Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193756 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sultan Falah Basyah
"Kewajiban negara untuk mengatur ketentuan mengenai suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik merupakan salah satu isi dari United Nations Convention against Corruption (UNCAC) 2003. Namun demikian, sebagai salah satu negara yang meratifikasi UNCAC, Indonesia belum mengatur mengenai ketentuan tersebut. Sementara Singapura melalui peraturan perundang-undanganya telah mengatur ketentuan tersebut sejak setengah abad yang lalu. Kebijakan hukum pidana Indonesia saat ini sedang berada dalam proses pembaharuan hukum pidana melalui pembentukan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Salah satu pembahasan dalam proses pembentukan RUU KUHP adalah ketentuan mengenai suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ketentuan mengenai suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik di Indonesia dan Singapura. Hasil perbandingan tersebut penting untuk memformulasikan pengaturan mengenai suap terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif dengan menitikberatkan pada pendekatan perbandingan dan pendekatan sosio-legal. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat dua opsi dalam memformulasikan pengaturan mengenai hal tersebut di Indonesia. Opsi pertama adalah dengan mengikuti pembahasan tentang isu ini yang pernah dilakukan dalam RUU KUHP. Opsi kedua adalah dengan mengikuti struktur dan model Prevention of Corruption Act (PCA) 1960 di Singapura. Namun, sebaiknya kedua opsi ini sama-sama dikaji terutama opsi kedua, karena Singapura sudah terbukti unggul dan menjadikannya salah satu negara dengan tingkat korupsi paling rendah di dunia.

The state's obligation to regulate bribery of foreign public officials and officials of public international organizations is one of the elements of the 2003 United Nations Convention against Corruption (UNCAC). Although Indonesia is a State Party to the UNCAC, it has not regulated it. Meanwhile, Singapore, through its laws and regulations, has regulated it since half a century ago. Indonesia's penal policy is currently in the process of reforming criminal law through the formation of the new Criminal Code Bill (RUU KUHP). One of the discussions in the process of drafting the new Criminal Code Bill is the provision regarding bribery of foreign public officials and officials of public international organizations. Hence, this study aims to compare the provisions regarding bribery of foreign public officials and officials of public international organizations in Indonesia and Singapore. The findings of the comparison will be crucial in order to formulate regulations regarding bribery of foreign public officials and officials of public international organizations in accordance with the conditions in Indonesia. This research applies juridical-normative approach highlighting several approaches namely comparative and socio-legal approaches. The findings of the study conclude that there are two options in formulating regulations regarding this matter in Indonesia. The first option is to follow the discussions on this subject that have been carried out in the Criminal Code Bill. The second option is to adopt the structure and the model of the 1960 Prevention of Corruption Act (PCA) in Singapore. Both options will be scrutinised especially the second option, because Singapore  has proven successfully to eradicate corruption and has made it one of the countries with the lowest levels of corruption in the world."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ismail Arif
"Penelitian ini mengkaji urgensi penerapan perampasan aset terhadap pejabat publik yang memiliki kekayaan yang tidak dapat dijelaskan (unexplained wealth) di Indonesia, dengan memperbandingkan mekanisme yang diterapkan di Australia dan Filipina. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan undang-undang, historis, dan komparatif. Di Australia, perampasan aset dilakukan melalui mekanisme Unexplained Wealth Order (UWO), yang memungkinkan penyelidikan dan perampasan aset yang tidak dapat dibuktikan asal-usulnya. Filipina, melalui Republic Act No. 1379, juga memiliki mekanisme perampasan untuk aset yang dianggap tidak sah atau tidak sesuai dengan pendapatan pejabat publik. Kedua negara ini menunjukkan bahwa perampasan aset NCB dapat menjadi instrumen efektif dalam mencegah dan menanggulangi praktik pengumpulan kekayaan yang tidak sah oleh pejabat publik. Perbandingan ini memberikan pelajaran penting bagi Indonesia, yang masih menghadapi tantangan dalam menanggulangi praktik pengumpulan kekayaan tidak sah di kalangan pejabat publik. Penelitian ini merekomendasikan penerapan model Unexplained Wealth Order (UWO) yang disesuaikan dengan konteks sistem hukum Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi atas ketidakjelasan asal-usul kekayaan pejabat publik dengan mekanisme perampasan yang adil, efektif, transparan, dan akuntabel.

This research examines the urgency of implementing asset forfeiture against public officials with unexplained wealth in Indonesia, by comparing mechanisms applied in Australia and the Philippines. The research employs doctrinal research methods with a legislative, historical, and comparative approach. In Australia, asset forfeiture is carried out through the Unexplained Wealth Order (UWO) mechanism, which enables the investigation and forfeiture of assets whose origins cannot be proven. The Philippines, through Republic Act No. 1379, also has a forfeiture mechanism for assets deemed unexplained or unlawfully acquired asset of public officials. Both countries demonstrate that NCB asset forfeiture can be an effective instrument in preventing and addressing the accumulation of unexplained wealth by public officials. This comparison provides valuable lessons for Indonesia, which continues to face challenges in addressing the unlawful accumulation of wealth among public officials. This research recommends the adoption of the Unexplained Wealth Order (UWO) model, adapted to the context of Indonesia’s legal system. It is expected that this model can offer a solution to the ambiguity surrounding the origins of public officials' wealth through a fair, effective, transparent, and accountable forfeiture mechanism."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Tongam Gilbert Leonardo
"ABSTRAK
Praktik makelar merupakan fenomena umum di Indonesia. Dampak negatifnya terhadap masyarakat juga dihadapi dengan masih adanya kebutuhan masyarakat akan praktik percaloan. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis-normatif dan bersifat eksploratif, penelitian ini mencoba menggali dampak-dampak yang ditimbulkan oleh praktik percaloan terhadap masyarakat dan apakah dampak tersebut cukup urgen untuk menjadikan percaloan sebagai tindak pidana. Hukum yang relevan dengan topik ini adalah KUHP dan KUHP. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik percaloan belum memiliki urgensi untuk dijadikan sebagai tindak pidana di Indonesia sehingga penanganannya sedapat mungkin dilakukan dengan upaya non penal yang melibatkan pemerintah dan masyarakat, namun dilakukan tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan upaya penal sebagai bentuk pencegahan.

ABSTRACT
The practice of brokering is a common phenomenon in Indonesia. The negative impact on the community is also faced by the community's need for brokering practices. By using research methods that are juridical-normative and exploratory, this study tries to explore the impacts of brokering practices on society and whether these impacts are urgent enough to make brokering a criminal act. The laws relevant to this topic are the Criminal Code and the Criminal Code. The results of this study conclude that the practice of brokering does not yet have urgency to be used as a criminal act in Indonesia so that its handling is carried out as far as possible with non-penal efforts involving the government and the community, but it is possible to use penal efforts as a form of prevention."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Scholastica Gerintya Saraswati
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kritik sosial terhadap
pejabat publik direpresentasikan dalam meme. Analisis teks menggunakan semiotika
Roland Barthes. Meme yang diteliti adalah meme yang membahas tentang pejabat publik,
mengandung kritik, dan populer pada kurun waktu tertentu. Analisis pembahasan
diperkuat dengan menggunakan konsep meme dan mitos dalam Barthes. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa media massa dianggap tidak lagi mampu menyuarakan kritik sosial,
sehingga masyarakat memanfaatkan meme sebagai media alternatif penyampaian kritik.
Temuan lainnya adalah bahwa mitos di dalam meme memperkuat gambaran pejabat di
benak masyarakat. Pemilihan dan penempatan teks di dalam meme adalah hasil dari
framing yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam upayanya untuk menyampaikan
kritik. Tanpa mitos, fungsi meme sebagai media penyampaian pesan tidak akan kuat.

ABSTRACT
The purpose of this research is to find out how social critics on public officials is
represented through a meme. Text analysis is done using Ronald Barthes' semiotics. The
memes being researched are the ones mentioning public officials, which contains critics,
and also popular within a certain period of time. The analysis discussion is then
strengthened by Barthes' concepts of meme and myth. The findings shows that mass
media is no longer considered capable of expressing social criticism, therefore the society
then uses memes as an alternative media to express their critics. Other findings suggest
that myths within memes strengthens the image of public officials in the minds of society.
The text selection and placement inside memes are a result of framings that are done by
certain parties in their effort to express critics."
2016
S65225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Dayinta Harumanti
"Skripsi ini membahas mengenai perkembangan teori restrictive sovereign immunity di dalam hukum internasional dan penerapannya terhadap imunitas pejabat publik. Penulis akan menganalisis tujuh putusan pengadilan dari beberapa negara dan pengadilan internasional yang menggunakan pendekatan imunitas yang terbatas di dalam dalil gugatan melawan negara di hadapan pengadilan asing. Analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan teori imunitas yang terbatas dan pengaturannya dengan meninjau perjanjian internasional dan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum kebiasaan internasional. Simpulan yang didapatkan menunjukkan bahwa adanya perubahan penerimaan pendekatan imunitas absolut menjadi pendekatan imunitas negara secara terbatas oleh berbagai putusan pengadilan nasional. Pembatasan imunitas negara didasarkan kepada dua tes, yaitu rationae personae dan rationae materiae. Praktik ini diterapkan secara konsisten di dalam praktik-praktik negara.

This thesis discusses the development of restrictive sovereign immunity under international law and its application to public official immunity. The author of this thesis analyses seven judgments of national courts and international tribunals regarding the use of restrictive sovereign immunity as the claimants motions to raise a civil actions against State before foreign courts. The analysis is based on literature studies concerning the development of restrictive sovereign immunity theory and how it is governed in customary international law, treaties and national laws. In conclusion, there has been a change of practice of national courts to accept the restrictive approach to immunity in numerous decisions. There are two limitations to this approach, namely rationae personae and rationae materiae. These limitations are consistently referred in the State practices."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Yuliama
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai bagaimana suatu kebijakan yang dibuat oleh Pejabat
Administrasi Pemerintahan dapat dikenai sanksi pidana. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian
menyarankan agar segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan. Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan, jika pejabat administrasi pemerintahan melakukan suatu kesalahan
atau pelanggaran, dapat dengan mudah dilihat apakah hal tersebut merupakan suatu
pelanggaran administrasi atau pelanggaran hukum sehingga tidak ada lagi pejabat
yang kebal hukum. Adanya sanksi pidana bagi pejabat administrasi pemerintahan
yang menyalahgunakan wewenangnya dalam mengambil suatu kebijakan, diharapkan
dapat membuat pejabat administrasi pemerintahan selalu menggunakan segenap
kemampuan intelektual dan keahliannya serta mengedepankan prinsip kehati-hatian
secara obyektif dan tanggung jawab dalam mengambil suatu kebijakan.

ABSTRACT
This thesis examines how a policy made by Governance Administration Official
could be subject to criminal sanctions. This study is a qualitative research with
normative juridical approach. The results of the study suggest that the Bill of
Governance Administration should pass immediately. With the law, if the governance
administration officials happen to make a mistake or violate the law, it is easy to
define whether it is an administrative or law violation, so there will be no more
officials are above the law. The criminal sanctions for governance administration
officials, who abuse their authority in making a policy, is expected to make them
always use all their intellectual abilities and expertise as well as to put forward
prudential principle objectively and responsibly."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T36874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhry Amin
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji tentang mekanisme pemberhentian Kepala Daerah sebagai pejabat publik oleh DPRD di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia dan permasalahan dalam proses pemberhentian Kepala Daerah yang dilakukan oleh DPRD sejak berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah serta memperbandingkan dengan proses impeachment untuk mendapatkan titik temu dalam persepsi yang selama ini berkembang bahwa pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD merupakan mekanisme impeachment, sebuah mekanisme pendakwaan untuk memberhentikan pejabat publik dari jabatannya yang berkembang di negara federal. Penelitian ini dikaji dengan melalui pendekatan yuridis-normatif. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis-historis dan yuridis-komparatif. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris sekaligus tetapi, dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada penelitian hukum normatif, sedangkan penelitian hukum empiris berfungsi sebagai informasi pendukung. Pendekatan yang bersifat yuridis-normatif tersebut akan dilakukan dengan mempergunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang dianalisis menggunakan silogisme dan interpretasi. Sementara itu, penelitian empiris dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui berbagai diskusi dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang mendalam di bidang hukum tata negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan mekanisme pemberhentian Kepala Daerah mengalami perubahan dari masa ke masa. Dalam perkembangannya, saat ini mekanisme yang hadir dalam ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bukanlah mekanisme “impeachment” karena desentralisasi yang tercipta di Indonesia bersifat “desentralisasi eksekutif”, sehingga dalam proses pemberhentian tersebut tidak melibatkan lembaga legislatif, tetapi lembaga pembuat kebijakan yang dikenal dengan istilah “council” di Inggris yang mirip dengan peran DPRD di Indonesia saat ini. Selain itu, mekanisme “Pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD” belum secara rinci diatur di dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah dewasa ini, termasuk dalam hal beracara di Mahkamah Agung. Oleh karena itu, untuk menjamin asas keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, sekiranya apabila dilakukan revisi terhadap Undang-undang Pemerintahan Daerah mekanisme “Pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD” harus diatur lebih rinci lagi di dalam Undang-Undang.

ABSTRACT
This thesis examines the mechanisms "Dismissal of Head of region as public officials by (DPRD/council) in Indonesian" in legislation ever prevailing in Indonesia and the problems in the dismissal process conducted by the Regional Council since enactment the "Act Number 32 of 2004 on Regional Government" as well as to compare with the "impeachment" process to get a common ground in which during the growing perception that the dismissal of the Head of the Regional Council is the mechanism by "impeachment", a mechanism to suspend the prosecution of public officials from office that developed in the federal state. This study examined the juridical-normative approach. In addition, this study also uses juridical-historical and juridical-comparative. The method used in the study are normative legal research methods and empirical legal research methods as well but, in this study is more focused on normative legal research, while empirical legal research serves as supporting information. Approach juridical-normative will be done by means of primary legal materials, legal materials secondary, tertiary and legal materials were analyzed using "syllogisms" and "interpretation". Meanwhile, empirical research in this study was done by collecting data through various discussions with the parties who have the competence and in-depth knowledge in the field of constitutional law.
The results showed that the developmental mechanism dismissal Regional Head amended from time to time. During its development, the current mechanism is present in the provisions of "Act Number 32 of 2004 on Regional Government" is not a mechanism of "impeachment" because decentralization created in Indonesia is "decentralized executive", resulting in the dismissal process does not involve the legislature, but the policy-making body, known by the term "council" in the English country which is similar to the role "DPRD" in Indonesia today. In addition, the mechanism of "Dismissal Regional Head by (DPRD/Council)" has not been regulated in detail in the Local Government Act today, including in the case of proceedings in the Supreme Court. Therefore, to ensure fairness, expediency and legal certainty, in case if the revision of the Local Government Act mechanism "Dismissal Regional Head by (DPRD/Council)" shall be regulated in more detail in the Act."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Yudistira
"Tulisan ini membahas bagaimana klaim yang terbentuk dari pernyataan pejabat publik terkait perintah tembak di tempat terhadap pengedar narkoba. Perintah tersebut muncul sebagai upaya pemberantasan narkoba berdasarkan agenda prioritas nasional dan sebuah kondisi yang disebut "darurat narkoba". Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada aparat hukum untuk menembak di tempat para pengedar narkoba, perintah inipun didukung Kapolri Tito Karnavian dan Kepala BNN Budi Waseso. Melalui proses claims-making, pernyataan ketiga pejabat publik dilihat berdasarkan kondisi yang dianggap bermasalah, bagaimana klaim ditekankan kepada audiens, mendefinisikan strategi untuk mengatasi masalah, dan memobilisasi dukungan terkait klaim yang dibentuk. Ketiga pejabat publik mengklaim keberadaan pengedar narkoba sebagai penyebab kondisi darurat narkoba dengan memberi label kepada mereka. Perintah tembak di tempat merupakan tindakan yang bersifat drastis untuk mengatasi masalah narkoba yang juga dibentuk secara drastis oleh Joko Widodo, Tito Karnavian, dan Budi Waseso. Melalui pernyataan terkait perintah tembak di tempat, upaya pemberantasan narkoba dilakukan melalui pembentukan ketakutan dan efek gentar kepada para pengedar narkoba. Pernyataan tersebut juga dilihat sebagai upaya Presiden untuk mencapai tujuan yang bersifat politik.

This paper discusses how claims are made from public officials statements regarding shoot-on-sight orders againts drug dealers. The order emanates from drug-fighting effort based on a national priority agenda and a condition called "drug emergency". The Indonesian government, through The President Joko Widodo, instructed the law enforcement officers to shoot at drug dealers, which was supported by Chief of Police Tito Karnavian and Head of Anti-Narcotics National Agency Budi Waseso. Through the claims-making process, the statements of the three public officials are viewed based on the perceived problematic conditions, how the claims are presenting to the audience, defining the strategy to address the problem, and mobilizing support related to the established claims. The three public officials claim the existence of drug dealers as a cause of emergency drugs condition by labeling them. Shoot-on-sight order are drastic actions that are to takcle drug problem which also created drastically by Joko Widodo, Tito Karnavian, and Budi Waseso. Through shoot-on-sight statements, drug eradication efforts are done through creating the fear and dither effect to drug dealers. Those statements was also seen as the President rsquo;s attempt to achieve political goal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arneta Raisha Nanako
"Penyelenggara Negara dan Pejabat Publik sebagai Subjek Data Pribadi wajib melaporkan kekayaan mereka melalui Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN). Subjek Data Pribadi wajib melaporkan harta kekayaan mereka melalui LHKPN yang dikelola oleh Pemerintah. Permasalahan timbul ketika Pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan transparansi atas informasi publik untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan berdasarkan UU KIP. Namun, di sisi lain Pemerintah sebagai Pengendali Data Pribadi wajib untuk melindungi kerahasiaan Data Pribadi yang dikumpulkannya. Pelindungan dan kerahasiaan Data Pribadi subjeknya harus dijaga dengan ketat untuk mencegah penyebaran yang berpotensi membahayakan Penyelenggara Negara dan Pejabat Publik, jika infromasi pribadi tersebut tidak dijaga kerahasiaannya, maka akan berpotensi terjadinya doxing yang membahayakan Penyelenggara Negara. Doxing adalah kegiatan menyebarkan informasi seseorang secara sengaja dengan niat jahat. Penelitian ini akan menganalisis perbuatan doxing yang ditinjau berdasarkan prinsip keterbukaan informasi berdasarkan norma hukum Indonesia dan bagaimana implementasi hukumnya. Penelitian ini akan mengkaji2 (dua) permasalahan, yaitu tinjauan pelaporan LHKPN tercakup sebagai pengecualian dari kewajiban pemrosesan data pribadi dalam UU PDP serta bentuk pertanggungjawaban pelaku doxing terhadap Pejabat Publik dan Penyelenggara Negara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal yang berfokus dalam peraturan terutama peraturan terkait Pelindungan Data Pribadi dan Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaporan dan pengunggahan informasi pribadi milik Penyelenggara Negara dan Pejabat Publik melalui  LHKPN tidak dikecualikan dalam UU PDP. Meskipun terdapat pengecualian perlindungan Data Pribadi dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) UU PDP, doxing terhadap Pejabat Publik dan Penyelenggara Negara tidak termasuk ke dalam pengecualian-pengecualian tersebut. Melalui penelitian dengan metode penelitian doktrinal ini, dapat disimpulkan bahwa, Pejabat Publik dan Penyelenggara Negara berhak menuntut implementasi hak-hak mereka sesuai dengan UU PDP. Penelitian juga mengungkapkan pertanggungjawaban terhadap doxing terhadap Penyelenggara Negara dan Pejabat Publik tanpa persetujuan yang diatur dalam UU ITE, UU PDP, dan UU KIP

State Organizers and Public Officials as Personal Data Subjects are required to report their wealth through the State Asset Report (LHKPN). Personal Data Subjects are required to report their wealth through the LHKPN managed by the Government. Problems arise when the Government has an obligation to make public information transparent to realize a transparent government based on the KIP Law. However, on the other hand, the Government as the Controller of Personal Data is obliged to protect the confidentiality of the Personal Data it collects. The protection and confidentiality of the subject's Personal Data must be strictly maintained to prevent dissemination that could potentially endanger State Administrators and Public Officials, if the personal information is not kept confidential, it will potentially cause doxing which endangers State Administrators. Doxing is the act of intentionally spreading someone's information with malicious intent. This research will analyze the act of doxing based on the principle of information disclosure based on Indonesian legal norms and how the legal implementation is. This research will examine 2 (two) issues, namely the review of LHKPN reporting included as an exception to the obligation to process personal data in the PDP Law and the form of liability of doxing perpetrators against Public Officials and State Organizers in Indonesia. The research method used is doctrinal which focuses on regulations, especially regulations related to Personal Data Protection and Public Information Disclosure in Indonesia. The results of the study concluded that the reporting and uploading of personal information belonging to State Organizers and Public Officials through LHKPN is not excluded in the PDP Law. Although there are exceptions to the protection of Personal Data in Article 50 paragraph (1) of the PDP Law, doxing of Public Officials and State Officials is not included in these exceptions. Through this doctrinal research method, it can be concluded that Public Officials and State Administrators are entitled to demand the implementation of their rights in accordance with the PDP Law. The research also reveals the liability for doxing State Officials and Public Officials without consent regulated in the ITE Law, PDP Law, and KIP Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Azkia Rahmadhani
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kebijakan seleksi terbuka pejabat publik dan kinerja pelayanan sektor publik. Selain itu, beberapa faktor pendukung pelayanan publik juga digunakan untuk menganalisis penelitian ini. Analisis dilakukang pada instansi pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam periode tahun 2018-2021. Metode estimasi yang digunakan pada penelitian ini yakni dengan model data panel menggunakan metode Maximum Likelihood yaitu Panel Tobit. Dari hasil analisis diketahui bahwa pelaksanaan seleksi terbuka pejabat publik berhubungan positif dan signifikan serta mampu meningkatkan kinerja pelayanan sektor publik. Variabel lainnya yang digunakan juga signifikan mempengaruhi kinerja pelayanan sektor publik secara positif yaitu regulasi berupa SOP pelayanan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan pegawai dan fasilitas penunjang pelayanan.

This study aims to analyze the relationship between the policy of open selection of public officials and the performance of public sector services. In addition, several factors supporting public services are also used to analyze this research. The analysis was carried out on provincial, district and city government agencies in the period 2018-2021. The estimation method used in this study is the panel data model using the Maximum Likelihood method, namely the Tobit Panel. From the results of the analysis, it is known that the implementation of the open selection of public officials has a positive and significant relationship and is able to improve the performance of public sector services. Other variables used also significantly affect the performance of public sector services positively, namely regulations in the form of service SOPs, income levels, employee education levels and service support facilities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>