Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151477 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifia Bahar
"Ayunan Desa Tenganan merupakan salah satu warisan budaya yang terdapat di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Ayunan ini merupakan ayunan yang terbuat dari batang pohon cempaka dan memiliki bentuk yang unik seperti komidi putar serta disakralkan oleh masyarakat Desa Tenganan saat ritual Usaba Sambah. Ritual Usaba Sambah merupakan ritual rutin bagi para laki-laki dan perempuan yang belum menikah dan dilaksanakan setiap tahun pada bulan kelima sistem kalender Tenganan. Ayunan Desa Tenganan digunakan setiap tahunnya, namun tidak ada upaya perawatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tenganan untuk melestarikan keberadaannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan fungsi ayunan Desa Tenganan serta upaya pelestarian yang dapat dilakukan untuk menjaga, melindungi, merawat ayunan ini agar tetap lestari keberadaannya berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya No.11 Tahun 2010. Tahap metode penelitian yang digunakan, yaitu observasi, pengolahan data, dan eksplanasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk ayunan yang seperti komidi putar memiliki nilai filosofis tersendiri sesuai dengan konsep kosmologi Hindu. Selain itu, fungsi ayunan ini bukan hanya menitikberatkan pada fungsi religinya tetapi juga fungsi sosial bagi masyarakat Desa Tenganan maupun wisatawan.

Tenganan Village Swing is one of the cultural heritages found in Manggis District, Karangasem Regency, Bali Province. This swing is a swing made of cempaka tree trunks and has a unique shape like a merry-go-round and is sacred by the people of Tenganan Village during the Usaba Sambah ritual. The Usaba Sambah ritual is a routine ritual for unmarried men and women and is carried out every year in the fifth month of the Tenganan calendar system. Tenganan Village swings are used every year, but no maintenance efforts are made by the people of Tenganan Village to preserve their existence. Therefore, this study aims to determine the shape and function of the Tenganan Village swing and preservation efforts that can be carried out to maintain, protect, maintain this swing so that it remains sustainable based on the Cultural Heritage Law No.11 of 2010. The stages of the research methods used, namely observation, data processing, and explanatory. The results of this study show that the swing-like shape of the merry-go-round has its own philosophical value in accordance with the Hindu concept of cosmology. In addition, the function of this swing not only focuses on its religious function but also a social function for the people of Tenganan Village and tourists."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marwanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
TA3899
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Seloka Danur
"ABSTRACT
The village communities in Indonesia are known as having extraordinary wisdom in maintaining their respective living resources. They have future-vision thinking and deeply understand to pick the meaning of biodiversity in the daily life.
Desa adat Tenganan Pegringsingan is a traditional village located in the eastern Bali, 17 km. from Karangasem and 65 km from the capital city Denpasar. The settlement is situated in a valley surrounded by a range of hills from east, north to west. The hill in the east is called 'Bukit kangin' in north is called 'Bukit kana' and in the west is called 'Bukit kauh'. The village represents one of the ancient villages in Bali inhabited by the Bali Aga community with the special typical of life, social structure, traditions, custom, and religion principles different from those or other Balinese regions.
The hilly environment consisting of traditional forests, dry field, and orchards. These landscape unit are the community?s source of life. The landscape and its biodiversity are thought as still keeping their originality doe to the community's traditional knowledge and management of nature. The brief observation alone can show the result of a successful way of the peoples tradition in keeping their environment mostly intact.
The aim of this research is to gain an understanding of the traditional community's concept about their landscape and environment, their efforts in arranging the landscape unit and their contents as well as the management of natural resources in the context of the community?s social-culture-
The research is conducted in exploratory manner using phenomenological approach to understand the people's opinion from their own viewpoint. It was etno-methodology that analyzes the community's viewpoint based on the original concept as expressed in their language.
Selections of samples are done with purposive sampling and the data are collected through an in-depth interview, direct participation and observation in the site. Data of the cover vegetation is investigated in the field through the micro landscape (home yard), the meso landscape (settlement landscape) and macro landscape (regional landscape). The cover vegetations of the home yard and the settlement landscape are gained through inventory. investigation of the regional landscape (macro landscape)is conducted through inventory of cover vegetations by tracking the ?kiasiran? in the hills. Recording of data of plants in each klasiran is done by grouping them into trees, bushes or clumps, herbs and liana together with their local and botanical names.
Data analyzes is using a combination of descriptive-qualitative and quantitative analysis which then presented in three papers, consisting of: 1) the oommunity's value that base on understanding of the landscape, 2) the study of spatial and the cover vegetations, and 3) the management of plant diversity by the community of Bali Aga Tenganan Pegringsingan.
The result of this study demonstrate that the philosophy of life, religion and the local community wisdom of the Tenganan Pegringsingan people are the basis of their understanding of the landscape which formed by their cosmological concept. The landscape is the creation of Ida Sang Hyang Widhi Wasa /the supreme being that constitutes the space of living, the source of water, the protecting place and the place to perform vertical and horizontal relationship.
The pattern and the structures of home yard, the settlement and the region landscape are formed by the integration of the Dualism concept, cosmological system (?Tapak Dara") and ?Tri Hita Karana? concept.
The basis of the people management of landscape and plant diversity are rooted from their social religious life, their strong culture institution, and the role of ?Desa pekraman? (the village member) itself. All these are in line with the mission of the sustainable development concept that supports the conservation ideas."
Lengkap +
2005
D1243
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ida Bagus Dharmika
"Usaha untuk melestarikan lingkungan alam dengan sebaik-baiknya ditemukan pada masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan, kecamatan Manggis, kabupaten Karangasem, Bali yang pernah dikenal dengan nama Republik Tenganan, dan usaha ini termuat dalam awig-awig. Awig-awig adalah suatu bentuk hukum tertulis yang memuat seperangkat kaedah-kaedah sebagai pedoman bertingkah laku dalam masyarakat dan disertai dengan sanksi-sanksi yang dilaksanakan secara tegas dan nyata. Para leluhur penduduk desa ini menyusun awig-awig pada sekitar abad ke 11, dan dibakukan dalam sebuah 'buku suci' 58 halaman yang ditulis dalam bahasa Bali. Sejumlah aturan adat yang dinyatakan dalam awig-awig tersebut dan ketaatan penduduk untuk menegakkan aturan-aturan yang bersangkutan memungkinkan sumber daya lingkungan alam tetap terpelihara. Berkat ketaatan penduduk dalam menjalankan aturan-aturan yang ada dalam awig-awig ini, penduduk desa Tenganan Pegringsingaan memperoleh penghargaan Kalpataru untuk kategori penyelamat lingkungan tahun 1989.
Awig-awig yang telah berlaku sejak abad 11 secara turun temurun dikalangan masyarakat Tenganan Pegringsingan, penulis duga telah mengalami proses perubahan. Oleh sebab itu, berbagai gejala yang berhubungan dengan keberadaan awig-awig ini ditelusuri kaitannya. Misalnya, gejala-gejala alam yang pernah terjadi, proses ekonomi, proses kontak.
Tujuan kajian ini adalah ingin menelusuri keberadaan awig-awig dan hubungannya dengan berbagai gejala yang melibatkan perilaku masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan. Selanjutnya tulisan ini mencoba menjawab persoalanï·“persoalan yang secara operasional dijabarkan sebagai berikut, (1) Mengapa pranata seperti awig-awig itu masih dipertahankan dan dilaksanakan oleh masyarakat desa adat Tenganan sampai sekarang? (2) Adakah perubahan-perubahan yang terjadi baik pada tingkat peraturan-peraturan dan penafsiran maupun pada tingkat perilaku masyarakat yang bersangkutan? Kalau ada, bagaimana perubahan-perubahan itu.
Dalam pengumpulan data untuk mengkaji pokok permasalahan tesis ini, penulis melakukan studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Dalam studi kepustakaan pertama-tama penulis berusaha mendapatkan teks awig-awigdesa adat Tenganan Pegringsingan dan sekaligus menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia. Sedangkan penelitian lapangan penulis lakukan untuk mengamati dan menjelaskan gejala-gejala sosial terutama yang mencerminkan interaksi penduduk desa dengan lingkungan yang berpedoman pada awig-awig yang mereka miliki.
Temuan ini menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut, (1) awig-awig desa adat Tenganan Pegringsingan dengan sanksi-sanksi yang tegas dan nyata ternyata telah mampu mengatur hubungan manusia dan kesinambungan pemanfaatan sumber daya alam. (2) Kelestarian lingkungan di desa adat Tenganan Pegringsingan dapat dipertahankan sampai sekarang karena potensi sosial budaya yang mereka miliki. Potensi budaya terlihat dalam kepercayaan tentang dunia Buana Agung dan Buana Alit di mana hubungan diantara dunia ini harus selalu dijaga, kepercayaan tentang adanya penjaga hutan (Lelipi Selahan Bukit) dan adanya aturanaturan adat (awig-awig) dengan sanksi-sanksi yang tegas dan nyata. Potensi sosial terlihat pada perkembangan penduduk relatif stabil, adanya struktur pemerintahan desa yang khas dan adanya sosialisasi yang intensif tentang tradisi yang penuh dengan dinamika dan perubahan sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya. (3) Pergantian generasi dengan tantangan yang berbeda dan bervariasi, menyebabkan terjadinya pemilihan terhadap unsur-unsur tradisi sesuai dengan kepentingan tertentu. Perubahan yang terjadi pada masyarakat desa Tenganan pada dasarnya disebabkan karena kekuatan dari dalam masyarakat maupun karena kekuatan dari luar. Kekuatan dari dalam seperti, terjadinya bencana alam kesadaran, meletusnya gunung Agung, kekeringan, terjangkitnya penyakit menular, dan adanya kesadaran individu akan mutu tanaman yang berlandaskan pada pertimbangan rasional dan memungkinkan individu bertindak dan memperoleh keuntungan-keuntungan yang memuaskan, menyebabkan individu-individu yang lain dalam situasi yang sama dapat mencontoh tindakan yang terealisasi tersebut.
Perubahan yang disebabkan karena kekuatan dari luar seperti adanya kontak-kontak kebudayaan seperti misalnya, masuknya industri pariwisata ke desa ini, adanya program pendidikan sekolah, dan program penghijauan. (4) Pasal-pasal dari awig-awig yang terkait dengan lingkungan mengalami perubahan adalah, pasal 8 tentang larangan menanam beberapa tanaman dan larangan melakukan beberapa kegiatan, pasal 23 dan 37 tentang penggunaan tanah, larangan ke luar rumah selama melakukan kegiatan Metruna Nyoman, di samping itu juga terjadi penafsiran-penafsiran baru terhadap beberapa pasal dari awig-awig."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizal Indra Erianto
"ABSTRAK
Penjualan barang-barang cindera mata, sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat desa Tenganan Pegringsingan yang merupakan suatu mata pencaharian yang baru. Penjualan cindera mata di Indonesia merupakan suatu usaha yang sangat berperan sekali wisata yang datang ke Indonesia. dalam menerima arus Bali, Indonesia. adalah salah satu tujuan utama wisata di Dengan besarnya arus wisata ke Bali ini, maka secara garis besar dapat dikatakan mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Bali pada umumnya. Dengan besarnya tingkat pariwisata di Bali ini secara tak langsung juga mempengaruhi kehidupan masyarakat desa Tenganan Pegringsingan yang merupakan suatu masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat-istiadat. Masyarakat desa Tenganan Pegringsingan dalam hidupnya sehari-hari diatur oleh awig-awig desa atau aturan-aturan adat yang mengikat merek sebagai warga masyarakat desa yang bersangkutan. Dengan besarnya arus wisata ke desa Tenganan Pegringsingan, maka hal ini membawa pengaruh kepada masyarakat desa tersebut untuk membuka usaha yang baru yang tak terdapat dalam awig-awig. Usaha yang baru dilakukan ini dapat menambah pendapatan mereka sehari-hari di samping mereka sebagai petani pemilik. Kehidupan ekonomi masyarakat desa Tenganan Pegringsingan telah diatur dalam awig-awig desa, namun penjualan cindera mata ini tidak terdapat dalam awig-awig desa sehingga menimbulkan pemikiran bagi krama desa atau dewan adat desa. Dewan adat desa berusaha mempertahankan bentuk fisik dari desa tersebut agar tetap dijaga, sementara warga yang membuka usaha cindera mata ini merombak bentuk rumah yang telah ditentukan oleh desa adat."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Wisudantari Parthami
"Penelitian tentang identitas jender laki-laki dalam kerangka psikologi ulayat juga masih sangat minim jumlahnya. Pengaplikasian teori psikologi barat secara utuh pada fenomena budaya tentu dapat menimbulkan bias. Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali merupakan salah satu desa Bali asli yang mengelompokan peran pemuda dan gadis desanya berdasarkan organisasi khusus, sekeha teruna (untuk pemuda) dan sekeha deha (untuk gadis).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemahaman subjek terhadap identitas jender laki-laki mereka dan proses pembentukan identitas jender laki-laki mereka. Penelitian ini menggabungkan berbagai macam teori mengenai identitas jender laki-laki serta teori belajar sosial?termasuk sosialisasi dan skema jender-sebagai kerangga acuan dalam menganalisis.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara dan studi pustaka sebagai teknik pengambilan data. Wawancara dilakukan pada tiga pemuda desa adat Tenganan Pegringsingan yang berada pada tahap perkembangan dewasa muda.
Hasil penelitian menunjukan ketiga subjek memiliki pemahaman bahwa identitas jender laki-laki mereka terpisah antara 'teruna' dan 'laki-laki'. 'Teruna' adalah identitas jender mereka dalam konteks adat. Sedangkan 'lakilaki' merupakan identitas jender laki-laki mereka di luar konteks adat. Pemahaman identitas jender laki-laki mereka dihayati dari sisi fisik, karakter, dan perilaku mereka sebagai laki-laki. Ketiga subjek memahami ada banyak pihak yang membentuk mereka menjadi laki-laki dan atau teruna. Eka memandang keluarga sebagai faktor utama dalam proses pembentukan identitas jender lakilakinya. Dwi merasa pengaruh adat yang paling besar membentuk identitas jender laki-lakinya. Sedangkan Tri menekankan peran teman-teman laki-lakinya.

It is still few study of male gender identity on indigenous psychology perspective. Straight forward applied of western theories on local phenomena could lead bias. Tenganan Pegringsingan Village, Karangasem, Bali, is an ancient Balinese Village at the present moment, which is classifying its young men and women based on special organization called sekeha teruna (for young men) dan sekeha deha (for young women).
Objectives of this study are to describe subject's understanding about their male gender identity and the process of their male gender identity construction. These studies used eclectic approach by composing many theories of male gender identity and social learning theory?including ocialization and gender schema theory-as base theory.
Research is conducted with qualitative method, using indepth interview and study literature as data collection technique. Three young adult from Tenganan Pegringsingan Village were chosen purposively as participants.
Research findings show participants distinct their concept between 'teruna' and 'man'. 'Teruna' they define as their male gender identity in indigenous context. Otherwise, 'man' is their male jender identity out side indigenous context. They find their male gender identity in term masculine physic, trait, and behavior. Participants have recognize many factor have construct them become a man or teruna. Eka put his family as the main factor of his male gender identity construction. Dwi thought Tenganan Pegringsingan give biggest influence to himself. Meanwhile, Tri sees his friends are the main factor.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
305.3 PUT k
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ketut Ariawan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
TA3329
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>