Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36745 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutia Nurfaozi
"Titanium dioksida (TiO2) adalah fotokatalis yang paling banyak dipelajari dengan sifat semikonduktor tipe-n karena efisiensi tinggi, stabilitas, non-toksik, biaya rendah, kelimpahan dialam, dan sintesis mudah. Keterbatasan TiO2 yang memiliki band gap lebar menyebabkan TiO2 hanya aktif pada sinar UV sehingga berefek pada aktivitas fotokatalitiknya. TiO2 hitam dengan celah pita yang menyempit sehingga memperluas penyerapan penuh spektrum sinar matahari dan mendorong peningkatan aktivitas fotokatalitik, dengan memperkenalkan gangguan permukaan pada TiO2. Pengembangan fotoanoda black TiO2 nanotube array (BTNA) yang didoping Ni menghadirkan sejumlah besar Ti3+ dan kekosongan oksigen, yang memastikan kemampuan tinggi menyerap cahaya tampak dan inframerah (Liu et al., 2015). Pada penelitian ini penggunaan metode anodisasi dan dip coating dilakukan untuk membuat fotoanoda black TiO2 nanotube termodifikasi NiO dengan memvariasikan banyaknya siklus pencelupan terhadap kinerja fotoelektrokimianya. Teknik dip coating mudah dilakukan, sederhana, menggunakan suhu rendah, dan hasil yang merata. NiO/BTNA dikarakterisasi dengan SEM, FTIR, dan UV-Vis DRS. Uji aktivitasnya juga dilakukan terhadap degradasi fenol. NiO/BTNApada variasi terbaik yaitu 3 kali siklus pencelupan berhasil meningkatkan performa fotoelektrokimia dari fotoanoda dengan kemampuan mendegradasi fenol sebesar 48,67% pada kondisi sinar tampak, dimana persentase lebih besar didapatkan ketika dibandingkan dengan BTNA.

Titanium dioxide (TiO2) is the most studied photocatalyst with n-type semiconductor properties due to its high efficiency, stability, non-toxicity, low cost, abundance in nature, and easy synthesis. The limitation of TiO2 which has a wide band gap causes TiO2 to be only active in UV light which has an effect on its photocatalytic activity. Black TiO2 with a narrow band gap thus broadens the full absorption spectrum of sunlight and promotes increased photocatalytic activity, by introducing surface interference on TiO2. The development of Ni-doped black TiO2 nanotube array (BTNA) photoanodes presents a large amount of Ti3+ and oxygen vacancies, which ensures a high ability to absorb visible and infrared light (Liu et al., 2015). In this study, the use of anodization and dip coating methods was carried out to make NiO-modified black TiO2 nanotube photoanodes by varying the number of immersion cycles on the photoelectrochemical performance. The dip coating technique is easy, simple, uses low temperatures, and produces even results. NiO/BTNA was characterized by SEM, FTIR, and UV-Vis DRS. The activity test was also carried out on phenol degradation. NiO/BTNA at the best variation of 3 dyeing cycles succeeded in increasing the photoelectrochemical performance of the photoanode with the ability to degrade phenol by 48.67% under visible light conditions, where a higher percentage was obtained when compared to BTNA."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kayzhea Qay
"Limbah fenol seringkali mencemari air dan tanah, mengakibatkan pencemaran yang merugikan bagi ekosistem serta menyebabkan risiko serius terhadap kesehatan manusia. Metode elektrolisis plasma adalah salah satu cara efektif untuk menanggulangi masalah limbah ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variasi daya pada tegangan tetap, konsentrasi awal limbah, dan penggunaan elektroda stainless steel SS-316 terhadap efektivitas proses yang meliputi fenomena pembentukkan plasma, degradasi limbah fenol, dan ketergerusan anoda. Dalam penelitian ini, udara diinjeksikan melalui katoda menggunakan lengkungan yang akan mengarahkan udara langsung ke zona terbentuknya plasma di anoda. Penelitian dilakukan dengan reaktor 1,2 L menggunakan variasi daya 250 W, 300 W, dan 350 W; dan variasi konsentrasi awal limbah 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm W dengan elektrolit K2SO4 0,02 M. Pada penelitian ini, didapat hasil degradasi yang lebih baik oleh elektroda stainless steel dibandingkan tungsten. Selama 30 menit, SS-316 mampu mendegradasi fenol hingga 99% sedangkan tungsten hanya mencapai 84%. Sementara itu, ketergerusan tungsten jauh lebih besar dibandingkan SS-316. Pada percobaan ini, hasil degradasi tertinggi mencapai 99,9% yang didapat pada kondisi 350 W, konsentrasi limbah fenol 100 ppm, tegangan 550 V, dan dengan penambahan Fe2+ 20 ppm. Pada kondisi optimum ini juga didapatkan penurunan COD sebesar 85,65% dan terdapat produk samping berupa amonia sebesar 5,25 mmol dan nitrat sebesar 0,34 mmol yang terukur pada menit ke-30.

Phenolic waste often pollutes the air and soil, resulting in pollution that is detrimental to ecosystems and poses serious risks to human health. The plasma electrolysis method is one effective way to overcome this waste problem. This research aims to determine the effect of power variations at a fixed voltage, initial waste concentration, and the use of SS-316 stainless steel electrodes on the effectiveness of the process which includes plasma formation phenomena, phenol waste degradation, and anode erosion. In this research, air is injected through the cathode using an arch that will direct the air directly to the plasma formation zone at the anode. The research was carried out with a 1.2 L reactor using power variations of 250 W, 300 W, and 350 W; and variations in initial waste concentration of 100 ppm, 200 ppm, and 300 ppm W with 0.02 M K2SO4 electrolyte. In this research, better degradation results were obtained by stainless steel electrodes compared to tungsten. For 30 minutes, SS-316 was able to degrade phenol up to 99% while tungsten only reached 84%. Meanwhile, the abrasiveness of tungsten is much greater than that of SS-316. In this experiment, the highest degradation results reached 99.9% which were obtained under conditions of 350 W, waste phenol concentration of 100 ppm, voltage of 550 V, and with the addition of Fe2+ 20 ppm. Under these optimum conditions, COD was also reduced by 85.65% and there were by-products in the form of ammonia of 5.25 mmol and nitrate of 0.34 mmol as measured at the 30th minute."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S29689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Yogi Handoyo
"Pengujian sistem quantum dots Sensitized Solar Cell dengan menggunakan semikonduktor CdS nanopartikel sebagai dyes telah berhasil dillakukan. CdS nanopartikel dilekatkan dengan metode SILAR (succesive ionic layer adsorption and reaction) pada TiO2 nanotubes yang ditumbuhkan di atas plat titanium dengan metode anodisasi. Karakterisasi yang digunakan adalah FE-SEM untuk mengetahui morfologi permukaan, UV-Vis DR untuk mengetahui band gap TiO2, XRD untuk mengetahui fasa kristal yang terbentuk, FTIR untuk mengetahui vibrasi ikatan dari molekul. Kurva linier sweep voltametry menunjukkan TiO2 aktif pada daerah UV sedangkan CdS/TiO2 aktif pada daerah visible. Dalam uji performa sel untuk mendegradasi fenol didapatkan hasil optimum pada konsentrasi sistem CdS/TiO2 yang disiapkan dari larutan prekursor CdS sebesar 0,020 M dengan % degradasi sebesar 49,225 %.

Performance testing of quantum dots sensitized solar cell system using CdS semiconductor nanoparticles as dyes have been successfully conducted. The CdS nanoparticles was attached by SILAR (succesive ionic layer adsorption and reaction) method on TiO2 nanotubes, which were grown on titanium plate by anodization method. The characterizations were performed by FE-SEM to determine the surface morphology, UV-Vis DR to determine the band gap of TiO2, XRD to determine the crystalline phase, FTIR to determine the vibration bonding of molecules. The linear sweep voltametry curve showed that TiO2 is active in the UV region while CdS/TiO2 is active in the visible region. Performance test of typical modified DSSC system to degrade phenol indicate that optimum results (% degradation of 49.23 %) was found in a CdS/TiO2 system which was prepared from CdS precursor solution of 0.020 M."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiur Elysabeth
"Hidrogen merupakan bahan bakar alternatif yang bersih dan ramah lingkungan. Beberapa penelitian telah mengembangkan produksi hidrogen dari dekomposisi amoniak. Hal ini cukup menjanjikan, karena metode ini tidak menghasilkan CO2 dan mampu mengatasi permasalahan limbah. Amoniak merupakan sumber potensial untuk peningkatan permintaan hidrogen. Fotoelektrokatalisis merupakan teknologi alternatif untuk menghasilkan hidrogen dari dekomposisi amoniak dengan energi rendah dan ramah lingkungan. Namun, bagian terpenting pada metode ini yaitu fotoanoda yang berbasis titania nanotube perlu dimodifikasi untuk mendapatkan fotoanoda yang lebih efesien dan efektif dalam mendegradasi amoniak dan produksi hidrogen secara simultan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan fotoanoda berbasis titania nanotube yang memiliki performa yang tinggi dalam mendegradasi amoniak dan memproduksi hidrogen secara fotoelektrokatalisis. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan dopan nitrogen secara insitu saat anodisasi dan sensitasi CuO yang menggunakan dua metode yaitu insitu saat anodisasi dan successive ionic layer adsorption reaction (SILAR), kemudian menentukan loading nitrogen dan CuO yang optimal dan mengkombinasi keduanya pada titania nanotube untuk membuktikan efek sinergis dari keduanya. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengajukan mekanisme yang terjadi pada proses degradasi amoniak dan produksi hidrogen secara simultan dengan metode fotoelektrokatalisis.
Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi morfologi, spektrum serapan cahaya, kristalografi titania nanotube, bilangan oksidasi elemen penyusun fotoanoda, gugus fungsi yang terbentuk masing-masing menggunakan FESEM-EDX dan TEM, UV-Vis DRS, XRD, XPS, dan FTIR. Besar energi bandgap dan ukuran kristal dihitung menggunakan fungsi Kubelka Munk dan persamaan Scheerrer. Respon fotoelektrokimia diamati menggunakan Potensiostat dan diagnostic perubahan respon material yang dimodifikasi disajikan dalam bentuk Applied Bias Photon to current Eficiency (ABPE). Reaktor fotoelektrokatalisis (PEC) yang digunakan untuk proses degradasi amoniak dan produksi hidrogen secara simultan terdiri dari sel fotoelektrokimia yang dimodifikasi. Sel fotoelektrokimia dilengkapi dengan sumber sinar foton lampu Mercury 250W, dan jaringan yang menghubungkan reaktor dengan GC TCD untuk mengukur gas hidrogen yang terbentuk. Konsentrasi amoniak diukur menggunakan spektrofotometer dengan metode Nessler. Senyawa intermediet yang terbentuk diukur menggunakan spektrofotometer dengan metode SNI 6989-74-2009.
Hasil penelitian membuktikan bahwa titania nanotube yang dimodifikasi dengan dopan N diperoleh penyisihan amoniak dan produksi hidrogen maksimum sebesar 74.4% dan 561 mmol/m2 oleh 3N-TiNTAs. Pada perbandingan metode deposisi CuO diperoleh penyisihan amoniak maksimum sebesar 50,1% dan produksi hidrogen sebesar 392.85 mmol/m2 menggunakan CuO-TiNTAs SILAR. Produksi hidrogen tertinggi pada variasi loading CuO dicapai oleh 7CuO-TiNTAs sebesar 910.14 mmol/m2. Namun, uji kinerja pada modifikasi TiNTAs dengan kombinasi dopan N dan sensitiser CuO hanya dapat menyisihkan amoniak dan produksi hidrogen yang dihasilkan hanya sebesar 28.03% dan 66.61 mmol/m2.

Hydrogen is a clean and environmentally friendly alternative fuel. Several studies have developed hydrogen production from ammonia decomposition. It is promising because this method does not produce CO2 and can overcome waste problems. Ammonia is a potential source for increasing hydrogen demand. Photoelectrocatalytic is an alternative technology to produce hydrogen from ammonia decomposition with low energy and is environmentally friendly. However, the most important part of this method is the photoanode based on titania nanotubes needs to be modified to get the more efficient and effective photoanode in simultaneously degrading ammonia and producing hydrogen. The main objective of this research is to obtain a photoanode based on titania nanotubes, which have high performance in photoelectrocatalytic ammonia degradation and hydrogen production. Modifications were conducted by adding nitrogen dopants by in situ during anodization and CuO sensitization using two methods, namely in situ anodization and successive ionic layer adsorption reaction (SILAR), then determining the optimal loading of nitrogen and CuO and combining both on titania nanotubes to prove the synergistic effect of both of them. Additionally, this study also proposes a mechanism that occurs in the simultaneously degradation of ammonia and hydrogen production by the photoelectrocatalytic method.
In this study, the characterization of morphology, light absorption spectrum, crystallography of titania nanotubes, the oxidation number of photoanode constituent elements, functional groups formed using FESEM-EDX and TEM, UV-Vis DRS, XRD, XPS, and FTIR, respectively, were conducted. Bandgap energy and crystal size were calculated using the Kubelka–Munk function and Scherrer equation. The photoelectrochemical response was observed using a potentiostate and diagnostic changes in the response of the modified material were presented in the form of Applied Bias Photon to Current Efficiency (ABPE). The photoelectrocatalytic reactor (PEC) used for the simultaneously degradation of ammonia and hydrogen production consists of a modified photoelectrochemical cell. The photoelectrochemical cell is equipped with 250 W Mercury lamp as a photon beam source and a network connecting the reactor with GC TCD to measure the hydrogen gas formed. Ammonia concentration was measured using a spectrophotometer with the Nessler method. The intermediate compounds formed were measured using a spectrophotometer using the SNI 6989-74-2009 method.
The results showed that titania nanotubes modified with N-dopants obtained maximum ammonia removal and hydrogen production of 74.4% and 561 mmol/m2 by 3N-TiNTAs. In the comparison of the CuO deposition method, the maximum ammonia removal was 50.1% and hydrogen production was 392.85 mmol/m2 using CuO-TiNTAs SILAR. The highest hydrogen production in the CuO loading variation was achieved by 7CuO-TiNTAs of 910.14 mmol/m2. However, the performance test on modified TiNTAs with a combination of N dopants and CuO sensitizer could only remove ammonia and the resulting hydrogen production was only 28.03% and 66.61 mmol/m2, respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Wardatul Jannah
"Kristal TiO2 anatase dipreparasi dengan proses hidrotermal pada suhu 240°C dari prekursor titanium tetraisopropoksida (TTIP) dalam larutan alkohol/air pada suasana asam. TiO2 hasil sintesis dikarakterisasi dengan X-Ray Diffractometer (XRD), Diffuse Reflectance Spectrophotometry (DRS), Particle Size Analyzer (PSA) dan Fourier Transform Infra Red Spectrophotometry (FTIR). Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa TiO2 yang dipreparasi secara hidrotermal mempunyai bentuk kristal anatase dengan ukuran kristal 10 nm, celah energy sebesar 3,33 eV dan distribusi ukuran partikel (0,726m - 1,47 6m dan 15,30 6m - 111,09 6m). Proses kalsinasi terhadap TiO2 hidrotermal mengakibatkan pertumbuhan inti dan menginduksi transformasi dari fasa kristal anatase menjadi rutile. Akibatnya proses kalsinasi menghasilkan campuran kristal anatase dan rutile, masing-masing dengan ukuran kristal 11 nm dan kristal rutile 12 nm, celah energy sebesar 3,29 eV dan distribusi ukuran partikel (0,576m - 1,51 6m dan 31,32 6m - 170,28 6m). Serbuk TiO2 hasil sintesis dihaluskan dan didispersikan dalam air. Evaluasi dispersi TiO2 dilakukan dengan variasi pH, variasi konsentrasi PEG 1000, dan variasi pH pada konsentrasi PEG 1000 tertentu. Absorbansi hasil dispersi TiO2 setelah 24 jam diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Kestabilan dispersi TiO2 optimum dengan mekanisme sterik dicapai pada konsentrasi PEG 1000 0,05%, sedangkan berdasarkan mekanisme elektrostatik didapatkan kestabilan optimum pada pH 9. Dispersi TiO2 digunakan untuk menyiapkan immobilisasi film TiO2 pada pelat kaca dengan cara spraying dan digunakan untuk evaluasi aktivitas fotokatalitik. Evaluasi aktivitas fotokatalitik TiO2 hasil sintesis dilakukan dengan cara melihat kemampuan degradasinya terhadap larutan Methylene blue. Pengukuran dilakukan dengan tiga kondisi yang berbeda yaitu fotokatalisis, fotolisis, dan katalisis. Hasil dari ketiga kondisi ini membuktikan bahwa degradasi terbesar terjadi pada kondisi fotokatalisis dengan pseudo orde pertama dimana laju reaksinya, k, sebesar 9,68.10-3 menit-1.

Titanium tetraisopropoxide (TTIP) precursor in acidic ethanol/water solution was used to prepare TiO2 anatase crystal by hydrothermal reaction at 240°C. Prepared TiO2 was characterized by X-Ray Diffractometer (XRD), Diffuse Reflectance Spectrophotometry (DRS), Particle Size Analyzer (PSA) and Fourier Transform Infra Red Spectrophotometry (FTIR). Characterization results indicate that prepared TiO2 has an anatase form (crystallite size 10 nm), band gap of 3.33 eV, and an aggregate nature (0.726m - 1.47 6m dan 15.30 6m - 111.09 6m). A calcinations process to the TiO2 powder leads to grain growth and induce phase transformation from anatase to rutile. As consequence, calcinations process produced anatase phase (crystallite size 11 nm) and rutile phase (crystallite size 12 nm), band gap 3.29 eV, and an aggregate nature (0.576m - 1.51 6m dan 31.32 6m - 170.28 6m). The TiO2 hydrothermal powder was subjected to a ball milling and dispersed in water. The TiO2 dispersion stability was evaluated under variations of pH, PEG 1000 concentration, and pH at a certain PEG 1000 concentration. The turbidity of dispersions were observed by UV-Vis spectrophotometer after 24 hours. Optimum stability of TiO2 dispersion by steric mechanism was obtained at PEG 1000 0.05%, while by electrostatic mechanism at pH 9. This water base TiO2 dispersion was used to prepared TiO2 film on glass plate by spraying method and was used for photocatalytic activity evaluation toward methylene blue degradation The observations were conducted at three experimental conditions, namely photocatalytic, photolytic, and catalytic. The results revealed that the highest degradation was obtained at photocatalytic condition, with rate constant, k, is 9.68 x 10-3 min-1, and apparently follows pseudo-first-order reaction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30714
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Teknologi fotokatalisis merupakan metode alternatif yang sangat prospektif untuk mengatasi permasalahan penghilangan polutan. Tetapi kendala yang ditemukan dari teknologi ini ialah bentuk fotokatalis yang berupa serbuk. yang membuat proses pemilihan katalis menjaadi sulit, sehingga aplikasinya pada industri menjadi tt:rbatas. Oleh karena itu. perlu dikembangkan teknik penyanggaan pada fotokatalis. Silika ggl yang merupakan adsorbcn yang umum dipakai dl industri, mcmpunyai kelebilmn tertentu .iika digunnbn sebagai penyangga untuk folokatalis. Oleh karena itu, pcnclitian ini dllakukan untuk mcnguji aktivitas fotokatalis liOdcngan mcnggunakan pcnyangga silika gel untuk mcndcgradnsi li:mba\1 fermi dan memperoleh konsentrasi aktur feLtol sarnpai ambnng hatas yang aman bagi
lingkungan sesuai dengan kcpulusau pemerintah.
Metode prcparasi pclapisan katnlis yang dig:unakan pada pcnditian ini ialah mcll1dt: tlip-c:oafing menggonakan larutan slurry Ti02 yang dibutl! Jengan cara mcl:mttk nt riO: De ussa P-:25 k ;: dalam air dcmln sampai volume !Crtentu Metodc dip-nmfi!lg y:mg dilakukan pnda penc!itian ini ialah dengan cara mcngalirknn !arulan Stll TlOc p;td
limbnh fenol dilakukan dengan menggunakau reaktor sik!us terlulup d>.!fl!?
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49508
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Akbar Maulana
"Penggunaan material prekursor lokal berupa mineral ilmenite dalam proses sintesis nanotubes TiO2 telah berhasil dilakukan. Material prekursor tersebut sebelumnya telah dilakukan perlakuan berupa hidrometalurgi dan proses sol-gel untuk mendapatkan larutan TiOSO4 dan nanopartikel TiO2 secara berurutan. Modifikasi partikel ilmenite dilakukan dengan menggunakan variasi jumlah pelarut air dalam proses wet-ball milling dimana ukuran partikel terkecil didapatkan yaitu 0,55 μm dan mendapatkan konsentrasi titanium sebesar 1228,89 ppm. Perlakuan berupa laju pemanasan kalsinasi mendapatkan variasi fasa anatase dan rutile dengan ukuran kristal bervariasi antara 2-7 nm. Nanotubes TiO2 telah berhasil disintesis dengan morfologi berbentuk tubular dengan bervariasi antara 40-170 nm dan fasa dominan anatase. Ukuran kristal yang didapatkan cenderung menurun dengan menurunnya ukuran kristal material prekursor. Selain itu, menurunnya ukuran kristalit berkorelasi terhadap peningkatan luas permukaan spesifik dari nanotubes TiO2, dengan nilai tertinggi yaitu 304,23 m2/g untuk sampel TNTs-3. Nilai energi celah pita nanotubes TiO2 dengan prekursor lokal relatif lebih rendah jika dibandingkan prekursor impor, salah satu penyebabnya adalah adanya unsur besi dalam sampel yang berfungsi sebagai dopan alami. Namun dengan karakteristik unggul, performa degradasi relatif rendah dengan nilai 10,45% pada 20 menit awal. Namun, setelah penyinaran selama 120 menit, nanotubes TiO2 dengan prekursor lokal mendapatkan nilai degradasi tertinggi dengan nilai 11,39%. Berdasarkan hasil tersebut, penggunaan material prekursor lokal memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan menjadi material nano yang unggul.

The usage of a local precursor material, mineral ilmenite, in the process of producing TiO2 nanotubes has proved effective. The precursor material had previously been processed using hydrometallurgical and sol-gel techniques to produce TiOSO4 solutions and TiO2 nanoparticles. The smallest particle size, 0.55 μm, and a titanium content of 1228.89 ppm were attained by modifying ilmenite particles utilizing adjustments in the amount of water solvent in the wet-ball milling method. The treatment of calcination at a high heating rate resulted in anatase and rutile phase variations with crystal sizes ranging from 2 to 7 nm. TiO2 nanotubes with a tubular shape ranging from 40 to 170 nm and an anatase-dominant phase have been successfully produced. The resultant crystal size tends to decrease as the crystal size of the precursor material decreases. Furthermore, the decrease in crystallite size associated with an increase in the specific surface area of TiO2 nanotubes, with the TNTs-3 sample having the highest value of 304.23 m2/g. When compared to imported precursors, the band gap energy value of TiO2 nanotubes with local precursors is substantially lower; one reason for this is the presence of elemental iron in the sample, which acts as a natural dopant. Despite these advantages, degradation performance is relatively modest, with a value of 10.45% in the first 20 minutes. TiO2 nanotubes with local precursors, on the other hand, had the maximum degradation value after 120 minutes of irradiation, with a value of 11.39%. According to these findings, the usage of local precursor materials has a high potential for use as superior nanomaterials."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dennes Purnomo Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari pembentukan PANI baik pada lingkungan asam kuat dan juga air, selain itu penelitian ini juga melihat potensi konduktivitas dari penambahan TiO2 baik pada PANI dengan campuran H2SO4 maupun pada PANI dengan campuran H2O. Proses sintesis pembentukan polimer dilakukan dengan metode Oxidative Polimerization dengan teknik batch dimana komponen komposisi yang dicampurkan yaitu anilin sebagai monomer, APS sebagai inisiator, H2SO4 sebagai pelarut pada lingkungan asam kuat, dan H2O sebagai pelarut dalam lingkungan air. Penelitian dilakukan selama 240 menit untuk setiap variasinya. Karakterisasi pada saat proses polimerisasi diukur dengan menggunakan pH meter, thermometer, conductivity meter. Penambahan TiO2 dilakukan setelah PANI kering dan berbentuk serbuk, kemudian dilakukan karakterisasi XRD, SEM, dan mengukur nilai konduktivitas dengan menggunakan metode Four Point Probe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposit PANI menghasilkan nilai konduktivitas sebesar 1850 μS/m untuk polianilin dengan pelarut H2SO4 dan 1090 μS/m dengan pelarut H2O. Tingkat keasaman dari Polianilin hasil polimerisasi menggunakan H2SO4 sebagai pelarut memiliki nilai tingkat keasaman yang lebih tinggi dibandingkan air sebagai pelarut. Semakin tinggi persentase TiO2 yang digunakan dalam pembentukan komposit PANI/TiO2 maka semakin rendah nilai konduktivitas listrik yang dihasilkan.

This research aims to see the effect of PANI formation in both strong acid and water environments. Apart from that, this research also looks at the potential conductivity of adding TiO2 to both PANI with a mixture of H2SO4 and PANI with a mixture of H2O. The synthesis process for polymer formation is carried out using the Oxidative Polymerization method using a batch technique where the composition components mixed are aniline as a monomer, APS as an initiator, H2SO4 as a solvent in a strong acid environment, and H2O as a solvent in an aqueous environment. The research was carried out for 240 minutes for each variation. Characterization during the polymerization process is measured using a pH meter, thermometer, conductivity meter. The addition of TiO2 was carried out after the PANI was dry and in powder form, then XRD, SEM characterization was carried out and the conductivity value was measured using the Four Point Probe method. The results showed that the PANI composite produced a conductivity value of 1850 μS/m for polyaniline with H2SO4 solvent and 1090 μS/m with H2O solvent. The acidity level of polyaniline resulting from polymerization using H2SO4 as a solvent has a higher acidity level than water as a solvent. The higher the percentage of TiO2 used in forming the PANI/TiO2 composite, the ower the resulting electrical conductivity value.
 
"
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardatu Auliya
"ABSTRAK
Perhitungan Density Functional Theory DFT digunakan untuk menginvestigasi sifat-sifat elektronik TiO2 pada fase anatase,baik yang murni maupun yang di dope dengan Ta. Hasil perhitungan menunjukan bahwa TiO2 merupakan bahan semikonduktor non feromagnetik. Interaksi elektron-elektron diikutsertakan melalui DFT U, sehingga hasil perhitungan lebih sesuai dengan data eksperimen. Sifat-sifat optis diteliti melalui perhitungan fungsi-fungsi dielektrik tanpa dan dengan melibatkan interaksi elektron-hole melalui persamaan Bethe Salpeter. Hasil perhitungan dengan DFT U dan DFT U BSE menunjukan adanya eksiton pada TiO2 murni. Penambahan Ta pada TiO2 menguatkan spektrum optis pada sekitar energy 4,3 eV dan hasil perhitungan yang telah didapat, dapat dikatakan konsisten dengan paper rujukan [Z. Yong et al].Kata Kunci: TiO2, anatase, DFT, elektron, hole.

ABSTRAK
The Density Functional Theory DFT calculation is used to investigate the electronic properties of TiO2 in the anatase phase, either pure or dope with Ta. The results show that TiO2 is a non ferromagnetic semiconductor material. The interactions of electrons are included through DFT U, so the results of the calculations are more in line with the experimental data. The optical properties are examined through the calculation of dielectric functions without and by involving electron hole interactions via the Bethe Salpeter equation. The results of calculations with DFT U and DFT U BSE indicate the existence of an exciton in TiO2 pure. The addition of Ta to TiO2 amplifies the optical spectrum around 4.3 eV of energy and the calculated results can be said to be consistent with the reference paper Z. Yong et al . Keywords TiO2, anatase, DFT, electron, hole "
2017
S68632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>