Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188283 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihombing, Unedo Hence Markus
"Kanker ovarium merupakan kanker paling mematikan ke-8 pada perempuan di dunia. Pasien kanker ovarium umumnya akan mengalami kemoresistensi, kekambuhan dan prognosis buruk setelah operasi sitoreduktif dan kemoterapi berbasis platinum. Hal tersebut berhubungan dengan peningkatan ekspresi Cancer Stem Cells (CSCs) CD44+/CD24-, RAD6, dan penurunan DDB2. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan ekspresi CSCs, RAD6 dan DDB2 dengan kemoresistensi kanker ovarium di jaringan kanker ovarium dan sirkulasi darah.
Penelitian kohort ambispektif ini dilakukan di RSUP Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, RSUP Dharmais, dan RSUP Fatmawati pada Februari 2018–Februari 2022. Subjek adalah 64 orang pasien yang dibagi menjadi dua kelompok. Semua subjek menjalani operasi sitoreduktif dan pemeriksaan histopatologi. Kemoterapi diberikan sebanyak enam seri diikuti enam bulan observasi, kemudian ditentukan respons terapi dengan kriteria Response Criteria in Solid Tumors (RECIST). Uji imunohistokimia dilakukan langsung ke jaringan kanker ovarium (retrospektif) dan uji flowsitometri darah (prospektif) untuk menilai Ekspresi CSCs, RAD6 dan DDB2.
Terdapat peningkatan Ekspresi CSCs, RAD6 serta penurunan bermakna ekspresi DDB2 (p < 0,05) di jaringan kanker ovarium kemoresisten, dan peningkatan bermakna Ekspresi CSCs, dan RAD6 yang bermakna (p < 0,05) di sirkulasi darah penderita kanker ovarium. Ekspresi DDB2 di uji imunohistokimia adalah protein dengan nilai AUC terbaik sedangkan di uji flowsitometri, CSCs memiliki nilai AUC terbaik. Disusun skor IHC-UNEDO (imunohistokimia) dan skor FCM- UNEDO (flowsitometri) untuk membantu memprediksi respons terapi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan Ekspresi CSCs, RAD6 dan penurunan DDB2 di jaringan kanker ovarium, serta peningkatan Ekspresi CSCs di sirkulasi darah penderita kanker ovarium dan protein tersebut merupakan prediktor respons terapi kanker ovarium yang baik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.R. Chrysna Winandha K.
"Gen SOX2 telah dilaporkan memegang peranan penting dalam menginduksi sel punca progenitor dari sel fibroblast manusia dewasa. Peningkatan ekspresi gen SOX2 berkorelasi dengan peningkatan tingkat keparahan kanker payudara. Namun, bagaimana SOX2 memiliki sifat onkogenik belum diketahui secara pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai ekspresi gen SOX2 pada sel kanker payudara CD44+/CD24-dan CD44-/CD24-yang di ko-kultur dengan Mouse Embryonic Fibroblast (MEF) berdasarkan waktu pengkulturan sel sebagai upaya untuk mempelajari ekspresi gen dan sifat dari sel punca kanker payudara pada sel kanker payudara dari pasien kanker payudara wanita Indonesia.
Tingginya ekspresi gen SOX2 diasumsikan dapat menjadi indikasi untuk menentukan kondisi optimum pada kultur sel kanker payudara. Level RNA gen SOX2 diukur dengan menggunakan reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) dan dinormalisasi dengan menggunakan housekeeping gene PUM1 sebagai kontrol dalam. Hasil menunjukkan bahwa ekspresi gen SOX2 tertinggi di hari ketiga pada kultur sel punca kanker (CD44+/CD24-), demikian pula dengan kultur sel non punca (CD44-/CD24-), dan di hari pertama pada kultur sel kanker payudara (CD44/CD24).

SOX2 gene has been reported to play an important role in inducing stem cell progenitor cells from adult human fibroblasts. Increase in SOX2 gene expression known to correlate with the increase of breast cancer severity. However, the oncogenic properties of SOX2 has not been confirmed yet. This research aimed to obtain information about the level of SOX2 gene expression of breast cancer cells CD44+/CD24-dan CD44-/CD24-in co-culture with Mouse Embryonic Fibroblast (MEF) based on time of cell culture, in an attempt to study the gene expression and the nature of cancer stem cells in breast cancer cell in Indonesian female breast cancer patient.
High SOX2 gene expression was assumed as the indication of the optimum culture condition of breast cancer cell. SOX2 gene RNA level was measured performing reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) and normalized using the housekeeping gene PUM1 as an internal control. Results showed that the highest SOX2 gene expression was found in day 3 for cancer stem cell cultures (CD44+/CD24-) as well as for non cancer stem cell cultures (CD44-/CD24-), and in day 1 for breast cancer cell cultures (CD44/CD24).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S359
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Enzo Sapuandi
"ABSTRAK
Kanker payudara masih menjadi kanker tertinggi yang terjadi pada wanita. Deteksi sel punca kanker payudara sangatlah penting dalam menghilangkan kanker dari sumbernya langsung. Sejumlah penelitian yang menggunakan isolasi sel punca kanker payudara berdasarkan CD24 / CD44 permukaan penanda dan mengungkapkan bahwa CD44 / CD24- fraksi menentukan fitur kepuncaan dan pembelahan diri. Tetapi dalam waktu yang sama juga ditemukan bahwa sel-sel induk kanker CD44 payudara / CD24- tidak ada di setiap jenis kanker payudara, dan tidak selalu terkait dengan perkembangan tumor. Dengan demikian, tingkat kepuncaan masih kontroversial. Dalam penelitian ini, pluripotensi sel-sel punca kanker payudara dinilai. Pluripotensi dinilai berdasarkan ekspresi gen MTDH, gen bertanggung jawab atas angiogenesis dan metastasis, yang dapat menginisiasi invasi sel dan proliferasi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui level ekspresi dari MTDH dikarenakan peran pentingnya untuk mengetahui prognosis dari pasien kanker payuh darah. Sampel dikumpulkan dari situs awal kanker payudara dan difraksinasi melalui penyortiran sel magnetik. Setelah itu sel punca kanker payu darah akan diisolasi dengan hypoxia di berbeda jedah waktu. qRT-PCR dengan elektroforesis berikut dilakukan untuk mempelajari tingkat ekspresi gen MTDH dalam sel induk kanker payudara. Kami berhasil menemukan ekspresi yang lebih tinggi dari MTDH dalam sel punca kanker payudara di pos pemeriksaan awal 0,5 jam . Namun setelah melewati 0,5 jam pemeriksaan, ekspresi MTDH mulai menurun. Hypothesis dari studi ini diterima sampai waktu 0.5 jam, tetapi setelah melewati jedah waktu tersebut, hasil menunjukan tren yang berbeda, yaitu level ekpresi gen MTDH yang menjadi lebih rendah.

ABSTRACT
Breast cancer remains as the highest prevalent cancer in women. Detection of breast cancer stem cell CSC is important in eliminating the disease from its source. Numerous studies has isolated breast CSC based on CD24 CD44 surface marker and revealed that CD44 CD24 fraction specifies stemness and pluripotent features. Though, it was also discovered that CD44 CD24 breast cancer stem cells does not exist in every breast cancer types, and not always linked with progression of tumor. Thus, its pluripotency level remains controversial. In this study, breast cancer stem cells pluripotency was assessed. Pluripotency was assessed based on MTDH gene expression, a gene accountable for angiogenesis and metastasis, which can initiative cellular invasion and proliferation. Therefore it is important to examine MTDH gene expression level in order to establish its importance in breast cancer patient rsquo s prognosis. The samples were collected from initial site of breast cancer and fractionated through magnetic cell sorting. After that the breast cancer stem cells will be isolated with hypoxia at different period of time. qRT PCR with following electrophoresis was done to study the level of expression of MTDH gene in breast cancer stem cells. We managed to find a higher expression of MTDH in breast cancer stem cells at early checkpoint 0.5 hour . However after it passed 0.5 hour checkpoint, the expression of MTDH starts to decrease. Our research hypothesis was accepted until period of 0.5 hour. However right after this, our results were against our hypothesis which demonstrated lower expression of MTDH."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Christian
"Latar Belakang: MnSOD adalah antioxidant yang paling umum untuk melindungi sel-sel dari stres radical oksidatif Endogenous dan exogenous radical bebas superoksida . Sel punca kanker diketahui untuk bertahan dalam keadaan hipoksia dan kelangsungan hidup sel punca kanker dipengerahi oleh level ekspresi MnSOD. Namun, efek hipoksia terhadap ekspresi gen MnSOD SOD2 masih belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk menginvestigasi tingkat ekspresi MnSOD dalam berbagai interval waktu hipoksia dalam induksi hipoksia kepada CD24-/44 sel punca kanker payudara.
Metode: Sampel kanker payudara diperoleh dalam klinik dan dipisahkan dengan Magnetic cell Sorting MACs . Sampel berikut di induksi hipoksia dalam interval 0 jam, 30 menit, 4 jam, 6 jam dan 24 jam di dalam ruangan hipoksia. Kemudian, mRNA diisolasi dan dipotimasi untuk primer annealing. C t value Cycle threshold diperoleh dari qRT-PCR dan dilakukan kalkulasi untuk mengetahui ekspresi relatif MnSOD terhadap ekspresi gen 18s. Hasil PCR akan dilakukan elektroforesis untuk mengkonfirmasi amplifikasi MnSOD.
Hasil: Tingkat ekspresi MnSOD menurun di setiap interval hipoksia. Ekspresi MnSOD diturunkan paling rendah setelah 4 jam setelah diinduksi hipoksia.
Kesimpulan: Semua sel punca kanker payudara CD44 /CD24- yang telah diinduksi dalam interval hipoksia yang berbeda-beda telah berdiferensiasi, hasil ditunjukan dengan penurunan dalam ekspresi MnSOD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Noela R.M.H.
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum kanker ovarium di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) 5 tahun terakhir beserta faktor-faktor yang berhubungan dengan kanker ovarium. Penelitan ini mengambil data pasien kanker ovarium selain tipe borderline yang terdapat di Cancer Registry divisi Ginekologi Onkologi dan masih memiliki rekam medis di RSCM pada periode Januari 2010 – Desember 2014, dilakukan follow up untuk mengetahui kesintasan hidup selama 4 tahun. Kami mendapatkan 98 subyek penelitian. Pada penelitian ini didapatkan insidensi kanker ovarium terbanyak pada usia 45-54 tahun (33,6%), insidensi kanker ovarium menurun dengan bertambahnya jumlah anak, sebagian besar kanker ovarium merupakan tipe epitelial (76,5%) dan sebagian besar pasien didiagnosa pada stadium lanjut (55.1%). Kesintasan hidup 4 pasien kanker ovarium tipe epitelial 77%; tipe germinal 83.3%; tipe stroma 100%. Kesintasan hidup 4 tahun dengan terapi pembedahan 84.1%; pembedahan disertai kemoterapi adjuvan 83.3%; kemoterapi neoadjuvan sebelum pembedahan 68.4%. Terdapat 63% respon komplit pada kelompok kemoterapi adjuvan; dan 41.2% pada kelompok kemoterapi neoadjuvan.

ABSTRACT
The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 – December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy.;The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 – December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy.;The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 – December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy., The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 – December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelupessy, Nugraha Utama
"ABSTRAK
Nama :Nugraha Utama PelupessyProgram Studi :S3 Ilmu KedokteranJudul :Marker Cancer Stem Cells CD133, CD44, dan ALDH1A1 Sebagai Faktor Prognostik pada Kanker Ovarium Tipe Epitelial Kanker ovarium merupakan penyakit yang bersifat heterogen dan kebanyakan pasien datang dengan stadium lanjut. Kanker ovarium epitelial tipe II mempunyai sifat pertumbuhan tumor yang cepat dan secara genetik labil dibandingkan tipe I. Keberadaan cancer stem cells CSC dianggap sebagai salah satu faktor prognostik terjadinya kemoresisten dan kesintasan hidup yang rendah.Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan CSC sebagai faktor prognostik dengan menggunakan marker CD133, CD44, dan ALDH1A1 pada kanker ovarium tipe epitelial.Marker CD133, CD44, dan ALDH1A1 diperiksa dengan imunohistokimia dan flowcytometry. Hasil ekspresi marker CSC pasien kanker ovarium tipe I dan tipe II dimasukkan kedalam suatu tabel yang dihubungkan dengan respons kemoterapi dan kesintasan hidup. Analisis data dilakukan dengan program computer STATA 14. Analisis kesintasan dilakukan dengan analisis Kaplan-Meier dan uji asumsi cox proportional hazard. Analisis multivariat dipakai untuk model prognosis selama 10 bulan. Sistem skoring dibuat dengan menggunakan receiver operating characteristic ROC curve analyses.Data demografi kelompok terbanyak adalah usia ge; 45 tahun; 40 sampel 72,7 , stadium I, 23 sampel 41,8 , diferensiasi buruk 30 sampel 54,5 , dan tipe II 16 sampel 29,1 . Perbedaan yang bermakna antara tipe histopatologi dengan marker CSC hanya terlihat pada marker CD44. Skor Prediksi Kemoresisten SPKr 10 bulan yang dihubungkan dengan 4 variabel yaitu usia ge; 45 tahun, tipe II, stadium III minus;IV, dan CD44 tinggi dengan ROC 72,47 dan probabilitas post test 82,5 . Kurva ROC berdasarkan kombinasi marker CSC dan faktor klinikopatologi yaitu stadium III minus;IV, usia ge; 45 tahun, diferensiasi buruk, tipe II, CD133 negatif, CD44 tinggi, dan ALDH1A1 tinggi adalah 0,841. Skor Prediksi Kematian SPKm 10 bulan yang dihubungkan dengan 3 variabel yaitu stadium III minus;IV, tipe II, dan CD44 tinggi dengan AUC 80,44 dan probabilitas post test 78,7 . Kurva ROC berdasarkan kombinasi marker CSC dan faktor klinikopatologi yaitu stadium III minus;IV, usia ge; 45 tahun, diferensiasi buruk, tipe II, CD133 positif, CD44 tinggi, dan ALDH1A1 tinggi adalah 0,841.Simpulan: Marker CD44 terbukti berperan pada kanker ovarium tipe II. Skor Prediksi Kemoresisten dan Skor Prediksi Kematian dapat ditentukan selain dengan faktor klinikopatologi, juga dengan memakai marker CSC. Kata kunci: ALDH1A1, CD44, CD133, CSC, kanker ovarium epitelial, kesintasan hidup, respons kemoterapi.

ABSTRACT
Name : Nugraha Utama PelupessyStudy Program : Doctoral Program Medical SciencesTitle :Cancer Stem Cell CD133, CD44 andALDH1A1 Markers As Prognostic Factors on Epithelial Ovarian Cancer. Ovarian cancer is a heterogeneous disease and most of the patients came with an advanced stage. Epithelial ovarian cancer type II has the characteristic of rapid tumor growth and genetically more labile than that of type I. The presence of cancer stem cells CSC is considered as one of the prognostic factors of low mortality and survival.The aims of this study was to prove CSC as prognostic factors using CD133, CD44, and ALDH1A1 markers on epithelial ovarian cancer.Clinicopathology and demographic data were collected from medical records. CD133, CD44, and ALDH1A1 markers were examined with flowcytometry and immunohistochemistry. CSC marker expression of the patients with ovarian cancer type I and II was connected with chemotherapy and survival response. Data analysis was done by using STATA 14 software. Survival analysis was done by using Kaplan-Meier analysis and Cox proportional hazard test. Multivariate analysis is used for prognosis model for ten months. Receiver Operating Characteristic ROC curve analyses was used as the system scoring. The highest group demographic data were age ge; 45 years; 40 samples 72.7 , stage I, 23 samples 41.8 , poor differentiation 30 samples 54.5 , and type II 16 samples 29.1 . A significant difference between the histopathologic type and the CSC marker was seen only in CD44 marker. Chemoresistance Prediction Score in 10 months was associated with 4 variables ie age ge; 45 years, type II, stage III minus;IV, and CD44 high with ROC 72.47 and posttest probability 82.5 . The highest chemoresitency scoring ROC curve based on the combination of CSC marker and clinicopathology factors; stage III minus;IV, age ge; 45 years, poor differentiation, type II, negative CD133, high CD44, and high ALDH1A1, was 0.841. Mortality Prediction Score in 10 months was associated with 3 variables is stage III minus;IV, type II, and CD44 high with AUC 80.44 and posttest probability 78.7 . The highest mortality scoring ROC curve based on the combination of CSC marker and clinicopathology factors; stage III minus;IV, age ge; 45 years, poor differentiation, type II, positive CD133, high CD44, and high ALDH1A1, was 0.841. Conclusion: The CD44 marker has a role in type II ovarian epithelial cancer. Chemoresistance Prediction Score and Mortality Prediction Score can be determined from clinicopathological factors and using CSC marker. Keywords: ALDH1A1, CD44, CD133, chemotherapy response, CSC, Epithelial Ovarian Cancer, survival"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Halim
"Latar Belakang : Kanker payudara adalah kanker kedua tersering pada wanita dengan
angka kcmatian yang tinggi. Keganasan, cherno-resistance, dan kegagaJan tempi untuk menyembuhkan kanker payudara disebabkan oleb adanya sel punca kanker payudara (BCSCs). BCSCs mengekspresikan multigen untuk kelangsungan hidup, kemampuan self-renewal, dan kemampuan bennetastasis. LingkWlgan hipoksia memicu sel tumor untuk mengekspresikan gen pro-survival dan beradaptasi secara metabolik terhadap stres, sehingga memlcu pertumbuhan sel kanker.
Inhibitor of Apoptosis Prolein
(lAP), mengatur supresi apoptosis, kontrol pembelahan sel, dan promosi angiogenesis.
Ekspresi gen survivin sangat tinggi di sei tumor Wltuk kclangsungan hidup.
perkembangan tumor dan keganasan. Survivin sangat papuler dijadikan sebagai gen target kanker. Mendalami peran SUrYivin dalam kondisi hipoksia akan menjanjikan
manfaat terapeutik yang lebih baik. Dalam percobaan ini, ekspresi survivin akan diamati di BCSCs yang dibiakkan dalam media bebas serum yang diberi perlakuan hipoksia 1%dengan periode berbeda.
Mctode : Sel punca diekstrak dari kanker payudara, kemudian diberi perlakuan hipoksia. RNA kemudian diisolasi dan diukur dengan spectrophotometry Wltuk menentukan kadar kemumian sampeL Setelah itu, One-Step qRT-PCR dilakukan untuk mendapatkan hasH ekspresi relatif gen survivin. Produk peR tersebut kemudian diproses dengan electrophoresis uotuk memastikan gen yang telat diamplifikasi.
HasH : Kadar ekspresi gen survivin rnengalami penurunan di sci pWlca kanker payudara selama proses hypoxia dengan interval yang berbeda.
Kesimpulan : Sci punca kanker payudara yang diberi perlakuan hypoxia yang berbeda
menunjukkan kadar ekspresi gen survi.vin yang rendah. Ada kemungkinan bahwa seI
tersebut telah berdiferensiasi dalam popuJasi sel puncak. Penelitian tambahan perlu dilaksanakan untuk memastikan aktivitas apoptosis di sel puncak kanker payudara dalam kondisi hypoxia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jevi Septyani
"Latar belakang : Kanker payudara merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi pada wanita. Di dalam suatu masa tumor, terjadi ketidakseimbangan kurangnya oksigen dengan tinggi nya kebutuhan sel tumor yang terus berproliferasi. Ketika homeostasis dari oksigen terganggu, sel akan mengekspresikan dan menstabilisasi suatu protein yang sangat sensitif terhadap oksigen, bernama Hypoxia Inducible Factor (HIF). HIF2alpha adalah subunit dari keluarga HIFalpha yang dapat mendukung aktivasi dari beberapa gen target seperti VEGF, Oct4, yang dapat mendukung proliferasi, angiogenesis, dan perubahan mekanisme glikolisis pada sel. Berbeda dengan HIF1alpha yang sudah sering diperbincangkan dalam berbagai literatur, peran dan ekspresi dari HIF2alpha ini masih diperdebatkan. HIF2alpha berperan dalam kondisi hipoksia kronik yang terdapat pada jaringan tumor, yang dapat mempertahankan proliferasi dan keganasan sel kanker, bahkan dapat memicu adanya metastasis. Beberapa hipotesis mengatakan bahwa eradikasi dari HIF2a dapat dijadikan target untuk cara penyembuhan dengan menginhibisi sel punca kanker.
Metode : Sampel diambil dari sel kanker payudara yang telah dipurifikasi sebelumnya oleh tim riset Wanandi melalui proses pemisahan sel magnetik menjadi sel punca kanker payudara. Sel diinduksi hipoksia dengan durasi yang berbeda-beda (0 jam, 30 menit, 4 jam,6 jam, dan 24 jam). Sel selanjutnya diisolasi untuk mendapatkan RNA, dan dilakukan RT-qPCR serta elektroforesis untuk mengetahui tingkat ekspresi dari HIF2alpha.
Hasil : Hasil dari eksperimen ini berbeda dengan studi literatur kami. Setelah dianalisis kuantifikasi relatif dengan gen 18s sebagai housekeeping gen, tingkat ekspresi dari HIF2a mengalami penurunan dibandingkan dengan sebelum diinduksi hipoksia (0 jam). Meningkatnya durasi hipoksia tidak berbanding lurus dengan peningkatan dari HIF2alpha, melainkan menunjukan fluktuasi.
Kesimpulan : Ekspresi HIF2alpha pada sel punca kanker payudara CD44+/CD24- menurun setelah diinduksi hipoksia.

Background: Breast cancer is the cancer with the highest prevalence in women. In a period of a tumor, there is an imbalance lack of oxygen to his high needs tumor cells continue to proliferate. When homeostasis of oxygen is interrupted, the cell will express and stabilize a protein that is highly sensitive to oxygen, called Hypoxia Inducible Factor (HIF). HIF2a is a subunit of HIF family that can support the activation of multiple target genes such as VEGF, Oct4, which can support the proliferation, angiogenesis and glycolysis mechanisms of the cell changes. Unlike the HIF1a that has often been discussed in the literature, the role and expression of HIF2a is still debated. HIF2a said to play a role in chronic hypoxic conditions found in tumor tissue, which can maintain the proliferation and the malignancy of cancer cells, it can even lead to metastasis. Some hypotheses say that the eradication of HIF2a can be targeted for healing way to inhibit cancer stem cells.
Methods: Samples were taken from breast cancer cells that had been purified previously by the Wanandi?s research group via magnetic cell separation process into breast cancer stem cells. Cells will be induced hypoxia with different duration (0 hours, 30 minutes, 4 hours, 6 hours, and 24 hours). Cells will be further isolated to obtain RNA, and performed RT-qPCR and electrophoresis to determine the level of expression of HIF2a.
Results: The results of this experiment differ from our literature study. Having analyzed the relative quantification of gene 18s as a housekeeping gene, the expression level of HIF2a decreased compared with the prior-induced hypoxia (0 hours). Increasing duration of hypoxia is not directly proportional to the increase of HIF2a, but showed fluctuation.
Conclusion : The expression of HIF2alpha in breast cancer stem cell CD44+/CD24- declines after being induced hypoxia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sandi Sumardi Wiranegara
"Kanker ovarium masih menempati urutan kedua terbanyak dalam keganasan ginekologi dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan. Banyak bukti menunjukkan bahwa kanker ovarium umunya dalam pengaruh stress oksidatif. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas stress oksidatif melalui pengukuran enzim Superoxide Dismutase (SOD) dan kadar Malondialdehyde (MDA) pada penderita keganasan ovarium dibandingkan dengan penderita tumor jinak ovarium. Penelitian dilakukan dengan uji potong-lintang yang dilaksanalan di Ruang Rawat Kebidanan Ginekologi RSCM Jakarta, RS Persahabatan Jakarta dan RS Fatmawati Jakarta pada Juli hingga Desember 2018. Seluruh penderita keganasan ovarium dan penderita tumor jinak ovarium yang memenuhi kriteria diikutsertakan dalam penelitian ini. Darah penderita tumor ovarium diambil sebelum dilakukan operasi, lalu sampel dilakukan pengukuran kadar SOD dan MDA. Terdapat 35 penderita keganasan ovarium dan 43 penderita tumor jinak ovarium yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata atau median kadar SOD dan MDA pada penderita keganasan ovarium adalah 1,23 (0,24-5,709) dan 0,803 ± 0,316 , sementara rerata atau median kadar SOD dan MDA pada penderita tumor jinak ovarium adalah 0,488 (0,101-1,86) dan 0,634 ± 0,266. Terdapat perbedaan kadar SOD dan MDA yang bermakna antara kedua kelompok. Terdapat perbedaan kadar SOD yang bermakna antara penderita keganasan ovarium stadium awal dengan penderita keganasan ovarium stadium lanjut. Sementara pada pemeriksaan MDA tidak terdapat perbedaan bermakna antara penderita stadium awal dengan stadium lanjut. Kesimpullan pada penelitian ini terdapat perbedaan kadar SOD dan MDA yang bermakna antara penderita keganasan ovarium dengan penderita tumor jinak ovarium.

Ovarian cancer is the leading cause of death due to gynecological malignancies among women. A lot of evidence shows that ovarian cancer is generally influenced by oxidative stress. In this study aims to determine the activity of SOD enzymes and MDA levels in patients with ovarian malignancies and patients with benign ovarian tumors. The study was conducted by cross-sectional tests carried out in the RSCM Jakarta Gynecology Obstetric Room and Persahabatan Hospital Jakarta and Fatmawati Hospital Jakarta in July to December 2018. All patients with ovarian malignancies and patients with benign ovarian tumors who met the criteria were included in this study. Blood from ovarian tumor patients taken before surgery, then the samples were measured for SOD and MDA levels. There were 35 ovarian malignancies and 43 patients with benign ovarian tumors included in the study. The mean or median level of SOD and MDA in patients with ovarian malignancy is 1.23 (0.24 - 5.709) and 0.803 ± 0.316, while the mean or median level of SOD and MDA in patients with benign ovarian tumors is 0.488 (0.101-1.86) and 0.634 ± 0.266. There were significant differences in SOD and MDA levels between the two groups. There were significant differences in SOD levels between patients with early-stage ovarian malignancies and those with advanced ovarian malignancies. While on MDA examination there were no significant differences between patients with early stages with advanced stages. Conclusion in this study were significant differences in SOD and MDA levels between ovarian malignancies and patients with benign ovarian tumors"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tricia Dewi Anggraeni
"Kanker ovarium memiliki mortalitas mencapai 70%, dan 85% dari pasien yang datang pada kondisi stadium lanjut. Sebanyak > 80% pasien stadium lanjut merespons pada kemoterapi lini pertama yang menggunakan obat berbasis platinum, namun median kesintasan bebas penyakitnya (disease-free survival) hanya mencapai 18 bulan, sebagian besar merupakan pasien kambuh, dan tidak merespons pada kemoterapi lini berikutnya. Pada moda moda kemoresistensi, yang paling dapat diintervensi adalah adanya sel punca kanker (CSC) pada jaringan kanker ovarium pasien. Kemoresistensi pada CSC memiliki beberapa mekanisme berbeda, salah satunya adalah tingginya aktivitas protein ATM dan ATR yang dapat bersifat kompetitif terhadap obat berbasis platinum dalam berikatan dengan DNA. Selama ini, telah banyak penelitian eksperimental yang menarget CSC kanker ovarium, namun penelitian terbaru menggunakan RNA microarray menemukan bahwa gen ADAM19 diekspresikan secara eksklusif pada CSC kanker ovarium sehingga dapat digunakan sebagai marker spesifik. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengeksplorasi kemoresistensi pada CSC kanker ovarium dari jaringan segar pasien dan korelasinya dengan ekspresi gen ATM dan ATR, serta mengonfirmasi ekspresi gen ADAM19 sebagai marker spesifik subpopulasi CSC kanker ovarium yang dipilah menggunakan metode MACS dengan penanda CD133. Dari 67 pasien subjek penelitian yang diambil dan dikultur jaringan metastasisnya, dua di antaranya dapat dikultur tanpa batas, menghasilkan kultur dengan dominan sel epitel, dan tidak mengalami senescence. Setelah itu, sel-sel kultur dipilah menggunakan MACS dengan penanda CD133 untuk mendapatkan CSC, kemudian diuji menggunakan metode pembuatan sferoid, RT-qPCR, dan uji kemoresistensi. Dari pembentukan sferoid yang dilakukan pada tiga jenis sel yang digunakan, yakni lini sel SKOV3, serta kultur primer OV1 dan OVM1, ditemukan secara konsisten bahwa jumlah sferoid yang didapatkan pada kultur CSC CD133+ lebih banyak dibandingkan main population (MP) dan CD133-. Dari RT-qPCR juga ditemukan secara konsisten bahwa seluruh ekspresi gen ATM, ATR, NANOG, ADAM19, Ki-67, dan kaspase-3 pada CSC CD133+ lebih tinggi dibandingkan MP dan CD133. Pada uji kemoresistensi terhadap kemoterapi karboplatin, didapatkan bahwa sel CD133+ juga lebih kemoresisten dibandingkan dengan MP dan CD133-. Berdasarkan uji korelasi Spearman Rho, ekspresi gen ATM dan ATR berkorelasi positif sedang menuju sangat kuat dengan sifat kemoresistensi terhadap karboplatin. Pada akhir penelitian, disimpulkan bahwa CSC dengan CD133+ memiliki kemampuan proliferasi yang lebih tinggi dengan ekspresi gen Ki-67 yang meningkat, memiliki stemness yang lebih kuat terlihat pada ekspresi gen Nanog-nya yang lebih tinggi, dan memiliki kemampuan kemoresistensi yang lebih besar ditunjukkan oleh ekspresi gen ATM dan ATR-nya yang tinggi serta berkorelasi positif dengan hasil uji kemoresistensi.

Ovarian cancer has a mortality rate of up to 70% where 85% of patients present at an advanced stage. More than 80% of advanced stage patients respond to first-line chemotherapy using platinum-based drugs, but the median disease-free survival is only 18 months. Most patients relapse, and do not respond to subsequent lines of chemotherapy. In the chemoresistance modes, the easiest way to intervene is through the presence of cancer stem cells (CSC) in the patient's ovarian cancer tissue. Chemoresistance in CSC has several different mechanisms, one of which is the high activity of ATM and ATR proteins that can be competitive against platinum-based drugs in binding to DNA. So far, there have been many experimental studies targeting ovarian cancer CSCs, but a recent study using RNA microarray found that ADAM19 gene expression is expressed exclusively in ovarian cancer CSCs so that it can be used as a specific marker. Therefore, this study aimed to explore chemoresistance in ovarian cancer CSC from fresh patient’s tissue and its correlation with ATM and ATR gene expression, as well as to confirm ADAM19 gene expression as a specific marker for ovarian cancer CSC subpopulations sorted using the MACS method with the CD133 marker. Out of 67 patients who were the subjects of the study, the samples were taken and cultured for their metastatic tissues, 2 of them could be cultured indefinitely, could produce cultures with a predominance of epithelial cells, and did not experience senescence. After that, the culture cells were sorted using MACS with the CD133 marker to obtain CSC, then tested using the spheroid preparation method, RT-qPCR, and chemoresistance test. From the spheroid culture performed on the 3 types of cells used, namely the SKOV3 cell line, as well as OV1 and OVM1 primary cultures, it was found consistently that the number of spheroids obtained in CD133+ CSC cultures was higher than the main population (MP) and CD133-. From RT-qPCR it was also found consistently that all genes expression ATM, ATR, NANOG, ADAM19, Ki-67, and Caspase-3 in CD133+ CSCs were higher than MP and CD133. In the chemoresistance test to carboplatin chemotherapy, it was found that CD133+ cells were also more chemoresistant than MP and CD133-. Based on the Spearman Rho correlation test, ATM and ATR gene expression had a moderately strong positive correlation with chemoresistance to carboplatin. At the end of the study, it was concluded that CSCs with CD133+ had a higher ability to proliferate with increased expression of the Ki-67 gene, had stronger stemness as seen in the higher expression of the NANOG gene, and had greater chemoresistance ability as indicated by the expression of the ATM gene. and high ATR and positively correlated with chemoresistance test results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>