Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83876 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leonard Immanuel
"Upaya konkrit yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan menciptakan aplikasi PeduliLindungi sebagai bentuk dari pelayanan publik. Aplikasi ini dalam menjalankan fungsinya menggunakan data pribadi pengguna untuk melacak penyebaran COVID-19. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif, jenis data sekunder dengan studi dokumen sebagai alat pengumpulan data, pendekatan kualitatif sebagai metode analisis data, serta bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pada akhirnya, peneliti mendapat kesimpulan bahwa Perlindungan Hukum terhadap pengguna aplikasi PeduliLindungi dalam hal ini mengenai Data Pribadi masyarakat dapat ditinjau berdasarkan Perjanjian (Syarat dan Ketentuan yang terdapat dalam aplikasi) dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

The concrete effort made by the Government of Indonesia is to create the PeduliLindungi application as a form of public service. This application in carrying out its functions uses the user's personal data to track the spread of COVID-19. ​​The research method that the author uses is normative juridical research with a statutory approach. This research uses normative juridical research methods, descriptive research typologies, secondary data types with document studies as a data collection tool, qualitative approaches as data analysis methods, as well as primary, secondary, and tertiary legal materials. In the end, the researcher concluded that the authors obtained in conducting the research are that the Legal Protection of PeduliLindungi application users in this case regarding the public's Personal Data can be reviewed based on the Agreement (Terms and Conditions contained in the application) and based on the provisions of the legislation in force in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005
350 MEW
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ryan Bakry
"Perkembangan konsep hak asasi manusia di Indonesia yang meliputi berbagai sektor kehidupan, baik politik, ekonomi, budaya, sosial telah merubah paradigma klasik pemerintah sebagai "government is to govern" menjadi paradigma baru tentang pemerintah sebagai "government is to serve the people" sehingga masyarakat, tidak lagi menjadi objek dari kegiatan pemerintah tetapi berubah menjadi subyek dalam kegiatan pemerintah. Paradigma baru ini mengakibatkan perubahan peran pemerintah dari peran penguasa menjadi peran pelayan masyarakat, sehingga pemerintah tidak lagi sendirian untuk melakukan tugas-tugas kenegaraannya, akan tetapi pemerintah didampingi oleh sektor swasta dan masyarakat sebagai mitra menciptakan good governance melalui pelaksanaan administrasi publik dalam proses governance.
Adapun yang menjadi masalah adalah bagaimana sesungguhnya kaitan antara hak asasi manusia dan good governance, kemudian bagaimana birokrasi sebagai mesin utama pemerintahan merubah struktur, substansi hukum dan budaya birokrasi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia? Tujuan penelitian ini adalah mengemukakan kaitan antara hak asasi manusia dan good governance serta bagaimana perubahan struktur, aturan dan budaya birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan hukum empiris yang lebih dititik beratkan pada metode penelitian hukum normatif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertama, kaitan antara hak asasi manusia dan good governance adalah terletak pada administrasi publik, jika administrasi publik dibuat serta dilaksanakan dengan baik maka akan tercipta good governance yang merupakan realisasi perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia. Kedua, Birokrasi sebagai mesin utama pemerintahan sangat berperan dalam mewujudkan good governance di Indonesia. Hal ini terkait dengan fungsi birokrasi sebagai pelaksana dari administrasi publik sehingga struktur, substansi dan budaya hukum birokrasi yang baik akan mewujudkan administrasi publik yang baik, sebaliknya jika birokrasi secara struktur, substansi dan budaya hukumnya buruk maka akan tercipta maladministrasi.

The development of the human rights concept that covers various sectors of life whether political, economic, cultural, social, in Indonesia have changed the classic paradigm of government from "government is to govern" to a new paradigm of government as "the government is to serve the people" so that people are no longer be object of government activity but turned into a subject in government activities. This new paradigm resulted in changes the role of government from the public ruler becoming public servants, so to perform states duties, the government was no longer alone, it will be accompanied by the private sector and civil society as partners to create good governance through the implementation of public administration in the process of governance.
As for the problem is how exactly the link between human rights and good governance, and how the bureaucracy as the main engine of government changing it structure, legal substance, and bureaucratic culture in realizing good governance in Indonesia? Purpose of this research is suggested a link between human rights and good governance as well as how changes be made in the structure, rules and culture of bureaucracy in order to achieve good governance in Indonesia. This research uses the method of normative and empirical legal research, but more focused on normative legal research methods.
Thus it can be concluded that first, the link between human rights and good governance are located on public administration, if the public administraton created and executed properly then it will realizing good governance which is connected with the protection and realization of human rights. Second, the government bureaucracy as the main engine of governance was an essential instrument in realizing good governance in Indonesia, because it is associated with bureaucracy functions as the executor of the public administration. So the structure, substance and legal culture of bureaucracy should be in ideal form, in order to achieve good public administration for the realization of good governance in Indonesia. On the contrary, if the bureaucracy is bad in the structure, substance and legal culture the result are maladministration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27944
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27963
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ichsan
"Infrastruktur merupakan pilar utama dalam penciptaan ekonomi bagi sebuah negara sehingga pembangunannya menjadi penting untuk dilakukan. Mengingat karakteristik pembangunan infrastruktur yang teknologi tinggi, padat modal dan pengembaliannya yang begitu lama, sehingga kebutuhan akan bantuan luar negeri sebagai penyokong dana dan teknologi menjadi sebuah alternatif.
Banyak kasus di beberapa negara atas keberhasilan bantuan luar negeri dalam pembangunan infrastruktur. Namun, tidak sedikit juga yang terbengkalai. Kasus Bandung Urban Railway Transport Development sebagai salah satu proyek infrastruktur yang telah mendapat bantuan dari negara Perancis dalam bentuk pinjaman luar negeri baik dari asistensi dan modal. Pinjaman ini sudah terbengkalai sejak 2010 hingga 2017 dan tidak ada kemajuan yang bisa terlihat dalam proyek.
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah birokrasi, tata kelola, dan capital sosial untuk melihat bagaimana kemitraan yang antar dua negara telah sampai pada proses tahapan yang memadai. Pengungkapan problematika dalam birokrasi yang menjadi pemeran utama proyek ini dengan menggunakan metodologi kualitatif khususnya wawancara mendalam akan memberikan gambaran bagaimana pemerintah Indonesia harus bersikap dengan bantuan luar negeri yang akan terus dipergunakan sebagai alternatif pembangunan infrastruktur. Terungkap bahwa kepemimpinan, komunikasi antar lembaga, dan persiapan aparatur negara menjadi kunci dalam penyelesaian permasalahan ini.

Infrastructure is one of main pillars in economic creation for a country so its development categorizes important to do. Realizing high technological and capital-intensive as infrastructure development characteristics, the need for foreign aid for source of fund and technology is an option to be approached.
Many cases in some countries became success stories of foreign aid in infrastructure development. However, not a few are also neglected. In case of Bandung Urban Railway Transport Development, it is one of the infrastructure projects that have received technical assistance and capital loan from France. Otherwise, the loan has been dormant since 2010 until 2017 and no progress can be seen in the project.
The used concept in this research are bureaucracy, governance, and social capital to see how connection in partnerships between two countries have reached the process of adequate stages. The disclosure of the problems in the bureaucracy that lead the project by using qualitative methodologies, especially in-depth interviews will give an idea of how Indonesian government should behave with foreign aid that will continue to be used as an alternative to infrastructure development. It was revealed that leadership, inter-institutional communication, and preparation of state apparatus were key in solving this problem.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jhansen
"Tesis ini membahas dan menganalisis aspek transparansi Mahkamah Konsitusi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dimulai dari tahapan pendaftaran hingga pengucapan putusan dengan mendasari pada Perkara Nomor 29/PUU-V/2007, yang dilaksanakan dengan pelaksanaan agenda sidang tertutup. Tesis ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Pasal 41 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah menerangkan bahwa pelaksanaan agenda persidangan harus dilaksanakan secara terbuka untuk umum, namun pada perkara tersebut Majelis Hakim menggunakan dasar diskresi untuk mengadakan sidang tertutup dari umum dengan landasan PMK Nomor 6 Tahun 2005 yang saat itu tidak mengatur mengenai pelaksanaan sidang tertutup untuk umum. Padahal berkaca pada ketentutan praktik hukum lainnya, melalui Pasal 48 Ayat (2) PMK Nomor 2 Tahun 2021, seharusnya penutupan sidang dapat dilakukan bila menyangkut kerahasiaan negara, kesusilaan, maupun anak, namun atas sebab ketidakjelasan norma persoalan transparansi Mahkamah Konstitusi yang seharusnya dilaksanakan tanpa pengecualian pada perkara tersebut tidak dilaksanakan dengan instrumen diskresi yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi. Padahal aspek transparansi tidak hanya diwajibkan pada lembaga eksekutif maupun legislatif saja. Aspek transparansi merupakan bagian integral modernisasi badan peradilan negara, untuk terus memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Terlebih lagi ketentuan transparansi telah jelas harus dilaksanakan dari tahapan pendaftaran hingga pengucapakan putusan, sebagaimana yang tertuang dalam PMK Nomor 6 Tahun 2005 yang telah dicabut dan diubah dalam ketentuan PMK Nomor 2 Tahun 2021. Dengan demikian diskresi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada Perkara Nomor 29/PUU-V/2007 untuk melaksanakan agenda sidang tertutup merupakan intepretasi hakim yang berlawanan dengan Pasal 12 Ayat (2) PMK Nomor 6 Tahun 2005.

This thesis discusses and analyzes aspects of the transparency of the Constitutional Court in carrying out its duties and functions, starting from the registration stage to the pronouncement of the decision based on Case Number 29/PUU-V/2007, which was carried out with a closed trial agenda. This thesis uses doctrinal research methods. Article 41 Paragraph (1) of Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court has explained that the implementation of the trial agenda must be carried out openly to the public, however in this case the Panel of Judges used discretionary grounds to hold a trial closed to the public on the basis of PMK Number 6 of the Year 2005 which at that time did not regulate the holding of closed sessions to the public. Even though reflecting on other legal practice provisions, through Article 48 Paragraph (2) PMK Number 2 of 2021, the closing of the trial should be carried out if it concerns state secrecy, morality or children, but due to the unclear norms regarding the transparency of the Constitutional Court which should be implemented without exception in this case it was not carried out with the discretionary instruments possessed by the Constitutional Court. However, the transparency aspect is not only required by executive and legislative institutions. The transparency aspect is an integral part of the modernization of state judicial bodies, to continue to provide legal certainty to the public. Moreover, it is clear that transparency provisions must be implemented from the registration stage to the pronouncement of the decision, as stated in PMK Number 6 of 2005 which has been revoked and amended in the provisions of PMK Number 2 of 2021. Thus, the discretion of the Panel of Judges of the Constitutional Court in Case Number 29/PUU -V/2007 to carry out the closed trial agenda is the judge's interpretation which is contrary to Article 12 Paragraph (2) PMK Number 6 of 2005."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miqdad Abdul Halim
"Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, di antaranya peraturan perundang-undangan dan buku-buku hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai mekanisme pemilihan hakim konstitusi yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya oleh DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung. Dari penelitian ini diketahui bahwa mekanisme pemilihan hakim konstitusi tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, melainkan hanya diatur agar memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni syarat transparan dan partisipatif dalam pencalonannya dan syarat obyektif dan akuntabel dalam pemilihannya. Selain itu, penelitian ini juga membahas kaitan antara pemilihan hakim konstitusi dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), yakni penerapan AAUPB dalam pemilihan hakim konstitusi oleh Presiden. Dari penelitian ini ditemukan bahwa Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tidak memenuhi beberapa asas dalam AAUPB.

This study is a normative juridical law with using secondary data, consisting of primary legal materials, secondary legal materials, tertiary legal materials, including legislation and law books. This study aims to identify and understand more about the mechanism of selection of constitutional judges based on the legislation and its implementation by the Parliament, the President, and the Supreme Court. From this research it is known that the selection mechanism of constitutional judges are not strictly regulated in the Law of the Constitutional Court, but only organized to fulfill certain conditions, namely transparent and participatory terms in the candidacy and objective and accountable terms n the election. Furthermore, this study also discusses the correlation between constitutional judge elections with the General Principles of Good Governance, that is the application of The General Principles of Good Governance in the selection of constitutional judges by the President. From this study it was found that Presidential Decree Number 87/P in 2013 did not meet some of the principles of the General Principles of Good Governance."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habibi Rachman Hakim
"Tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan kelembagaan pemerintah. Banyaknya permasalahan korupsi yang melibatkan para pejabat tinggi dan aparatur sipil negara menunjukkan masih rendahnya tingkat tata kelola pemerintahan di Pemerintah Provinsi Riau. Penelitian ini menguji persepsi aparatur sipil negara terhadap pentingnya sistem pengendalian intern, pengelolaan keuangan daerah, dan kinerja institusi pemerintah daerah dalam upaya peningkatan tata kelola pemerintahan yang baik good governance di Pemerintah Provinsi Riau. Data yang dipergunakan adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner yang ditujukan kepada pejabat eselon IV di seluruh organisasi perangkat daerah OPD. Teknik pengumpulan data menggunakan purposive sampling. Metode analisis data menggunakan structural equation modeling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengendalian intern, pengelolaan keuangan daerah dan kinerja institusi pemerintah daerah memiliki korelasi yang positif dalam mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik good governance di Pemerintah Provinsi Riau. Namun korelasi tersebut belum efektif karena persepsi aparatur sipil negara atas implementasi sistem pengendalian intern, pengelolaan keuangan daerah, dan kinerja institusi pemerintah daerah dalam mendukung terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik good governence di Pemerintah Provinsi Riau tidak sesuai dengan kondisi senyatanya sehingga upaya penciptaan tatakelola pemerintahan good governence menjadi tidak terpenuhil dan berdampak pada tingginya permasalahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Good governance is needed in order to address the various institutional problems of the government. The number of corruption problems involving high officials and state civil apparatus show the low level of governance in the Provincial Government of Riau. This study explains the perception of the state civil apparatus on the influence of internal control system, local financial management, and the performance of local government institutions in the effort of improving good governance in the Provincial Government of Riau. The primary data obtained through questionnaires that addressed to echelon IV officials throughout the organization of the regional apparatus. Data collection techniques using purposive sampling. Method of data analysis using structural equation modeling.
The results showed that internal control system, local financial management and the performance of local government institutions have a positive correlation in supporting good governance in the Provincial Government of Riau. However, the correlation has not been effective because the perception of the state civil apparatus on the implementation of the internal control system, local financial management, and the performance of local government institutions in supporting good governance implementation in the Provincial Government of Riau are not accordance with the actual conditions. This condition give low effect on the good governance and cause the high corruption problems in the Provincial Government of Riau.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Ulil Ulhaq
"Penelitian ini didasarkan bahwa masih banyak pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah yang belum transparan sehingga tidak mewujudkan prinsip pemerintahan yang baik (good governance) dan menimbulkan potensi kerugian daerah yang menghalangi program-program pembangunan daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan akuntabilitas pelaporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto didasarkan pada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan faktor yang mempengaruhi akuntabilitas tersebut. Dalam penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas pelaporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto masih sangat rendah hal ini dibuktikan banyaknya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan khususnya dalam hal penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan pembayaran belanja barang dan jasa yang selalu melebihi standar yang berlaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah politicall will dari pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah; tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan; Opini Badan Pemeriksa Keuangan; kualitas informasi laporan keuangan daerah; dan optimalisasi catatan atas laporan keuangan.

This research is based on the fact that there are still a lot of financial accountability of local governments that are not yet transparent so that they do not embody the principles of good governance (good governance) and create potential regional losses that hinder regional development programs. This study aims to describe the accountability of the Regional Government of Jeneponto District financial reporting based on compliance with laws and regulations and the factors that influence accountability. In this study, the methodology used was normative legal research.
The results of this study indicate that the accountability of financial reporting of the Regional Government of Jeneponto Regency is still very low, this is evidenced by the many non-compliance with the legislation, especially in terms of budgeting the Regional Revenue and Expenditure Budget and the payment of goods and services which always exceeds the applicable standard. The factors that influence the accountability of local government financial reporting are the political will of the local government in the management of regional finances; follow-up to the results of the examination by the Supreme Audit Agency; Opinion of the Supreme Audit Agency; the quality of regional financial report information; and optimization of notes to financial statements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Satrio Prakoso
"Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menjadi tonggak awal perencanaan pembangunan yang ada di Indonesia. Jika merunut dalam beberapa tahun sebelumnya, Indonesia telah memiliki pedoman perencanaan pembangunan nasional.
Namun demikian, pedoman tersebut belum menjadi satu kesatuan sistem yang terintegrasi. Fokus pengaturan undang-undang dimaksud adalah berkaitan dengan sistem perencanaan yang dijadikan dasar pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan merupakan pedoman mutlak bagi penyelenggara negara ketika akan melakukan pembangunan nasional. Dalam era keterbukaan seperti saat ini, proses perencanaan pembangunan dicoba untuk dihadirkan secara terbuka. Kepentingan masyarakat harus tertampung dalam arah strategi pembangunan nasional. Masyarakat ditempatkan sebagai aktor pemegang peranan penting dalam perencanaan pembangunan nasional. Dalam persepsi ini, aktor pembangunan nasional berkembang bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga dilakukan
oleh masyarakat dan swasta. Harapan yang ingin dicapai oleh pembentuk undangundang adalah adanya sinergi antara tiga aktor pembangunan nasional yang akan menciptakan hasil pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Selain itu juga, membuka peluang partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional khususnya pada saat perencanaan juga menempatkan
pemerintah yang membuka peluang demokrasi untuk melakukan tata kelola sesuai dengan semangat good governance.

By the passing of Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System, it became the initial milestone for development planning in Indonesia. Tracing the preceding few years, Indonesia has already had guidelines for national development planning. However, these guidelines have not become a
single integrated system. The focus of the regulation of this law is related to the
planning system which is utilized as the basis for national development. Development planning is an absolute guideline for State administrators when undertaking national development. In this era of openness, the development planning process is made fit to be presented openly. The interests of the community must be accommodated in the line direction of the national development strategy. The community is placed as a crucial figure who plays an essential role in national development planning. In this perception, the characters of national development are not only shoout by the
government, but also by the public and the private sector. The goal that the legislators feel imperative to accomplish is a synergy among the three national development figures that will create development results in accordance with the
needs of the community, the private sector and the government. In addition, opening up opportunities for public participation in national development, especially during planning, also places the government that welcomes opportunities for democracy to perform governance in accordance with the spirit of good governance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>