Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147745 dokumen yang sesuai dengan query
cover
St. Wahyuni M.
"Infeksi akut atau reaktifasi infeksi Toxoplasma gondii (T. gondii) berpotensi mengganggu kehamilan dan hasil kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi T. gondii pada wanita hamil dengan gangguan kehamilan di Makassar serta faktor yang mungkin berperan pada kondisi tersebut. Spesimen darah vena dan atau darah plasenta dan atau cairan amnion/ketuban dikumpulkan di RS. Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan jejaringnya. DNA T. gondii pada spesimen diidentifikasi menggunakan Nested-PCR. Informasi mengenai data demografi, status dan kondisi kehamilan dan faktor risiko infeksi dilakukan oleh dua orang peneliti. Sejumlah 55 wanita hamil berpartisipasi pada penelitian ini dan dikelompokkan menjadi kelompok kasus dan kontrol berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ultrasonografi dan kondisi hasil kehamilannya. Proporsi wanita hamil yang terinfeksi T.gondii lebih besar pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol (65.4% vs 34.6%, p<0.001). Proporsi partisipan yang menggunakan air dari perusahaan daerah air minum (PDAM)/ sumur terbuka sebagai sumber air utama dan mengolah daging mentah lebih tinggi pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol. Partisipan yang menggunakan air pipa kota / sumur terbuka sebagai sumber air utama keluarga, minum air yang difilter (tidak dimasak), membolehkan kucing liar masuk rumah, kontak dengan tanah, makan sayuran mentah/ tidak dicuci, dan mengolah daging mentah memiliki proporsi yang lebih tinggi pada kelompok yang terinfeksi T.gondii infeksi dibanding yang tidak infeksi. Terdapat hubungan positif antara infeksi T. gondii dengan gangguan kehamilan di Makassar yang perlu dicermati dan mendapatkan tata laksana yang adekuat untuk mencegah terjadinya toksoplasmosis kongenital. Diperlukan suatu regulasi untuk melindungi masyarakat, terutama wanita hamil dari paparan ookista maupun kista jaringan.

Acute infection or reactivation of Toxoplasma gondii (T. gondii) infection has a potency to interfere with pregnancy and pregnancy outcomes. The study aimed was to identify T. gondii infection in pregnant women with pregnancy disorders in Makassar. Information regarding demographic data, pregnancy status and condition, and risk factors for infection were carried out by two researchers. The factors that may play a role in these conditions were also investigated. Venous blood and or placental and or amniotic fluid was collected at the teaching hospitals of the Faculty of Medicine, Hasanuddin University. Toxoplasma gondii DNA in the specimen was identified using Nested-PCR. A total of 55 pregnant women participated in this study and were categorized into case and control groups based on the results of history taking, physical examination, abdomen ultrasonography results, and pregnancy outcome. The proportion of pregnant women infected with T. gondii was greater in the case group than the control group (65.4% vs 34.6%, p<0.001). The proportion of participants who use PDAM/open wells as the main source of water for their families and processed raw meat was higher than the control group. Participants who use local water company/open wells as the family's main water source, drink filtered water (non-boiled), allow stray cats into the house, contact with soil, eat raw/unwashed vegetables, and process raw meat have a higher proportion in T. gondii infected- than the non-infected group. There is a positive relationship between T. gondii infection and pregnancy disorders in Makassar which needs to be watched out for and receive adequate treatment to prevent congenital toxoplasmosis. Regulations are needed to protect the public, especially pregnant women, from exposure to oocysts and tissue cysts."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Halleyantoro
"Toksoplasmosis yang disebabkan oleh parasit intraseluler Toxoplasma gondii merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang cukup tinggi di dunia. Sepertiga dari populasi dunia diperkirakan terinfeksi protozoa ini. Sementara itu penyakit coronavirus 2019 (COVID-19), telah menyebabkan keadaan darurat kesehatan dunia. Sebagian besar pasien COVID-19 akan mengalami beberapa tingkat imunosupresi, sehingga diperkirakan mereka berisiko mengalami reaktivasi infeksi parasit seperti T. gondii. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi seroprevalensi dan karakteristik infeksi T. gondii di antara pasien dengan COVID-19. Metode pada penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional). Sebanyak 130 sampel serum dari penderita yang telah diperiksa PCR COVID-19 terdiri dari 89 sampel positif dan 41 sampel negatif COVID-19.  Hasil serologi Toxoplasma pada sampel positif Covid-19 adalah 46,1 % positif IgG anti-Toxoplasma dan 12,4 % positif IgM anti-Toxoplasma. Sedangkan pada kelompok negatif COVID-19 didapatkan 61% IgG anti-Toxoplasma dan 4,9% IgM anti-Toxoplasma. Hasil pemeriksaan aviditas mendapatkan 4 sampel dengan aviditas rendah dan 9 sampel dengan aviditas tinggi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seroprevalensi Toxoplasma pada penderita Covid tinggi dan 4,5% diantaranya dengan toksoplasmosis aktif dan 33,7% dengan toksoplasmosis laten. Kondisi toksoplasmosis akut dan reaktivasi akan memperburuk kondisi klinis penderita COVID-19 dan bisa berakibat fatal.

Toxoplasmosis caused by the intracellular parasite Toxoplasma gondii is a disease with a high prevalence in the world, and one third of the world's population is infected with this protozoan. Meanwhile the coronavirus disease 2019 (COVID-19), has caused a world health emergency. Most COVID-19 patients are at risk for reactivation of parasitic infections such as T. gondii. This study aimed to evaluate the seroprevalence and characteristics of T. gondii infection among patients with COVID-19. Cross sectional methods were used in this study. A total of 130 serum samples from patients who had been tested by PCR for COVID-19 consisted of 89 positive samples and 41 negative samples for COVID-19. Serology results in COVID-19 positive samples were 46.1% positive for anti-Toxoplasma IgG and 12.4% positive for anti-Toxoplasma IgM. Meanwhile, in the negative COVID-19 group, 61% IgG and 4.9% anti-Toxoplasma IgM were obtained. The results of the avidity examination obtained 4 samples with low avidity and 9 samples with high avidity. This study conclusion is seroprevalence of Toxoplasma in COVID-19 patients is high and 4.5% of them have active toxoplasmosis and 33.7% with latent toxoplasmosis. Acute toxoplasmosis conditions and reactivation will worsen the clinical condition of COVID-19 sufferers and can be fatal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadar Sukri
"Ruang lingkup dan Cara penelitian : Toksoplasmosis adalah suatu penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Parasit ini merupakan parasit intraselular. Pada manusia pertama kali ditemukan oleh Janku (1923). Pada wanita hamil, infeksi akut primer dapat menyebabkan kelainan bawaan, kerusakan jaringan otak janin, kematian fetus dan abortus. Penentuan terjadinya infeksi akut sangat penting karena pengobatan yang dilakukan terutama pada ibu hamil, neonatus dengan toksoplasmosis kongenital dan pasien dengan imunosupresi sangat bermanfaat dan akan mengurangi akibat infeksi. Metoda standar penentuan infeksi akut biasanya dengan pemeriksaan antibodi spesifik IgG dan IgM. IgM merupakan petanda infeksi baru sedangkan IgG petanda infeksi Iampau. Tetapi deteksi ini tidak adekuat pada pasien yang imunosupresi karena respons imun terhambat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metoda diagnosis toksoplasmosis yang lebih sensitif dan dapat menentukan fase akut Deteksi antigen toksoplasma adalah suatu cara yang lebih sensitif dan dapat mendeteksi fase akut. Dua kelompok sampel, kelompok pertama mernpunyai IgM (+), IgG (+) dan kelompok kedua 1gM (-), IgG (+) masing-masing 30 sampel digunakan untuk deteksi antigen beredar, yang dapat digunakan sebagai penentu fase akut infeksi Toxoplasma.
Hasil dan Kesimpulan : Dari 30 sampel yang mengandung IgM (+) dan IgG (+) ada 27 (90%) antigen positif sedangkan pada kelompok IgM (-) IgG (+) diperoleh hasil 28 (93 %) antigen negatif. Dengan Uji Chi square dan koreksi Yates hasil yang antigen positif dan yang antigen negatif berbeda sangat bermakna. (X hitung = 38.4427 X tabel 0.05 = 3.841 0.01 = 6.635) (P < 0.01). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan antigen dapat digunakan sebagai penentu fase infeksi dan dapat dilakukan dengan cepat, sensitif dan dapat menentukan fase akut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadar Sukri
"Toksoplasmosis adalah suatu penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh Toxoplasma Gondii. Pada wanita hamil, infeksi akut primer dapat menyebabkan kelainan bawaan; kerusakan jaringan otak janin, kematian fetus dan abortus. Penentuan terjadinya infeksi akut sangat penting karena pengobatan yang dilakukan terutama pada ibu hamil, neonatus dengan toksoplasmosis kongenital dan pasien imunosupresi sangat bermanfaat dan akan mengurangi akibat infeksi. Metoda standar penentuan infeksi akut biasanya dengan pemeriksaan antibodi spesifik IgG dan Igm. IgM merupakan petanda infeksi baru sedangkan lgG petanda infeksi lampau. Tetapi deteksi ini tidak adekuat pada pasien yang imunosupresi karena respon imun terhambat. Peneiitian ini bertujuan untuk mendapatkan metoda diagnosis toksoplasmosis yang lebih sensitif dan dapat menentukan fase akut. Detensi antigen toksoplasma adalah suatu cara yang lebih sensitif dan dapat mendeteksi fase akut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Toxoplasma gondii menyebabkan toksoplasmosis pada manusia. Parasit ini merupakan patogen penting selama masa hamil dan pada periode perinatal [1]. Pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer dapat terjadi abortus, kelahiran mati atau bayi dilahirkan dengan toksoplasmosis kongenital, yaitu lahir cacat seperti hidrosefalus, retardasi mental dan motorik, kebutaan serta ketulian. Akhir-akhir ini parasit tersebut ditemukan sebagai salah satu penyebab utama penyakit susunan saraf pusat pada penderita AIDS. Prevalensi zat anti T. gondii di Indonesia berkisar antara 2-63% [3]. Kelainan kongenital karena T. gondii telah dilaporkan sejak tahun 1976 di Indonesia [3,4,5,6,7]. Dan dari 99 bayi dengan kelainan kongenital ternyata 18,2% menderita toksoplasmosis kongenital. Laporan tentang toksoplasmosis kongenital ini menunjukkan pentingnya infeksi ini [8].
Karena toksoplasmosis pads orang dewasa pada umumnya tanpa gejala klinis, sedangkan pada bayi gejala klinisnya beraneka ragam, maka untuk diagnosis toksoplasmosis perlu pemeriksaan laboratorium. Deteksi antibodi secara serologi dapat menentukan adanya infeksi akut atau kronis. Deteksi titer zat anti IgG dan IgM yang positif atau meningkat pada wanita hamil kurang dari 2 bulan menunjukkan adanya infeksi primer dan ada risiko janinnya terinfeksi sehingga pengobatan profilaktis dapat segera dimulai. Bila ditemukan IgM pada neonatus, diagnosis toksoplasmosis kongenital sudah pasti dan pengobatan dapat segera dimulai. Dengan analisis immunoblotting diharapkan suatu tes diagnostik yang lebih spesifik dan akurat.
Di Laboratorium Parasitologi diagnosis toksoplasmosis dilakukan dengan mendeteksi IgM dan IgG spesifik dengan teskit ELISA yang diimpor. Karena tingginya harga teskit tersebut dan karena ketergantungan pada pihak luar negeri, maka ingin dilakukan uji ELISA dapat dengan antigen buatan sendiri. Dengan demikian diharapkan biaya uji ELISA dapat lebih murah, sehingga lebih banyak kasus toksoplasmosis kongenital dan kasus wanita hamil yang mungkin terinfeksi dapat dibuat diagnosisnya dan dapat dipertimbangkan pengobatannya.
Walaupun hasil tes diagnostik yang dikembangkan mungkin tidak sama sensitivitasnya dengan teskit buatan luar negeri yang dianggap sebagai standard, namun diharapkan akan diperoleh sensitivitas sekitar 85-90%. Pada tahun pertama dari penelitian selama 3 tahun ini dikembangkan uji ELISA dengan antigen buatan sendiri untuk mendeteksi zat anti IgG. Antigen T. gondii dibuat di Bagian Parasitologi FKUI dengan membiak T. gondii strain RH pada mencit albino, mengumpulkan takizoit T. gondii, memecahkan takizoit T. gondii dengan ultrasonifikasi, memisahkan serpihan sel dengan sentrifuse dan menentukan kadar protein supernatan.
Konsentrasi antigen, serum dan konjugat yang akan dipakai ditentukan dulu dengan "checkerboard titration". Batas OD positif ditentukan dengan memeriksa sejumlah serum dengan titer IgG negatif terhadap Toxoplasma pada uji ELISA Toxonostika, dengan uji ELISA dengan antigen buatan sendiri. DD serum positif untuk serum kontrol ditentukan dengan menggunakan 10 serum dengan titer IgG terhadap Taxoplasma 1:3200 pada uji ELISA Toxonostika. OD masing-masing serum ditentukan dengan uji ELISA lokal dan digunakan untuk koreksi variasi pada setiap pemeriksaan.
Uji ELISA lokal dengan antigen buatan sendiri dilakukan dengan metoda Voller dkk. (9). Uji ELISA Toxonostika dilakukan di Laboratorium Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI. Besar sampel dihitung dengan rumus [1]. 2p x (100-p) x f (-I3 ). Darah vena diambil sebanyak 5 ml dari 363 penderita yang datang ke Laboratorium Makmal untuk pemeriksaan serologi terhadap Toxaplasma.
Hasil titrasi antigen ialah perbandingan OD tertinggi (9,35) antara pool serum positif kuat dan pool serum negatif pads konsentrasi protein antigen 5 ug/ml dan pengenceran serum 1/100. Pada titrasi konjugat didapatkan perbandingan tertinggi OD pool serum positif kuat dan negatif [8,9] pada pengenceran konjugat 1/5000. Batas OD positif uji ELISA lokal adalah 0,115.
Hasil uji statistik dengan cara Mc Nemar pada 363 serum adalah tidak ada perbedaan bermakna antara uji ELISA lokal dan uji ELISA Toxonostika. Sensitivitasnya 91,7%, spesifisitasnya 90,2%. Nilai duga positif 94,1%, nilai duga negatif 86,5%. Uji statistik korelasi dan regresi menunjukkan korelasi antara titer zat anti IgG pada uji ELISA lokal dan uji ELISA Toxonostika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa telah dikembangkan uji ELISA dengan antigen buatan sendiri untuk deteksi IgG, yang tidak berbeda bermakna dengan teskit dari Organon. Perlu dikembangkan uji ELISA untuk deteksi IgM.

Development of a Diagnostik Test for Toxoplasma Gondii with Elisa and ImmunoblottingToxoplasma gondii is the cause of toxoplasmosis in man. This parasite is an important patogen in pregnancy and during the perinatal period [1]. When a pregnant woman acquires T. gondii infection, she may transmit it transpiancentally to her fetus, which may result in abortion, intrauterin fetal death and clinically manifest prenatal toxoplasmosis with hydrocephaly, mental and growth retardation, blindness or deafness. Recently this parasite is found as the primary cause of encephalitis in patients with AIDS. The prevalence of T. gondii antibodies in Indonesia ranges from 2--63% [3]. Congenital anomalies caused by T. gondii have been reported in Indonesia since 1976 [3,4,5,6,7]. And T. gondii is found as the cause of congenital anomalies in 18,2% of 99 babies. These reports indicate the importance of this infection [8].
Since toxoplasmosis in adults are usually asimptomatic, while there is a wide variety of nonspecific clinical manifestations in congenital toxoplasmosis, the diagnosis is made with laboratory test, finding of toxoplasma antibodies can aid diagnosis. Detection of positive or rising titers of IgG and IgM antibodies early in pregnancy indicates infection after the time of conception and the fetus is at high risk, so that the woman should be given prophylactic treatment. Detection of IgM antibodies in a newborn baby is evidence of active infection and treatment should be given immediately.
A more specific and acurate diagnostic test with immunoblotting analysis is desirable. In the Department of Parasitology the diagnosis of toxoplasmosis is done by detection of IgM and IgG antibodies with an imported ELISA testkit. Because these testkits are very expensive and because dependence upon importing, we would like to establish an ELISA test with Toxoplasma antigen prepared in our laboratory. This would likely lower the costprice of the test, so that more cases of congenital toxoplasmosis and pregnant women with primary infection may be diagnosed and treatment may immediately be given.
Although the developed testkit may be not as sensitive as the imported testkit, which is considered as the gold standard, a sensitivity of about 85-90% would be expected. In the first yesr of the 3 years study an ELISA test with prepared Toxoplasma antigen will be established for detection of IgG antibodies. T. gondli antigen is prepared in the Department of Parasitology, Medical Faculty, University of Indonesia, by breeding the RH strain of T. gondii in albino mice, harvesting the T. gondil tachizoites, sonification of the tachizoites, separation of cell debris by centrifugation and estimation of the protein content of the supernatant.
The concentration of antigen, serum and conjugate to be used in the test is determined by the checkerboard titration. The cut off titer is determined by testing a number of sera with negative IgG titer (tested with Toxonostika ELISA testkit) with the ELISA test using the prepared antigen. The number of the negative serum sample is calculated with this formula : Z2 x SD2. The optical density of positive control serum is determined by testing 10 sera with an IgG titer of 1 : 3200 (tested with Toxonostika ELISA testkit) with the ELISA test using the prepared antigen. This OD is used to correct the variation of each test.
The local ELISA test with the prepared antigen is performed according to the method of Voller ea. [9]. The Toxonostika ELISA test is performed in Makmal Terpadu Imunoendokrinologi Laboratory. The sample size is calculated with this formula [10]. 2p x (100-p) x f (0(6) n = Five ml venous blood is taken from 363 patients visiting the Makmal Laboratory for serologic detection of T. gondii antibodies. Antigen titration resulted in the highest OD ratio (9,35) of high positive serum samples to that of negative serum samples, when an antigen protein concentration of 5 ug/ml and a serum dilution of 1/100 is used.
The highest OD ratio (8,9) of high positive serum samples to that of negative serum samples in conjugate titration is obtained when a conjugate dilution of 1/5000 is used. The lowest positive OD for the local ELISA test is 0,115. Statistical evaluation of 363 sera according to Mc Nemar resulted in no significant difference between the local ELISA test and the Toxonostika ELISA teat. The sensitivity is 91,7%. The specificity is 90,2%. The positive predictive value is 94,1% and the negative predictive value is 86,5%. The statistical correlation and regression test indicates a correlation between IgG antibody titers with the local ELISA test and the Toxonostika ELISA test.
It is concluded that an ELISA test is established with prepared antigen to detect IgG antibody, which is not significant different from the ELISA testkit made by ORGANON. It is necessary to develop an ELISA test for detection of IgM antibodies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Emanuel E. Setyo
"Toksopiasmosis yang disebabkan Toxoplasma gondii, merupakan parasit unisel Intraselular. Pada manusia khususnya wanita hamil dapat menyebabkan keguguran atau cacat bawaan, sedangkan pada penderita dengan gangguan sistem imun dapat menyebab kan kematian. Diagnosis toksoplasmosis pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan, karena berdasarkan gejala klinis saja sukar untuk di tegakkan. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan ialah pemeriksaan serologi dengan ELISA. Namun kit Toxonostika untuk pemeriksaan ELISA masih diimpor dari luar. Saat ini laboratorium Parasitologi FKUI telah berhasil membuat sendiri antigen untuk ELISA lokal, dan kemampuan deteksi IgG Toxoplasma sama dengan Toxonostika. Tetapi cara ELISA masih kurang akurat dan menggunakan crude antigen serta tidak dapat membedakan orang yang sakit dan tidak sakit. Selanjutnya untuk mengembangkan tes diagnosis toksoplasmosis yang lehih akurat, perlu dilakukan analisis atau karakterisasi antigen Toxoplasma gondii strain RH buatan sendiri dengan teknik Western blot, untuk mempelajari komponen antigen Toxoplasma yang bersifat imunogen, yang bereaksi dengan IgG dan IgM serum penderita toksoplasmosis berasal dari orang Indonesia.
Hasil penelitian Western blot antigen Toxoplasma gondhi strain RH yang bereaksi terhadap IgG dan IgM penderita terinfeksi toksoplasmosis, menunjukkan 3 komponen antigen Toxoplasma utama yang bereaksi terhadap IgG Toxoplasma dan IgM Toxoplasma, masing-masing dengan BM 41 kDa., 26kDa. 6 kDa. Sedangkan IgG Toxoplasma sendiri mengenali atau bereaksi paling sedikit 19 komponen antigen Toxoplasma yang berbentuk pita (bands) dari berbagai BM, mulai dari yang tertinggi 90 Ma, sampai yang terendah 6 kDa. Relatif sama dengan penelitian Sharma (60). IgG Toxoplasma selain bereaksi terhadap 3 komponen antigen utama.
Toxoplasma juga ditemukan sering bereaksi terhadap 4 komponen antigen Toxoplasma dengan BM masing-masing 90 kDa, 87 kDa, 82 kDa, 72 Ma. IgG Toxoplasma serum penderita bereaksi secara bervariasi terhadap komponen komponen antigen Toxoplasma diluar ke 7 komponen tersebut diatas (90 kDa, 87 kDa, 82 kDa, 72 kDa, 41 kDa, 26 kDa, 6 kDa), karena terdapat perbedaan pengenalan antibodi di antara serum penderita terhadap massa protein (BM) yang sama. Ditemukan adanya IgG Toxoplasma dengan titer tinggi ( 1:3200) pada orang yang diperiksa secara laboratorium tanpa gejala toksoplasmosis, menunjukan bahwa IgG Toxoplasma positif dapat dijumpai pada orang tergolong sehat tanpa gejala toksoplasmosis. Dalam pemeriksaan serologis kombinasi IgG Toxoplasma degan IgM Toxoplasma dalam satu serum dapat menimbulkan reaksi kompetitif inhibisi terhadap antigen Toxoplasma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustina Indriati
1999
T-pdf (Tesis sedang dalam proses digitalisasi)
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisawati Susanto
"ABSTRAK
Taxoplasma gondii adalah protozoa intraselular yang dapat menyebabkan toksoplasmosis. Jenis perneriksaan yang banyak dilakukan untuk diagnosis toksoplasmosis pada saat ini adalah pemeriksaan serologi (enzyme-linked immunosorbent assay/ELISA) untuk mendeteksi adanya zat anti IgG dan IgM terhadap T.gondii di dalam serum, namun pemeriksaan serologi ini tidak adekuat. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk mendiagnosis toksoplasmosis akut, dan dalam hal ini PCR merupakan teknik yang terpilih.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih dapat terdeteksi oleh PCR dengan menggunakan target gen Bl dan gels P30 T.gondii.
PCR terhadap target gen B1 dilakukan menurut metode Chang & Ho dan gen P30 menurut metode Weiss dkk. dan Chang & Ho. Primer gen BI terdiri dari oligo 1 : 5'GGAACTGCATCCGTTCATGAG3' dan oligo 2 : 5'TCTTTAAAGCGTTCGTG GTC3'. Primer gen P30 terdiri dari oligo 1 : 5'CACACGGTTGTATGTCGOT-I ICGCT3' dan oligo 2 : 5'TCAAGGAGCTCAATG TTACAG CCT3'.
Pada penelitian ini, PCR dengan target gen P30 yang dilakukan menurut metode Weiss dkk. memberikan pita yang tidak spesifik, karena itu dilakukan juga PCR dengan metode menurut Chang & Ho. Pada metode Chang & Ho penggunaan siklus sebanyak 30, 35, 40 dan 45 siklus tidak memberikan gambaran pita, sedangkan penggunaan 50 siklus baru memberikan hasil pita spesifik T.gandii pada elektroforesis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan menggunakan target gen B1 pada sampel DNA murai T.gondii adalah sebesar 0,1 pg, pada sampel DNA murni T.gondii yang dicampur dengan DNA manusia sehat sebesar 1 pg, sedangkan pada darah manusia sehat yang dicampur dengan suspensi takizoit masih dapat terdeteksi sampai jumlah DNA dalam 1 takizoit. Dengan target gen P30 hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi minimal DNA T.gondii yang rnasih terdeteksi pada sampel DNA murni T.gondtl adalah 1 pg, pada sampel DNA murni T.gondii yang dicampur dengan DNA manusia sehat adalah 0,025 ng dart pada sarnpel darah manusia sehat yang dicampur dengan suspensi takizoit adalah DNA yang berasal dari minimal 20 takizoit.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa uji yang menggunakan target gin B1 lebih sensitif dibandingkan dengan gen P30.

ABSTRACT
Determination of Minimal Concentration of The DNA Toxoplasma gondii Which Still Can be Detected by The Polymerase Chain Reaction Using BI and P30 Genes.
Taxoplasma gondii is an intracellular protozoan which causes toxoplasmosis. Serological test (ELISA) for detecting the presence of IgG and IgM antibodies against T.gondii is usually performed nowadays, however this serological test is not adequate. Therefore an accurate laboratory test is needed for diagnosing acute toxoplasmosis, and in this case the polymerase chain reaction (PCR) is the method of choice.
The aim of this study is to assess the minimal concentration of the DNA of T.gondii which still can be detected by the PCR using B1 and P30 genes as targets.
The PCR against B1 gene as target was performed by using the method described by Chang & Ho, and described by Weiss et al and Chang & Ho against P30 gene as target. The B1 gene primers consisted of oligo 1 :5'GGAACFGCATCCGTTCATGAG3' and oligo 2 : 5'Te ITAAAGCGTTCGIGC3TC3', whereas the P30 gene primers consisted of oligo 1 5'CACACGGTTGTATGT'CGG ITI'CGCT3' and oligo 2 : 5'TCAAGG AGCTCAAT GTTACAGCCT3'.
It was shown that no specific bands were observed in the PCR with P30 gene as target (performed according to the method described by Weiss et al), therefore another PCR according to the method described by Chang & Ho was performed. In this method the electrophoresis did not show any band when 30, 35, 40 and 45 cycles of PCR were used however, by using 50 cycles a specific band was observed.
The results obtained showed that the minimal DNA concentrations which still could be detected using B1 gene as target were as the following : 0.0001 ng DNA in 50 1~1 PCR solution from samples of pure DNA, 0.001 ng DNA 1 50 1.11 PCR solution from samples of pure DNA mixed with normal human blood and the amount of DNA originated from at least 1 tachyzoite . Likewise, the minimal DNA concentrations which could still be detected using P30 as target gene were : 0.001 ng DNA in 50 tit PCR solution from samples ofpure DNA, 0.025 ng DNA in 501.11 PCR solution from samples of pure DNA mixed with normal human blood and the amount of DNA originated from at least 20 tachyzoites.
It was concluded that the assay using B1 gene as target was more sensitive than the one using P30 gene as target.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Toxoplasma gondii adalah parasit yang menginfeksi burung dan mamalia termasuk manusia. Parasit ini dikembangkan untuk penelitian toksoplasmosis. Selama ini pengadaan takizoit di laboratorium FKUI dilakukan dengan cara inokulasi mencit setiap tiga hari. Penelitian ini ingin mengetahui metoda yang lebih praktis dan ekonomis untuk menyimpan takizoit T. gondii untuk menggantikan pengadaan takizoit cara lama. Telah diteliti dua jenis metoda penyimpanan takizoit dalam nitrogen cair, yaitu metoda Lin dan Booth. Sampel adalah takizoit T. gondii sebanyak 2,75x10 per tabung, terdiri dari 72 tabung. Terdapat perbedaan antara kedua metoda : Lin melakukan pencucian berulang dengan larutan NaCl 0,9%, media penyimpan hanya DMSO serta inkubasi sebelum masuk ke nitrogen cair adalah -20°C, -60°C, dilakukan pencairan langsung dalam water-bath. Booth melakukan pemanenan dengan larutan HESS, tanpa pemurnian, media penyimpanan: DMSO + BSA + DMEM, inkubasi: suhu kamar dan -70°C, serta mengalami 3 tahap mencairan dengan 3% FBS dalam DMEM. Parameter yang diamati: Jumlah takizoit mula-mula, persentase viabilitas dan virulensi parasit setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan.
Hasil dan kesimpulan: Dengan metoda Lin diperoleh viabilitas : 61,38%, 39,50% dan 36,09% setelah 2, 4 dan fi bulan penyimpanan serta hilangnya virulensi. Pada metoda Booth viabilitas setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan: 68,49%, 61,68% dan 56,99% dan virulensi tetap baik. Hal ini karena metoda Booth memakai HBSS sebagai larutan pembilas, BSA dan DMEM sebagai medium, serta adanya pencairan kembali secara bertahap, sehingga membran tetap stabil dan terhindar dari "shock osmotik". Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan : nitrogen cair dapat digunakan untuk penyimpanan takizoit jangka panjang dan metoda Booth merupakan metoda penyimpanan yang cukup baik untuk masa penyimpanan 6 bulan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>