Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176820 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alzena Bernadine
"Pelaksanaan telekonsultasi dalam praktik telemedicine seharusnya perlu dikuti dengan adanya payung hukum yang dapat menaungi layanan tersebut. Hal ini disebabkan pelaksanaan layanan tersebut dapat menimbulkan suatu ketidakpastian dalam hubungan antara dokter dan pasien. Skripsi ini membahas tentang perbandingan pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine di Indonesia dan Inggris. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif. Pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine di Indonesia hanya berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang belum mengatur secara khusus hubungan antara dokter dan pasien, sedangkan Inggris telah memiliki berbagai pengaturan tentang telemedicine khususnya layanan telekonsultasi yang diterbitkan oleh lembaga dan organisasi kesehatan yang berwenang di Inggris. Hasil dari perbandingan pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan yang signifikan antara Indonesia dan Inggris. Oleh karena itu, agar terdapat kepastian hukum dalam pelaksanaan layanan telekonsultasi pada praktik telemedicine di Indonesia, diharapkan Inggris dapat menjadi contoh bagi Indonesia agar mengatur secara jelas pelaksanaan layanan tersebut.

The implementation of teleconsultation in the practice of telemedicine should be followed by the existence of a legal protection that can cover the service. This is because the implementation of these services can create an uncertainty in the relationship between doctors and patients. This thesis discusses the comparison of teleconsultation service arrangements in telemedicine practice in Indonesia and England. This research was conducted using a qualitative research method with a normative juridical research form. The regulation of teleconsultation services in telemedicine practice in Indonesia is only based on the Regulation of the Minister of Health Number 20 of 2019 concerning the Implementation of Telemedicine Services between Health Care Facilities which has not specifically regulated the relationship between doctors and patients, while England already has various regulations regarding telemedicine, especially teleconsultation services issued by England health authorities and organizations. The results of this comparison of teleconsulting service arrangements in telemedicine practice indicate that there are some significant similarities and differences between Indonesia and England. Therefore, so that there is legal certainty in the implementation of teleconsultation services in telemedicine practices in Indonesia, it is hoped that England can become an example for Indonesia to clearly regulate the implementation of these services."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lado Rayhan Najib
"Pandemi virus Corona yang telah masuk di Indonesia menyebabkan terciptanya program pembatasan sosial dengan tujuan untuk mengurangi penyebaran virus sehingga menciptakan suatu keadaan baru yang harus dijalani masyarakat yang disebut dengan New Normal. Dengan adanya New Normal ini membuat masyarakat Indonesia memiliki keinginan untuk memiliki alternatif untuk berkonsultasi kesehatan yaitu dengan telekonsultasi menggunakan aplikasi Halodoc. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi niat beralih penggunaan layanan konsultasi kesehatan offline ke telekonsultasi dengan studi kasus aplikasi Halodoc menggunakan teori push pull mooring (PPM). Penelitian ini menggunakan metode analisis secara kuantitatif dan kualitatif (mix method). Metode analisis secara kuantitatif dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner online yang menghasilkan sebanyak 538 data valid. Hasil data kuantitatif diolah dan dianalisis menggunakan metode CB-SEM dengan bantuan software AMOS 26 dan SPSS 25. Metode analisis secara kualitatif dilakukan dengan memberikan wawancara ke 5 responden. Hasil analisis data kuantitatif menunjukkan bahwa terdapat 9 hipotesis yang diterima dan 2 hipotesis yang ditolak. Variabel perceived severity, perceived susceptibility, perceived usefulness, perceived ease of use, economic feasibility, perceived informativeness, subjective norm, switching cost, dan trust berpengaruh terhadap niat beralih masyarakat dari konsultasi kesehatan di rumah sakit ke telekonsultasi. Sedangkan variabel inconvenience dan ubiquitous care tidak berpengaruh terhadap niat beralih. Semua variabel yang dianalisis memiliki efek yang tidak signifikan terhadap niat beralih. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat membantu Halodoc untuk menyesuaikan fitur telekonsultasinya agar meningkatkan niat beralih masyarakat Indonesia untuk menggunakan fitur telekonsultasi aplikasi Halodoc.

The Coronavirus pandemic that has entered Indonesia has led to creation of a social restriction program to reduce the spread of the virus to create a new situation that must be endured by the community called the New Normal. With this New Normal, Indonesian people desire an alternative for health consultations, namely teleconsultation using the Halodoc application. This study analyses the factors that influence the intention to switch offline health consulting services to teleconsultation with a case study of the Halodoc application using the push-pull mooring (PPM) theory. This research uses quantitative and qualitative analysis methods (mix method). The quantitative analysis method was carried out by distributing online questionnaires, which resulted in 538 valid data. The results of quantitative data were processed and analyzed using the CB-SEM method with the help of AMOS 26 and SPSS 25 software. The qualitative analysis method was carried out by giving interviews with five respondents. The results of quantitative data analysis show that there are nine accepted hypotheses and two rejected hypotheses. Variables perceived severity, perceived susceptibility, perceived usefulness, perceived ease of use, economic feasibility, perceived informativeness, subjective norm, switching cost, and trust affects on people's intention to switch from health consultations in hospitals to teleconsultation. Meanwhile, inconvenience and ubiquitous care variables do not affect switching intentions. Furthermore, all variables analyzed had no significant effect on switching intention. The researcher hopes that this study's results can help Halodoc adjust its teleconsultation feature to increase the intention of switching Indonesian people to use the teleconsultation feature of the Halodoc application."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaqif Naufal
"Seiring dengan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan forum tanya-jawab kesehatan online, kebutuhan akan adanya sistem tanya-jawab kesehatan yang dapat berjalan secara otomatis semakin besar. Salah satu bagian penting dari sistem tanya-jawab kesehatan otomatis adalah question processing untuk mendapatkan informasi relevan dari pertanyaan pengguna. Terdapat beberapa task yang merupakan bagian dari question processing, di antaranya pengenalan pertanyaan, pengenalan entitas kesehatan, dan ekstraksi frase kunci. Pada penelitian ini, penulis mencoba tiga model untuk menyelesaikan ketiga task tersebut, yaitu IndoDistilBERT, IndoDistilBERT-BiLSTMs, dan IndoDistilBERT-BiLSTMs-CRF. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa IndoDistilBERT-BiLSTMs-CRF memberikan hasil terbaik untuk task pengenalan pertanyaan dengan skor F1 sebesar 94,45%, lebih baik 3,15% dibandingkan baseline. Untuk task pengenalan entitas kesehatan, IndoDistilBERT-BiLSTMs memberikan hasil terbaik dengan skor F1 sebesar 73,78%, lebih baik 3,53% dibandingkan baseline. Untuk task ekstraksi frase kunci, model IndoDistilBERT-BiLSTMs memberikan hasil terbaik dengan skor F1 sebesar 77,42%, lebih baik 4,25% dibandingkan baseline. Selain itu, percobaan dengan pendekatan multi-task learning untuk menyelesaikan task pengenalan entitas kesehatan dan ekstraksi frase kunci belum mampu mengungguli hasil dari pendekatan single-task learning untuk masing-masing task.

With the increasing number of people who use health question-and-answer online forum, the need for a health question-and-answer system that can run automatically is getting bigger. One of the important parts of an automated health question-and-answer system is question processing to get relevant information from user queries. There are several tasks which are part of question processing, including question recognition, medical entity recognition, and keyphrases extraction. On this research, we try three models to solve those three tasks, namely IndoDistilBERT, IndoDistilBERT-BiLSTMs, and IndoDistilBERT-BiLSTMs-CRF. Our experiment shows that IndoDistilBERT-BiLSTMs-CRF gives the best results for question recognition task with F1-score of 94,45%, 3,15% better than baseline. For medical entity recognition task, IndoDistilBERT-BiLSTMs gives the best results with F1-score of 73,78%, 3,53% better than baseline. For keyphrases extraction task, IndoDistilBERT-BiLSTMs gives the best results with F1-score of 77,42%, 4,25% better than baseline. Besides that, experiments with multi-task learning approach to solve medical entity recognition and keyphrases extraction have not been able to outperform the results of single-task learning approach for each task."
Depok: Fakultas Ilmu komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathanael Horasi Ondiraja
"Kemajuan pesat di bidang teknologi digital telah menghadirkan perubahan yang signifikan di berbagai sektor, termasuk kesehatan. Salah satunya adalah munculnya layanan telekonsultasi yang memungkinkan individu untuk melakukan konsultasi medis secara jarak jauh. Melalui studi kasus Halodoc, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi niat pengguna untuk beralih dari metode konsultasi konvensional ke platform telekonsultasi Halodoc, dengan menggunakan pendekatan affordance. Pendekatan mixed-method digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara dengan 10 responden pada tahap kualitatif, yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor affordance perception dari platform telekonsultasi Halodoc. Terdapat enam konstruk affordance perception yang teridentifikasi dari layanan telekonsultasi Halodoc, yakni accessibility, appointment scheduling, reminder, health data sharing, payment, dan information clarity. Sementara itu, pada tahap kuantitatif penelitian, data 413 responden dilakukan analisis dengan metode PLS-SEM untuk memahami interaksi variabel-variabel pada model penelitian. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa health data sharing affordance dan information clarity affordance berhasil memengaruhi niat beralih pengguna ke platform telekonsultasi secara signifikan melalui variabel social presence dan perceived usefulness. Penelitian ini memberikan kontribusi pada pemahaman tentang faktor-faktor yang memengaruhi niat berpindah ke layanan telekonsultasi dan dapat membantu pengembangan strategi untuk meningkatkan penggunaan layanan telekonsultasi.

The rapid advancements in digital technology have brought significant changes across various sectors, including healthcare. One such change is the emergence of teleconsultation services, which allow individuals to conduct medical consultations remotely. Through a case study of Halodoc, this research aims to analyze the factors influencing users' intentions to switch from conventional consultation methods to the Halodoc teleconsultation platform, using an affordance approach.This study employs a mixed-method approach, beginning with qualitative interviews of 10 respondents to identify the affordance perception factors of the Halodoc teleconsultation platform. Six affordance perception constructs were identified: accessibility, appointment scheduling, reminder, health data sharing, payment, and information clarity. Subsequently, the quantitative phase of the study involved analyzing data from 413 respondents using the PLS-SEM method to understand the interactions among variables in the research model. Quantitative analysis results indicate that health data sharing affordance and information clarity affordance significantly influence users' intention to switch to the teleconsultation platform through the variables of social presence and perceived usefulness. This research contributes to understanding the factors that affect the adoption of teleconsultation services and can assist in developing strategies to enhance the acceptance and usage of digital health services."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isabelle Yansim
"Kemajuan pesat di bidang teknologi digital telah menghadirkan perubahan yang signifikan di berbagai sektor, termasuk kesehatan. Salah satunya adalah munculnya layanan telekonsultasi yang memungkinkan individu untuk melakukan konsultasi medis secara jarak jauh. Melalui studi kasus Halodoc, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi niat pengguna untuk beralih dari metode konsultasi konvensional ke platform telekonsultasi Halodoc, dengan menggunakan pendekatan affordance. Pendekatan mixed-method digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara dengan 10 responden pada tahap kualitatif, yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor affordance perception dari platform telekonsultasi Halodoc. Terdapat enam konstruk affordance perception yang teridentifikasi dari layanan telekonsultasi Halodoc, yakni accessibility, appointment scheduling, reminder, health data sharing, payment, dan information clarity. Sementara itu, pada tahap kuantitatif penelitian, data 413 responden dilakukan analisis dengan metode PLS-SEM untuk memahami interaksi variabel-variabel pada model penelitian. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa health data sharing affordance dan information clarity affordance berhasil memengaruhi niat beralih pengguna ke platform telekonsultasi secara signifikan melalui variabel social presence dan perceived usefulness. Penelitian ini memberikan kontribusi pada pemahaman tentang faktor-faktor yang memengaruhi niat berpindah ke layanan telekonsultasi dan dapat membantu pengembangan strategi untuk meningkatkan penggunaan layanan telekonsultasi.

The rapid advancements in digital technology have brought significant changes across various sectors, including healthcare. One such change is the emergence of teleconsultation services, which allow individuals to conduct medical consultations remotely. Through a case study of Halodoc, this research aims to analyze the factors influencing users' intentions to switch from conventional consultation methods to the Halodoc teleconsultation platform, using an affordance approach.This study employs a mixed-method approach, beginning with qualitative interviews of 10 respondents to identify the affordance perception factors of the Halodoc teleconsultation platform. Six affordance perception constructs were identified: accessibility, appointment scheduling, reminder, health data sharing, payment, and information clarity. Subsequently, the quantitative phase of the study involved analyzing data from 413 respondents using the PLS-SEM method to understand the interactions among variables in the research model. Quantitative analysis results indicate that health data sharing affordance and information clarity affordance significantly influence users' intention to switch to the teleconsultation platform through the variables of social presence and perceived usefulness. This research contributes to understanding the factors that affect the adoption of teleconsultation services and can assist in developing strategies to enhance the acceptance and usage of digital health services."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Febrian Pehryi
"Kemajuan pesat di bidang teknologi digital telah menghadirkan perubahan yang signifikan di berbagai sektor, termasuk kesehatan. Salah satunya adalah munculnya layanan telekonsultasi yang memungkinkan individu untuk melakukan konsultasi medis secara jarak jauh. Melalui studi kasus Halodoc, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi niat pengguna untuk beralih dari metode konsultasi konvensional ke platform telekonsultasi Halodoc, dengan menggunakan pendekatan affordance. Pendekatan mixed-method digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara dengan 10 responden pada tahap kualitatif, yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor affordance perception dari platform telekonsultasi Halodoc. Terdapat enam konstruk affordance perception yang teridentifikasi dari layanan telekonsultasi Halodoc, yakni accessibility, appointment scheduling, reminder, health data sharing, payment, dan information clarity. Sementara itu, pada tahap kuantitatif penelitian, data 413 responden dilakukan analisis dengan metode PLS-SEM untuk memahami interaksi variabel-variabel pada model penelitian. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa health data sharing affordance dan information clarity affordance berhasil memengaruhi niat beralih pengguna ke platform telekonsultasi secara signifikan melalui variabel social presence dan perceived usefulness. Penelitian ini memberikan kontribusi pada pemahaman tentang faktor-faktor yang memengaruhi niat berpindah ke layanan telekonsultasi dan dapat membantu pengembangan strategi untuk meningkatkan penggunaan layanan telekonsultasi.

The rapid advancements in digital technology have brought significant changes across various sectors, including healthcare. One such change is the emergence of teleconsultation services, which allow individuals to conduct medical consultations remotely. Through a case study of Halodoc, this research aims to analyze the factors influencing users' intentions to switch from conventional consultation methods to the Halodoc teleconsultation platform, using an affordance approach.This study employs a mixed-method approach, beginning with qualitative interviews of 10 respondents to identify the affordance perception factors of the Halodoc teleconsultation platform. Six affordance perception constructs were identified: accessibility, appointment scheduling, reminder, health data sharing, payment, and information clarity. Subsequently, the quantitative phase of the study involved analyzing data from 413 respondents using the PLS-SEM method to understand the interactions among variables in the research model. Quantitative analysis results indicate that health data sharing affordance and information clarity affordance significantly influence users' intention to switch to the teleconsultation platform through the variables of social presence and perceived usefulness. This research contributes to understanding the factors that affect the adoption of teleconsultation services and can assist in developing strategies to enhance the acceptance and usage of digital health services."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Mutiara Salsabila
"Munculnya pandemi COVID-19 menyebabkan masyarakat kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Berdasarkan statistik JKN, kunjungan FKTP tahun 2019 mencapai 337,69 juta kemudian menurun menjadi hanya 193,03 juta kunjungan pada Agustus 2021. Telekonsultasi, salah satu jenis telemedicine, dikatakan dapat menjadi solusi yang tepat agar masyarakat tetap dapat mengakses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sekaligus menjaga diri dari penularan COVID-19. Terdapat peningkatan penggunaan beberapa aplikasi telekonsultasi di Indonesia saat pandemi, dari 4 juta menjadi lebih dari 15 juta orang. Tetapi, angka ini hanya 7,63% dari penduduk pengguna internet di Indonesia dan 5,6% dari total populasi Indonesia. Karena itu, peningkatan akses pelayanan kesehatan melalui telemedicine masih terbilang sulit untuk dicapai. Penelitian di Indonesia yang menganalisis penyebab masyarakat masih belum ingin menggunakan telekonsultasi dan hal apa yang berhubungan dengan intensi mereka untuk menggunakan telekonsultasi pun masih sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran serta faktor-faktor yang berhubungan dengan intention-to-use layanan telekonsultasi di masa pandemi COVID-19 pada penduduk Jabodetabek usia 19-49 tahun. Kriteria tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan jumlah kasus COVID-19, tingkat mobilitas, keluhan kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan kesehatan, serta tingkat penggunaan internet. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross-sectional dan metode analisis data PLS-SEM. Pengambilan data dilakukan pada Januari 2022 dengan sampel sejumlah 222 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara pengaruh sosial, perceived usefulness, trust in provider, dan trust in internet terhadap intention-to-use layanan telekonsultasi. Intention-to-use juga terbukti berhubungan signifikan dengan penggunaan sesungguhnya dari layanan telekonsultasi. Selain itu, ditemukan pula hubungan signifikan antara perceived need dengan trust in provider, serta perceived health risk dan perceived ease of use terhadap  perceived usefulness. Untuk itu, penyedia layanan perlu memastikan bahwa dokter yang mengelola telekonsultasi kredibel, mampu mendiagnosis dengan baik, dan dapat menjalankan service excellence berbasis teknologi. Sistem keamanan aplikasi penunjang juga harus ditingkatkan agar tidak terjadi pencurian data. Pemerintah pun perlu mempromosikan penggunaan telekonsultasi ke masyarakat terutama pada masa pandemi, menegakkan larangan penyebarluasan data pribadi pasien, serta meningkatkan digitalisasi fasyankes dan mengintegrasikannya agar tercapai cakupan pelayanan kesehatan yang luas dan merata, baik daring atau pun luring.

The emergence of the COVID-19 pandemic has made it difficult for people to carry out their activities, even to access health services. According to JKN statistics, FKTP visits in 2019 reached 337.69 million, then decreased to only 193.03 million visits in August 2021. Teleconsultation, a type of telemedicine, could be the right solution so that people can still access the health services they need and protect themselves from the spread of COVID-19. There was an increase in the use of several teleconsultation applications in Indonesia during the pandemic, from 4 million to more than 15 million people. However, this rate is only 7.63% of the internet users population in Indonesia and 5.6% of the total population of Indonesia. This issue makes increasing access to health services through telemedicine is still challenging to achieve. There is still limited research in Indonesia that analyzes why people still do not want to use teleconsultation and what is related to their intentions to use it. Therefore, this study aims to determine the description and factors related to the intention to use health teleconsultation services during the COVID-19 pandemic among Jabodetabek residents aged 19-49. These criteria were chosen based on consideration of COVID-19 cases, mobility level, health problems and the need for health services, and internet use. This quantitative study used a cross-sectional design and PLS-SEM data analysis method. Data collection was carried out in January 2022 with 222 samples. The results showed a significant relationship between social influence, perceived usefulness, trust in providers, and trust in the internet on the intention to use teleconsultation services. Intention-to-use was also significantly related to the use of teleconsultation services. In addition, a significant relationship was found between perceived need with trust in the provider, and perceived health risk and perceived ease of use with perceived usefulness. Therefore, providers need to ensure physicians who manage teleconsultation are credible, able to diagnose correctly, and skillful in carrying out technology-based service excellence. Supporting application security systems must also be improved to prevent cyber crimes such as data theft. The government must continue promoting teleconsultation to the public, especially during the pandemic, enforce the prohibition on the dissemination of patients’ data, and increase the digitization of health facilities, and integrate them to achieve more coverage and equal health services both online and offline."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzat Alwi Alaydrus
"Skripsi ini menganalisis implementasi telemedicine dan regulatory sandbox di Indonesia berdasarkan Kepmenkes 1280/2023, UU 17/2023, dan Permenkes 20/2019, serta di Singapura berdasarkan Health Care Services Act (HCSA) dan National Telemedicine Guidelines (NTG). Skripsi ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian deskriptif-preskriptif, mengkaji telemedicine dan regulatory sandbox dengan membandingkan konsep, regulasi, dan isu hukum di Indonesia dan Singapura. Dalam hal ini, Singapura menggunakan sistem lisensi untuk telemedicine dibawah HCSA dengan NTG yang digunakan sebagai pedoman khusus. Sebelum sistem lisensi digunakan, Singapura menyelenggarakan regulatory sandbox LEAP hingga 2021, guna menyesuaikan HCSA dengan perkembangan teknologi kesehatan. Di Indonesia, telemedicine belum mempunyai pengaturan secara khusus. Meskipun sudah berkembang cukup baik melalui aplikasi berbasis smartphone yang diselenggarakan oleh health-tech company, hal ini belum sesuai dengan standar perangkat telemedicine. Kepmenkes 1280/2023 hanya mengakomodir telemedicine yang diselenggarakan melalui aplikasi berbasis smartphone, yang mana belum mendukung standarisasi telemedicine. Oleh karena itu, disarankan kepada Kementerian Kesehatan untuk mempercepat penyusunan regulasi yang sesuai dengan standar telemedicine melalui regulatory sandbox yang juga melibatkan pemangku kepentingan lain.

This thesis analyzes the implementation of telemedicine and regulatory sandboxes in Indonesia based on Kepmenkes 1280/2023, UU 17/2023, and Permenkes 20/2019, as well as in Singapore based on the Health Care Services Act (HCSA) and National Telemedicine Guidelines (NTG). The research employs a doctrinal methodology with a descriptive-prescriptive approach, examining telemedicine and regulatory sandboxes by comparing concepts, regulations, and legal issues in Indonesia and Singapore. In this context, Singapore uses a licensing system for telemedicine under the HCSA with NTG as specific guidelines. Before the licensing system was implemented, Singapore conducted the LEAP regulatory sandbox until 2021 to adapt the HCSA to health technology developments. In Indonesia, telemedicine does not yet have specific regulations. Although it has developed quite well through smartphone-based applications run by health-tech companies, this does not meet telemedicine equipment standards. Kepmenkes 1280/2023 only accommodates telemedicine conducted through smartphone applications, which does not support telemedicine standardization. Therefore, it is recommended that the Ministry of Health expedite the formulation of regulations that meet telemedicine standards through regulatory sandboxes involving other stakeholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Prakoso
"Dunia sedang dilanda pandemi virus COVID-19. Pemerintah di berbagai negara menetapkan protokol pembatasan untuk menghambat penyebaran virus COVID-19. Protokol tersebut membatasi akses ke pelayanan kesehatan, sistem pelayanan tatap muka di minimalisir. Hal tersebut memberikan dampak pada anak dengan autisme. Menurut Kaplan, pada anak dengan autisme gejala inti tidak bisa diobati dengan obat medis, akan tetapi dengan edukasi dan intervensi perilaku. Akan tetapi, sebelum pandemi, edukasi dan intervensi umumnya dilaksanakan dengan sistem tatap muka. Solusi dari masalah tersebut adalah penggunaan layanan kesehatan jarak jauh atau telehealth. Penelitian ini adalah penelitian yang membahas bagaimana penggunaan telehealth-telemedicine untuk intervensi pada kasus anak dengan autisme di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan metode literature review dengan menggunakan database Pubmed, Proquest, Sage Journal, dan Portal Garuda yang menghasilkan 9 artikel terinklusi. Penelitian terinklusi dilaksanakan pada rentang waktu dinyatakannya COVID-19 sebagai pandemi, yaitu tanggal 11 Maret 2020 hingga 1 Mei 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi menghasilkan dampak pada anak dengan autisme berupa pengurangan perilaku yang ditargetkan, dan meningkatnya keterampilan. Selain itu pada cargeiver dijumpai peningkatan kepuasan dan persepsi mengenai pelayanan telehealth. Bagi penyedia layanan telehealth, dijumpai artikel yang menjelaskan tentang persepsi mengenai layanan telehealth tersebut. Berdasarkan temuan yang didapat, pelayanan telehealth di rekomendasikan bagi anak dengan autisme, para caregiver baik orang tua ataupun  bukan, penyedia jasa layanan juga di rekomendasikan jika ingin menyelenggarakan layanan telehealth berdasarkan temuan berupa tingkat kepuasan dan perkembangan yang muncul setelah intervensi. Sedangkan bagi pemerintah diharapkan mengembangkan kebijakan dan program terkait dengan telehealth terutama di masa pandemi, sehingga masyarakat yang membutuhkan tetap mendapat pelayanan yang dibutuhkan.

The world is being hit by the COVID-19 pandemic. Governments in various countries set protocols for the spread of the COVID-19 virus. The protocol limits access to health services, the face-to-face service system is minimized. This has an impact on children with autism. According to Kaplan, children with autism symptoms cannot be treated with medical drugs, but with education and behavioral interventions. However, before the pandemic, education and intervention were generally carried out face-to-face. The solution to this problem is the use of remote health services or telehealth. This study is a study that discusses how telehealth is used for intervention in cases of children with autism during the COVID-19 pandemic. This study uses a literature review method using the Pubmed, Proquest, Sage Journal, and Garuda Portal databases which produces 9 included articles. Inclusive research was carried out during the time period that COVID-19 was declared a pandemic, namely March 11, 2020 to May 1, 2022. The results showed that the intervention had an impact on children with autism in the form of a reduction in targeted behavior and skills. In addition to the carrier, increased satisfaction and perception of telehealth services. For telehealth service providers, article explain the perception of the telehealth service. Based on the findings obtained, telehealth services are recommended for children with autism, caregivers, whether parents or not. Service providers are also recommended if they want to provide telehealth services based on the findings about the level of satisfaction and development that appears after the intervention. Meanwhile, the government is expected to develop policies and programs related to telehealth, especially during the pandemic, so that people in need can still receive the services they need."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Puspita Dewi
"Latar belakang: Epilepsi adalah suatu keadaan atau penyakit otak yang yang ditandai dengan kecenderungan menimbulkan kejang hal ini karena adanya bangkitan yang terjadi secara berulang. Layanan telemedis adalah layanan yang menggunakan fasilitas komunikasi elektronik yang bertujuan untuk memberikan dukungan atau pelayanan medis dari jarak yang terpisah. Pada layanan ini, banyak faktor yang mempengaruhi dokter dalam membuat keputusan. Sehingga, penelitian ini akan melihat perbandingan keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan pasien epilepsi baru dengan pasien yang pernah didiagnosis sebelumnya oleh dokter pada layanan telemedis di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang retrospektif dengan sumber data sekunder yang dilakukan di salah satu layanan telemedis di Indonesia. Terdapat 100 subjek yang terpilih pada layanan telemedis. Pemberian keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan dapat dilihat dari riwayat chat. Hasil: Dari 100 subjek, hasil analisis menunjukkan tidak terdapatnya perbandingan yang bermakna antara pasien baru dengan pasien yang pernah didiagnosis sebelumnya dengan pemberian tatalaksana farmakologi (P=0,298) dan dengan keputusan rujukan (P=0,025). Selai itu, terlihat pasien baru memiliki presentase rujukan lebih tinggi (18,87%) dibandingkan dengan pasien yang pernah terdiagnosis (4,26%). Kesimpulan: Tidak terdapat perbandingan yang bermakna antara pasien baru dengan yang pernah terdiagnosis sebelumnya dengan pemberian farmakologi, serta terdapatnya perbandingan yang bermakna dengan keputusan rujukan. Sehingga, diperlukannya jumlah subjek yang lebih besar dan dilakukannya studi lebih lanjut.

Introduction: Epilepsy is a condition or disease of the brain characterized by a tendency to cause seizures due to repeated seizures. Telemedical services are services that use electronic communication facilities for the purpose of providing medical support or remote services. In this service, many factors influence doctors in making decisions. Thus, this study will look at the comparison of pharmacological treatment decisions and referrals of new epilepsy patients with patients who have previously been diagnosed by doctors at telemedical services in Indonesia. Method: This study uses a retrospective cross-sectional design with secondary data sources conducted in a telemedicine service in Indonesia. There are 100 subjects selected for the telemedicine service. Decisions on pharmacological treatment and referrals can be seen from the chat history. Result: From 100 subjects, the results of the analysis showed that there was no significant comparison between new patients and patients who had previously been diagnosed with pharmacological treatment (P=0.298) and referral decisions (P=0.025). In addition, it was seen that new patients had a higher referral percentage (18.87%) compared to patients who had been diagnosed (4.26%). Conclusion: There was no significant comparison between new patients and those who had previously been diagnosed with pharmacology, and there was a significant comparison with referral decisions. Thus, a larger number of subjects is needed and further studies are needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>