Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Airin Aldiani
"Latar belakang dan tujuan : Semua jenis paduan pengobatan TB RO bukan tanpa efek samping sehingga direkomendasikan implementasi farmakovigilans dan pengawasan serta tata laksana keamanan obat secara aktif terhadap efek samping. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian efek samping yang paling sering yakni efek gastrointestinal (GI) dan efek samping yang dapat berakibat fatal yakni efek kardiovaskular yang terjadi pada pasien TB RO yang mendapatkan paduan jangka pendek (STR) di poliklinik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan.
Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain kohort prospektif yang dilakukan bulan Agustus 2019-Januari 2021 dengan metode consecutive sampling pada pasien TB RO yang mendapatkan STR di poliklinik paru RSUP Persahabatan. Pasien dalam pengobatan STR akan diikuti selama masa pengobatan 9-11 bulan untuk evaluasi subjektif dan objektifnya sampai terjadinya luaran pengobatan.
Hasil : Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 orang dengan karakteristik dasar yaitu median usia 37 tahun, laki-laki (67,6%), status gizi kurang (52,9%) dan komorbid diabetes (17,6%). Luaran putus berobat cukup tinggi (26,5%) Hampir seluruh subjek mengalami efek gastrointestinal (95,6%) seluruhnya muncul pada fase intensif dan dominan derajat ringan. Efek samping GI akan semakin menurun setelah fase intensif. Hanya sebagian subjek yang mengalami efek kardiovaskular (41,2%) dan trennya semakin lama kejadiannya semakin meningkat. Terdapat satu subjek dengan luaran meninggal dunia pada efek samping kardio derajat berat. Pada efek samping GI tidak ada kecenderungan faktor yang menyebabkan, sementara durasi pengobatan yang mencapai 9 bulan yang mempengaruhi efek samping kardiovaskular (p=0,001).
Kesimpulan : Pada penelitian ini efek samping GI terjadi pada hampir seluruh pasien namun trennya akan menurun setelah fase intensif. Sementara efek samping kardiovaskular dapat berakibat fatal dan trennya akan meningkat seiring berjalannya pengobatan. Durasi pengobatan yang lebih panjang dapat secara bermakna menyebabkan timbulnya efek samping kardiovaskular.

Background : All types of drug-resistant (DR) tuberculosis (TB) treatment are not without effects, thus implementation of pharmacovigilance and active drug safety monitoring and management against adverse events are highly recommended. This study was conducted to determine the incidence gastrointestinal (GI) adverse events and cardiovascular adverse events that occur in DR TB outpatients who received short-term regimen (STR) at the Persahabatan General Hospital.
Methods : This study was an observational study with a prospective cohort design that was conducted between August 2019 and January 2021 with consecutive sampling of DR TB outpatients who received STR at Persahabatan General Hospital. Patients on STR treatment will be followed for a 9 to 11 months treatment period for subjective and objective evaluation of treatment outcomes
Result : There were 68 subjects eligible for this study with general characteristics median age of 37 years, male (67.6%), malnutrition status (52.9%), and having diabetes comorbid (17.6%). The default case was quite high in this study (25.6%). Almost all subjects experienced GI adverse events (95.6%) which appeared in the intensive phase with predominant mild degree of GI symptoms. The GI adverse events was decrease after the intensive phase. Only some of the subjects experienced cardiovascular effects (41.2%) and the trend increasing over time. There was one death as treatment outcome in a sever cardiovascular adverse events. In GI adverse events, there was no trend of causal factors, while the treatment duration of up to 9 months correlated with cardiovascular side effects (p = 0.001).
Results : In this study, it was found that GI adverse events were common but its occurrence decreased over time after intensive phase. The cardiovascular adverse events could be fatal and tis occurrence showed to be increase as treatment progresses.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wardah Nafisah
"Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran kejadian masalah gastrointestinal pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia. Desain penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang, melibatkan 64 sampel yang dipilih dengan teknik convenient sampling. Instrumen yang digunakan ialah kuesioner yang dimodifikasi dari penelitian sebelumnya. Analisis data univariat distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan 82,8% mahasiswa asing di Universitas Indonesia pernah mengalami masalah gastrointestinal selama berada di Indonesia. 46,3% responden menyatakan sering mengalami keluhan sakit perut, yang merupakan manifestasi umum pada berbagai jenis gangguan gastrointestinal. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi berbagai faktor pola makan dan gaya hidup yang memengaruhi kejadian masalah gastrointestinal pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia.

This study aimed to identify the description of gastrointestinal problems on foreign students in Universitas Indonesia. Descriptive study with a cross-sectional design, involving 64 samples whom were selected with convenient sampling method. A questionnaire which was modified from previous research was used.
The result showed that 82,8% foreign students of Universitas Indonesia had experienced gastrointestinal problems during in Indonesia, which indicates high prevalence. 46,3% respondents often experience abdominal discomfort which is the common manifestation of various gastrointestinal disorders. A further research is needed to explore and elaborate the related factors such as consumption pattern and lifestyle which significantly affect the gastrointestinal problems finding on foreign students in Universitas Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S63148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anatha Chriscilia Selaindoong
"Gangguan pencernaan merupakan isu global dengan hasil  studi epidemiologi lebih dari 40% orang diseluruh dunia mengalami gangguan pencernaan. Salah satu faktor diet yang berhubungan dengan gangguan pencernaan yaitu jenis makanan yang dikonsumsi. Masyarakat Minahasa memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan berempah dan pedas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara mengonsumsi makanan minahasa berempah dan pedas dengan gejala gangguan pencernaan. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang melibatkan 212 sampel berusia 18-60 tahun yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dikontrol dengan variabel perancu, terdapat hubungan antara konsumsi makanan berempah dan pedas dengan gejala gangguan pencernaan (nilai p 0.015<0.05) OR 2.523 (95% CI: 1.197-5.319). Pasien yang mengonsumsi makanan berempah dan pedas berisiko 2.523 kali mengalami gejala gangguan pencernaan. Peneliti merekomendasikan perawat untuk melakukan asuhan keperawatan secara komperhensif sebagai educator dan fasilitator untuk mengoptimalkasn kesehatan masyarakat yang mengonsumsi makanan berempah dan pedas serta faktor lainnya yang berisiko  dengan gejala gangguan pencernaan. Bagi pelayanan kesehatan dan pemerintah daerah dapat menyusun rencana strategi dalam upaya pencegahan maupun penanganan gangguan pencernaan terkait konsumsi makanan berempah dan pedas dengan tetap melestarikan kekhasan budaya setempat.

Gastrointestinal disorders are a global issue with the epidemiology study results of more than 40% of people around the world experiencing digestive disorders. A dietary factor associated with indigestion is the type of food consumed. Minahasa people habitually consume spicy foods. The aim of this study was to identify the relationship between consuming spicy Minahasan food and symptoms of indigestion. This study was a cross-sectional study involving 212 samples aged 18-60 years who complied with the inclusion and exclusion criteria. Consecutive sampling technique was used. After control for confounding variables, there was an association between consuming spicy foods and gastrointestinal symptoms (p value 0.015<0.05) OR 2.523 (95% CI: 1.197-5.319). Patients who consume spicy foods are at risk of 2.523 times to experience gastrointestinal symptoms. Furthermore, Researchers recommend nurses to provide comprehensive nursing care as educators and facilitators to optimize the health of people who consume spicy foods and other risk factors associated with gastrointestinal symptoms. For health services and government can establish a strategic plan in preventing and treating gastrointestinal disorders related to the consumption of spicy food while preserving the characteristics of local culture."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Fadlurahman
"Latar belakang: Cedera gastrointestinal akut kerap terjadi pada pasien dengan sakit kritis. Fungsi saluran menjadi salah satu pertimbangan dalam pemberian nutrisi pasien. Komplikasi pada saluran cerna dapat menghambat pemberian nutrisi enteral yang lebih direkomendasikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan derajat cedera gastrointestinal akut dengan capaian nutrisi enteral pada pasien anak sakit kritis.
Metode: Penelitian ini memiliki desain studi potong lintang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien anak sakit kritis yang dirawat di PICU RSCM dari September 2019 sampai Agustus 2020. Cedera gastrointestinal akut dikelompokkan berdasarkan klasifikasi WGAP ESICM. Asupan nutrisi diambil dari data rekam medis pasien. Data dianalisis menggunakan Uji Saphiro-Wilk dilanjutkan Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui hubungan derajat cedera gastrointestinal akut dengan capian nutrisi enteral pasien. Data diolah menggunakan aplikasi IBM SPSS for windows versi 20.
Hasil: Sampel penelitian berjumlah 26 pasien. Median presentase capaian nutrisi enteral hari ketiga (% laju metabolik basal) setiap derajat yaitu derajat satu 40,08 (0-144,39); dua 0,00 (0-219); tiga 19,10 (0,00-38,20); dan empat 0,00 (0,00-130,30) dengan hasil uji Kruskal-Wallis (p=0,904). Tidak terdapat hubungan bermakna antara lama capaian 25% nutrisi enteral dengan derajat cedera gastrointestinal akut (Kruskal-Wallis, p=0,556). Pada penelitian, faktor lain seperti status gizi (p=0,952), penggunaan ventilator mekanik (p=0,408), dan riwayat pascaoperasi (p=0,423) tidak mempengaruhi presentase nutrisi enteral hari ketiga.
Kesimpulan: Pada pasien anak kritis, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan capaian nutrisi enteral.

Background: Acute gastrointestinal injury (AGI) is usually found in critically ill patients. Gastrointestinal function can determine the route od nutritional therapy. Gastrointestinal abnormalities may delay enteral nutrition therapy in patients. Therefore, this study aims to determine the association between the association between acute gastrointestinal injury and enteral nutrition outcome in critically ill children.
Methods: This study had a cross-sectional study design using the medical records of critically ill children in PICU RSCM from September 2019 until August 2020. AGI patients was classified based on WGAP ESIM grading system. Nutritional outcomes were assessed using data from medical record. Data were analyzed the Kruskal-Wallis test to determine the association between acute gastrointestinal injury and enteral nutrition outcomes. The Data were analysed using SPSS for windows version 20.
Results: The study sample was 26 patients. The medians of day three enteral nutrition percentage were grade one 40,08 (0-144,39); grade two 0,00 (0-219); grade three 19,10 (0,00-38,20); dan grade four 0,00 (0,00-130,30) with Kruskall-walis test result (p=0,904). There was no significant association between AGI and the duration of 25% basal metabolic rate (Kruskal-Wallis, p=0,556). In this study, Other factors such as nutritional status (p=0,952), ventilator usage (p=0,408), and post-operative history (p=0,423) did not associate with day three enteral nutrition percentage.
Conclusion: In critically ill children, there was no significant association between the acute gastrointestinal injury and the outcome of enteral nutrition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Gebrina
"Latar Belakang. Pada lupus eritematosus sistemik (LES) ditemukan prevalensi ansietas dan depresi yang cukup besar. Beberapa aspek menjadi kaitan antara lupus eritematosus sistemik dengan ansietas dan depresi, di antaranya disbiosis usus. Rasio Firmicutes/Bacteroidetes rendah menunjukkan disbiosis dan nilainya rendah pada LES.
Tujuan. Mengetahui profil mikrobiota usus pada ansietas dan depresi pada LES serta secara khusus mengetahui korelasi rasio Firmicutes/Bacteroidetes dengan skor gejala ansietas dan depresi pada LES.
Metode. Penelitian ini mengambil data studi Pengaruh sinbiotik terhadap aktivitas penyakit, respons imun, serta permeabilitas dan mikrobiota usus pada pasien lupus eritematosus sistemik. Dari studi besar tersebut, diambil data dasar (baseline) berupa data demografik, Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS), Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000 (SLEDAI-2k), obat-obatan yang dikonsumsi, pola diet, serta proporsi mikrobiota usus tingkat filum. Keseluruhan data dijabarkan secara deskriptif. Dilakukan analisis korelasi antara rasio Firmicutes/Bacteroidetes dengan HADS-Ansietas dan HADS-Depresi.
Hasil. Dari 41 subjek, didapatkan proporsi ansietas 53,66% dan depresi 14,63%. Kelompok ansietas memiliki proporsi Bacteroidetes lebih tinggi dan indeks diversitas lebih rendah daripada kelompok tidak ansietas. Kelompok depresi memiliki proporsi Bacteroidetes lebih tinggi, Firmicutes lebih rendah, dan rasio Firmicutes/Bacteroidetes lebih rendah dibandingkan kelompok tidak depresi. Diagram sebar menunjukkan tidak adanya hubungan yang linear antara rasio Firmicutes/Bacteroidetes dengan skor gejala ansietas dan depresi sehingga tidak dapat dilakukan analisis korelasi.
Simpulan. Secara deskriptif didapatkan kecenderungan disbiosis pada kelompok yang mengalami ansietas dan depresi daripada kelompok yang tidak mengalami gangguan psikis.

Background. There was a high prevalence anxiety and depression in systemic lupus erythematosus (SLE). Some aspects interconnecting them, such as intestinal dysbiosis. Firmicutes/Bacteroidetes ratio, one of dysbiosis parameter, found low in SLE patients and also depressed patients.
Objectives. This research aim to study intestinal microbiota profile among anxious and depressed SLE patients, and also to know the correlation between Firmicutes/Bacteroidetes ratio with anxiety and depression score in SLE patients.
Methods. We used secondary data from research entitled Effects of synbiotic supplementation on disease activity, immune response, gut permeability, and microbiota of systemic lupus erythematosus patients. We used baseline data of demographic data, Hospital Anxiety and Depression Scale, Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000, drugs used, nutrients intake, and intestinal microbiota profile at phylum level. All those data were described descriptively and also analysed for the correlation between Firmicutes/Bacteroidetes ratio with anxiety score and depression score.
Results. From all 41 subjects, the proportion of anxiety was 53,66% and depression 14,63%. Anxiety group had more Bacteroidetes than not anxiety group. Depressed group had more Bacteroidetes, less Firmicutes, and lower Firmicutes/Bacteroidetes ratio than not depressed group. The scatterplot shows that there is no linear relationship between the Firmicutes/Bacteroidetes ratio with anxiety and depression symptom scores so that correlation analysis cannot be done.
Conclusion. Descriptively there was a tendency for dysbiosis in the group that experienced anxiety and depression than the group that did not experience psychological disorders."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Hendrawati
"Penyakit diare merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Diare termasuk dalam kelompok tiga penyebab utama kunjungan berobat ke Puskesmas/Balai Pengobatan. Angka kesakitan diare dalam setiap tahunnya sekitar 200-400 kejadian dari 1000 penduduk. Sebagian besar (70-80%) penderita adalah anak di bawah usia lima tahun dan mengalami lebih dari satu kejadian diare setiap tahunnya.
Di Indonesia, angka kematian akibat diare selama 25 tahun terakhir telah menurun tajam, dari urutan pertama pada tahun 1972 menjadi urutan ke lima pada tahun 1996. Dibandingkan dengan penyebab kematian lainnya, kematian akibat diare pada tahun 1972, 1980, 1986, 1992 dan 1996 berturut-turut adalah 40%, 24,9%, 16%, 7,5% dan 7,4%. Menurut laporan Departemen Kesehatan, berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1983 dan 1986, di Indonesia seliap anak mengalami diare 1,6-2 kali setahun. Sebagian penderita (1-2%) jatuh ke dalam dehidrasi dan jika tidak segera ditolong, 50-60% di antaranya dapat meninggal.
Di Medan, Metrizal dkk melaporkan jumlah kasus diare yang memerlukan perawatan di rumah sakit adalah sebanyak 45,4% dari seluruh kasus di bangsal perawatan dengan 51,3% di antaranya berusia kurang dart 2 tahun Ariyani melaporkan penelitian yang dilakukan di Departemen IKA FKUI/RSCM tahun 19964997, didapat kasus diare sebanyak 85 anak, 60% di antaranya laki-laki. Rentang umur pasien adalah 2-24 bulan dengan puncaknya pada usia 6-11 bulan (42,4%).
Pada anak dengan diare berat, lebih dari 25% anak mengalami sindrom malabsorpsi. Beberapa penelitian yang dilakukan tentang kejadian intoleransi laktosa pada diare mendapatkan hasil sebagai berikut : Suharyono dkk mendapatkan angka sebesar 52,5% pada 838 penderita diare akut, Mustajab dkk di Manado mendapatkan angka intoleransi laktosa sebesar 63,2% pada anak dengan diare, Hegar dkk di Jakarta mendapatkan angka 23,1%, sedangkan Sunoto dkk mendapatkan angka intoleransi laktosa sebanyak 40% pada anak dengan diare melanjut. Dari beberapa penelitian pada bayi dan anak yang menderita diare yang dirawat di Bangsal Gastroenterologi Unit Anak RSCM/FKUI antara tahun 1971-1977 dan 1979-1980, Suharyono mendapatkan angka kejadian malabsorpsi lemak sebesar 57%, sedangkan Hegar dkk mendapatkan hasil 43,6%. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kembali kejadian intoleransi laktosa dan malabsorpsi lemak dengan jumlah sampel yang lebih besar dan diambil dari sampel selama 2 tahun terakhir."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uray Sandy Kurniawan
"Penggunaan obat yang bekerja pada saluran cerna perlu dilakukan kajian farmakologi, khususnya di depo Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pelayanan kefarmasian di IGD perlu perhatian khusus karena biasanya menangani pasien yang dalam kondisi kritis. Kajian farmakologi dapat mengetahui efek utama obat, interaksi obat dan efek samping dari obat. Sehingga dapat memberikan terapi yang tepat dan aman kepada pasien.Prosedur kajian literatur yaitu dengan cara pengumpulan dan analisis data yang dilakukan dengan mencari studi pustaka dan observasi. Dalam hal ini, landasan teori untuk penelitian diperoleh melalui pencarian pustaka yang berasal baik dari buku, jurnal lain maupun dari sumber terpercaya lainnya. Selain itu, analisis data serta informasi yang digunakan dilakukan dengan metode observasi yaitu pengamatan dan penelitian farmakologi dari obat-obat yang bekerja pada saluran cerna.Kajian farmakologi obat saluran cerna, khususnya farmakokinetik dan farmakodinamik untuk obat Simetikon, H2 Receptor Blocker, Proton Pump Inhibitor (PPI) dan SukralfatMemberikan informasi kepada sejawat tenaga kesehatan terkait farmakologi obat saluran cerna yang diberikan.

The use of drugs that act on the gastrointestinal tract needs to be studied pharmacologically, especially in the Emergency Room (ER). Pharmacy services in the emergency room need special attention because they usually treat patients who are in critical condition. Pharmacological studies can determine the main effects of drugs, drug interactions, and side effects of drugs. So that it can provide appropriate and safe therapy to patients. Literature review procedures, namely by collecting and analyzing data are carried out by searching literature and observation. In this case, the theoretical basis for the research is obtained through a literature search that originates from books, other journals, and from other reliable sources. In addition, the analysis of data and information used was carried out using the observation method, namely observation and pharmacological research of drugs that act on the gastrointestinal tract. Pharmacological studies of gastrointestinal drugs, especially pharmacokinetics, and pharmacodynamics for Simethicone, H2 Receptor Blockers, Proton Pump Inhibitors (PPI), and Sucralfate Provide information to fellow health workers regarding the pharmacology of the gastrointestinal drugs given."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Saunders/Elsevier, 2016
616.33 SLE I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hario Tri Hendroko
"Latar belakang: Laparotomi merupakan teknik operasi untuk membuka akses kavitas peritoneum dengan membentuk sayatan terbuka di area abdomen. Cedera mukosa akibat trauma pembedahan mengganggu homeostasis epitel, merusak ekosistem mikrobiom, meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan berkaitan dengan kejadian komplikasi pascaoperatif. Probiotik Lactobacillus acidophillus memperkuat sawar usus, mempertahankan ekosistem mikrobiom dan berpotensi memodulasi respon imun. Namun, belum terdapat penelitian mengenai dampak pemberian Lactobacillus acidophilus terhadap kadar c-reactive protein (CRP) pascalaparotomi gastrointestinal sebagai penanda inflamasi
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian Lactobacillus acidophilus terhadap kadar CRP pascalaparotomi gastrointestinal
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda. Sebanyak 56 subjek yang akan menjalani operasi laparotomi gastrointestinal dimasukkan ke dalam penelitian. Subjek penelitian diberikan kapsul probiotik Lactobacillus acidophilus 109 (kelompok probiotik) atau diberikan kapsul laktosa (kelompok plasebo) selama 3 hari sebelum operasi. Kadar CRP diukur 3 hari sebelum prosedur dan 3 hari sesudah prosedur.
Hasil: Lima puluh enam subjek dengan 28 subjek pada tiap kelompok, mengikuti penelitian hingga selesai. Pada hari ketiga pascaoperatif, probiotik secara efektif menurunkan peningkatan respon inflamasi dengan nilai akhir CRP pada kelompok probiotik lebih rendah dibandingkan kelompok plasebo (median probiotik 89,65 mg/L vs. plasebo 204 mg/L, p < 0,001). Perubahan peningkatan nilai CRP lebih rendah pada kelompok probiotik dibandingkan kelompok plasebo (median probiotik 84,8 mg/L vs. plasebo 187,6 mg/L, p < 0,001). Terdapat efek samping yang signifikan (mual, diare, muntah dan rasa kembung di perut) pada kelompok probiotik selama penelitian (p = 0,04).
Simpulan: Pemberian probiotik preoperatif menurunkan secara signifikan peningkatan CRP pada pasien pascalaparotomi gastrointestinal

Background: Laparotomy is a surgical technique to open access to the peritoneal cavity by forming an open incision in the abdominal area. Mucosal injury due to surgical trauma can disrupt epithelial homeostasis, impair the microbiome ecosystem, increase the production of proinflammatory cytokines and relating to the incidence of postoperative complications. Lactobacillus acidophillus probiotic administration improve the intestinal barrier function, maintains the microbiome ecosystem and potentially modulate immune responses. However, there has been no research on the impact of Lactobacillus acidophilus administration on C-Reactive Protein (CRP) levels after gastrointestinal laparotomy as a marker of inflammation.
Objective: This study aimed to determine the impact of Lactobacillus acidophilus on CRP levels after gastrointestinal laparotomy
Methods: This study is a randomized controlled trial. Fifty six subjects scheduled gastrointestinal laparotomy surgery were enrolled. Subjects received Lactobacillus acidophilus 109 probiotic capsules (probiotic group) or lactose capsules (placebo group) for 3 days before surgery. CRP levels were measured 3 days before the procedure and 3 days after the procedure.
Results: Fifty-six subjects with 28 subjects in each group completed the study. On the third postoperative day, probiotics effectively suppressed the elevating inflammatory response with the final CRP value in the probiotic group lower than the placebo group (median probiotic 89.65 mg/L vs. placebo 204 mg/L, p < 0.001). Elevated CRP values ​​were lower in the probiotic group than in the placebo group (median probiotic 84.8 mg/L vs. placebo 187.6 mg/L, p < 0.001). There was a significant side effects (nausea, diarrhea, vomiting, and bloating) in the probiotic group during study (p = 0.04).
Conclusions: Preoperative probiotic administration significantly reduced elevated CRP in patients After Undergoing Gastrointestinal Laporotomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khaira Utia Yusrie
"Latar Belakang: Keganasan saluran cerna bagian atas terutama esofagus dan gaster
merupakan penyebab kematian akibat kanker keenam dan ketiga di dunia. Beberapa
penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan pasien pada
pasien keganasan esofagus, gaster dan duodenum dalam studi yang terpisah telah
banyak dilakukan, namun saat ini belum diketahui sepenuhnya faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi kematian pasien keganasan saluran cerna bagian atas di
Indonesia dengan pengembangan model prognostik.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prognostik kematian 1 tahun pada pasien
keganasan saluran cerna bagian atas di Indonesia.
Metode: Studi kohort retrospektif berbasis data rekam medis pasien keganasan
saluran cerna bagian atas di RSUPN Cipto Mangunkusumo (2015-2019). Analisis
bivariat dan multivariat dengan uji statistik Cox Proportional Hazards Regression
Model dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor independen yang
mempengaruhi kematian pasien keganasan saluran cerna bagian atas. Sistem skor
dikembangkan berdasarkan identifikasi faktor-faktor tersebut.
Hasil: 184 pasien dianalisis, sebagian besar laki-laki (58,7%), dengan rata rata
usia 54,5 tahun. Faktor-faktor independen yang berhubungan dengan kematian 1
tahun pasien keganasan saluran cerna bagian adalah usia > 60 tahun dengan HR
1,93 (IK95% 1,30-2,88), indeks massa tubuh < 20 dengan HR 2,04 (IK95% 1,25-
3,33), riwayat merokok dengan HR 1,77 (IK95%1,20-2,61), performa status ECOG
> 2 dengan HR 3,37 (IK95% 2,11-5,37), stadium tumor dengan stadium 4 dengan
HR 9,42 (IK95% 1,27-69,98) dan stadium 3 HR 9,78 (IK95% 1,31-72,69), dan
derajat diferensiasi tumor dengan HR 2,30 (IK95% 1,48-3,58) Kesintasan 1 tahun
adalah 39,7% dengan median survival 9 bulan. Skor prognotik kematian keganasn
saluran cerna bagian atas yang dikembangkan memiliki nilai AUC yang baik 0,918
Kesimpulan: Faktor-faktor independen yang berhubungan dengan kematian 1
tahun pasien keganasan saluran cerna bagian atas adalah usia, indeks masa tubuh,
riwayat merokok, performa status, stadium tumor, derajat diferensiasi tumor dan
keterlambatan intervensi. Kesintasan 1 tahun pasien keganasan saluran cerna bagian atas
adalah 39,7%. Telah dibuat sistem skor prediksi probabilitas kematian keganasan
saluran cerna bagian atas

Background: Upper gastrointestinal malignancy especially esophageal and gastric
cancer is the sixth and third leading cause of cancer-related deaths worldwide.
Some studies have been done separately to investigate factors which associated
with survival in patients with upper gastrointestinal malignancy, but not fully
evaluated which factors associated with mortality patients with upper
gastrointestinal malignancy regarding variables and prognostic score model.
Objective: To assess prognostic factors for one-year mortality in patients with
upper gastrointestinal malignancy in Indonesia
Methods: Retrospective cohort study using the hospital database of patients with
upper gastrointestinal malignancy at Cipto Mangunkusumo Hospital (2015-2019).
Bivariate and multivariate cox proportional hazards regression analysis were
performed to identify independent factors associated with mortality upper
gastrointestinal malignancy. Scoring system were developed based on the identified
factors.
Results: 184 patients were analyzed, mostly male (58,7%) with average ages 54,5
years old. Independent factors associated with one-year mortality were age > 60
years with HR 1,93 (95%CI 1,30-2,88), body mass index < 20 with HR 2,04 (95%CI
1,25-3,33), smoking history with HR 1,77 (95%CI 1,20-2,61), performance status
ECOG > 2 with HR 3,37 (95%CI 2,11-5,37), clinical stage which is 4th stage HR
9,42 (95%CI 1,27-69,98) and 3rd stage HR 9,78 (95%CI 1,31-72,69), and cellular
differentiation grade with HR 2,30 (95%CI 1,48-3,58). One-year survival rate was
39,7% with median survival was 9 months. The scoring system for predicting
mortality had AUC values of 0,918 respectively.
Conclusion: The independent factors associated with one-year mortality were age,
body mass index, smoking history, performance status, clinical stage of tumor,
cellular differentiation grade, and delay for start treatment. 1-year survival rate
was 39,7%. The mortality probability prediction scoring system has been developed
for upper gastrointestinal malignancy
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>