Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182092 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindy Aswara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pewarna alami dari ekstrak kulit buah manggis (Garcinia Mangostana linn.) dan minyak essensial pada formula tanpa penambahan air terhadap kestabilan bath bomb. Ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Variasi rasio serbuk kulit buah manggis dan pelarut yaitu 1:6, 1:7,5, dan 1:9 (g bahan/mL pelarut) serta jenis minyak essensial yang digunakan dalam formula bath bomb diteliti. Penelitian ini membuat 6 sampel bath bomb yaitu menggunakan jasmine oil berupa sampel A (pewarna buatan), sampel B (variasi pewarna 1:7,5), sampel C (variasi pewarna 1:6), dan sampel D (variasi pewarna 1:9) serta sampel E (variasi pewarna 1:7,5 & lavender oil), dan sampel F (variasi pewarna 1:7,5 & peppermint oil). Karakterisasi bath bomb meliputi uji pH, tinggi busa, kestabilan busa, ketahanan pada suhu ruang, dan antibakteri. Karakterisasi pewarna alami dan sampel bath bomb menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra-Red) dan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry). Berdasarkan hasil penelitian, bath bomb dengan warna yang optimal adalah sampel C. Semua sampel bath bomb memiliki pH asam yaitu antara 6,17 – 6,38. Berdasarkan tinggi dan kestabilan busa, bath bomb yang paling optimal adalah sampel F dengan tinggi busa 195 mL dan kestabilan busa selama 03 menit 20 detik. Sedangkan berdasarkan kehilangan massa yang paling kecil adalah sampel B sebesar 5,37 %.

This study aims to determine the effect of natural dyes from mangosteen rind extract (Garcinia Mangostana Linn.) and essential oils in a formula without the addition of water on the stability of the bath bomb. Extraction using maceration method with 96% ethanol solvent. The variations in the ratio between mangosteen rind powder and solvent, there are 1:6, 1:7.5, and 1:9 (g material/mL solvent) and the type of essential oil used in the bath bomb formula was investigated. This study made 6 samples of bath bombs using jasmine oil in the form of sample A (artificial coloring), sample B (dye variation 1:7.5), sample C (dye variation 1:6), and sample D (dye variation 1:9) and sample E (dye variation 1:7.5 & lavender oil), and sample F (dye variation 1:7.5 & peppermint oil). Characterization of the bath bomb include testing of pH, foam height, foam stability, resistance at room temperature, and antibacterial. Characterization of natural dyes and bath bomb by using FTIR (Fourier Transform Infra-Red) and GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry). Based on the research results, the bath bomb with the optimal color is sample C. All bath bomb samples have an acidic pH between 6.17 – 6.38. Based on foam height and stability, the most optimal bath bomb was sample F with a foam height of 195 mL and foam stability for 03 minutes 20 seconds. Meanwhile, based on the smallest mass loss, sample B was 5.37%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perdana Rezha Kusuma Putra Hermawan
"Latar belakang: Buah manggis merupakan buah yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Beberapa penelitian menunjukan buah ini memiliki efek antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek antibakteri kulit buah ini.
Metode: Penelitian merupakan studi experimental. Besarnya sampel penelitian adalah 4 dengan jumlah perlakuan sebanyak 7 yaitu kontrol positif (Erythromycin), kontrol negatif (akuades), ekstrak kulit buah manggis pengenceran (10x,15x,20x,30x,40x). Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur zona hambat (diameter) pada agar darah yang ditanami bakteri streptococcus pneumonia. Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis untuk menentukan perbedaan bermakna antar data uji, kemudian akan dilanjutkan uji Mann-Whitney untuk melihat data yang memiliki perbedaan bermakna.
Hasil: Hasil pengujian hipotesis menunjukan perbedaan bermakna dan uji posthoc terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada perbandingan antibiotik Eritromisin dibandingkan dengan akuades dan ekstrak kulit buah manggis dalam berbagai pengenceran. Namun jika dilihat pada perbandingan antara akuades dengan ekstrak kulit buah manggis dalam pengenceran 10x dan 15x menunjukan adanya perbedaan bermakna (p=0,013 dan 0,014). Uji antara ekstrak dari kulit buah manggis pada pengenceran 20x,30x,40x dan akuades tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05).
Simpulan: Ekstraksi kulit buah manggis pengenceran 10x dan 15x memiliki efek antimikroba dengan zona hambat bakteri sebesar 26 mm dan 16,5 mm.

Background: Manggosteen is one of flora that have virtue for health. Few research indicate that this fruit have antioxidan effect and also antibacterial effect. This study head for antibacterial effect of extract mangosteen rind on a streptococcus pneumoniae.
Method : This experimental study have 4 sample with 7 treatment group among others are positive control (Erythromycin), negative control (aquades), extraction in various dilutions (10x, 15x, 20x, 30x, 40x). These treatment group zone of inhibition?s in blood agar which had been planted with sterptococcus pneumoniae bacteria will be measured. This data will be analyzed with Kruskal-Wallis & Mann-Whitney test to identify which data have significant differences.
Result: Kruskal-Wallis test show asignificance value (p = 0.000) and Mann-Whitney test has significant difference (p <0.05) in comparison between erythromycin compared with aquades and mangosteen peel extraction at various dilution. Comparison in mann-wthitney test between aquades and mangosteen peel extract at 10x and 15x dilution indicates there is a significant difference (p = 0.013 and 0,014). Between aquades and mangosteen peel extract 20x, 30x, 40x dilution indicates no significant difference (p> 0.05).
Conclution: Extract of mangosteen rind have a inhibition effect on the growth of Streptococcus Pneumoniae bacteria which create a inhibition zone on blood agar for 10x dilution are 26 mm and for 15x dilution are 16,5 mm.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alri Bakti Wiratama
"Pendahuluan: Periodontitis merupakan inflamasi kronis yang terjadi pada jaringan periodonsium, ditandai dengan hilangnya perlekatan ligamen periodontal dan kerusakan tulang alveolar. Periodontitis yang terus berlanjut tanpa ditangani dapat menyebabkan kehilangan gigi. Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans merupakan salah satu bakteri yang memiliki berbagai faktor virulensi penyebab terjadinya periodontitis. Hal ini menyebabkan diperlukannya agen antibakteri, untuk melakukan kontrol terhadap aktivitas bakteri periodontopatogen. Gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) diharapkan mampu menjadi agen antibakteri karena sifat antibakteri yang dimilikinya.
Tujuan: Mengetahui efektivitas antibakteri gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) terhadap pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans secara in vitro.
Metode: Uji zona hambat dan total plate count dilakukan dengan bahan uji gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) konsentrasi 10%, 15%, dan 25%, gel klorheksidin 0,2% sebagai kontrol positif, serta gel tanpa bahan aktif sebagai kontrol negatif. Uji zona hambat dilakukan pada tiga koloni bakteri berbeda, dengan cara meletakkan cakram kertas yang telah dipaparkan bahan uji pada 5 plat agar Mueller-Hinton untuk tiap satu koloni bakteri. Pada uji total plate count, dilakukan penghitungan koloni bakteri yang tumbuh setelah dipaparkan bahan uji.
Hasil: Gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) konsentrasi 15% dan 25% menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kontrol negatif (p-value <0,05).
Kesimpulan: Gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans pada konsentrasi 15% dan 25%.

Introduction: Periodontitis is a chronic inflammatory disease of periodontium, characterized by loss of periodontal ligament attachment and alveolar bone destruction. The advanced form of periodontitis could lead to tooth loss. Aggregatibacter actinomycetemcomitans is a bacterial that has a significant role in periodontitis by its various virulence factors. Therefore, antibacterial agents are needed to control the periodontal pathogen bacteria activity. Roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) could be an antibacterial agent because of its antibacterial effect.
Objectives: To evaluate antibacterial efficacy of roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) against Aggregatibacter actinomycetemcomitans on in vitro study.
Methods: Disk diffusion test (zone of inhibition) and total plate count test were performed using roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) at concentrations of 10%, 15%, and 25%, 0.2% chlorhexidine gel as positive control and blank gel as negative control. Zone of inhibition test was carried out on three different bacterial colonies, by placing paper disk that had been exposed to gel on 5 Mueller-Hinton agar plates for each bacterial colony. Total plate count test was performed by counting bacterial colonies after exposed from the test material.
Results: Roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) concentrations of 15% and 25% showed statistically significant differences when compared to negative controls (p-value <0.05).
Conclusions: Roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) is effective in inhibiting the growth of Aggregatibacter actinomycetemcomitans at 15% and 25% concentrations."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berna Elya
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak n-heksana dan ekstrak etil asetat kulit batang manggis hutan (Garcinia rigida Miq.) terhadap kuman Salmonella typhosa ATCC 14028,
Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Bacillus subtilis ATCC 6633. Penelitian dilakukan melalui penentuan zona hambatan pertumbuhan dengan metode difusi silinder dan kadar hambat minimal (KHM) dengan
metode dilusi penapisan lempeng. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana kulit batang Garcinia rigida Miq. Tidak memberikan zona hambatan terhadap pertumbuhan kuman Salmonella typhosa ATCC 14028,Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Bacillus subtilis ATCC 6633, tetapi memberikan nilai kadar hambat minimal pada konsentrasi 500 mg/ml untuk Salmonella typhosa ATCC 14028, 250 mg/ml untuk
Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan 125 mg/ml untuk Bacillus subtilis
ATCC 6633, sedangkan ekstrak etil asetat kulit batang Garcinia rigida Miq. memberikan zona hambatan terhadap pertumbuhan pada konsentrasi 500, 250 dan 125 mg/ml berturut-turut untuk Salmonella typhosa
ATCC 14028 adalah 11,15; 9,05; 7,55 mm sedangkan untuk Staphylococcus aureus ATCC 29213 adalah 14,25; 11,10; 8,95 mm dan untuk Bacillus subtilis ATCC 6633 adalah 20,97; 15,00; 10,07 mm. Kadar hambat minimal untuk kadar ekstrak etil asetat berturut-turut untuk kuman
Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan
Bacillus subtilis ATCC 6633 adalah 250, 62,5 dan 31,25 mg/ml. Disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat kulit batang manggis hutan (Garcinia rigida Miq.) memiliki daya antibakteri lebih baik dibandingkan dengan ekstrak n-heksana kulit batang manggis hutan (
Garcinia rigida Miq.)

Abstract
A research on the antibacterial activity of n-hexane extract and the ethyl acetate Garcinia rigida Miq. Bark against Salmonella typhosa
ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Bacillus subtilis
ATCC 6633 has been carried out. The research was included the determination of the growth inhibition zona with the cylinder diffusion method and the minimum inhibitory concentration with the petri dish dilution method. The result of this study showed that the n-hexane extract of Garcinia rigida Miq.bark did not give the growth inhibition zona to Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 and Bacillus subtilis ATCC 6633, but gave the minimum inhibitory concentration at 500 mg/ml for Salmonella typhosa
ATCC 14028, 250 mg/ml for Staphylococcus aureus ATCC 29213 and 125 mg/ml for Bacillus subtilis ATCC 6633. Whereas the ethyl acetate
extract of Garcinia rigida Miq. bark gave the growth inhibition zona of concentration 500, 250 and 125 mg/ml with average diameter to
Salmonella typhosa ATCC 14028 were about 11.15, 9.05, 7.55 mm, to
Staphylococcus aureus ATCC 29213 were about 14.25, 11.10, 8.95 mm and to Bacillus subtilis ATCC 6633 were about 20.97, 15.00, 10.07 mm. The minimum inhibitory concentration to ethyl acetate extract to
Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213
and Bacillus subtilis ATCC 6633 were about 250, 62,5 and 31,25 mg/ml respectively. As a conclusion, the ethyl acetate extract of
Garcinia rigida Miq. bark hadmore better antibacterial activity than the n-hexane extract of Garcinia rigida Miq. Bark
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Dwi Suryani
"Resistensi antibiotik menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang telah mengancam kesehatan dunia. Perkembangan resistensi antibiotik juga mengakibatkan meningkatnya permintaan agen antimikroba baru. Beberapa tahun terakhir, tanaman obat telah banyak dieksplorasi oleh para peneliti sebagai langkah awal dalam penemuan obat antimikroba baru. Bahkan, sebanyak 50% agen antibakteri yang disetujui oleh FDA berasal dari produk alami. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi daya antibakteri dari ekstrak kulit kayu masoyi yang diperoleh dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% terhadap bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, serta Pseudomonas aeruginosa. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana kulit kayu masoyi menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen seperti E. coli, S. typhimurium, B. cereus, dan S. aureus. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode difusi cakram kertas dan metode makrodilusi. Hasil dari uji difusi cakram kertas menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antibakteri lebih baik dengan potensi lemah hingga kuat (1,05-10,33 mm) dibandingkan dengan ekstrak etil asetat (0,82-4,63 mm) dan etanol 96% (0,5-3,81 mm) yang hanya berpotensi lemah terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa. Konsentrasi hambat minimal ditentukan dengan metode makrodilusi. Hasil uji makrodilusi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% semuanya menunjukkan aktivitas antibakteri yang lemah dengan nilai KHM > 1.000 µg/mL terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa.

Antibiotic resistance is one of the health problems that has threatened global health. The development of antibiotic resistance has also led to an increased demand for new antimicrobial agents. In recent years, medicinal plants have been extensively explored by researchers as a first step in the discovery of new antimicrobial drugs. As many as 50% of FDA-approved antibacterial agents are derived from natural products. This study aimed to test the antibacterial potential of masoyi bark extract obtained by ultrasound-assisted extraction using n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% as solvents against pathogenic bacteria, i.e., Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Pseudomonas aeruginosa. Previously, extracts of ethanol, ethyl acetate, and n-hexane from masoyi bark were reported for antibacterial activity against pathogenic bacteria such as E. coli, S. typhimurium, B. cereus, and S. aureus. The antibacterial activity test was carried out using two methods, which were the disc diffusion method and the macro dilution method. The results of the paper disk diffusion test showed that the n-hexane extract had a better antibacterial activity with weak to strong potency (1.05-10.33 mm) than the ethyl acetate extract (0.82-4.63 mm) and ethanol 96% extract (0.5-3.81 mm) which had only a weak potential against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa. Minimum inhibition concentration was determined by a macro dilution method. The results showed that the extracts of n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% all exhibited weak antibacterial activity with MIC values > 1,000 µg/mL against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Firstya Novani
"Infeksi adalah proses invasi dan pembiakan mikroorganisme yang terjadi di jaringan tubuh manusia yang secara klinis mungkin tidak terlihat atau dapat menimbulkan cidera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel atau respon antigen-antibodi. Agen penyebab infeksi antara lain adalah bakteri. Timbulnya resistensi bahkan multiresistensi yang menimbulkan banyak masalah dalam pengobatan penyakit infeksi. Sehingga diperlukan usaha untuk mengembangkan obat tradisional berasal dari tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat antibakteri adalah binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) adalah tanaman dari suku Anredera. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakterinya dan zat-zat kimia yang terkandung di dalam tanaman tersebut sebagai zat antibakteri. Ekstraksi tanaman dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut polar yaitu etanol 70 %. Kemudian dibuat 3 konsentarsi ekstrak yaitu 20%, 40%, dan 80%. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram kertas dengan mengamati diameter zona hambat. Hasil uji antibakteri ekstrak daun binahong memperlihatkan adanya aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap beberapa antibiotik. Dan ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 80% yang paling besar zona hambatnya. Digunakan kontrol positif yaitu antibiotik amoksisilin + asam klavulanat dan antibiotik siprofloksasin. Sedangkan kontrol negatif yang digunakan adalah etanol 70%.

Infection is the invasion and breeding of microorganisms that occurs in human body tissue which may not be apparent clinically or may cause local cellular injury due to competitive metabolism, toxins, intracellular replication or antigen-antibody response. Infectious agents include bacteria. The emergence of resistance or even multi-resistance can cause a lot of problems in the treatment for infectious diseases. Therefore, multi-resistance towards antibiotics becomes a severe problem. Thus, it is necessary to develop traditional medicines derived from plants that can kill the bacteria which resistant towards antibiotics. One of the plants empirically used as antibacterial drugs is binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) is a plant from Anredera species. The research has been conducted to determine the antibacterial activity and chemical substances contained within the plant as an antibacterial agent. The extraction plant has been done by maceration method using a polar solvent that is 70% ethanol. Then made 3 extract concentrations of 20%, 40%, and 80%. Antibacterial activity has tested by using paper disc diffusion method in order to observing the inhibition zone. Antibacterial test results of binahong leaf extraction showed the activity against Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, and Pseudomonas aeruginosa which were resistant to multiple antibiotics. And the leaf extract with a concentration of 80% binahong greatest inhibition zone. The positive control that was used are amoxicillin antibiotic + clavulanic acid and ciprofloxacin antibiotic, while the negative control that was used is 70% of ethanol."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan mekanisme khasiat antibakteri minyak atsiri rimpang temu kunci belum pernah dilaporkan. Telah dilakukan analisis mekanisme aktivitas antibakteri minyak atsiri rimpang temu kunci yang berasal dari Yogyakarta terhadap Bacillus cereus. Aktivitas yang diamati meliputi kemampuan minyak atsiri temu kunci dalam mengganggu permeabilitas membran sel sehingga menyebabkan kebocoran sel dan perubahan morfologi sel. Kebocoran sel diamati dengan keluarnya ion Ca+2, K+, protein dan asam nukleat. Kebocoran ion diukur dengan metoda spektrometri serapan atom. Kebocoran protein diamati dengan alat spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280 nm, sedangkan asam nukleat pada 260 nm. Perubahan morfologi sel diamati dengan alat scanning electron microscopy. Hasil Nilai minimum inhibitory concentration (MIC) dari minyak atsiri temu kunci adalah 0,12 % (v/v). Perlakuan B.cereus dengan minyak atsiri 1 MIC dan 2 MIC memberi pengaruh yang signifikan terhadap kebocoran sel dibanding kontrol (P<0.05). Ion K+ yang terlepas dari sel adalah 10.32-35.57%, dan ion Ca+2 adalah 15.05-41.54%. Protein yang teramati pada 280 nm menunjukkan absorbansi antara 0.6330-0.8670, sedangkan asam nukleat 0.4320-0.8307, dan semuanya berbeda bermakna dibanding kontrol (P<0.05). Pada pemberian 1 MIC minyak atsiri temu kunci sel B.cereus berubah menjadi lebih tebal, dengan lekukan-lekukan yang signifikan di seluruh sel. Pemberian 2 MIC minyak atsiri menyebabkan sel berubah menjadi transparan, kosong dan berpenampilan seperti ghost cell. Kesimpulan Minyak atsiri kaempheria pandurata menyebabkan kebocoran dan perubahan morfologi bakteri.

Abstract
Aim The mechanism of temu kunci tuber essential oil potential as antimicrobial agent has not been reported. To analyze the mechanism of antibacterial activity of temu kunci tuber essential oil from Yogyakarta on B.cereus. Antibacterial activity of essential oil were analyzed for its ability to disrupt bacterial cell membrane, that caused cell leakage and altered the morphology of the bacteria. Leakage was measured by analyzing the Ca+2, K+ ion outflow using an atomic adsorption spectrometry (AAS), and protein and nucleic acid using an ultraviolet spectrophotometer (UVS) on 280 nm and 260 nm respectively. Alterations in morphology were assessed using scanning electron microscopy (SEM). Results Minimum inhibitory concentration (MIC) of temu kunci essential oil on B.cereus was 0.12% (v/v). Treatment of B. cereus using 1MIC and 2MIC showed significant leakage compared to control (P<0.05). The K+ and Ca+2 ion leakage from the bacterial cells were between 10.32-35.57% and 15.05-41.54% respectively and showed significant difference compared to control (P<0.05). The absorbance observed by UVS for protein and nucleic acid leakage were 0.6330-0.8670 at 280 nm and 0.4320-0.8307 at 260 nm, respectively, and were significantly different compared to control (P<0.05). Exposure of 1 MIC temu kunci essential oil on B.cereus caused thickening as well as irregularities on the cell wall. At 2 MIC cells seemed transparent, empty looking and showed a ghost-like appearance. Conclusion Kaempheria pondurata essential oil could cause leakage and alter the morphology of the bacteria."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Sriwijaya. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Denny Juli
"Nanas (Ananas Comosus) banyak mengandung nutrisi terutama senyawa bioaktif yang dikenal dengan bromelain. Bromelain merupakan enzim proteolitik yang kaya akan bioaktivitas dibidang kedokteran sebagai antiinflamasi, antibakteri, antitumor, pengobatan kardiovaskular dan masih banyak lagi. Pada penelitian ini manfaat bromelain sebagai antiinflamasi dan antibakteri diimplementasikan sebagai sedian nanoemulsi dengan tujuan pemakaian topikal. Dengan ukuran droplet yang kecil mampu menembus permukaan kulit, sehingga tujuan pemakaian pun dapat tercapai. Isolasi dan pemurnian bromelain dari bonggol nanas telah dilakukan dimana didapatkan aktivitas spesifik larutan bonggol dan enzim kasar masing-masing 51,36 U/mg dan 68,62 U/mg. Selanjutnya fraksinasi enzim menggunakan (NH4)2SO4 dan menghasilkan aktivitas spesifik 118,48 U/mg dan dilanjutkan dengan formulasi nanoemulsi bromelain. Ada tiga formula nanoemulsi, keseluruh formula ini memiliki karakteristik dan stabilitas yang memenuhi standar nanoemulsi yang telah dilakukan. Namun dari ketiganya formula, formula tiga lebih baik karena memiliki ukuran droplet yang lebih kecil yakni 22.04 nm dengan viskositas ketiganya berada pada range gel yakni 3200cps. Selanjutnya pengujian antibakteri dengan menggunakan nanoemulsi bromelain konsentrasi 3% dan 5% b/v dan memiliki daya hambat yang lemah. Konsetrasi 7% b/v memiliki daya hambat paling kuat terhadap bakteri p. Acnes. Invitro pada kulit tikus memiliki kecepatan penetrasi sebesar 587,56 μg/cm2 yakni pada menit ke 30.

Bromelain is a major proteolytic enzyme that existed in pineapple core and is widely known for its rich bioactivities, including anti-inflammatory and anti- bacterial. In this research, the isolation, extraction, and purification of bromelain from pineapple core was successfully performed, followed by the formulation of bromelain nanoemulsion, which ended with the in vitro testing on mouse skin to determine its skin permeability. The bromelain activity was also evaluated in this study, whereas the specific activity was determined at 51.36 U/mg and 68.62 U/mg at pineapple core and crude enzyme fractions, respectively. Moreover, the further fractionation using (NH4)2SO4 was performed and resulted in the specific activities of 118.48 U/mg for fraction 0-50% at 12 hr. In addition, three formulas of bromelain nanoemulsion were created in this study and characterized further using organoleptic and in vitro tests. According to the PSA data, the Formula 3 nanoemulsion, which majorly comprised of Tween 80 and small amounts of lecithin, shown a smaller droplet size at 22.04 nm, which corresponds to its higher penetration rate at 587.56 μg/cm2 in 30 minutes. Moreover, the decreased bromelain proteolytic activity in Formula 3 was not significant compared to the other two formulas. Anti-bacterial activity of bromelain in formula 3 with the concentration 7% b/v had the higher inhibision activity 20 mm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Irma Safira
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH basa (9-11) dalam mensintesis nanopartikel (NPs) berbasis seng (Zn), terbium (Tb), dan europium (Eu) dengan precursor sulfur (S) untuk menghasilkan ZnS, Tb2S3, dan Eu2S3 dengan zat penutup kitosan (CS) menggunakan metode bottom-up wet-chemical dan aplikasinya sebagai zat antibakteri. Nanopartikel ZnS, Tb2S3, dan Eu2S3 dengan zat penutup kitosan (CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3) dilapiskan pada lensa kontak komersial dan diteliti. NPs yang dihasilkan diuji melalui FESEM-EDX (Field Emission Scanning Electron Microscope Morphology-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), dan XRD (X-ray Diffraction). Hasil karakterisasi FESEM dan FTIR mengindikasi terbentuknya NPs CS- ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3. Variasi pH dari pH 9, pH 10, dan pH 11 mempengaruhi ukuran dan komposisi NPs berbasis Zn, Tb, dan Eu. Sintesis CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 pada pH 10 memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona inhibisi 7,70; 7,15; dan 7,40 mm. Konsentrasi NP CS-ZnS dalam larutan buffer fosfat pada 0,30 mg/mL dan 0,50 mg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona inhibisi 10 mm dan 15 mm. Lensa kontak komersial dengan konsentrasi NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 pada pH 10 masing-masing dalam larutan buffer fosfat sebesar 0,20 mg/mL, 0,30 mg/mL, dan 0,50 mg/mL tidak mampu menginhibisi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Efisiensi penempelan nanopartikel pada lensa kontak menunjukkan hasil efisiensi muatan terbaik pada NPs CS-ZnS yaitu sebesar 64% pada konsentrasi 0,50 mg/mL, NPs CS-Tb2S3 yaitu sebesar 48% pada konsentrasi 0,5 mg/mL, dan NPs CS-Eu2S3 yaitu sebesar 50% pada konsentrasi 0,5 mg/mL. NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 berpotensi sebagai zat antibakteri pada masa yang akan datang.

This study aims to determine the effect of base pH (9-11) in synthesizing nanoparticles (NPs) based on zinc (Zn), terbium (Tb), and europium (Eu) with sulfur (S) precursor to produce ZnS, Tb2S3, and Eu2S3 with chitosan (CS) as a capping agent using the bottom-up wet-chemical method and its application as an antibacterial agent. ZnS, Tb2S3, and Eu2S3 nanoparticles with chitosan capping agent (CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3) were coated on commercial contact lenses and studied. The resulting NPs were tested using FESEM-EDX (Field Emission Scanning Electron Microscope Morphology-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), and XRD (X-ray Diffraction). The results of FESEM and FTIR characterization indicated the formation of CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 NPs. Variations in pH from pH 9, pH 10, and pH 11 affected the size and composition of NPs based on Zn, Tb, and Eu. Synthesis of CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 at pH 10 had antibacterial activity against Staphylococcus aureus with a zone of inhibition diameter of 7,70; 7,15; 7,40 mm. The concentration of CS-ZnS NP in phosphate buffer solution at 0,30 mg/mL and 0,50 mg/mL had antibacterial activity against Staphylococcus aureus bacteria with inhibition zone diameters of 10 mm and 15 mm. Commercial contact lenses with concentrations of NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 at pH 10 in phosphate buffer solution of 0,20 mg/mL, 0,30 mg/mL, and 0,50 mg/mL were not able to inhibit the growth of Staphylococcus aureus bacteria. The efficiency of the loading nanoparticles on contact lenses showed the best loading efficiency results in CS-ZnS NPs was 64% at a concentration of 0,50 mg/mL, NPs CS-Tb2S3 which was 48% at a concentration of 0,5 mg/mL, and NPs CS-Eu2S3 which is 50% at a concentration of 0,5 mg/mL. NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 have potential as antibacterial agents in the future.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilatul Ikromah Karunianingsih
"Resistensi antibiotik terus mengalami peningkatan dan menjadi permasalahan kesehatan. Hal ini memicu perkembangan dan penemuan antibakteri baru, salah satunya berasal dari tanaman. Secara tradisional, kulit kayu masoyi digunakan untuk mengobati penyakit seperti diare, tuberkulosis, pneumonia, dan bronkitis. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi golongan senyawa antibakteri dari ekstrak n-heksana dan minyak atsiri kulit kayu masoyi terhadap bakteri patogen S. aureus, S. epidermidis, K. pneumoniae, S. marcescens, dan P. aeruginosa serta melakukan karakterisasi minyak atsiri berdasarkan indeks bias dan berat jenis. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya bahwa ekstrak n-heksana kulit kayu masoyi menunjukkan potensi lemah hingga kuat (1,05-10,33 mm) berdasarkan uji difusi cakram kertas terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa. Sedangkan minyak atsiri kulit kayu masoyi menunjukkan potensi lemah terhadap K. pneumoniae serta kuat terhadap S. marcescens dan S. epidermidis. Perolehan nilai indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri kulit kayu masoyi masing-masing sebesar 1,467 dan 0,975 g/mL. Pada penelitian ini, dilakukan konfirmasi aktivitas antibakteri terlebih dahulu dengan metode difusi cakram kertas dan terkonfirmasi ekstrak serta minyak atsiri memiliki aktivitas antibakteri. Identifikasi golongan senyawa antibakteri dilakukan menggunakan uji KLT bioautografi kontak. Pada uji KLT bioautografi diperoleh spot-spot yang menghasilkan zona bening dan diduga dari golongan senyawa terpenoid. Hal ini membuktikan bahwa golongan terpenoid memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, K. pneumoniae, S. marcescens, dan P. aeruginosa.

Antibiotic resistance continues to increase and become a health problem. This triggers the development and discovery of new antibacterial, one of which is derived from plants. Traditionally, masoyi bark is used to treat ailments such as tuberculosis, diarrhea, pneumoniae, and bronchitis. This research aims to identify a class of antibacterial compounds from n-hexane extract and essential oil from masoyi bark against pathogenic bacteria such as S. aureus, S. epidermidis, K. pneumoniae, S. marcescens, and P. aeruginosa while also characterizing essential oil through refractive index and density. Base on the previous research, n-hexane extract showed weak to strong potency (1,05- 10,33 mm) based on paper disc dissfusion method against S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa. Meanwhile, the essential oil of masoyi bark showed weak potency against K. pneumoniae and strong potency against S. marcescens and S. epidermidis. The measured refractive index of essential oil was 1,467 and the density was 0,975 g/mL. In this research, confirmation of antibacterial activity was carried out using paper disc diffusion method, and it was confirmed that extract and essential oil of masoyi bark had antibacterial activity. Identification of a class of antibacterial compounds was carried out using contact TLC bioautography assay. Spots were obtained that produced clear zones and were suspected to be the terpenoid compound group. Spots identified as terpenoid compounds showed the presence of an inhibitory zone against S. aureus, S. epidermidis, K. pneumoniae, S. marcescens, and P. aeruginosa bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>