya angka kejadian demam tifoid pada masyarakat perkotaan. Demam, bakterimia, sakit kepala merupakan beberapa gejala yang dirasakan oleh penderita tifoid yang menunjukkan kegagalan sistem imun dan regulasi suhu tubuh. Gejala yang ada seringkali membuat penderita tifoid mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, yang menjadi pencetus terjadinya ansietas bagi penderitanya. Karya ilmiah ini melaporkan analisis masalah dan intervensi keperawatan psikososial ansietas. Evaluasi hasil akhir menunjukkan terjadinya penurunan tanda dan gejala ansietas dan hasil klinis yang lebih baik. Pengembangan dan implementasi asuhan keperawatan psikososial ansietas perlu diterapkan di ruang rawat umum, lebih khususnya bagi klien degan masalah kesehatan perkotaan tifoid.

Urban society continues to increase in number. The increase in the number of people in city is not matched by the provision of adequate facilities and this create some problems that occur including lack of clean water, poor sanitation, and inadequate hygiene practices. This phenomenon allows the spread of S. Typhosa bacteria in urban communities and be the reason behind the high incidence of typhoid fever in urban communities. Fever, bacteremia, headaches are some of the symptoms felt by typhoid sufferers that show the failure of immune system and temperature regulation. Symptoms of Typhoid often make sufferers decreased ability to perform daily activities and It becomes precipitate factor of anxiety. This scientific work reports problem analysis and nursing psychosocial intervention for anxiety. Evaluation of the final results indicates decrease in the signs and symptoms of anxiety and better clinical outcomes. The development and implementation of psychosocial anxiety nursing care needs to be applied in the ward, especially for clients with urban health problems of typhoid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>