Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158375 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deta Anit Fitriyan
"Salah satu faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan program KB adalah meningkatnya jumlah PUS yang menggunakan kontrasepsi dan berkurangnya jumlah unmet need kontrasepsi. Diketahui bahwa persentase unmet need kontrasepsi di NTT (17,6%) dan DIY (6,3%) merupakan angka tertinggi dan terendah diantara sepuluh provinsi penyangga utama KB nasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa saja determinan unmet need kontrasepsi di NTT dan DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dan menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Populasi pada penelitian ini adalah Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun di NTT dan DIY. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 1.043 wanita (513 di NTT dan 530 di DIY). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi wanita yang mengalami unmet need kontrasepsi di NTT adalah 17,6% dimana 9,8% adalah untuk penjarangan dan 7,7% untuk pembatasan. Sementara itu, proporsi wanita yang mengalami unmet need kontrasepsi di DIY adalah 6,3% dimana 1,8% untuk penjarangan dan 4,4% untuk pembatasan. Faktor yang berhubungan dengan unmet need kontrasepsi di NTT adalah diskusi dengan suami (RO= 1,790; 95%CI=1,24-2,58). Sementara itu, tidak ada faktor yang berhubungan dengan unmet need kontrasepsi di DIY.

One of the factors that can increase the success of the family planning program is the increasing number of women who use contraception and the reduced number of unmet need for contraception. It is known that the percentage of unmet need for contraception in NTT (17.6%) and DIY (6.3%) is the highest and lowest among the ten main national family planning provinces. This study was conducted to determine whether there are determinants of the unmet need for contraception in NTT and DIY. This study is a quantitative study with a cross-sectional design and uses secondary data from the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) in 2017. The number of samples in this study was 1,043 women (513 in NTT and 530 in DIY). The results showed that the proportion of women experiencing unmet need for contraception in NTT was 17.6%, of which 9.8% were for thinning and 7.7% for restriction. Meanwhile, the proportion of women who experienced unmet need for contraception in Yogyakarta was 6.3%, of which 1.8% for thinning and 4.4% for restriction. Factors related to unmet need for contraception in NTT were discussions with husbands (RO = 1.790; 95%CI = 1.24-2.58). Meanwhile, there are no factors related to the unmet need for contraception in DIY."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carissa Putri Moegandi
"Latar belakang: Layanan kontrasepsi dalam program keluarga berencana merupakan bentuk pelayanan kesehatan reproduksi yang memiliki objektif dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). AKI yang masih tinggi serta pemakaian kontrasepsi yang rendah di provinsi Papua menandakan taraf kesehatan reproduksi yang masih belum optimal. Meskipun demikian, pemilihan penggunaan kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis mengenai hubungan faktor-faktor sosiodemografis serta penggunaan media massa dan internet dengan kejadian unmet need kontrasepsi di provinsi Papua.
Metode: Desain penelitian ini berupa studi potong lintang menggunakan data sekunder dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Subjek penelitian ini adalah wanita usia subur dalam rentang 15-49 tahun yang berdomisili di Papua serta memiliki data kuesioner yang lengkap. Unmet Need kontrasepsi didefinisikan sebagai perempuan yang fertil dan aktif secara seksual dengan keinginan untuk menunda atau mencegah kehamilan, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square dikarenakan data bersifat kategorik serta dilanjutkan dengan analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Terdapat 458 total subjek yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian unmet need kontrasepsi di papua adalah tingkat pendidikan suami (p < 0.001), frekuensi membaca surat kabar/majalah (p = 0.017), frekuensi mendengar radio (p = 0.027), kepemilikan televisi (p = 0.005; OR = 0.443), frekuensi menonton televisi (p = 0.005), dan kepemilikan telepon seluler (p < 0.001; OR = 0.356).
Kesimpulan: Faktor yang berpengaruh dengan kejadian unmet need kontrasepsi di Papua adalah tingkat pendidikan suami, frekuensi membaca surat kabar/majalah, frekuensi mendengar radio, kepemilikan televisi, frekuensi menonton televisi, dan kepemilikan telepon seluler.

Introduction: Contraception in family planning program is one of the health care services delivered to lower the number of Maternal Mortality Rate (MMR). High MMR in Papua, Indonesia, reflected the need to optimize reproductive health care in the region. Despite that, the use of contraception itself is affected by numerous factors. This research aims to analyze sociodemographical factors and also the use of mass media and internet in affecting unmet need for contraception in Papua.
Method: This cross-sectional study used the secondary data obtained from 2017 Indonesia DHS (IDHS). Subjects in this study included all women of childbearing age (15-49 years old) in Papua with complete data from the survey. Unmet need for contraception was defined as fertile and sexually active women of childbearing age with the intention to postpone or limit their pregnancy without using any contraception method. Since all data were categorical, analysis were performed using Chi-Square test and logistic regression.

Result: A total of 458 subjects were included in this study. The factors that were found to affect unmet needs in Papua are husband’s educational level, (p < 0.001), frequency of reading newspaper/magazine (p = 0.017), frequency of listening to radio (p = 0.027), television ownership (p = 0.005; OR = 0.443), frequency of watching television (p = 0.005), and mobile phone ownership (p < 0.001; OR = 0.356).
Conclusion: Factors which were found to affect unmet need for contraception in Papua are husband’s educational level, frequency of reading newspaper/magazine, frequency of listening to radio, television ownership, frequency of watching television, and mobile phone ownership.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nengah Sri Kusumadewi
"Indonesia sebagai negara dengan populasi terbanyak ke empat didunia memiliki kebijakan keluarga berencana, yang dikelola oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dalam upaya pengendalian jumlah penduduk. BKKBN memiliki enam indikator startegis di periode 2020-2024, yaitu Total Fertility Rate (TFR), modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR), unmet need KB, Age Spesific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun, indeks pembangunan Keluarga (iBangga) dan Median Usia Kawin Pertama Perempuan (MUKP). Secara nasional unmet need belum memenuhi target dan bila dilihat secara provinsi terdapat disparitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk megkuantifikasi ketidakmertaan sosial unmet need kontrasepsi di Indonesia tahun 2012 dan 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dari data SDKI tahun 2012 dan 2017. Sampel pada penelitian ini adalah pasangan usia subur (PUS) yang tinggal bersama dan aktif secara seksual dalam 4 minggu terakhir. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 22477 (2012) dan 24173 (2017) pasangan. Pembentukan variabel akses pelayanan KB menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Analisis ketidakmerataan yang digunakan merupakan bantuan alat ukur Health Equity Assesment Toolkit (HEAT) yang dikembangkan oeh World Health Organization (WHO) dan dilakukan juga analisis pengelompokkan dengan metode hirarkial. Hasil penelitian akses pelayanan KB paling dipengaruhi oleh informasi kontrasepsi yang diberikan oleh dokter. Secara umum terjadi penurunan nilai absolut unmet need kontrasepsi di Indonesia dari tahun 2012 ke tahun 2017. Namun bila dilihat pada populasinya (confident interval) tidak terdapat perbedaan unmet need dari tahun 2012 dan 2017. Ketidakmerataan unmet need kontrasepsi di Indonesia tahun 2017 masih terjadi dengan dimensi paling dominan adalah paritas (>2 anak) dan umur suami (>45 tahun), kemudian disusul oleh wilayah tempat tinggal (rural) serta sosial ekonomi (teratas). Terdapat perubahan wilayah prioritas unmet need dari tahun 2012 (12 provinsi) ke tahun 2017 (14 provinsi). Dari hasil ini diasumsikan bahwa wilayah berdekatan tidak selalu memiliki karakteristik yang serupa. Artinya, unmet need tidak dipengaruhi kewilayahan. Variabel yang menjadi irisan dari penurunan unmet need dan ketidakmerataan adalah umur suami (>45 tahun), paritas (>2 anak), sosial ekonomi dan wilayah tempat tinggal. Jika hal ini dilihat kembali dengan kluster analisis maka variabel umur suami dan paritas masuk dalam kriteria provinsi prioritas. Provinsi prioritas di tahun 2017 memiliki interval rata-rata umur suami yang paling tua (37.71-40.52 tahun) diantara kelompok lainnya dan juga memiliki paritas yang paling tinggi >2 anak (2.09 – 3.01 anak) di anggota klusternya. 

Indonesia as the fourth most populous country in the world has a family planning policy, which is managed by the National Family Planning Population Agency (BKKBN), in an effort to control population numbers. The BKKBN has six strategic indicators for the 2020-2024 period, namely Total Fertility Rate (TFR), Modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR), Unmet need for family planning, Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 years, Family development index (iBangga) and Median Age of First Marriage for Women (MUKP). Nationally, unmet need has not met the target and when viewed by province, there are disparities. The purpose of this research is to quantify the social inequity of unmet need for contraception in Indonesia in 2012 and 2017. This research is a quantitative study with a cross-sectional design based on data from the 2012 and 2017 IDHS. The sample in this study was couples of childbearing age (PUS) who lived together and were sexually active in the last 4 weeks. The number of samples in this study were 22477 (2012) and 24173 (2017) couples. Formation of family planning service access variables using Principal Component Analysis (PCA). The inequality analysis used was the help of the Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) developed by the World Health Organization (WHO) and grouping analysis was also carried out using a hierarchical method. The results of the research on access to family planning services are most influenced by contraceptive information provided by doctors. In general, there has been a decline in the absolute value of unmet need for contraception in Indonesia from 2012 to 2017. However, when viewed from the population (confident interval), there is no difference in unmet need from 2012 and 2017. Inequality in unmet need for contraception in Indonesia in 2017 still occurs with dimensions parity (> 2 children) and husband's age (> 45 years), followed by area of residence (rural) and social economy (top). There was a change in the priority areas of unmet need from 2012 (12 provinces) to 2017 (14 provinces). From these results it is assumed that adjacent areas do not always have similar characteristics. That is, unmet need is not influenced by territory. Variables that intersect the decline in unmet need and inequality are husband's age (> 45 years), parity (> 2 children), socioeconomic status and area of residence. If this is seen again with the cluster analysis, the variables of husband's age and parity are included in the priority province criteria. Priority provinces in 2017 have the oldest husband's average age interval (37.71 – 40.52 years) among other groups and also have the highest parity of >2 children (2.09-3.01 children) in their cluster members."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsadhia Rafifa Amira Wiweko
"Latar belakang: Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 230 per 100.000 kelahiran hidup merupakan salah satu angka tertinggi di ASEAN dan masih jauh dari target yang telah ditetapkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kontrasepsi merupakan komponen penting dalam upaya penurunan AKI karena merupakan pilar pertama dalam safe motherhood.  Saat ini angka unmet need kontrasepsi di Indonesia mencapai 10,6%, kondisi ini diperkirakan berkontribusi terhadap tingginya AKI. Bahkan, Jakarta sebagai pusat ibu kota masih menunjukkan angka unmet need yang cukup tinggi sebesar 15,60%. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kejadian unmet need kontrasepsi di DKI Jakarta. 
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional berdasarkan data sekunder dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Subyek pada penelitian ini adalah wanita usia subur (15-49 tahun) yang berdomisili di DKI Jakarta. Data yang tidak terisi lengkap dilakukan eksklusi pada subyek. Analisis data dilakukan secara bivariat dengan uji chi-square serta uji Fisher sebagai uji alternatifnya. Selanjutnya, analisis multivariat juga dilakukan dengan metode regresi logistik.
Hasil: Analisis dilakukan pada 1128 dari 1815 subyek yang berdomisili di Jakarta. Berdasarkan analisis bivariat, frekuensi menonton televisi merupakan faktor yang memberikan hasil yang bermakna pada kejadian unmet need kontrasepsi (p=0,019). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa subyek yang tidak pernah menonton televisi memiliki kecenderungan untuk mengalami unmet need kontrasepsi sebesar 1,926 (IK 95%; 1,163-3,187). 
Kesimpulan: Frekuensi menonton televisi merupakan faktor yang memengaruhi kejadian unmet need kontrasepsi di DKI Jakarta.

Introduction: Maternal mortality rate (MMR) in Indonesia counts as one of the highest in ASEAN region reaching 230 death occurs for every 100 00 live births and still behind from the target set in National Middle Term Development 2020-2024. Contraception is one of the most important components in safe motherhood pillars to reduce maternal mortality rate. Currently, unmet need for contraception in Indonesia reaches 10.6% and is estimated in contributing to the high maternal mortality rate. In fact, Jakarta as the capital of Indonesia still shows a high number in unmet need contraception about 15.60%. Therefore, this study aims to examine factors that influence the incidence of unmet need for contraception in Jakarta.
Method: This study uses a cross-sectional design based on secondary data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS). The subjects in this study were women of childbearing age (15 – 49 years) who live in DKI Jakarta. Incomplete data were excluded. Chi-square and Fisher's exact test were performed for bivariate analysis. Furthermore, multivariate analysis was also carried out using the logistic regression method.
Result: The analysis was carried out on 1128 out of 1815 subjects domiciled in Jakarta. Based on bivariate analysis, the frequency of watching television is a factor that gives significant results in the incidence of unmet need for contraception (p = 0.019). Result in multivariate analysis showed that subjects who never watched television had a tendency in unmet need for contraception by 1.926 (95% CI:1.163 – 3.187).
Conclusion: Frequency of watching television is a factor influencing the incidence of unmet need for contraception in DKI Jakarta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakta Sia Anita
"Prediksi pertambahan jumlah penduduk dunia menunjukkan Indonesia akan masuk ke dalam negara yang diprediksi akan mengalami pertambahan dalam jumlah besar. Penekanan nilai TFR menjadi salah satu cara dan mempresentasikan hasil kinerja dalam mengendalikan jumlah penduduk. Nilai TFR salah satunya dapat dipengaruhi oleh unmet need kontrasepsi karena berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi yang memengaruhi angka kelahiran. Nilai unmet need kontrasepsi di Indonesia masih jauh dari target yang ditetapkan. Terdapat perbedaan angka penurunan unmet need kontrasepsi yang cukup signifikan antara Provinsi Riau dan Kepulauan Riau dari tahun 2021 hingga 2023. Provinsi Riau dapat menurunkan nilai unmet need kontrasepsi sebesar 7,81% sedangkan Provinsi Kepulauan Riau hanya dapat menurunkan sebesar 3,12%. Padahal, kedua provinsi tersebut memiliki karakterisitk yang hampir sama, seperti kebudayaan dan kebiasaan masyarakat karena Provinsi Kepulauan Riau merupakan pemekaran dari Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang paling berhubungan dengan kejadian unmet need kontrasepsi di Provinsi Riau adalah keterpaparan informasi tentang KB dari petugas (AOR 0,030 CI 95% 0,010-0,084) dan diskusi dengan suami (AOR 2,833 CI 95% 1,352-5,934). Sedangkan di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan status pekerjaan (AOR 1,639 CI 95% 1,011-2,660) dan tempat tinggal (AOR 2,554 CI 95% 1,034-6,306) sebagai faktor-faktor yang memiliki hubungan paling kuat dengan kejadian unmet need kontrasepsi.

Population growth projections indicate that Indonesia will be among the countries expected to experience significant increases. Lowering the Total Fertility Rate (TFR) is one of the strategies to manage population growth effectively, and TFR serves as a key performance indicator in controlling population numbers. One of the factors influencing TFR is the unmet need for contraception, which is directly related to contraceptive use and birth rates. The level of unmet need for contraception in Indonesia is still far from the targeted goal. Between 2021 and 2023, there was a notable difference in the reduction of unmet need for contraception between Riau Province and the Riau Islands Province. Riau Province successfully reduced the unmet need for contraception by 7.81%, whereas the Riau Islands Province only managed a reduction of 3.12%. This is noteworthy because both provinces share similar characteristics, such as culture and societal habits, given that the Riau Islands Province was carved out from Riau Province. Research findings highlight that in Riau Province, the factors most associated with the occurrence of unmet need for contraception are exposure to family planning information from health workers (AOR 0.030, CI 95% 0.010-0.084) and discussions with husbands (AOR 2.833, CI 95% 1.352-5.934). In contrast, in the Riau Islands Province, employment status (AOR 1.639, CI 95% 1.011-2.660) and place of residence (AOR 2.554, CI 95% 1.034-6.306) are the strongest factors associated with the unmet need for contraception."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairani
"Kesetaraan gender adalah suatu konsep yang masih diupayakan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai kondisi yang ideal. Disparitas gender, dimana pemberdayaan perempuan belum maksimal, secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi hal-hal dimana wanita memegang peranan baik sebagai pengambil keputusan maupun sebagai pelaku di berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat. Keterlibatan wanita dalam berbagai aspek kehidupan harus diperhitungkan, terlepas apakah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sudah mencapai kondisi yang ideal atau tidak. Kondisi pemberdayaan perempuan Indonesia di setiap provinsi berbeda-beda. Pemberdayaan perempuan sendiri diukur melalui sikap menolak 'kumpul' dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan rumah tangga, dan sikap istri atas pemukulan suami terhadap istri.
Berdasarkan SDKI 2007, kondisi pemberdayaan perempuan di Indonesia, apabila dilihat dari sikap setuju terhadap pemukulan suami terhadap istri, persentase Provinsi NTT masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan DI. Yogyakarta. Kemudian untuk sikap setuju dengan semua alasan penolakan 'kumpul' dengan suami untuk kondisi tertentu, persentase yang setuju untuk semua alasan di DI. Yogyakarta sebesar 81,9 %, sedangkan di NTT sebesar 63%. Maka dapat disimpulkan bahwa kondisi pemberdayaan wanita di DI. Yogyakarta lebih baik daripada di NTT. Selain itu, TFR DI. Yogyakarta pada tahun 2007 sebesar 1,8, dan NTT sebesar 4,2.
Desain penelitian ini cross sectional dengan menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 dengan memilih 1654 responden perempuan yang memiliki anak lahir hidup dan masih terikat dalam ikatan perkawinan. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk melihat hubungan sikap menolak 'kumpul' dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan rumah tangga, dan sikap istri atas pemukulan suami terhadap istri dengan jumlah anak lahir hidup.
Hasil penelitian menunjukkan semakin tidak setuju dengan sikap menolak 'kumpul' dengan suami pada kondisi tertentu maka semakin tinggi fertilitas, semakin rendah keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga maka semakin tinggi fertilitas. Dari persamaan yang terbentuk, sikap menolak 'kumpul' dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dan umur kawin memiliki pengaruh paling besar terhadap fertilitas (R2=0,049).

Gender equality is a concept that is still being pursued by the Indonesian government in order to achieve the ideal conditions. Gender disparity, where the empowerment of women is not maximized yet, affects the things in which women play a role both as decision makers and subjects in various fields, either directly or indirectly. The involvement of women in various aspects of life must be taken into account, regardless of whether gender equality and empowerment of women have reached the ideal condition or not. Indonesian women empowerment conditions in each province vary. Empowerment of women is measured by their refusal to have sexual intercourse with their spouses, involvement in household decision-making, and the wives' acceptance of physical abuse committed by their husbands.
According to 2007 IDHS, the condition of women's empowerment in Indonesia; measured by acceptance of husband's physical abuse, shows that NTT province's rate is still higher compared to DI. Yogyakarta's. On the other hand, concerning the agreement to all the reasons for refusing sexual act with the husbands to certain conditions, the percentage of respondents who agreed to all the reasons in DI. Yogyakarta reaches 81.9%, while in NTT province is 63%. It can be concluded that the condition of women empowerment in DI. Yogyakarta is better than in NTT. In addition, the TFR IN. Yogyakarta in 2007 was 1.8 and NTT was 4.2.
This study design is cross-sectional, using data Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2007 with 1654 respondents consist of women who have children born alive and are still married. Analysis of Structural Equation Modeling (SEM) is used to analyze the relationship between refusal to have sexual intercourse with their spouses in certain circumstances, involvement in household decision-making, the wives' stand regarding physical abuse committed by their husbands and the number of babies born alive.
The results show that the less of refusal to have sexual act with spouses in certain circumstances, the higher the fertility rate ; the less women's involvement in household decision-making, the higher the fertility rate. Based on the equations formed, the refusal act to have sexual intercourse with husband in certain circumstances, involvement in decision-making, and the marriageable age have the most impact on fertility (R2 = 0.049).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Widia
"Permasalahan yang ditakutkan akan memiliki dampak besar pada keberhasilan program KB dalam mengendalikan jumlah penduduk Indonesia adalah kejadian putus pakai kontrasepsi. Data SDKI 2017 melaporkan sekitar 29% perempuan dengan bermacam metode kontrasepsi memutuskan untuk menyudahi penggunaan alat kontrasepsi setelah 12 bulan pemakaian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat perbedaan determinan kejadian putus pakai kontrasepsi pada wanita usia subur (15-49 tahun) antara Wilayah Barat Indonesia (Sumatera) dan Wilayah Timur Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi Kesehatan Indonesi tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur (15-49 tahun). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu putus pakai kontrasepsi, sedangkan variabel independent penelitian ini adalah umur, paritas, preferensi fertilitas, tingkat pendidikan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, indeks kekayaan, metode kontrasepsi yang dihentikan, penggunaan internet, dan kepemilikan ponsel. Regresi logistic multivariable digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berhubungan dengan putus pakai kontrasepsi di kedua wilayah tersebut. Tingkat putus pakai kontrasepsi di Wilayah Sumatera mencapai 45,7% dan di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua mencapai 41,2%. Alasan paling umum untuk seorang wanita putus pakai kontrasepsi di Wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara, Maluku, Papua adalah karena efek samping/masalah kesehatan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan (OR 2,63) merupakan determinan terbesar terhadap putus pakai konrasepsi di Wilayah Sumatera diikuti oleh daerah tempat tinggal (OR 1,13). Sedangkan determinan terbesar terhadap putus pakai kontrasepsi di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua adalah daerah tempat tinggal (OR 1,42). Konseling dan edukasi terkait metode kontrasepsi dan efek samping/masalah kesehatan yang mungkin muncul perlu digencarkan terutama pada kelompok tingkat pendidikan tinggi dan tinggal di perkotaan.

The problem that is feared will have a major impact on the success of the family planning program in controlling the population in Indonesia is the incidence of discontinuation of contraceptive use. The 2017 IDHS data reported that around 29% of women with various contraceptive methods decided to stop using contraceptives after 12 months of use. This study aim to describe the comparison of determinants of contraceptive discontinuation between the Western Region of Indonesia (Sumatera) and the Eastern Region of Indonesia (Nusa Tenggara, Maluku, Papua). This study uses Indonesia Demography Health Survey (IDHS) 2017. The population for this study is a women of childbearing age 15-49 years old. The dependent variable in this study is the contraceptive discontinuation, while the independent variable of this study are age, parity, fertility preferences, level of education, occupation, area of residence, wealth index, discontinued contraceptive method, internet use, and mobile phone ownership. Multivariable logistic regression was used to identify the predictors of contraceptive discontinuation. The proportion of respondent who discontinue using contraceptive was 45,7% (Sumatera) and 41,2% (Nusa Tenggara, Maluku and Papua). The most common reason for discontinuation in Sumatra and Nusa Tenggara, Maluku, Papua is because of side effects/health problems. The results of the multivariate analysis showed that the variable level of education (OR 2,63) was the largest determinant of contraceptive discontinuation in Sumatra, followed by area of residence (OR 1,13). Meanwhile, the biggest determinant of discontinuation of contraceptive use in Nusa Tenggara, Maluku, Papua is the area of residence (OR 1,42). Counseling and education related to contraceptive methods and side effects/health problems that may arise need to be intensified, especially in the group with higher education levels and living in urban areas."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzatun Nidaa
"Salah satu isu terkait kontrasepsi adalah ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi karena merupakan determinan yang mempengaruhi Contraception Prevalence Rate. Ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi dapat menyebabkan dampak masalah kesehatan masyarakat yaitu kehamilan tidak diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran faktor-faktor ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi suntik, implan dan IUD di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Sumbawa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan data sekunder dari Survei Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Kontrasepsi di Jawa Timur dan NTB. Sampel penelitian adalah ibu yang berstatus menikah dan berusia 15-49 tahun. Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 5023 responden. Hasil penelitian proporsi ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi suntik, implan dan IUD di total tiga kabupaten sebesar 29,2%. Faktor predisposisi yang berhubungan adalah umur dan jumlah anak hidup. Faktor pemungkin, jenis alat kontrasepsi tidak berhubungan di tiga kabupaten. Faktor penguat, KIE KB dan diskusi KB dengan suami berhubungan secara total di tiga Kabupaten. Sehingga disarankan untuk Pemerintah Provinsi dan NTB untuk melakukan penyuluhan intensif tentang perlunya melanjutkan penggunaan alat kontrasepsi terutama pada ibu-ibu berusia diatas 35 tahun atau yang memiliki anak lebih dari 3, menggencarkan pemberian informasi KB oleh kunjungan petugas kesehatan atau tokoh masyarakat dan meningkatkan peran suami.

One of the issues related to the use of contraception is contraceptive discontinuation as a determinant affecting Contraception Prevalence Rate. Contraceptive discontinuation can cause public health problem such as unwanted pregnancy. This study aims to describe of the factors associated with injection contraceptive, implant and IUD discontinuation in West Lombok Barat, East Lombok and Sumbawa. This study used a cross-sectional design and secondary data from the Monitoring and Evaluation Survey Use of Contraception in East Java and West Nusa Tenggara Province. The samples were mothers who are married and aged 15-49 years. The number of samples analyzed is 5023 respondents. The results of the study the proportion of injection contraceptive, implant and IUD discontinuation in a total of three districts is 29.2 %. Predisposing factors that statistically correlated are age and number of living children. Enabling factors, types of contraceptives is not statistically correlated in three districts. Reinforcing factors, IEC KB and discussion about KB with husband is statistically correlated in total of three districts. So it is recommended to the Provincial Government of NTB to conduct intensive counseling about the need to continue the use of contraceptives, especially in women older than 35 years or who have children over 3, to intensify the provision of family planning information by visiting health workers or community leaders and enhance the role of the husband."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadewi
"Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki Total Fertility Rate (TFR) tertinggi (4,2 anak) dan yang terendah adalah Provinsi Yogyakarta (1,8 anak). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan angka fertilitas total di kedua provinsi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif berdasarkan sumber data sekunder berbagai survei meliputi Survei Demografi Kesehatan Indonesia (1991-2007); Survei Kesehatan Nasional dan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2003; dan Mini Survei tahun 2007 dan 2008. Metode kualitatif dilakukan dengan diskusi kelompok terarah pada wanita pasangan usia subur (PUS) dan wawancara mendalam dengan pengelola program di kabupaten/kota hingga ke desa/kelurahan. Ditemukan TFR di Yogyakarta sangat rendah dan sebaliknya di NTT sangat tinggi. Perbedaan TFR tersebut disebabkan oleh latar belakang demografi dan nondemografi seperti respons terhadap berbagai program penurunan fertilitas. Faktor budaya terhadap nilai anak berpengaruh besar terhadap jumlah anak yang ingin dimiliki. Tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan faktor yang berpengaruh langsung terhadap pemakaian kontrasepsi, termasuk jenis kontrasepsi. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang rendah memicu tingginya kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi. Kesertaan ber-KB di NTT dan di Yogyakarta adalah 42,2% dan 66,9%. Wanita PUS yang keinginan ber-KB tidak terpenuhi masih tinggi di NTT (17,4%) dibandingkan dengan Yogyakarta (6,8%).

Province of Nusa Tenggara Timur (NTT) have a total fertility rate (TFR) to the highest (4,2 children) and the lowest is the Province of Yogyakarta (1,8 children). This research is to identify factors that associated with total fertility rate in both provinces. This study uses qualitative method from the Indonesia Demography and Health Surveys (from 1991 to 2007), National Health Survey and Household Health Survey (2003), and Family Planning Mini Surveys (2007 and 2008). The qualitative method were collected using focus group discussions with fertile couple and in-depth interviews with family planning fieldworkers in district to village . The research reveals that TFR of Yogyakarta is very low and NTT is very high. The differentiation of the TFR is due to the demographic and nondemographic background as well as the respond againts the program to decrease the fertility. Cultural factor is the important one againts the value of children that will be influenced to the number of children desired in one family. Low education will be directly related to the use of contraceptive including mix contraceptive. Low family planning services which triggers the high unmet need oc contraceprive. Family Planning participation in NTT is 42,2% and 66,9% in Yogyakarta. Women on childbearing age who wishes to use contraceptive but unmet need in NTT were still high (17,4%) compared with Yogyakarta (6,8%).
"
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Yulianti
"

Berdasarkan hasil laporan SDKI, angka unmet need KB di Indonesia pada tahun 2012 berada pada angka 11,4% menjadi 10,6% di tahun 2017. Berdasarkan SDKI 2017, angka unmet need Jawa Barat adalah 11% dan angka unmet need KB Sulawesi Selatan berada angka 14.4%. Tingginya angka unmet need menimbulkan berbagai macam permasalahan diantaranya adalah kehamilan yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan aborsi yang tidak aman dan berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu dan bayi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui determinan kejadian unmet need KB pada wanita kawin di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan sampel wanita usia 15-49 tahun berstatus kawin/tinggal bersama pasangan. Penelitian ini meggunakan uji chi-square dan regresi logistik untuk menggambarkan kekuatan hubungan antar variabel. Hasil penelitian ini yaitu angka unmet need KB Jawa Barat adalah 10.3% dan angka unmet need KB Sulawesi Selatan adalah 14%. Hasil analisis multivariabel menunjukkan variabel yang memiliki odds ratio terbesar untuk unmet need KB di kedua provinsi adalah dukungan pasangan [AOR=5]. Wanita yang tidak mendapat persetujuan dari pasangan untuk menggunakan kontrasepsi memiliki kemungkinan lima kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need KB. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat harus diprioritaskan lewat pendekatan pasangan/ peran pria dalam program KB.


Based on the Indonesian Demographic and Health Survey, the percentage of unmet need for family planning in Indonesia namely at 11.4% in 2012 to 10.6% in 2017. Meanwhile, based on IDHS 2017, the unmet need for West Java is 11% and the unmet need for family planning in South Sulawesi is 14.4%. The high rate of unmet need raises various kinds of problems including unwanted pregnancies, causing unsafe abortions and contributing to high maternal and infant mortality rates. This research was conducted with the aim of knowing the determinants of the incidence of unmet need for family planning among married women in West Java and South Sulawesi. The study design that is used in this study is cross-sectional with a sample of women aged 15-49 years who were currently married/living with a partner. This study uses the chi-square test and logistic regression to describe the strength of the relationship between variables. The results of this study are the unmet need for family planning in West Java is 10.3% and the unmet need for family planning in South Sulawesi is 14%. The results of the multivariable analysis showed that the variable that had the greatest odds ratio for unmet family planning needs in the two provinces was spousal support [AOR=5]. Women who do not receive consent from their partners to use contraception are five times more likely to experience unmet need for family planning. The family as the smallest unit of society must be prioritized through the male partner/role approach in family planning programs.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>