Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84633 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Fatin Zulkhair Yusuf
"Beton menjadi salah satu material yang biasa digunakan sebagai dinding penghalang radiasi, khususnya pada radiasi yang berasal dari hamburan pasien dan kebocoran kepala linac. Semakin tebal beton yang digunakan maka semakin baik pula kemampuan dinding untuk menghalangi radiasi. Tetapi dinding beton yang terlalu tebal juga memiliki kekurangan, yaitu menghabiskan material yang lebih banyak dan luas daerah yang lebih besar. Sehingga perhitungan dilakukan untuk menentukan ketebalan dinding yang optimal dalam mendesain ruangan radioterapi. Selanjutnya kemampuan dinding dalam menghalangi radiasi di uji dengan menggunakan simulasi Monte Carlo. penelitian ini menggunakan simulasi Monte Carlo N-Particle eXtended (MCNPX) untuk menghitung dosis dari desain ruangan instalasi radioterapi dengan sumber linac 15 Mv. Ketebalan dinding ruangan radioterapi harus dapat menghalangi radiasi sekunder sampai pada nilai batas laju dosis 0,2 mSv per minggu untuk pekerja radiasi (pada area terkontrol) dan 0,001 mSv per minggu untuk masyarakat umum (pada area tidak terkontrol). perhitungan ketebalan dinding sekunder didasarkan pada persamaan Safety report series 47 dengan menggunakan parameter umum pada radioterapi. Pada penelitian ini dinding sekunder didesain dengan ketebalan 0,882 m pada area terkontrol dan 1,36 m pada area tidak terkontrol. Desain sampel digunakan untuk membandingkan tingkat efisiensi dan efektivitas dari desain ruangan yaitu dinding sekunder dengan ketebalan 1,8 m pada area terkontrol dan 2,8 m pada area tidak terkontrol. Hasilnya ketebalan dinding pada area terkontrol dapat menghalangi radiasi hingga di bawah standar, sedangkan area tidak terkontrol perhitungan masih perlu diperhatikan.

Concrete is one of the materials commonly used as radiation barrier walls, especially in radiation from patient scattering and head leakage. The thicker the concrete used, the better the ability of the walls to block radiation. But if concrete walls that are too thick also have drawbacks, namely spend more materials and have a larger area. So the calculation is carried out to determine the optimal wall thickness in designing the radiotherapy room. Furthermore, the ability of the wall to block radiation is tested using a Monte Carlo simulation. This study uses a Monte Carlo N-Particle eXtended (MCNPX) simulation to calculate the dose from the design of the radiotherapy installation room with a 15 MV linac source. The wall thickness of the radiotherapy room must be able to block secondary radiation up to a dose rate limit of 0.2 mSv per week for radiation workers (in controlled area) and 0.001 mSv per week for the general public (in uncontrolled area). secondary wall thickness calculation is based on the equation on Safety report series 47 using general parameters in radiotherapy. In this study, the secondary wall was designed with a thickness of 0.882 m in controlled area and 1.36 m in uncontrolled area. The sample design is used to compare the efficiency and effectiveness of the room design, namely the secondary wall with a thickness of 1.8 m in the controlled area and 2.8 m in the uncontrolled area. As a result, the walls in the controlled area can withstand radiation below standard, while the uncontrolled area still needs attention."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Ali
"Beton dan timbal merupakan material yang biasa digunakan sebagai dinding penahan radiasi. Beton dan timbal memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Beton memiliki harga yang relatif lebih murah namun memerlukan ruang yang besar sedangkan timbal dengan nomor atom yang tinggi memiliki harga yang lebih mahal namun ukuran ruangan dapat diminimalisir. Perhitungan ketebalan dinding penahan radiasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Safety Report Series No. 47 dengan nilai pembatas dosis sesuai dengan Perka Bapeten no 3 tahun 2013 lalu dilakukan pemodelan menggunakan Monte Carlo EGSnrc untuk memastikan nilai dosis yang dihasilkan tidak melebihi pembatas dosis yang ditetapkan Bapeten. Pemodelan dengan menggunakan Monte Carlo umum digunakan ketika pengukuran secara langsung tidak memungkinkan. Hasil simulasi Monte Carlo juga mampu merepresentasikan kondisi yang sesungguhnya dengan memasukan berbagai parameter seperti memodelkan linac, memodelkan material yang digunakan, memodelkan dinding penahan radiasi, hingga melakukan kalibrasi linac sehingga didapatkan nilai dosis yang dapat dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang digunakan. Pada penelitian dilakukan perhitungan dosis di luar dinding primer dengan memodelkan dinding beton densitas 2,35 g/cm3 dengan ketebalan 1,45 meter dan dinding timbal densitas 11,35 g/cm3 dengan ketebalan 21,73 cm lalu dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang ditetapkan oleh Bapeten. Hasilnya nilai dosis pada simulasi Monte Carlo EGSnrc untuk material beton dan timbal lebih rendah dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang digunakan akibat perbedaan komposisi material penyusun beton dan timbal yang digunakan dalam simulasi dengan referensi

Concrete and lead are materials commonly used as primary radiation walls. Concrete and lead have their respective advantages and disadvantages. Concrete has a relatively cheaper price but requires a large space, while lead with a high atomic number has a higher price, but the size of the room can be minimized. Calculation of the thickness of the radiation retaining wall can be carried out using the Safety Report Series No. 47 equations with a dose limiting value in accordance with Perka Bapeten Number 3. Of 2013 and then modeling using the Monte Carlo EGSnrc to ensure the resulting dose value does not exceed the limiting dose value by Bapeten. Monte Carlo modeling is commonly used when direct measurements are not possible. The Monte Carlo simulation results are also able to represent the real conditions by entering various parameters such as modeling the linac, modeling the materials used, modeling the primary radiation walls, and performing the linac calibration so that a dose value can be compared with reference dose value used. In this study, the dose calculation outside the primary wall was carried out by modeling a concrete wall with a density of 2,35 g/cm3 with a thickness of 1,45 meters and a lead wall with a density of 11,35 g/cm3 with a thickness of 21,73 cm and then compared with the reference dose value set by Bapeten. The result is that the dose value in the Monte Carlo EGSnrc simulation for concrete and lead materials is lower than the reference dose value used due to differences in the composition of the concrete and lead materials used in the simulation with reference"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"" Portal monitor radiasi (PMR) berperan penting dalam pencegahan penyalahgunaan dan penyelundupan bahan radioaktif melalui pendeteksian terhadap kendaraan di titik-titik pemeriksaan, seperti pelabuhan laut dan udara, serta fasilitas-fasilitas industri, kesehatan, dan nuklir. Kinerja PMR dicirikan oleh rendahnya kejadian alarm palsu. Penentuan batas ambang alarm pada PMR bersifat variatif dan subyektif, karena banyak faktor yang harus diperhitungkan. Salah satunya adalah cacah latar yang berfluktuasi. Penetapan batas ambang alarm dapat dilakukan dengan memanfaatkan sifat monotonik pencacahan dari detektor. Makalah ini menguraikan suatu simulasi sumber radioaktif yang bergerak mendekati/menjauhi detektor portal monitor. Teknik Moving Average Filter digunakan pada analisis statistik dalam simulasi ini untuk memperoleh deretan data (data series). Perbedaan pendeteksian terhadap kendaraan di titik-titik pemeriksaan, seperti pelabuhan laut dan udara, serta fasilitas-fasilitas industri, kesehatan, dan nuklir. Kinerja PMR dicirikan oleh rendahnya kejadian alarm palsu. Penentuan batas ambang alarm pada PMR bersifat variatif dan subyektif, karena banyak faktor yang harus diperhitungkan. Salah satunya adalah cacah latar yang berfluktuasi. Penetapan batas ambang alarm dapat dilakukan dengan memanfaatkan sifat monotonik pencacahan dari detektor. Makalah ini menguraikan suatu simulasi sumber radioaktif yang bergerak mendekati/menjauhi detektor portal monitor. Teknik Moving Average Filter digunakan pada analisis statistik dalam simulasi ini untuk memperoleh deretan data (data series). Perbedaan
(difference) intensitas radiasi menentukan kemiringan (slope) deret data pencacahan yang
dibangkitkan. Hasil yang diperoleh menunjukkan apakah detektor mencacah monotonik naik atau turun, sehingga batas ambang alarm dapat ditetapkan dalam rangka untuk meminimalkan terjadinya alarm palsu.""
JPN 8:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"" Portal monitor radiasi (PMR) berperan penting dalam pencegahan penyalahgunaan dan penyelundupan bahan radioaktif melalui pendeteksian terhadap kendaraan di titik-titik pemeriksaan, seperti pelabuhan laut dan udara, serta fasilitas-fasilitas industri, kesehatan, dan nuklir. Kinerja PMR dicirikan oleh rendahnya kejadian alarm palsu. Penentuan batas ambang alarm pada PMR bersifat variatif dan subyektif, karena banyak faktor yang harus diperhitungkan. Salah satunya adalah cacah latar yang berfluktuasi. Penetapan batas ambang alarm dapat dilakukan dengan memanfaatkan sifat monotonik pencacahan dari detektor. Makalah ini menguraikan suatu simulasi sumber radioaktif yang bergerak mendekati/menjauhi detektor portal monitor. Teknik Moving Average Filter digunakan pada analisis statistik dalam simulasi ini untuk memperoleh deretan data (data series). Perbedaan pendeteksian terhadap kendaraan di titik-titik pemeriksaan, seperti pelabuhan laut dan udara, serta fasilitas-fasilitas industri, kesehatan, dan nuklir. Kinerja PMR dicirikan oleh rendahnya kejadian alarm palsu. Penentuan batas ambang alarm pada PMR bersifat variatif dan subyektif, karena banyak faktor yang harus diperhitungkan. Salah satunya adalah cacah latar yang berfluktuasi. Penetapan batas ambang alarm dapat dilakukan dengan memanfaatkan sifat monotonik pencacahan dari detektor. Makalah ini menguraikan suatu simulasi sumber radioaktif yang bergerak mendekati/menjauhi detektor portal monitor. Teknik Moving Average Filter digunakan pada analisis statistik dalam simulasi ini untuk memperoleh deretan data (data series). Perbedaan
(difference) intensitas radiasi menentukan kemiringan (slope) deret data pencacahan yang
dibangkitkan. Hasil yang diperoleh menunjukkan apakah detektor mencacah monotonik naik atau turun, sehingga batas ambang alarm dapat ditetapkan dalam rangka untuk meminimalkan terjadinya alarm palsu.""
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kri Yudi Pati Sandy
"Telah dilakukan pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ) dan profil berkas sinar-X 6 MV dan 10 MV pesawat linear accelerator Siemens Primus 2D Plus untuk lapangan simetris dan asimetris 10 x 10 cm2 dan 20 x 20 cm2 SSD 100 cm. Pengukuran profil dilakukan di kedalaman dosis maksimum ( dmax ), 5 cm, 10 cm, dan 20 cm. Hasil pengukuran menunjukkan terjadi perubahan nilai PDD sampai sekitar 5 % untuk kedua kualitas sinar-X akibat pembentukan lapangan asimetris. Profil berkas sinar-X arah inplane dan crossplane juga mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya degradasi nilai flatness, symmetry, dan penumbra. Selain itu juga terjadi kenaikan asimetrisitas dosis relatif pada titik-titik tertentu sepanjang profil terutama arah crossplane yang dapat mencapai 7,85 %. Hal ini harus diperhatikan dalam aplikasi klinis penggunaan lapangan asimetris.

Measurement of percentage depth dose ( PDD ) and X-ray beam profiles were done for 6 MV and 10 MV of Siemens Primus 2D Plus Linear accelerator for 10x10 cm2 and 20 x 20 cm2 symmetric and asymmetric fields at SSD 100 cm. Measurement of profiles were verified at depth of maximum dose ( dmax ), 5 cm, 10 cm, and 20 cm. The result showed changes of PDD value reaching about 5% for both of X-ray qualities. Inplane and crossplane X-ray beam profiles have also undergone changes that caused the degradation of flatness, symmetry,and penumbra values. Besides that there is also an increase in the relative dose asymmetricity on certain points along the profile, it happens mainly in the crossplane direction that can reach 7,85 %. In using the asymmetric fields on the clinical implementation, this changes must be put into consideration."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S28841
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Mutrikah
"Tujuan: Membandingkan distribusi dosis respon akhir RE dan efek samping akut RE teknik konvensional dan teknik konformal pada kasus kanker serviks lokal lanjut Metode Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap pasien kanker serviks II B dan III B yang mendapat RE pra brakiterapi di Dept Radioterapi RSCM.
Hasil: Didapat 51 pasien menjalani RE teknik konvensional 25 dengan Cobalt 60 26 dengan Linac dan 29 pasien menjalani teknik konformal Sesuai ketentuan ICRU 50 dan 62 prescribed dose dan cakupan volume target teknik konvensional Cobalt lebih kecil p 0 001 dan 1 kasus dari 25 pasien mendapatkan PTV 95 Prescribed dose dan cakupan volume target teknik konvensional Linac lebih besar p 0 001 dibanding teknik konformal Rerata conformity index teknik konvensional sebesar 2 dan teknik konformal 1 02 p 0 001 Dosis dan volume pada buli rektosigmoid dan bowel teknik konvensional lebih besar p 0 001 Respon komplit akhir RE teknik konvensional adalah 42 dan teknik konformal adalah 58 p 0 001 Faktor independen respon akhir RE yaitu stadium FIGO dini dan ukuran tumor sebelum RE kecil le 4cm Pada semua kasus tidak didapatkan efek samping akut lokal yang berat RTOG grade 3 4 Proporsi efek samping ringan RTOG grade 1 2 pada gastrointestinal vesikourinaria dan kulit lebih banyak pada teknik konvensional secara berurutan 72 Vs 28 p 0 002 78 Vs 22 p 0 003 dan 78 Vs 22 p 0 01.
Kesimpulan: RE teknik konformal lebih unggul dibanding teknik konvensional dalam distribusi prescribed dose dan cakupan volume target atau organ kritis yang berdampak pada respon tumor akhir RE dan efek samping.

Purpose: To compare the dose distribution acute tumor response and acute side effects between conventional and conformal techniques EBRT in locally advanced uterine cervical cancerMethods and materials Retrospective cohort study was done in stage II B and III B uterine cervical cancer underwent EBRT before brachytherapy in Dept Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Results: Fifety one patients underwent conventional technique EBRT and 29 patients of conformal technique EBRT The average of target prescribed dose and volume coverage of 2 techniques EBRTwas in accordance with criteria of ICRU 50 and 62 smaller p 0 001 only 1 case of Cobalt conventional technique EBRT showed PTV 95 Conformity index of conventional technique EBRT was 2 and conformal technique EBRT was 1 02 p 0 001 Dose and volume of vesicourinary rectosigmoid and distal large bowel of conventional technique EBRT was greater p 0 001 Complete response of conventional technique was 42 and conformal technique was 58 p 0 001 Independent factors were early FIGO stage and tumor size before EBRT le 4cm There were no severe acute side effects RTOG grade 3 4 in both groups Acute side effects RTOG grade 1 2 of conventional techniques was more than conformal gastrointestinal vesikourinaria and skin respectively 72 vs 28 p 0 002 78 vs 22 p 0 003 and 78 vs 22 p 0 01.
Conclusion: Conformal technique EBRT was superior to conventional technique EBRT in prescribed dose distribution target volume coverage and organ at risk dose that impact on acute tumor response and side effects
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaifulloh
"Pengukuran dalam radioterapi untuk perhitungan dosis seperti percentage depth dose (PDD) dilakukan dalam fantom air yang memiliki densitas homogen, dengan densitas hampir sama densitas otot (1 g/cm3). Pada perlakuan radioterapi seperti pada kanker paru, berkas radiasi melewati material yang tidak homogen yaitu otot, tulang dan paru itu sendiri yang berakibat pada perubahan PDD, sehingga perlu pengukuran pada medium inhomogen seperti pada fantom rando.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur distribusi dosis pada paru dengan simulasi perlakuan radioterapi pasien kanker paru dengan fantom rando kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan TPS. Pengukuran distribusi dosis menggunakan TLD dan film Gafchromic. Untuk memperoleh distribusi dosis pada paru TLD diletakkan pada titik - titik yang berada pada bidang utama berkas dalam fantom rando. Pengukuran distribusi dosis dengan film dilakukan dengan meletakkan film Gafchromic diantara 2 irisan fantom rando. Pengukuran dilakukan untuk 3 lapangan, 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, dan 15 x 15 cm2. Hasil pengukuran dengan film dan TLD kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan TPS.
Hasil penelitian menunjukkan persentase dosis pada berbagai kedalaman antara hasil pengukuran film Gafchromic dengan perhitungan TPS berbeda secara signifikan, dan semakin besar lapangan semakin besar deviasi. Hasil pengukuran dengan film gafchromic mendapatkan nilai deviasi persen dosis hingga 6 % untuk lapangan 5 x 5 cm2, 16 % untuk lapangan 10 x 10 cm2, dan 17% untuk lapangan 15 x 15 cm2. Untuk pengukuran dengan TLD deviasi persen dosis hingga 8% untuk lapangan 5 x 5 cm2, 11% untuk lapangan 10 x 10 cm2, 12% untuk lapangan 15 x 15 cm2 masing ? masing pada kedalaman 15 cm.

Measurements in radiotherapy for dose calculation as percentage depth dose (PDD) are done in a water phantom with homogeneous density (1 g/cm3). In the radiotherapy treatment such as lung cancer, the radiation beam passes through inhomogeneous materials i.e. muscle, bone and lung itself, which resulted change in PDD, so necessary measurements on inhomogeneous medium like the rando phantom.
The purpose of this study was to measure dose distribution in the lung with simulated radiotherapy treatment of lung cancer patients with a rando phantom and compared with the TPS calculation. Measurement of dose distributions is using TLD and gafchromic films. To obtain the dose distribution in the lung, TLD placed at the points located on the main field of the beam in the rando phantom. Field measurements were made for 3 field sizes, 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, and 15 x 15 cm2. The results were then compared with the TPS calculation.
The results show the percentage dose at various depths between the measurement and TPS calculation differ significantly, and the larger the field the greater the deviation. Measurement using gafchromic film resulting in deviation in dose percentage reaching up to 6 % for 5 x 5 cm2 field size, 16 % for 10 x 10 cm2, and 17 % for the 15 x 15 cm2. For TLD measurement, deviation is up to 8% for 5 x 5 cm2 field size, 11% for 10 x 10 cm2, and 12% for 15 x 15 cm2 at 15 cm depth respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigalingging, Jefri Alfonso author
"Energi merupakan unsur yang selalu berhadapan dengan manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang terdiri dari beberapa jenis, seperti energi potensial, energi mekanik, energi kinetik dan lainya. Kalor juga merupakan energi yang sangat dibutuhkan kemampuan untuk memanfaatkan energi ini. Kalor juga memiliki sifat dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lainya, salah satunya adalah radiasi. Radiasi kalor merupakan sumber energi yang sangat baik untuk dimanfaatkan karena sifatnya yang mampu berpindah tanpa adanya perantara. Namun radiasi juga dapat membahayakan jika fluks kalor yang dipaparkan sangat besar yang mampu memicu penyalaan api pada objek yang terpapar.untuk menghindari hal tersebut maka perlu diantisipasi dengan salah satu cara melakukan pemetaan radiasi kalor pada suatu area tersebut. Pemetaan yang dilakukan terdiri dari beberapa faktor seperti jarak, offset, elevasi dan sudut pandang. Tentu saja jika sumber panas berada pada area fluida menyebabkan adanya pengaruh konveksi pada fluks kalor yang terukur. Kalor yang dihasilkan akan mengubah karakteristik udara disekitar objek yang dipaparkan dan akan membentuk sebuah lapisan batas yang memiliki ketebalan sesuai dengan karakteristik aliran kalor.

Energy is always connected with human life in every day, which is like potential energy, mechanical energy, kinetic energy and others. Heat is also a kind of energy, that rsquo s needed skill and capabilites to use this energy. Heat also has properties that can devolve to others place, one of that is radiation. Heat radiation is a very good energy to be exploited because of the nature characteristics of radiation is being able to move without a medium. However, radiation can also be dangerous if the heat flux is very large which can be triggered ignition fire of the object. To keep those things it is necessary to anticipate, one of them is to make a mapping of radiation in the area. Mapping consists of several factors such as distance, offset, elevation and view factor. Of course, if there is heat in the fluid region it will cause influence of convection in measurable heat flux. The heat produced of the heater will change the properties of air around exposed object and will form a layer that has a thickness according to the heat flow."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dikembangkan alat yang dapat digunakan untuk membantu menetukan sudut pada pembuatan lead brick (plain brick). Sudut yang dimaksud adalah sudut luar dan dalam pada lead brick (plain brick) male and female yang harus memenuhi standart ISO 7212-1986 dengan toleransi sudut male 90o o+15 dan female 90o o-15. Ketepatan pengerjaan sudut ini menjadi sangat penting untuk menjaga keseimbangan supaya susunan lead brick tidak miring atau rubuh. Oleh karena itu setiap pengerjaannya menggunakan rotary table karena memudahkan dalam setting benda kerja dan kepresisian pengukuran bisa dijaga. Namun dikarenakan banyaknya operator yang belum bisa menggunakan alat ini sebagai alat bantu untuk mencapai toleransi sudut yang disyaratkan, maka diperlukan adanya metode pengukuran yang tepat pada proses machining lead brick menggunakan alat bantu rotary table sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk mencapai tingkat ketelitian sudut 0,03o pada pembuatan sudut luar dan dalam (male and female) lead brick (plain brick)."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"DETERMINATION OF MATERIAL AND ITS THICKNESS FOR Cs - 137 GAMMA SOURCE SHEILDING. Its has been determined the sheilding material and its thickness necessarily conducted due to every material will have different half - thickness characteristics, and by the selection a suitable material and its thickness will be obtained...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>