Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85056 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adina Dwirezanti
"Skripsi ini bertujuan untuk membahas mengenai keberadaan budaya popular dalam hal ini adalah Korean Wave sebagai bagian dalam diplomasi Publik Korea. Pembahasan mengenai topik ini dibatasi dalam periode 2005-2010, dimana tahun 2005 ini menjadi awal dari digunakannya Korean Wave sebagai bagian dalam aktivitas diplomasi publik Korea. Pembahasan mengenai diplomasi publik melalui Korean Wave ini dibagi dalam dua aktivitas Korea, yaitu dalam bidang pariwisata dan program pertukaran dengan negara-negara lain. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan penjabaran secara deskriptif melalui penjabaran mengenai program-program yang dilaksanakan Korea dalam bidang pariwisata dan program pertukaran tersebut.
Melalui analisa data-data aktivitas diplomasi dan signifikansi aktivitas diplomasi tersebut, penulis mendapat beberapa temuan mengenai peran Korean Wave dalam diplomasi publik Korea, yaitu meningkatkan citra Korea, Menarik minat kedatangan masyarakat asing, mendorong kemajuan bidang-bidang lain dari Korea, dan mendorong terjalinnya kerjasama antara Korea dengan negara-negara lainnya. Beberapa peran tersebut dapat tercapai dikarenakan tiga faktor yang ditemukan penulis sangat dominan dalam Korean Wave, yaitu komitmen pemerintah, kepopuleran dari Korean Wave itu sendiri, dan faktor informasi.

This research aims to explain about the existence of popular culture, in this case is Korean Wave as part of Korean public diplomacy. The explanation of this topic is will be limited in 2005-2010, which in 2005 was the beginning of Korean Wave as part of public diplomacy of Korea. The explanation of this public diplomacy through the Korean Wave is divided in two activities, tourism and exchange program with other countries. This research used qualitative research metods with descriptive explanation about the public diplomacys program that implemented in the field of tourism and Korean Exchange program.
Through analysis of the data on the activity of diplomacy and the significance of the diplomacy activity, the author concludes that?s there are some roles that played by the Korean Wave in Korean public diplomacy, such as improving image of Korea, Attracting the arrival of foreign people to come to Korea, encourage the progress of other parts of Korea, and encourage the cooperation between Korea and the other country. Some of these roles can be achieved due to the three aspect that the author was found, such as the government?s commitment, the popularity of the Korean Wave itself, and information about Korean Wave itself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hapsoh Riani
"Perkembangan budaya Korea melalui Hallyu atau Gelombang Korea semakin dirasakan dewasa ini. Hallyu membawa berbagai jenis produk budaya di dalamnya, seperti K-Pop, K-Drama, K-Film, K-Animation, K-Food, dan sebagainya. Korean Food sebagai salah satu produk tradisional Korea saat ini kian populer beriringan dengan fenomena Hallyu. Beragam menu Korean Food, membuat masyarakat dunia khususnya Indonesia semakin akrab dengan kulinernya, salah satunya bibimbab. Bibimbab yang memiliki penampilan unik, rasa yang khas, dan manfaat di dalamnya membuat kuliner ini semakin dikenal dan menjadi salah satu dari tiga makanan representasi Korea saat ini. Dalam mempromosikan bibimbab, soft power memiliki peranan penting dalam penyebarannya, khususnya dengan menggunakan strategi gastrodiplomasi. Gastrodiplomasi melalui bibimbab mampu membuat kuliner lainnya kian membangun identitas bagi Korea dan populer. Metodologi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan studi kepustakaan. Tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan informasi mengenai peranan bibimbab sebagai soft power gastrodiplomasi Korea Selatan di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini, hasil analisis menunjukkan bahwa bibimbab dalam wujudnya penyebarannya di Indonesia berjalan dengan baik sebagai media dalam membangun identitas budaya Korea.
The development of Korean culture through Hallyu, or Korean Waves is rapidly increasingly nowadays. Hallyu brings various types of culture in it, such as K-Pop, K-Drama, K-Film, K-Animation, K-Food, etc. K-Food as one of its products also became popular along with Hallyu phenomenon. Various of Korean Food menus are highly khown by a lot of people from different countries around the world as well as Indonesia. One of the most popular Korean Food in Indonesia is bibimbab. Bibimbab, which has a unique appearance, distinctive taste, and benefits in it, is also one of the Korean Food representatives. In promoting bibimbab, soft power has a crucial role in its spread, using the gastrodiplomation strategy. Gastrodiplomation through bibimbab is able to make other culinary products build a Korea identity and popular. The methodology used for this research is a descriptive analysis with library research. This final project aims to analyze and provide information about bibimbabs role as South Koreas soft power in Indonesia. Based on the research carried out in this paper, the analysis shows that bibimbab has been successful as a medium in building Korean cultural identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rubina Winnie Miranda
"ABSTRAK
Vietnam dan Thailand merupakan dua negara Asia Tenggara dengan proses modernisasi yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Vietnam pernah berada di bawah rezim komunis, sedangkan Thailand cenderung pro-
Amerika dan promodernisasi di masa Perang Dingin hingga setelahnya. Namun, keduanya sama-sama
mengonsumsi Hallyu secara masif, menganggapnya sebagai simbol modernitas pan-Asia. Hallyu dilokalisasi
dan dijadikan sebagai standar bagaimana budaya populer seharusnya diproduksi. Dengan kerangka teori sirkuit
budaya, penelitian ini menganalisis dimensi-dimensi yang terkait dengan penyebaran Hallyu di Thailand dan
Vietnam dan bagaimana kedua negara tersebut melokalisasi Hallyu sebagai produk lokalnya.

ABSTRACT
Vietnam and Thailand are two Southeast Asian countries that have been through different modernization
process one and another. While Vietnam was once under a communist regime, Thailand was an ally of the U.S.
and tend to be pro-modernization during the Cold War era the following era. However, both countries consume
Hallyu massively and view it as a symbol of pan-Asian modernity. They also look up to Hallyu as a standard for
how pop culture is supposed to be produced by localizing it. Using a modified circuit of culture as a theoretical
framework, this paper examines the interrelated dimensions associated with Hallyu proliferation in Thailand and
Vietnam, and how two countries localize Hallyu as their own local products."
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Putri Shafira
"Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengetahuan tentang bagaimana suatu negara menciptakan identitasnya dengan menggunakan “nation branding”. Studi ini berfokus menganalisa bagaimana Korea Selatan menggunakan “Korean Wave”, fenomena budayanya, dan media global, untuk mengubah identitas nasionalnya. Menggunakan teori kultivasi analisis, penelitian dilakukan dengan menggunakan tinjauan literatur pada database jurnal, katalog perpustakaan dan database surat kabar online, dengan mempelajari bagaimana Korea Selatan digambarkan dalam artikel media dan jurnal penelitian. Hasil mengungkapkan bahwa Korea Selatan telah berhasil mengubah identitasnya. Dahulu nya Korea Selatan dikenal karena perang Korea dan krisis keuangan yang parah, namun karena fenomena global telah berdampak pada industri pariwisata, ekonomi dan hiburan, Korea Selatan sekarang telah dikenal akan hiburan dan pariwisatanya.

The study aims to seek knowledge of how a nation creates its identity using the application of nation branding. The study focuses on analysing how South Korea use Korean Wave, its cultural phenomenon, and the global media, to alter its national identity. Using the cultivation analysis theory, the study was carried out using literature reviews on journal databases, library catalogue and online newspaper databases. It examines how South Korea was visualised in media articles and research journals. Results revealed that South Korea has succeeded in changing its identity. In the past, South Korea was known for the Korean War and the severe financial crisis, but because the global phenomenon has had an impact on the tourism, economic and entertainment industries, South Korea is now known for its entertainment and tourism.

The study aims to seek knowledge of how a nation creates its identity using the application of nation branding. The study focuses on analysing how South Korea use Korean Wave, its cultural phenomenon, and the global media, to alter its national identity. Using the cultivation analysis theory, the study was carried out using literature reviews on journal databases, library catalogue and online newspaper databases. It examines how South Korea was visualised in media articles and research journals. Results revealed that South Korea has succeeded in changing its identity. In the past, South Korea was known for the Korean War and the severe financial crisis, but because the global phenomenon has had an impact on the tourism, economic and entertainment industries, South Korea is now known for its entertainment and tourism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Putih Bastian
"ABSTRAK
Fokus dari tesis ini adalah melihat penerimaanKorean wave di Jepang.
Keberadaan Korean terlihat populer di Jepang sejak tahun 2003, di mana
masyarakat Jepang masih memiliki sentimen anti-korea, karena adanya perbedaan
persepsi sejarah, konflik perebutan pulau di Laut Jepang serta adanya hierarki
sosial antara masyarakat Jepang dan masyarakat Korea di Jepang. Penelitian ini
menggunakan teknik kualitatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa
sebelumnya Jepang merupakan negara yang bersifat satu jalur dalam persebaran
budaya pop, karena Jepang menjadi negara yang sering mengekspor produk
budaya pop-nya namun tidak terlalu menerima masuknya budaya pop dari negara
lainnya kecuali dari Amerika dan Inggris. Keberadaan Korean wave di Jepang ini
kemudian menjadi hal yang menimbulka pro dan kontra di masyarakat Jepang,
ada sebagian masyarakat yang menerima dan ada masyarakat anti-Korea yang
melakukan gerakan anti-Korean wave. Dalam tulisan ini dilihat bahwa
penerimaanKorean waveke Jepang ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu
adanya kepentingan Jepang dan Korea untuk memperbaiki hubungan kedua
negara dan peran globalisasi sebagai ruang berkembangnya arus informasi budaya
populer, serta faktor internal, yaitu pemerintah Jepang yang tidak melarang
masuknya Korean wave dan peran media informasi Jepang dalam menyiarkan
Korean wave di Jepang.

ABSTRACT
This research focuses to see the acceptance of Korean wave in Japan. Korean
wave in Japan seemed to be popular since 2003 where the Japan’s society still
having the issue with anti-Korea sentiment due to the difference point of
perspectives on history between Japan and Korea, dispute over islands in Japan
Sea and social hierarchy between native Japan and Korea resident in Japan. This
research used qualitative method and the result of this study has found that at first
Japan was a country that solely exporting their pop culture productions and deny
the import of foreign pop culture production, except America and British pop
cultures. Hence, The Korean wave in Japan opens up pro and controversy in
Japanese society.Some part of the Japanese society welcomed and accepted the
Korean wave whereas the anti-Korea society refused and made an anti-Korean
wave movement. In this research, the acceptance of Korean wave in Japan is
highlighted by two factors, external and internal; which the external are the
interests between Japan and Korea to repaired the relations between the countries
and the role of globalization as a place for the streaming of popular culture
informations. The internal are the policy of Japan’s government not to ban the
existence of Korean wave in Japan and the role of Japans media information in
broadcasting and spreading the Korean wave in Japan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Fenomena “Korean Wave” yang dibantu oleh praktek PR pemerintah merubah
persepsi khalayak akan Korea sebagai negara dan tempat wisata. Dengan
pendekatan kualitatif dan paradigm constructivism, studi ini memberikan
gambaran peran budaya populer Korea Selatan/ hallyu (terutama drama televisi)
dalam citra negara. E-ELM menunjukkan bahwa narasi dan karakter pada drama
sebagai bentuk Entertainment Education dapat membentuk citra negara Korea
Selatan. Hallyu juga menghasilkan star system yang memperkuat persuasi
pemerintah dalam menciptakan understanding, trust, dan favorable image., The worldwide “Korean Wave” phenomena fuelled by PR practices by the
government has changed people’s perceptions of and intention to visit South
Korea. Using qualitative approach and constructivism paradigm, the purpose of
this paper is to picture the role of Korean popular culture/ hallyu (especially TV
drama) in the country image. Applying E-ELM, this study found that narratives
and character in TV drama, as a form of Entertainment Education, affect viewer’s
drama preferences and curiosity regarding South Korea. Hallyu also creates star
system, which helps government’s effort of persuading worldwide viewers to gain
understanding, trust, and favorable image.]"
[, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2016
S62030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Lambok Hermanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas konstruksi identitas yang ada pada penggemar Kpop dalam
dua blog penggemar Kpop Korean Chingu dan Yeppopo. Lebih dalam lagi, tesis
ini menggali pengaruh konsumsi Kpop terhadap penggemarnya dengan
melakukan analisis terhadap elemen-elemen yang ada pada blog serta analisis
tekstual terhadap komentar-komentar para anggota blog. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kpop dalam konteks blog Korean Chingu dan Yeppopo
merupakan konstruksi “kekoreaan” yang dibentuk oleh para penggemarnya di
Indonesia. Konstruksi identitas Korea yang dikonstruksi dalam kedua blog juga
tidak ditampilkan mendominasi identitas Indonesia para anggota blog, namun
identitas Korea tersebut telah menjadi bagian dari identitas para blogger dalam
kedua blog. Sehingga, para blogger dalam kedua blog memiliki identitas multi
yang terus berproses. Selain itu, Kpop dalam konteks blog Korean Chingu dan
Yeppopo juga tidak dapat dilepaskan dari konteks produksi dan konsumsi budaya
yang dilakukan para fendom Kpop dalam komunitas blog tersebut.
ABSTRACT
This thesis analyses the construction of identity of Kpop fans in two blogs,
Korean Chingu and Yeppopo. Further more, this thesis explores the impact of
consuming Kpop toward its fans through the analyses of elements in the blog and
the textual analayses towards the comments of the blog members. The results of
this research show that Kpop in the context of Korean Chingu and Yeppopo blogs
is the construction of “koreanism” created by its fans in Indonesia. This
construction then doesn’t reflect domination over Indonesian Identity of both
blogs members, however, the Korean Identity has been part of the bloggers
identity. Therefore, bloggers of both blogs have multiple identities which will not
stop processing. Besides that, the results of the research also show that Kpop in
the context of both blogs is not separable from the context of cultural production
and consumption by Kpop fans in both blogs communities."
2013
T35791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifah Auliyatul Muslimah
"Tulisan ini menganalisis gaya berbusana ikon mode Korea Selatan, G-Dragon, yang merupakan salah satu ikon mode netral-gender di Korea. Netral-gender dalam mode diartikan sebagai ekspresi penggunaan pakaian yang tidak dibatasi oleh gender tertentu. Di Korea, wacana netral-gender dalam dunia mode tidak hanya tentang mengenakan pakaian unisex, tetapi juga tentang pemakaian pakaian laki-laki oleh perempuan dan sebaliknya. G-Dragon adalah seorang laki-laki yang sering terlihat mengenakan atribut mode untuk perempuan seperti rok, topi berbulu, sepatu dan tas khusus wanita, baik dalam kesehariannya maupun dalam acara formal seperti konser, fanmeeting, dan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan cara G-Dragon mengekspresikan wacana netral gender melalui gaya berbusananya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan penjabaran data analisis foto menggunakan teori retorika visual dan fotografi Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa G-Dragon melalui gaya berbusananya mengekspresikan wacana netral-gender dengan menyeimbangkan karakteristik mode laki-laki dan perempuan ke dalam satu tampilan. Karakteristik mode tersebut diwujudkan melalui ekspresi mode androgini, eklektisisme, sensual, dan keceriaan. Melalui tampilannya juga G-Dragon menyampaikan bahwa pria dapat menggunakan pakaian wanita dan hal itu merupakan salah satu cara mendukung kebebasan berekspresi.

This paper analyzes the style of South Korean fashion icon G-Dragon, who is one of the gender neutral fashion icons in Korea. Gender neutral in fashion is interpreted as an expression of the clothing use that is not limited by a particular gender.  In South Korea, gender neutral discourse in the fashion world is not only about wearing unisex clothing but also about men wearing women`s clothing and vice versa.  G-Dragon is a man who often seen wearing fashion attributes for women such as skirts, furry hats, shoes, and special bags for women, both in his daily life and in formal events such as concerts, fan-meeting, and others. This research paper aims to describe how G-Dragon expresses gender neutral discourse through his fashion style. This research used descriptive qualitative method with the explanation of photo analysis data using the visual and photography rhetoric theory by Barthes. The results showed that G-Dragon, through his fashion style expresses gender-neutral discourse by balancing the characteristics of male and female fashions into one appearance. The characteristics of these modes are manifested through the expression of androgynous, eclecticism, sensuality, and cheerful mode. Through his appearance G-Dragon also wanted to convey that men can wear women`s clothing and that is one way to support freedom of expression."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>