Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61454 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Solihuddin
"Program penanggulangan terorisme dilaksanakan dengan pendekatan keras dan lunak. Jika dilihat pendekatan keras hanya menyelesaikan gejala kausatik tidak sampai akar terjadinya. Pemerintah juga melakukan rehabilitasi serta reintegrasi ke masyarakat serta kerjasama antar lembaga diterapkan dalam mengatasi pelaku tersebut. Meskipun banyak keberhasilan dari pendekatan lunak dalam program deradikalisasi masih ada mantan narapidana terorisme yang melakukan kembali perbuatannya. Oleh karena itu, penggunaan pengalaman mantan narapidana teroris, yakni Sofyan Tsauri dapat menjadi cara alternatif. Penulis menggunakan teori konversi ideologi dalam melihat perubahan ideologi pada individu. Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis proses deradikalisasi mantan narapidana terorisme, yakni Sofyan Tsauri, untuk memahami perjalanan ideologinya. Sehingga mampu dijadikan agen perubahan untuk narapidana terorisme maupun mantan napi teroris. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan mengedepankan pendekatan life history atau lebih melihat kepada sejarah hidup dari individu yang ingin diteliti. Pendekatan ini untuk memahami pengalaman manusia dan bagaimana pihak lain terlibat dalam kehidupan mereka. Perjalanan ideologi ini dimulai dari kehidupan Sofyan Tsauri sebelum terpapar pemahaman kekerasan, dimana ia dan keluarganya tergabung dalam kelompok Nahdlatul Ulama (NU) dan juga latar belakang keluarga yang bekerja di kepolisian. Merasa kecewa dengan sistem penegak hukum dan pemahaman yang ia telah pelajari, Sofyan akhirnya masuk dalam kelompok kekerasan. Ia membuat pelatihan di Bukit Jalin, Kota Jantho, untuk merealisasikan aksi jihad dan idad. Akhirnya ia tertangkap dan mulai mereduksi pemahaman kekerasannya dengan literasi, keluarga, dan petugas penegak hukum. Konversi pemahaman ini melalui beberapa tahapan, yakni konteks, krisis, pencarian, pertemuan, interaksi, komitmen, dan konsekuensi. Dari hal ini, Sofyan mulai memberikan sistem kepercayaan yang ia miliki kepada mantan napi terorisme. Perjalanan idologi Sofyan bisa dijadikan sebuah bentuk kontra narasi. Hal tersebut bisa terwujud karena ada kesamaan pemahaman radikal yang pernah dianut, yang akan mempermudah mendekati mantan narapidana terorisme
The hard and soft approach is the way to tackle terrorism. If you look closely, the approach only solves the causative symptoms, not to the root of the occurrence. The government also carries out rehabilitation and reintegration into the community as well as inter-institutional cooperation that is implemented in dealing with these perpetrators. Although there are many successes from the soft approach, namely deradicalization, there are still acts that carry out their actions. Therefore, using the experience of a former terrorist, namely Sofyan Tsauri, can be an alternative way. The author uses the theory of ideological conversion in ideological change of individuals. The purpose of this study is to analyze the deradicalization process of the former framework, namely Sofyan Tsauri, to understand its ideological journey. So that they can be used as agents of change for terrorism and ex-terrorist convicts. The research method used is qualitative, with a life history approach or more to the life history of the individual who wants to be studied. This approach is to understand human experience and how others are involved in their lives. This ideological journey begins with Sofyan Tsauri's life before being seen from the understanding of violence, where he and his family are members of the Nahdlatul Ulama (NU) group and also have a family background working in the police. Disappointed with the law enforcement system and the understanding he learned, Sofyan ended up joining the violent group. He conducted training in Bukit Jalin, Jantho City, to realize jihad and idad actions. Finally he succeeded and began to reduce his understanding of violence with literacy, family, and law enforcement officers. The conversion of this understanding goes through several stages, namely context, crisis, search, meeting, interaction, commitment, and consequences. From this, Sofyan gave his belief system to former terrorist convicts. Sofyan's ideological journey can be used as a form of counter-narrative. This can be realized because there is a common radical understanding that has been held, which will be difficult to reach an agreement."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nazal Fawwaz
"Fenomena terorisme dalam satu dasawarsa terakhir telah menjadi fiturgerakan sosial yang sangat memprihatinkan di berbagai belahan duniaDeradikalisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk memutus hubunganradikal baik secara ideologis maupun tindakan kelompok radikal yangmenjadi binaan di Indonesia. Pentingnya Program DeradikalisasiNarapidana Tindak Pidana Terorisme diharapkan bisa menjadi solusi bagiindoktrinisasi narapidana tindak pidana terorisme. Penelitian inimenggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi kasus EksNarapidana Arief Budi Setyawan, pemilihan narasumber dengan teknikpurposive sampling. Lokasi penelitian di BNPT, Densus 88 AT, dan LapasSalemba. Hasil penelitian menunjukkan pertama, Maksud Arief Tubandalam melakukan aksi terornya adalah untuk membantu perjuanganfisabilillah melawan musuh ndash; musuh Islam diluar agama Islam, yangmemerangi umat Muslim dan juga termasuk didalamnya adalahpemerintahan Indonesia yang sah. Kedua, Proses deradikalisasi yangdilakukan terhadap Arif Tuban dimulai dari awal proses penyidikan yangdilakukan oleh pihak Detasemen Khusus 88 Anti Teror, pentingnya 7x24jam masa penangkapan, proses penuntutan dan peradilan sampai di LapasSalemba dan Ketiga, Dampak program deradikalisasi terhadap Arief BudiSetyawan ini meliputi aspek sosial kemasyarakatan dengan adanya interaksisosial dengan pihak ndash; pihak lain, aspek ideologi berbangsa dan bernegarayang ditemukan masih adanya pola pikir dan ideologi yang cukup militant,aspek ekonomi dan kemandirian.

Implementation of deradicalized programs on napi ex criminal action of terrorism case study ex Prisoner Arief Budi Setyawan. The phenomenon of the emergenceof terrorism in the last decade has been a feature of social movements that arevery apprehensive in various parts of the world. Deradicalization is an attemptmade to break the radical relations both ideologically and the actions of radicalgroups that were built in Indonesia. The Importance of the Program for theDeradicalization of Prisoners of Criminal Acts of Terrorism is expected to be asolution for the indoctrination of inmates of criminal acts of terrorism. Thisresearch uses descriptive qualitative approach with case study of Ex PrisonerArief Budi Setyawan, selection of resource by purposive sampling technique.Research location in BNPT, Densus 88 AT, and Salemba Prison. The results showthat first, Arief Tuban 39 s intention in doing the terror act is to help the fisabilillahstruggle against the enemies of Islam outside of Islam, which are fighting theMuslims and also includes the legitimate Indonesian government. Second,Implementation of deradicalization process carried out on Arif Tuban is startedfrom the beginning of the investigation process conducted by the SpecialDetachment 88 Anti Terror, the importance of 7x24 hours of arrest, prosecutionand judicial process until inside Panitentiary of Salemba and Third, the impact ofderadicalization program given to Arief Budi Setyawan this includes socialaspects with the social interaction with other parties, the aspect of the ideology ofthe nation and the state that found still the mindset and ideology that is quitemilitant, the economic aspect and independencenapi arief budi setyawan."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Holdeno Putra Aqhsal
"Tindak terorisme sebagai tindakan yang dapat merugikan masyarakat dan negara merupakan masalah yang harus dihadapi oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui lembaga-lembaga negara sudah berusaha melakukan tahapan penanganan tindak terorisme baik secara preventif maupun kuratif, salah satunya ialah melalui program deradikalisasi yang dijalankan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan pembinaan yang dilakukan oleh Lapas (Lembaga Pemasyarakatan). Namun, penanganan yang dilakukan juga belum dapat dikatakan sempurna serta tidak jarang mengesampingkan aspek kesejahteraan para narapidana terorisme (Napiter) seperti pembinaan yang tidak berjalan, perlakuan petugas yang tidak merata, dan pelayanan yang tidak maksimal. Napiter harus mengalami kondisi tidak berfungsi secara sosial selama menjalani masa tahanannya seperti tidak mampu menjalani perannya di masyarakat, tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, dan juga ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah. Ketidakberfungsian tersebut diperparah dengan adanya stigma yang harus mereka hadapi ketika masa tahanannya selesai. Kondisi tersebut memicu Yayasan Ruang Damai melalui program Aksi Damai untuk berusaha menjaga dan mengupayakan kesejahteraan dari para narapidana terorisme melalui pemberian pendampingan sosial yang dirancang berdasarkan kebutuhan dan kondisi para Napiter binaan dengan harapan dapat memberikan dampak yang maksimal. Kondisi ketidakberfungsian yang dihadapi oleh Napiter dan adanya upaya pendampingan tersebut mendasari dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini dijalankan pada rentang waktu februari-juni 2024 di Yayasan Ruang Damai dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Gunung Sindur. Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif yang bertujuan untuk melihat dan mendeskripsikan peran Ruang Damai dalam memberikan pendampingan sosial bagi para narapidana terorisme yang sedang menjalani proses deradikalisasi. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa pembinaan yang dilakukan membawa manfaat bagi Napiter. Namun, masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan sosial Napiter. Pembinaan yang dilakukan pun belum mencakup kehidupan pasca penahanan dan hanya berfokus pada paham agama dari Napiter. Ruang Damai melalui pendampingan sosial Aksi Damai berusaha memenuhi kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh pihak Lapas dan berusaha memberikan dampak di ranah pemahaman serta kemampuan dari Napiter untuk dapat berfungsi secara sosial ketika kembali ke masyarakat. Pendampingan sosial yang dilakukan mendapatkan tanggapan positif dari Napiter dan juga dirasa mampu membantu mereka dalam mencapai kesejahteraannya terutama di ranah psikologis dan sosial.

Terrorism, as an act that can harm society and the state, is a problem faced by all countries in the world, including Indonesia. The Indonesian government, through its state institutions, has made efforts to handle terrorism both preventively and curatively. One of these efforts is the deradicalization program implemented by BNPT (National Counterterrorism Agency) and rehabilitation conducted by penitentiaries (Lapas). However, the handling measures are still imperfect and often neglect the welfare of terrorist inmates (Napiter), such as ineffective rehabilitation, unequal treatment by officers, and inadequate services. Terrorist inmates often experience social dysfunction during their imprisonment, including the inability to fulfill their roles in society, meet their basic needs, and solve problems. This dysfunction is exacerbated by the stigma they face upon release. These conditions have prompted the Ruang Damai Foundation, through its Aksi Damai program, to strive to maintain and promote the welfare of terrorist inmates by providing social assistance tailored to their needs and conditions, aiming for maximal impact. The dysfunction faced by the inmates and the assistance efforts form the basis of this study. Conducted from February to June 2024 at the Ruang Damai Foundation and Gunung Sindur Class IIA Penitentiary, this qualitative research aims to examine and describe the role of Ruang Damai in providing social assistance to terrorist inmates undergoing deradicalization. The study found that the rehabilitation efforts benefit the inmates but still fail to meet their basic needs and social welfare comprehensively. The rehabilitation focuses mainly on the religious beliefs of the inmates, without addressing their post-imprisonment life. Ruang Damai, through its Aksi Damai social assistance, strives to fulfill the unmet needs by the penitentiary and aims to impact the inmates' understanding and ability to function socially when they return to society. The social assistance has received positive feedback from the inmates and is perceived as helpful in achieving their welfare, especially in psychological and social aspects."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Golose, Petrus Reinhard
Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009
303.625 GOL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Surya Bakti
Jakarta: Daulat Press, 2014
363.325 AGU d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Yosita Perdana
"Tindak pidana terorisme yang berkembang di Indonesia tidak hanya ditangani dengan upaya represif, tetapi juga dengan deradikalisasi. Metode deradikalisasi bertujuan untuk mengubah paham radikal menjadi paham non radikal dan normal. Teori yang digunakan dalam penulisan ialah Teori Motivasi Kebutuhan, Teori Tindakan Sosial, Konsep Manajemen, dan Analisis SWOT. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan kualitatif. Deradikalisasi membutuhkan peran dari instansi terkait seperti Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Komunitas Sosial. Disarankan agar Densus 88 Anti Teror dapat memaksimalkan pengimplementasian metode deradikalisasi baik kepada narapidana teroris maupun keluarga narapidana teroris sehingga terorisme di Indonesia semakin berkurang.

The growing crime of terrorism in Indonesia is not only dealt by repressive efforts, but also by deradicalization. The deradicalization method aims to convert radical to non-radical and normalism. Theories used in this thesis is the Theory of Motivation Needs, Social Action Theory, Management Concepts, and SWOT Analysis. The approach used is qualitative approach. Deradicalization requires the role of relevant agencies such as Correctional Institution, Ministry of Religious Affairs, the National Agency for Counter-Terrorism, and the Social Community. It is recommended that Special Detachment Anti-Terror can maximize the implementation of deradicalization methods both to terrorist prisoners and families of terrorist prisoners so that terrorism in Indonesia is diminishing."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Karolina
"Terorisme di Indonesia saat ini semakin marak terjadi. Meskipun sebelumnya telah terdapat Undang-Undang Anti Terorisme tetapi tidak serta-merta menghentikan para pelaku terorisme. Undang-Undang tersebut tidak mengatur secara tegas dalam hal pencegahan, sehingga aparat penegak hukum tidak bisa bertindak untuk mencegah, menghentikan bahkan menindaklanjuti segala sesuatu yang dicurigai berhubungan dengan aksi terorisme. Pengajuan revisi terhadap UU Anti Terorisme yang tertunda hampir dua tahun lamanya pada akhirnya disahkan oleh DPR RI menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Hal ini merupakan sebuah capaian kebijakan strategis dalam sektor keamanan nasional yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat dalam mencegah terjadinya aksi terorisme di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada Implementasi pencegahan terorisme melalui program deradikalisasi dalam rangka early detection dan strategi deradikalisasi yang tepat untuk digunakan sebagai upaya pencegahan terorisme di Indonesia. Penulis melakukan penelitian melalui pendekatan kualitatif dari sumber-sumber data yang berkompeten dengan melakukan wawancara terhadap narasumber dan analisa dokumen dari fenomena yang terjadi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa deradikalisasi dapat menjadi early detection bagi aparat penegak hukum khususnya fungsi intelijen sebagaimana yang diteorisasikan oleh Hank Prunckun yaitu dapat menjadi sumber informasi dan media untuk mempengaruhi rekan-rekannya yang masih radikal agar kembali tidak radikal. Salah satu strategi deradikalisasi yang tepat dilakukan pemerintah yaitu BNPT dan Kementerian/Lembaga terkait harus menyusun grand strategy nasional deradikalisasi baik strategi maupun target untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka Panjang karena Kementerian/Lembaga pelaksana saat ini belum dapat melakukan secara integratif dan koordinatif.

Today Terrorism in Indonesia is increasing rapidly. Although there was an Anti-Terrorism law it did not stop the terrorists. This law does not explicitly regulate in terms of prevention, thus law enforcement officials cannot act to prevent, stop or even to investigate any suspicious activity by personal or organization which related to acts of terrorism. Submission of revisions to the Anti-Terrorism Law which has been delayed for almost two years has finally been ratified by the House of Representatives of the Republic of Indonesia into Law No. 5 of 2018 concerning the Eradication of Crime of Terrorism. This is a strategic policy achievement in the national security sector that can be utilized by the government and society in preventing acts of terrorism in Indonesia. This research focuses on the implementation of the prevention of terrorism through deradicalization programs in the framework of early detection and appropriate deradicalization strategies to be used as an effort to prevent terrorism in Indonesia. The author conducts research through a qualitative approach from competent data sources by conducting interview the interviewees and documents analyzing from the phenomena that have occured. In this study, it was found that deradicalization used as early detection for law enforcement officers, especially intelligence functions, as documented by Hank Prunckun, which can be a source of information and media to influence his radical counterparts to return to being not radical. One of the appropriate deradicalization strategies carried out by the government, namely BNPT and related Ministries / Agencies must form a national grand strategy for deradicalization in short-term, medium-term and long-term strategies and targets due to the current Ministries / Implementing Agencies have not been succesfully able to carry out the integrative and coordinative process."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52559
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Indrawan
"Deradicalization programs have been implemented in Indonesia since 2012. This program employs preventive paradigm in implementing the policies it produces. During the seven years of implementation, deradicalization experienced challenges and obstacles. So far, there are many critics addressed to deradicalization program, such as criticism toward the lack of budget, prison facilities, deradicalization materials provided to terror convicts, post-deradicalization follow-up, as well as negative public reception on the idea of ex-terror convicts returning to society. These problems are hampering the effectiveness of deradicalization program. This paper employs theory of deradicalization and theory of effectiveness. It employs qualitative method with deductive and conceptual analysis, and the data is obtained through literature studies. This paper aims to see the effectiveness of deradicalization program carried out by National Agency for Combating Terrorism (BNPT) toward terror convicts in Indonesia."
Bogor: Indonesia Defense University, 2019
355 JDSD 9:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Dwi Wulandari
"Penelitian ini merupakan studi mengenai Analisis Potensi Ancaman dan Program Deradikalisasi yang Dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terhadap Warga Negara Indonesia yang Terindikasi Terkait Foreign Terrorist Fighters. Kompleksitas permasalahan pada WNI yang terindikasi terkait dengan FTF dapat memunculkan potensi ancaman keamanan, dimana BNPT telah melaksanakan upaya penanganan melalui deradikalisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan studi literature. Penelitian bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisa potensi ancaman yang berasal dari Warga Negara Indonesia yang terindikasi terkait dengan FTF; dan (2) mengidentifikasi dan menganalisa upaya-upaya deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT terhadap Warga Negara Indonesia yang terindikasi terkait dengan FTF. Teori dan konsep yang digunakan adalah teori Deradikalisasi, radikalisasi dan Stratejik Intelijen.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Potensi ancaman yang dapat ditimbulkan dari WNI yang terindikasi terkait dengan FTF antara lain melakukan serangan teror di dalam maupun luar negeri baik secara individual/kelompok, merencanakan dan mengarahkan serangan teror, menjadi relocators, merekrut jaringan baru atau memperkuat organisasi teroris yang ada di Indonesia; (2) Hasil analisis terhadap upaya deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT terhadap WNI yang terindikasi terkait dengan FTF menunjukkan BNPT tidak memiliki strategi deradikalisasi yang komprehensif terkait penanganan WNI yang terindikasi terkait dengan FTF, BNPT juga memainkan peran yang belum optimal dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan deradikalisasi terhadap WNI yang terindikasi terkait dengan FTF.

This research is a literature study on the Analysis on Threat Potential and Deradicalization Program Conducted by the National Counterterrorism Agency (BNPT) against Indonesian associated with Foreign Terrorist Fighters. The complexity of the problems with Indonesian associated with FTF can lead to potential security threats, where the BNPT has carried out efforts to address them through deradicalization. This study uses a qualitative approach to data collection through interviews and literature studies. The research aims to (1) identify and analyze potential threats from Indonesian associated with FTF; and (2) identifying and analyzing the de-radicalization program conducted by BNPT towards Indonesian associated with FTF. Theories and concepts used are Deradicalisation, Radicalization and Strategic Intelligence.
The results of this study are (1) Potential threats that may arise from Indonesian associated with FTF, including carrying out terrorist attacks at home and abroad both individually/in groups, planning and directing terror attacks, becoming relocators, recruiting new networks or strengthening terrorist organizations in Indonesia; (2) The results of the analysis of the deradicalization program conducted by BNPT towards Indonesian associated with FTF shows that BNPT does not have a comprehensive deradicalization strategy related to handling Indonesian associated with FTF, BNPT also plays a role that has not been optimal in implementing and coordinating the deradicalization of Indonesian associated with FTF."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif
"Tesis ini meneliti tentang Radikalisme Islam dengan Studi tentang Gerakan Politik Majelis Mujahidin dalam Penegakkan Syari'at Islam periode 2000-2003. Interval waktu ini merupakan rentang waktu dimana pemikiran dan aksi serta gerakan Majelis Mujahidin menunjukan watak radikalisme. Misalnya, penolakan Majelis Mujahidin atas azas Negara Pancasila, penolakan terhadap kepemimpinan wanita, hingga munculnya ide dan gagasan tentang perlunya syariat Islam diformalkan dalam konstitusi negara. Kenyataan ini, memunculkan pertanyaan bagi penulis, mengapa gerakan politik Majelis Mujahidin mendesak tentang pemberlakuan syari'at Islam dan menolak secara total semua ideologi yang berasal dari luar Islam.
Penulis menggunakan metode deskriptif analitis kwalitatif dengan pendekatan deduktif artinya dari teori ke praktek Sebuah metode penelitian yang berusaha menggambarkan realitas sosial yang komplek melalui penyederhanaan dan klasifikasi dengan memanfakan konsep-konsep yang bisa menjelaskan gejala sosial. Dalam pengumpulan data digunakan adalah studi pustaka/dokumen dan wawancara. Sementara teori yang digunakan untuk menelusuri radikalisme Islam dalam gerakan politik Majelis Mujahidin adalah teori radikalisme Islam. Untuk membantu mengungkapkan gerakan politik Majelis Mujahidin, penulis menempatkan parsi khusus pada sejarah gerakan radikalisme Islam, mulai dari asal muasal radikal isme Islam dalam konteks gerakan politik, Ikhwanul Muslimin, Jamaat i Islamiah, Darul Islam dan Masyumi.
Berdasarkan teori dan metode yang digunakan tersebut, serta data-data yang diperoleh dilapangan, maka dapat disimpulkan bahwa radikalisme Islam dari Gerakan Politik Majelis Mujahidin merupakan pemikiran atau ide dan gagasan radikal. Hal ini disimplilkan, setelah penulis melakukan penelitian tentang asal mula munculnya Majelis Mujahidin maupun konteks perkembangan selanjutnya sebagaimana rentang waktu studi ini (2000-2003). Ini menunjukan bahwa teori radikalisme merupakan reaksi terhadap kondisi yang sedang berlangsung, masih relevan.
Berdasarkan hal tersebut di atas ditemukan beberapa faktor kondisi yang turut mendorong lahirnya pemikiran radikal dan kemudian memicu terjadinya radikalisme Islam dalam gerakan politik Majelis Mujahidin, antara lain: Panama, Suasana pasca perang dingin diawal tahun 1980, khususnya setelah beberapa aktivis Islam era Presiden Soeharto melarikan diri keluar negeri. Para pejuang penegak syari'at Islam ini ikut ambil bagian dalam perang di Afganistan, bersekutu dengan rezim Taliban, dan mulai bergaul dengan aktivis Islam secara Internasional. Kedua, intimidasi dan diskriminasi rezim Soeharto terhadap para mubalik dan pendak'wah Islam yang menuntut tentang penegakkan syari'at Islam dan yang menolak azas tunggal Pancasila. Ketiga, kondisi kebangsaan dan kenegaran yang mengalami krisis moneter sejak 1996 sampai pada kejatuhan Soeharto pada bulan Mei 1998 dari kursi kepresidenan. Maka era reformasi dan upaya-upaya penyelesaian krisis yang tidak kunjung selesai dan menemukan format ideal untuk mengeluarkan bangsa dan krisis multidimensional yang menimpa ummat dan bangsa, adalah faktor yang cukup berpengaruh terhadap kehendak radikal untuk menegakkan syari'at Islam dalam konstitusi negara sebagai sebuah jawaban untuk menata dan meperbaiki ummat dan Bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila, dianggap tidak tepat dan relevan lagi dengan kebutuhan bangsa dan negara. Dengan demikian, radikalisme Islam sebagai kerangka teoritis masih memiliki relevansi atas realitas dan kondisi gerakan politik Majelis Mujahidin dalam konteks pemikiran dan aksinya.
Dengan demikian, penulis menemukan bahwa radikalisme Islam dalam konteks gerakan politik Majelis Mujahidin, tidak hanya reaksi atas fanatisme keagamaan semata, respon terhadap kondisi yang sedang berkembang, intimidasi dan diskriminasi rezim Orde Baru, kegagalan revormasi, akan tetapi radikalisme juga sangat dipengaruhi oleh faktor beberapa aktor atau tepatnya peran para tokoh Islam yang telah sejak lama memperjuangkan penegakkan syari'at Islam dalam konstitusi negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>