Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92866 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bilqis Kusuma Wardhani Anugrah Putri
"Hubungan yang tercipta antara hewan dengan manusia pada saat ini cenderung bertujuan untuk menciptakan rasa saling memahami, perasaan senang, dan persahabatan. Meskipun demikian, rasa sayang tersebut belum tentu memberikan manfaat bagi hewan itu sendiri, seperti halnya ketika X memanfaatkan hewan eksotis yang dipeliharanya untuk tujuan komersial demi mendapatkan keuntungan, yakni dengan cara mengunggah video yang mengandung unsur kelucuan, keindahan, keunikan, dan kesenangan ke media sosial Youtube. Namun, pada kenyataannya tindakan X yang pada awalnya bertujuan untuk menyelamatkan hewan eksotis dari kepunahan karena rusaknya alam liar dan maraknya perburuan, malah menjadi paradoks kejahatan lingkungan. Tulisan ini berfokus pada konten visual yang diunggah oleh X di media sosial YouTube selama tahun 2021. Kerangka pemikiran dan analisis pada tulisan ini dipayungi oleh pemikiran Goyes (2019) mengenai Southern Green Criminology, kemudian dijelaskan lebih lanjut melalui animal welfare dalam beberapa hal, yakni 1) kontrol reproduksi; 2) sifat buatan manusia; 3) perasaan afektif; 4) fungsi biologis; dan 5) fungsi alami, kriminologi visual untuk melihat visualisasi yang ditawarkan dalam konten X, dan menggunakan metode content analysis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya sentimen publik sehingga menciptakan paradoks kejahatan lingkungan, khususnya terkait pemeliharaan hewan eksotis. 

The relationship that was created between animals and humans at this time tends to aim to make sense of mutual understanding, feelings of pleasure, and friendship. However, this affection does not necessarily benefit the animals themselves, as is the case when X uses the exotic animals it keeps for commercial purposes for profit, namely by uploading videos that contain elements of cuteness, beauty, uniqueness, and fun to social media. YouTube. However, in reality, X's actions which initially aimed to save exotic animals from extinction due to the destruction of the wild and rampant hunting, have become a paradox of environmental crimes. This paper focuses on visual content uploaded by X on YouTube social media during 2021. The framework and analysis in this paper overshadowed by Goyes' (2019) thoughts on Southern Green Criminology, then explained further through animal welfare in several ways, namely 1 ) reproductive control; 2) human control; 3) affective feelings; 4) biological function; and 5) natural functions, as well as visual criminology to see the visualizations offered in X content, and using the content analysis method. The results of this study indicate the existence of public sentiment that creates a paradox of environmental crimes, especially related to the maintenance of exotic animal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Downer, John
New York: Sterling Pub. Co., 1999
R 591.5 DOW s
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Clark, Stephen R.L.
London : Routledge , 1997
179.3 CLA a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Leondy Tristan
"Kemampuan orangutan untuk mengenali sumber pakan alaminya merupakan salah satu syarat yang perlu dipenuhi sebelum hewan tersebut dilepasliarkan kembali dari fasilitas rehabilitasi seperti Sintang Orangutan Center (SOC). Tujuan dari pengamatan terhadap kemampuan orangutan rehabilitan dalam mengenali pakan alaminya adalah untuk menilai kelayakan individu tersebut untuk dilepasliarkan. Pengamatan dilakukan dari pukul 08.30 sampai 15.30 WIB setiap hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat pada bulan Januari – Maret 2024 menggunakan metode focal animal sampling dan ad libitum untuk mengamati kemampuan orangutan rehabilitan dalam mengenali sumber pakan alaminya. Individu yang diamati merupakan orangutan kandidat rilis dengan nama Awin, Kingkong, Tom, dan Oli. Aktivitas harian dan penggunaan tajuk juga digunakan sebagai data penunjang. Individu Awin mengenali 27 jenis pakan dengan preferensi berupa buah kempilik (Lithocarpus lucidus), buah bungkang (Syzygium polyanthum), dan buah kayu (Muntingia calabura). Individu Kingkong mengenali 38 jenis pakan dengan preferensi buah kempilik, buah bungkang, dan kubal (Willughbeia angustifolia). Individu Tom mengenali 39 jenis pakan dengan preferensi serit (Scleria sp.), buah leban (Vitex pinnata), dan kempilik serta semut dengan jumlah yang sama. Individu Oli mengenali 20 jenis pakan dengan preferensi daun muda entelang (Garcinia parvifolia), semut, dan rayap. Standar internasional yang digunakan sebagai syarat pelepasliaran orangutan adalah mengenali setidaknya 25 jenis makanan lokal, dan tiga dari empat individu orangutan kandidat rilis sudah memenuhi syarat tersebut. Individu Awin, Kingkong, dan Tom sudah memenuhi salah satu syarat untuk dilepasliarkan, sedangkan individu Oli masih butuh waktu lebih banyak untuk pembelajaran di sekolah hutan.

The ability of orangutans to recognize their natural food sources is one of the prerequisites for release into the wild from rehabilitation facilities like Sintang Orangutan Center (SOC). This study aims to observe the ability of rehabilitant orangutans to recognize their natural food sources and ultimately assess the suitability of said individual for release into the wild. Monitoring was conducted from 08.30 to 15.30 WIB four times a week on Mondays, Tuesdays, Thursdays, and Fridays of January through March in the year 2024 using focal animal sampling and ad libitum method to observe the ability of rehabilitant orangutans to recognize their natural food sources. Individuals used as subjects are release candidates Awin, Kingkong, Tom, and Oli. Daily activities and canopy preference were recorded as supplementary data. Awin recognized 27 kinds of food with preference for Lithocarpus lucidus, Syzygium polyanthum, and Muntingia calabura. Kingkong recognized 38 kinds of food with preference for Lithocarpus lucidus, Syzygium polyanthum, and Willughbeia angustifolia. Tom recognized 39 kinds of food with preference for Scleria sp., Vitex pinnata, and Lithocarpus lucidus as well as ants with the same eating frequency. Oli recognized 20 kinds of food with preference for Garcinia parvifolia, ants, and termites. The standard prerequisite for release into the wild used internationally stated that at minimum, the orangutan should be able to recognize at least 25 kinds of food, with at least half available year-round. Three of the four release candidates have met the requirement, with only Oli needing more time in the forest school."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Ayu Sudiro
"Tulisan ini membahas mengenai tindakan animal cruelty yang terjadi pada konten kekerasan di media sosial dalam perspektif green criminology. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk animal cruelty dan tujuan pelaku melakukan animal cruelty. Berdasarkan data yang didapatkan dari artikel berita dan film dokumenter Narasi, dari tahun 2019 sampai dengan 2022 ditemukan 12 kasus konten kekerasan terhadap hewan yang diunggah di media sosial. Media sosial ini mencakup Instagram, Facebook, Youtube, dan Telegram. Dalam kasus-kasus tersebut, hewan yang menjadi korban adalah spesies kucing, biawak, owa, dan monyet. Dari hasil analisis ditunjukan bahwa, motivasi pelaku untuk melakukan kekerasan dan mengunggah konten kekerasan pada umumnya adalah untuk memerankan sadisme non-spesifik, menghibur orang lain, mengontrol hewan, dan memenuhi prasangka terhadap suatu spesies.  Disini hubungan yang dimiliki oleh manusia dengan hewan merupakan hubungan yang bersifat utilitarian, dominionistic, dan negativistic. Pelaku pembuat konten kekerasan di media sosial disini tergolong sebagai pelaku animal harm traditional criminal dan stress offender. Hal ini dapat dikatakan demikian karena pelaku pembuat konten kekerasan pada umumnya melihat hewan sebagai suatu objek yang dapat dan layak untuk disiksa demi memberikan keuntungan maupun kesenangan bagi manusia. Lebih lanjut, media sosial memiliki peran dalam kasus kekerasan terhadap hewan dengan menjadi fasilitator konten kekerasan terhadap hewan dengan memberikan tempat untuk mengunggah konten dan mempertemukannya dengan penonton.

This article discusses animal cruelty in violent content on social media through a green criminology perspective. This research aims to know the type of animal that becomes the victim of animal cruelty content and the purpose of the perpetrators. Based on data obtained from news articles and the Narasi documentary film, from 2019 to 2022, 12 cases of animal violence content were found uploaded on social media. These social media include Instagram, Facebook, Youtube, and Telegram. In these cases, the animals that became victims were cats, monitor lizards, gibbons, and monkeys. From the results of the analysis, it is shown that, the common motivation for animal cruelty in this case is to act out non-specific sadism, entertain others, to gain control of animals, and fulfill prejudices against a certain species. In this case the relationship that human and animal have is a relationship that based on utilitarian, dominionistic, and negativistic value. The perpetrators of violent content creation on social media are classified as animal harm, traditional criminal, and animal harm stress offenders. The perpetrator here seems to commit animal cruelty to gain benefits in both material and non-material forms. They see animals as creatures that are not equal to humans and deserve to be hurt. Furthermore, social media has a role in animal cruelty by becoming a facilitator. Social media, in this case, has provided a place for the perpetrator to upload dan distribute animal cruelty content to the audience."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
""Copper accumulation and development of nephrocyte in the gill of the shrimp Penaeus japonicus.
The effect of sublethal concentrations of copper on the gills copper accumulation and the development of nephrocytes has been studied in juvenile Penaeus japonicus. The copper concentration increased in the gills according to the external copper concentration and the exposure time. The high development of nephrocytes was occurred in the gills of shrimps exposed to 100 ug Cu L-1. In the gills of shrimps exposed to 500 and 1000 ug Cu L-1. The size of nephrocyte was bigger than that of the controls.
""
JKL 1:1 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sharp, David
Kensington: Bay Books, 1984
R 591.7 SHA a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sharp, David
Kensington: Bay Books, 1984
R 591.7 SHA a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sharp, David
Kensington: Bay Books, 1984
R 591.7 SHA a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmin
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor sosial demografi yang mempengaruhi pola permintaan pangan hewani (ikan, daging, unggas, telur dan susu) dan pengaruh perubahan harga dan pendapatan terhadap proporsi pengeluaran pangan hewani pada rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2013 dengan melakukan analisis terhadap 13.018 sampel rumah tangga. Metode analisis adalah analisis deskriptif serta analisis ekonometrika menggunakan model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) dengan penduga Iterated Linear Least Square (ILLS).
Penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan hewani dipengaruhi oleh harga sendiri, harga komoditas lain, jumlah anggota rumah tangga, golongan pendapatan, wilayah tempat tinggal (perdesaan/ perkotaan), dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Nilai elastisitas harga sendiri menunjukkan permintaan komoditas bersifat inelastis untuk ikan dan susu, sementara daging, unggas dan telur bersifat elastis. Berdasarkan nilai elastisitas harga silang, semua komoditi pangan hewani merupakan barang substitusi kecuali komoditi daging merupakan barang komplementer bagi unggas. Komoditi ikan dan telur termasuk barang normal sedangkan komoditi daging, unggas dan susu termasuk barang mewah.

The study was conducted to determine the socio-demographic factors affecting animal-based food demand (fish, meat, poultry, eggs and dairy) and the effect of price fluctuation and household income to expenditure share of animal-based food in South Sulawesi Province. The primary data for the study was National Socioeconomic Survey (Susenas) data in 2013. The study performed descriptive analysis and econometric analysis on 13.018 household samples. Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) models with Iterated Linear Least Square (ILLS) estimator was applied for the econometric analysis.
The study showed demand pattern of animal-based household food was affected the price of animal-based food, the price of other commodities, number of household member, income class, residential area (urban/rural), and education level of the household head. The price elasticity of animal-based food showed inelastic for fish and dairy; whereas meat, poultry and egg were tended to be elastic. Based on the cross-price elasticity, all animal-based food commodities substituted each other except for meat which was complimentary to poultry. Fish and egg were categorized as necessity goods, as for meat, poultry and dairy are categorized as luxury goods."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>