Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114153 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Samuel Tua Parulian Putera
"Dalam rangka menanggulangi dampak timbulnya pandemi COVID-19 di sektor ekonomi, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, yang kemudiannya ditetapkan menjadi Undang-Undang (“UU 2/2020”). Dalam UU 2/2020 tersebut, Pemerintah menyatakan beberapa norma hukum di dalam 12 (dua belas) undang-undang lain tidak berlaku secara sementara, tanpa mencabutnya. Walaupun fenomena tersebut sesungguhnya belum resmi dikenal dalam sistem pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, akan tetapi sesungguhnya telah sering diterapkan dalam proses legislasi di berbagai negara lain. Melalui metode penelitian normatif-yuridis serta berbagai bahan kepustakaan, penelitian dalam Skripsi ini membahas tentang fenomena tersebut, yang selanjutnya disebut sebagai ‘pembekuan peraturan perundang-undangan’, yakni suatu metode penghilangan daya guna norma hukum tanpa menghilangkan daya lakunya. Pembekuan peraturan perundang-undangan ini sendiri juga merupakan salah satu bagian dalam metode legislasi sunset clause—sehingga karenanya hanya bersifat sementara—berlaku sampai dengan habisnya masa kadaluwarsa ketentuan tersebut. Akan tetapi dalam penerapannya, UU 2/2020 tidak sepenuhnya sesuai dengan asas-asas hukum yang diharuskan dalam membentuk ketentuan pembekuan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Skripsi ini tidak hanya hadir sebagai upaya menjelaskan dan menjernihkan kedudukan penerapan metode pembekuan peraturan perundang-undangan dalam sistem pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, tetapi juga menganalisis kesesuaian antara metode pembekuan peraturan perundang-undangan dengan berbagai masalah yang ada pada penerapannya dalam UU 2/2020—termasuk masalah lainnya setelah Mahkamah Konstitusi menilai konstitusionalitas Undang-Undang tersebut.

In response to the impact of the COVID-19 pandemic—especially in the economic sector—the Indonesian Government stipulated the Law on the state financial policy and preserving the financial stability system in handling the COVID-19 pandemic, facing threats to the national economy, and/or for maintaining the financial system stability—also known as ‘UU 2/2020’. In this legislation, the Government manages to suspend several norms in 12 (twelve) other undang-undang without repealing them. Although this phenomenon is not yet recognised in the Indonesian legislation system, it has often been applied in other legislation systems across the globe. Through a normative-juridical study method—which was sourced from various bibliographic materials—this Thesis discusses the phenomenon (hereinafter referred to as ‘the petrification of the legislation’), a method of eliminating the efficacy of norms without repealing their validity. The petrification of legislation is temporary with the use sunset clauses method; the provision of the petrification norms itself is only in force until they are expired. However, in the petrification method applied in the case study, there have been several problems arising after the commencement of the UU 2/2020, caused by its flawed application that is not in accordance with the principle of the legislation itself—especially the principles of the legislation petrification method. Therefore, this Thesis does not stop at explaining and clarifying the legislation petrification method in Indonesia, but also analyses the compatibility between the legislation petrification method and its application in the UU 2/2020—including other problems which emerged after the Indonesian Constitutional Court (Mahkamah Konstitusi) had delivered a verdict regarding the UU 2/2020."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasongko Soeparno
"In 2020, the Covid-19 pandemic brought down the economies of countries around the world, including Indonesia. To overcome this crisis, President Joko Widodo enacted Government Regulation in lieu of Laws No.1 of 2020, which currently has become Law No. 2/2020 concerning State Financial Policies and FinancialSystem Stability for Handling the Covid-19 Pandemic and/or in the context of facing threats that endanger the national economy and/or financial systemstability. This Law was designed to deal with the financial system crisis caused byCovid-19. However, some views that this Law contained issues that influences the independence of Bank Indonesia. One aspect that touches the independence of Bank Indonesia in this regulation is related to the purchase of long-term Government Bonds on the Primary Market by Bank Indonesia for the Government
to conduct the fiscal policies and the PEN Program. Bank Indonesia also funds the state budget deficit through printing money for the Government. The Financial System Stability Committee, which includes the Minister of Finance as coordinator and Bank Indonesia as a member, has a substantial role in Law No. 2 Year 2020. In this regard, economists and experts believe that there has been intervention by the Government against Bank Indonesia’s independence in this
pandemic. At the same time, it can also be said that this policy aims to stabilize
the financial system due to the Covid-19 pandemic. The normative juridical
research method was used in this thesis to analyze how does Law No. 2 Year 2020 influences Bank Indonesia’s independence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Heri Perdana
"Kebijakan keuangan Negara darurat Pandemi COVID-19, seharusnya dilaksanakan secara transparan dan akuntabel meskipun dilaksanakan dalam keadaan darurat dan terbatas. Hal ini disebabkan keuangan Negara merupakan sektor yang harus dikelola dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan mekanisme Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis karakter hukum dan mekanisme kebijakan keuangan Negara darurat pada masa pandemi COVID-19, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 Sebagaimana Ditetapkan Menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.Berdasarkan kajian dan analisis atas peraturan yang berlaku, ditemukan bahwa karakter hukum dalam kebijakan keuangan Negara darurat berbeda dengan kebijakan pada umumnya.Karakter hukum pada sektor keuangan Negara darurat, membuat Pemerintah dapat mengeluarkan kebutuhan anggaran belanja Negara terlebih dahulu, yang kemudian diusulkan pada rancangan perubahan APBN dan atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran sebagai bentuk Pembahasan Pemerintah atas Hak Budget lembaga legislatif. Dalam kondisi tidak normal sekalipun pemerintah berkewajiban melaksanakan fungsi pemerintahanya secara baik dan efektif sehingga dibutuhkankonsep baku kedaruratan yang mengatur protokol mitigasi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara dalam keadaan darurat, melalui penguatan peran pengendalian internal Pemerintah yang dapat mencegah dan mendeteksi secara cepat atas potensi penyalahgunaan anggaran Negara

The state financial policy of the COVID-19 pandemic emergency, should be implemented in a transparent and accountable manner even though it is carried out in an emergency and limited manner. This is because State finances are a sector that must be managed and accounted for in accordance with the mechanism of the 1945 Constitution. By using normative juridical research methods, this study is intended to analyze the legal character and mechanism of emergency State financial policies during the COVID-19 pandemic, based on Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) Number 1 of 2020 As Stipulated as Law Number 2 of 2020. Based on a study and analysis of the applicable regulations, it was found that the legal character of the emergency State financial policy is different from the policy in general. The legal character of the emergency State financial sector allows the Government to issue the needs of the State budget first, which is then proposed in the draft amendment to the APBN and or submitted in the budget realization report as a form of Government Discussion on Budget Rights of the legislature. Even in abnormal conditions, the government is obliged to carry out its government functions properly and effectively so that a standard emergency concept is needed that regulates the mitigation protocol for managing and accounting for State finances in an emergency, through strengthening the role of the Government's internal control which can prevent and detect quickly the potential misuse of the State budget"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sipayung, Iwan Yohannes
"ABSTRAK Adanya kegiatan organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 membuat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dirasa tidak lagi memadai untuk mencegah kegiatan Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 memiliki banyak kelemahan substansial dalam pembentukannya Pertama, tidak adanya check and balances dalam penerapan sanksi pembubaran organisasi kemasyarakatan yang tanpa prinsip due process of law. Kedua, argumentasi penggunaan asas contrarius actus oleh pemerintah yang menganggap penerapan asas contrarius actus yang ditujukan kepada suatu ormas seharusnya tidak sekedar berhubungan dengan keabsahan administratif, tetapi juga membentuk subyek hukum baru Ketiga, pembatasan terhadap kemerdekaan berserikat kontradiktif dengan jaminan dalam deklarasi universal hak asasi manusia, undang-undang hak asasi manusia, dan konstitusi. Mekanisme Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dalam UU Nomor 16 Tahun 2017 yang tanpa melalui due process of law menciderai prinsip negara Indonesia sebagai negara yang berdasaran atas hukum dan pada gilirannya dapat mengganggu bukan saja relasi eksekutif dan legislatif tetapi juga penyalahgunaan kekuasaan dan kualitas putusan yang merugikan rakyat.

ABSTRACT
The existence of social organization activities that contradict Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia made the Government issue Law Number 16 of 2017 concerning the stipulation of Government Regulation in Lieu of Law Number 2 Year 2017 concerning Amendments to Law Number 17 of 2013 concerning Community Organizations. Law Number 17 of 2013 is deemed no longer sufficient to prevent the activities of social organizations that are in conflict with Pancasila and the 1945 Constitution. Law Number 16 of 2017 has many substantial weaknesses in its formation. First, the absence of checks and balances in the application of dissolution sanctions. community organizations without the principle of due process of law. Secondly, the argumentation of the use of the contrarius actus principle by the government which considers the application of the contrarius actus principle addressed to a mass organization should not only relate to administrative validity, but also form the subject of a new law. human rights law, and constitution. Mechanism for Dissolution of Community Organizations in Law Number. 16 of 2017 which without due process of law violates the principle of the Indonesian state as a state that is based on law and in turn can disrupt not only the executive and legislative relations but also the abuse of power and quality of decisions that are detrimental to the people.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cicilia Alda Violetta
"Dalam proses penyebarluasan dan partisipasi masyarakat, belum benar-benar melibatkan Penyandang Disabilitas. Hal ini terkait pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011. Pengesahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menuai pro dan kontra. Kritik terhadap Undang-Undang ini menyasar pada aspek formil dan materiil. Selain soal substansi yang kontroversial dan penggunaan perspektif yang tidak seimbang dalam memandang permasalahan dan merumuskan solusi, minimnya pelibatan publik, terkhusus golongan masyarakat Penyandang Disabilitas juga menjadi sasaran kritik atas proses pembentukan Undang-Undang ini. Proses penyebarluasan dan keikutsertaan partisipasi masyarakat seharusnya merata kepada setiap kelompok, termasuk kelompok Penyandang Disabilitas di dalamnya. Hal ini dikarenakan, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan penerapan prinsip-prinsip Convention on the Rights of Person with Disabilities, berbicara mengenai pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas dalam proses penyebarluasan dan partisipasi masyarakat pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Konvensi ini sendiri merupakan konvensi yang memuat kedaulatan atas penyandang disabilitas guna menunjukkan kesunggukan atas perlindungan terhadap hak mereka, memastikan semua penyandang disabilitas dapat menikmati semua hak dasar manusia dan kebebasan yang fundamental.

Regarding the dissemination and public participation process, Persons with Disabilities have not been involved. It is related to the making of Legislation, which includes the stages of planning, preparation, discussion, ratification or stipulation, and promulgation as stipulated in Law No. 12 of 2011. The ratification of Law Number 11 of 2020 on Job Creation has drawn pros and cons. Criticism of this law targets the formal and material aspects. Apart from the controversial substance and the use of unbalanced perspectives in looking at problems and formulating solutions, the lack of public involvement, especially for people with disabilities, has also become a target of criticism for forming this Law. The process of dissemination and participation of public participation should be evenly distributed to every group, including people with disabilities. It is because, under the mandate of Law No. 12 of 201 concerning the Formation of Legislation and the application of the principles of the Convention on the Rights of Persons with Disabilities, it talks about the fulfillment of the rights of Persons with Disabilities in the process of dissemination and public participation in the formation of Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation. This convention contains sovereignty over persons with disabilities to show seriousness about protecting their rights, ensuring that all persons with disabilities can enjoy all basic human rights and fundamental freedoms."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Demetrio Reinhart Priono
"Penerapan sanksi pidana denda atas pelanggaran hukum memiliki sejarah panjang, di mana setiap peradaban dan budaya memiliki bentuk hukuman sendiri untuk pelanggaran hukum. Pemidanaan, yang identik dengan pemberian hukuman, mengacu pada penderitaan yang sengaja diberikan kepada individu yang melanggar hukum, sebagaimana didefinisikan oleh para ahli hukum. Penelitian ini mengkaji penerapan pidana denda dalam tindak pidana persaingan usaha di Indonesia setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pidana denda sebagai instrumen hukum dalam menegakkan persaingan usaha yang sehat serta implikasi hukum dari perubahan regulasi tersebut. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 telah menyebabkan dekriminalisasi terhadap beberapa tindak pidana persaingan usaha, mengalihkan pendekatan dari penegakan pidana ke penegakan administratif. Dekriminalisasi ini bermasalah karena berpotensi mengurangi efek jera yang dapat diberikan oleh sanksi pidana, termasuk denda. Penegakan pidana yang efektif dapat memiliki efek jera yang signifikan terhadap pelanggar, seperti yang dibuktikan oleh praktik di yurisdiksi lain seperti Amerika Serikat. Potensi denda sebagai alat penegakan hukum yang kuat belum sepenuhnya dioptimalkan dalam kerangka regulasi baru ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, pendekatan penegakan hukum pidana dalam persaingan usaha telah bergeser, lebih memilih penegakan administratif daripada sanksi pidana. Dekriminalisasi ini dianggap kurang menguntungkan karena penegakan pidana yang efektif, termasuk denda, dapat memberikan efek jera yang signifikan, seperti yang dibuktikan oleh praktik di Amerika Serikat. Selain itu, potensi denda sebagai alat penegakan hukum yang kuat belum sepenuhnya dioptimalkan. Rekomendasi penelitian ini termasuk tinjauan lebih mendalam oleh pemerintah mengenai potensi re-kriminalisasi terhadap tindak pidana persaingan usaha yang serius, terutama kartel hardcore seperti penetapan harga, pembatasan produksi, dan pembagian pasar. Selain itu, perlu ada evaluasi mekanisme saat ini untuk menghitung denda dan menghapus batas maksimum denda untuk meningkatkan kepatuhan dan menciptakan lingkungan usaha yang lebih kompetitif dan adil di Indonesia.

The imposition of criminal fines for legal violations has a long history, with each civilization and culture having its own forms of punishment for such violations. Penalization, synonymous with sentencing, refers to the suffering intentionally imposed on individuals who break the law, as defined by legal experts. This study examines the application of criminal fines in business competition offenses in Indonesia following the enactment of Law No. 6 of 2023, which established the Government Regulation in Lieu of Law No. 2 of 2022 on Job Creation as law. The research aims to analyze the effectiveness of criminal fines as a legal instrument in enforcing fair business competition and the legal implications of the regulatory changes. The method used is normative juridical with a legislative and case study approach. The enactment of Law No. 6 of 2023 has led to the decriminalization of certain business competition offenses, shifting the approach from criminal enforcement to administrative enforcement. This decriminalization is problematic as it potentially reduces the deterrent effect that criminal sanctions, including fines, can provide. Effective criminal enforcement can have a significant deterrent effect on violators, as evidenced by practices in other jurisdictions such as the United States. The potential of fines as a powerful enforcement tool has not been fully optimized under the new regulatory framework. The study concludes that since the enactment of Law No. 6 of 2023, the approach to criminal law enforcement in business competition has shifted, favoring administrative enforcement over criminal penalties. This decriminalization is considered less favorable because effective criminal enforcement, including fines, can provide a significant deterrent effect, as evidenced by practices in the United States. Moreover, the potential of fines as a powerful enforcement tool has not been fully optimized. The study's recommendations include a deeper review by the government regarding the potential re-criminalization of serious business competition offenses, especially hardcore cartels such as price-fixing, production limitations, and market division. Additionally, there should be an evaluation of the current mechanisms for calculating fines and removing maximum fine limits to enhance compliance and create a more competitive and fair business environment in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghifari Alsof Farhan
"Skripsi ini membahas mengenai tujuan paten sebagai sarana alih teknologi sebagaimana hal tersebut termaktub dalam Pasal 7 The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement (TRIPs Agreement). Namun terdapat sebuah polemik dalam pengaturan paten di Indonesia mengenai ketentuan Pasal 107 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Terdapat pro dan kontra atas terbitnya pasal tersebut, bahwa berdasarkan pasal 107 ayat 2 mengenai pelaksanaan kewajiban invensi berupa importasi dapat menghambat terciptanya alih teknologi bagi Indonesia namun disaat yang sama hal tersebut dapat memberikan kemudahan berusaha bagi pemegang paten. Oleh karenanya penulis melakukan penelitian yang dilakukan dengan metode yuridis normatif dan menghasilkan penelitian yang berbentuk komparatif deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan Pasal 107 ayat 2 tidak maksimal dalam menjamin adanya kontribusi dalam peningkatan inovasi, transfer, dan diseminasi teknologi, belum mencerminkan keutungan bersama bagi pemegang paten dan pengguna pengetahuan teknologi serta cara yang kondusif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi, dan ketentuan tersebut telah mencerminkan keseimbangan dan kewajiban pemegang paten dalam rangka terhindarnya dari penyalahgunaan atas hak eksklusif yang berlebihan.

This thesis discusses the purpose of patents as a means of technology transfer as stated in Article 7 of the Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement (TRIPs Agreement). However, there is a polemic in the regulation of patents in Indonesia regarding the provisions of Article 107 point 2 of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation. There are pros and cons to the issuance of this article, that based on Article 107 point 2 regarding the implementation of the obligation of an invention in the form of importation, it can hinder the creation of technology transfer for Indonesia, but at the same time it can provide business convenience for patent holders. Therefore, the authors conducted research conducted with normative juridical methods and produced research in the form of comparative descriptive analytical. The results of this study indicate that the provisions of Article 107 point 2 are not maximal in guaranteeing a contribution to increasing innovation, transfer and dissemination of technology, do not reflect mutual benefits for patent holders and users of technology knowledge and ways that are conducive to social and economic welfare, This reflects the balance and obligations of the patent holder in order to prevent excessive abuse of exclusive rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Chyntia Djabu
"Penelitian ini membahas tentang kelalaian yang dilakukan oleh Notaris dalam hal pembacaan akta yang tidak dilakukan oleh Notaris melainkan oleh pegawai kantornya kepada para penghadap dan ketidakhadiran saksi pada saat penandatanganan akta. Sehingga perbuatan notaris tersebut mengakibatkan ketidaktahuan akan isi akta yang ditandatanganinya dan berujung pada perkara perdata. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai dampak hukum terhadap Notaris yang membuat akta tidak sesuai dengan tata cara dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan perubahannya serta keabsahan Akta Pengakuan Hutang yang proses pembuatannya pembuatannya tidak sesuai dengan Akta Jabatan Notaris. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan studi kasus dengan tipologi penelitian eksplanatori, metode analisis data kualitatif dengan membandingkan kasus-kasus yang memiliki unsur masalah yang sama mengenai akta yang belum dibaca dan hasil penelitian analisis deskriptif. Hasil penelitian ini adalah Notaris yang tidak membacakan akta yang dibuatnya kepada para penghadap telah melanggar ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf (m) Undang-Undang Jabatan Notaris dan tidak diberikan penyuluhan hukum dalam proses pembuatannya. akta tersebut telah melanggar Pasal 15 ayat 2 huruf (e) UUJN dan karena perbuatannya Notaris dapat dijerat sebagai turut tergugat dan dapat dipidana pemberhentian sementara dan atas pelanggaran yang dilakukannya, kekuatan pembuktian akta pengakuan utang yang dibuat Notaris tidak sempurna dan terdegradasi menjadi akta di bawah tangan dan hilangnya kekuasaan pelaksana atas akta tersebut karena tidak dipenuhinya persyaratan mengenai pembacaan akta dan kehadiran saksi. Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, agar tidak terjadi perkara perdata atas produk hukum yang dihasilkannya.

This study discusses the violations committed by the Notary in terms of reading the deed which was carried out not by the Notary but by his office employees to the appearers and the absence of witnesses at the time of signing the deed. So that the notary's actions lead to ignorance of the face of the contents of the deed he signed and lead to civil cases. The problem that is taken is regarding the legal impact on the Notary which makes the deed not in accordance with the procedures in the Law on Notary Positions and the validity of the Deed of Recognition of Debt which the process of making is not in accordance with the Notary Position Act. To answer these two problems, a normative juridical research method with an explanatory research typology was used, and a qualitative data analysis method with descriptive analysis research results. The result of this research is that the Notary who does not read the deed he made to the appearers has violated the provisions of Article 16 paragraph 1 letter (m) of the Notary Position Act and because of his actions the Notary can be sanctioned and for the violation he has committed, the power of proof of the deed Authentic that he made was not perfect and was degraded into a deed under the hand. Notary in carrying out his position must apply the precautionary principle, so that there are no civil cases for the legal products they produces."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juanda
"Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 sebagai langkah kebijakan untuk menanggulangi situasi darurat kesehatan masyarakat dari penyakit Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Perppu ini berisikan kebijakan pemerintah yang mengesampingkan beberapa aturan-aturan keuangan negara, salah satunya mengenai batasan defisit anggaran. Langkah Presiden ini menimbulkan pertanyaan mengapa tidak menempuh pengusulan perubahan APBN terlebih dahulu, mengapa Perppu bisa menentukan defisit APBN, dan bagaimana implikasi defisit anggaran yang melebih batas terhadap risiko fiskal. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yakni mengacu pada norma hukum peraturan perundang-undangan, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dan hasilnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Presiden mengimplementasi kewenangannya sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara menerbitkan perppu agar pelaksanaan APBN dan roda pemerintahan pemerintahan dapat berjalan di masa darurat. Perppu mengubah ketentuan batas defisit anggaran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebab memiliki kedudukan yang sama dengan UU. Peningkatan defisit anggaran berimplikasi pada risiko fiskal yang memberikan tekanan pada fiskal dan mempersempit ruang bagi pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan fiskal sehingga berpotensi menurunkan kemampuan fiskal dalam menjaga kesinambungan keuangan negara. Saran bagi Pemerintah dalam membuat aturan dan kebijakan pelaksanaan dari perppu harus diikuti pengawasan yang baik untuk memastikan penyaluran dana dapat mencapai tujuan. Bagi DPR RI perlu mempersingkat tahapan pembahasan APBN Perubahan di masa darurat. Undang-undang tentang keuangan negara perlu direvisi terkait ketentuan mengenai keuangan negara pada saat keadaan darurat

The President of the Republic of Indonesia Joko Widodo issued Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) Number 1 of 2020 as a policy step to tackle a public health emergency situation from Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). This Perppu contains government policies that override several regulations on state finances, one of which is about limiting the budget deficit. The President's move raises the question of why he did not propose amendments to the APBN first, why the Perppu can determine the APBN deficit, and what is the implication of a budget deficit that exceeds the limit on fiscal risk. This study uses a normative juridical approach, which refers to the legal norms of legislation, with descriptive analytical research specifications and the results are analyzed qualitatively. The results showed that in an emergency situation the time available is very short and requires extraordinary policies. The President implements his authority as the holder of government power and the management of state finances to issue a perppu so that the implementation of the APBN and the wheels of government administration can run in emergency state. The Perppu changes the budget deficit limit provisions regulated in Law Number 17 of 2003 concerning State Finance because it has the same position as the Law. An increase in the budget deficit has implications for fiscal risk that puts pressure on the fiscal and narrows the space for the government to make fiscal policies so that it has the potential to reduce fiscal capacity in maintaining the sustainability of state finances. Advice for the Government in making rules and implementation policies of the Perppu must be followed by good supervision to ensure that the distribution of funds can achieve its goals. For the DPR RI, it is necessary to shorten the stages of discussing the Revised APBN in the emergency period. The law on state finance needs to be revised in relation to provisions regarding state finances in times of emergency"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Najib Ibrahim
"Tesis ini membahas tentang pembekuan dan pembubaran organisasi kemasyarakatan sebagai upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan negara bagi hak asasi warga negara. Wacana pembubaran organisasi masyarakat ini muncul sebagai reaksi terhadap berbagai macam aksi kekerasan yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan. Sejauh ini, pembekuan dan pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia diatur melalui Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985, yang dinilai telah tidak sesuai lagi, karena dapat mengancam kebebasan berserikat dan tidak sesuai dengan prinsip negara hukum serta demokrasi. Oleh karena itu, pembekuan dan pembubaran organisasi kemasyarakatan tidak dilakukan oleh pemerintah, tetapi melalui proses peradilan. Proses peradilan yang dinilai berkompeten untuk memutuskan pembekuan dan pembubaran adalah Mahkamah Konstitusi, sesuai dengan fungsinya menafsirkan dan menjaga konstitusi.

This thesis discusses the deactivation and dissolution of civil society organizations as a means of protection, respect, and fulfillment of state for the rights of citizens. Discourse of the dissolution of this civil society organizations emerged as a reaction to the various acts of violence carried out by civil society organizations. So far, deactivation and dissolution of civil society organizations in Indonesia are regulated by Law Number 8/1985 on Civil Society Organizations and Government Regulation Number 18/1986 on the Implementation of Law Number 8/1985, which have been regarded as no longer appropriate, because it can threaten the freedom association and not in accordance with the rule of law and democracy. Therefore, deactivation and dissolution of civil society organizations is not done by the government, but through the judicial process. Judicial process is considered competent to decide on clotting and dissolution of the Constitutional Court, in accordance with its function to interpret and to guardian of the constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28610
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>