Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161087 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanggoro Laka Bunawan
"Pendahuluan: Tukak lambung merupakan salah satu penyakit tersering pada saluran pencernaan yang mempunyai angka kekambuhan yang cukup tinggi. Penanganan tukak lambung seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal. Terapi farmakologi memiliki banyak efek samping. Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang baik dalam terapi dan sebagai protektif terhadap tukak lambung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efek protektif elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang terhadap indeks ulkus lambung dan kadar serum Malondialdehyde (MDA) pada tukak lambung.
Metode: Penelitian dilakukan pada bulan November - Desember 2021 di Puslitbangkes Biomedik, Kementerian kesehatan Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat. Desain penelitian adalah studi eksperimental dengan Randomized posttest design. 30 hewan coba tikus dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok normal, kontrol tukak lambung (TL), omeprazole (OME), elektroakupunktur (EA) dan akupunktur tanam benang (ATB). Kelompok OME diberikan omeprazole oral 20 mg/kg dan EA pada ST36 Zusanli dan CV12 Zhongwan dengan frekuensi 2 Hz, intervensi pada OME dan EA dilakukan setiap 2 hari sekali selama 12 hari. Kelompok ATB 1 kali intervensi di hari pertama. Skor indeks ulkus lambung dan kadar serum MDA diukur setelah induksi tukak lambung dilakukan pasca 12 hari perlakuan. Semua hasil data diolah menggunakan SPSS versi 20.
Hasil: Skor indeks ulkus tidak berbeda bermakna antara kelompok EA dengan ATB (uji Mann Whitney, p = 0,523), namun skor indeks ulkus kelompok EA dan ATB lebih rendah bermakna dibandingkan kelompok TL (uji Mann Whitney, p < 0,05). Kadar serum MDA lebih rendah bermakna pada kelompok EA versus TL (uji post-hoc, p < 0,001) dan pada kelompok ATB versus TL (uji post-hoc, p < 0,05). Kelompok EA versus ATB, kadar MDA tidak berbeda bermakna (uji post-hoc, p = 1,000).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang memiliki efek protektif terhadap tukak lambung yang sama baiknya terhadap skor indeks ulkus lambung dan kadar serum MDA. Akan tetapi akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu [sw1] dibandingkan dengan elektroakupunktur.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Notonegoro
"Pendahuluan: Obesitas dinyatakan sebagai suatu epidemik dan prevalensinya masih meningkat di negara ekonomi berkembang.  Kondisi obesitas dapat mempengaruhi hampir seluruh fungsi fisiologis tubuh dan menyebabkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat.  Penanganan obesitas seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal.  Terapi farmakologi banyak memiliki efek samping.  Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam terapi obesitas.  Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang merupakan modalitas yang dapat digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek terapi elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang PDO terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas yang menjalani intervensi diet.
Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal.  Sebanyak 34 subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok elektroakupunktur dengan intervensi diet (EA) dan kelompok akupunktur tanam benang dengan intervensi diet (ATB). Pada kelompok EA, akupunktur dilakukan 3 kali seminggu. Sedangkan pada kelompok ATB, akupunktur dilakukan hanya 1 kali.  Berat badan dan lingkar pinggang diukur sebelum terapi, hari ke-3, 7, 14, 21, dan ke-28.  Sedangkan kadar leptin plasma diukur sebelum terapi dan hari ke-28.
Hasil: Terdapat penurunan yang bermakna pada rerata berat badan dan lingkar pinggang pada kedua kelompok sebelum dan setelah terapi (p < 0,001), serta penurunan kadar leptin plasma pada kelompok EA (p = 0,012) dan pada kelompok ATB (p = 0,001).  Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok baik terhadap selisih penurunan berat badan (p = 0,342), penurunan lingkar pinggang (p = 0,826), dan penurunan kadar leptin plasma (p = 0,784).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang PDO yang disertai intervensi diet memiliki efektivitas yang sama baiknya terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas.  Akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu dibandingkan dengan elektroakupunktur karena hanya dilakukan satu kali.

Introduction: Obesity is declared as an epidemic and its prevalence is still increasing in developing countries.  Obesity can affect almost all physiological functions of the body and create a significant threat to public health.  Treatment of obesity is often difficult and expensive.  Pharmacological therapy has many side effects.  Acupuncture as a non-pharmacological therapy has shown promising results in the treatment of obesity.  Electroacupuncture and thread embedding acupuncture are modalities that can be used.  The aim of this study was to analyze therapeutic effects of electroacupuncture  with PDO thread embedding acupuncture on weight loss, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients with dietary intervention.
Methods: This study design was a single blind randomized clinical trial. A total of 34 subjects were divided into 2 groups: electroacupuncture with dietary intervention group (EA) and thread embedding acupuncture with dietary intervention group (TEA).  In EA group, acupuncture was performed 3 times a week.  While in TEA group, acupuncture was performed only once.  Body weight and waist circumference were measured before treatment, on the 3rd, 7th, 14th, 21st, and 28th days. Meanwhile, plasma leptin levels were measured before treatment and on the 28th day.
Results: There was a significant decrease in body weight and waist circumference in both groups before and after treatment (p < 0.001), and also a significant decrease in plasma leptin level in EA group (p = 0,012) and TEA group (p = 0,001).  There was no significant difference between the two groups in term of weight loss (p = 0.342), waist circumference (p = 0.826), and plasma leptin levels (p = 0,784).
Conclusion: Electroacupuncture and PDO thread embedding acupuncture with dietary intervention have the same effectiveness in reducing body weight, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients.  However, thread embedding acupuncture has better time efficiency than electroacupuncture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Juanieta
"Obesitas adalah suatu kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Tingkat prevalensi di Indonesia sebesar 44%, sehingga menyebabkan persoalan yang sangat serius karena berkaitan dengan peningkatan prevalensi penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian di bidang kedokteran menyatakan bahwa Leptin memiliki peran yang sangat penting pada keadaan obesitas. Akupunktur diharapkan menjadi salah satu terapi yang dapat digunakan karena memiliki respon terapi yang baik, efisien dan relatif aman. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar Leptin pasien obesitas. Penelitian ini menggunakan metode uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 38 pasien obesitas dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur, yang masing-masing terdiri dari 19 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar Leptin plasma pada kelompok akupunkur manual 6029,6 ± 2276,3 (p =0,016) dan selisih rerata kadar Leptin pada kelompok elektroakupunktur 8079,6 ± 1763,7 (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa kedua modalitas mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar leptin pasien obesitas (p>0,05).

Obesity is a condition of abnormal or excess accumulation of fat in adipose tissue. The prevalence rate itself in Indonesia has been gained 44%, resulting in a very complex issue, relating to the prevalence of chronic diseases such as diabetes mellitus, hypertension, cardiovascular disease and many other diseases. Several studies in the field of acupuncture, concludes that Leptin has a very important role in obesity. Acupuncture therapy is expected to be one that can be applied since it has a better response to therapy, efficient and without side effects. This study aims to compare whether the modalities of manual acupuncture and electro-acupuncture have the same effect for Leptin levels on obese patients. This study uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 38 obese patients and were divided into 2 groups, namely the manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 19 people. The results showed that the difference in mean plasma Leptin levels in the group of manual acupuncture is 6029,6±2276,3 (p=0,016) and the difference in mean levels of Leptin in the electro-acupuncture group is 8079,6±1763,7 (p=0,000). It can be conclude that both modalities have the same effect on leptin levels of obese patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Gunawan
"Pendahuluan : Berdasarkan data 80% pasien kanker akan mengalami mual dan muntah akibat kemoterapi (CINV), dan berpotensi berefek buruk pada sekitar 40% diantaranya. Efek samping kemoterapi bervariasi dari ringan sampai berat tergantung dari faktor kemoterapi salah satu diantaranya adalah regimen kemoterapi. Akupunktur telah terbukti sebagai pengobatan non farmakologis yang potensial pada kasus-kasus onkologi, dan terbukti efektif pada kondisi CINV. Salah satu modalitas yang berpotensi kuat memiliki tingkat efektivitas yang baik dan terukur adalah elektroakupunktur. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas elektroakupunktur dalam mengurangi gajala CINV yang dinilai berdasarkan skor Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching (RINVR) pada pasien kanker dewasa yang menjalani kemoterapi
Metode : Desain studi ini adalah uji klinisi acak terkontrol tunggal dengan kontrol sham(plasebo). Penelitian ini diikuti oleh 62 pasien dewasa yang menjalani kemoterapi. Subjek penelitian ini dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=31) dan kontrol (n=31). Pada kelompok perlakuan dilakukan perangsangan elektroakupunktur frekuensi 2 Hz, gelombang kontinyu selama 30 menit di titik LI4, PC6, dan ST36 selama 4 kali, sementara pada kelompok kontrol mendapatkan elektroakupunktur sham tanapa diikuti perangsangan apapun. Selama penelitian seluruh subjek tetap mendapatkan antiemetik standar. Evaluasi mual dan muntah dilakukan setiap hari hingga 6 hari pasca kemoterapi dengan menggunakan kuesioner Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching.
Hasil : Terjadi penurunan skor RINVR yang signifikan pada CINV akut (p = 0,002) maupun delayed (p = 0,039) pasca kemoterapi pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Skor RINVR pada 1 hari pemberian kemoterapi, 3 hari, dan 6 hari pasca kemoterapi pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol, dan perbedaan kedua kelompok berbeda bermakna (p = 0,002, p = 0,049, p = 0,039). Tidak ditemukan efek samping selama penelitian.
Kesimpulan : Elektroakupunktur mampu menurunkan skor RINVR pada pasien dewasa yang menjalani kemoterapi terutama untuk yang mendapat regimen emetogenik tinggi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek pada yang mendapat regimen emetogenik sedang.

Background : Based on data 80% of cancer patients will experience nausea and vomiting due to chemotherapy (CINV), and it has the potential to get worse in about 40% of them. The side effects of chemotherapy vary from mild to severe depending on chemotherapy factors. One of the main factors is the chemotherapy regimen. Acupuncture has been proven as a potential non-pharmacological treatment in oncology cases, and has been shown to be effective in CINV conditions. One of the modalities that has a strong potential to have a good and measurable level of effectiveness is electroacupuncture. The aim of this study was to assess the effectiveness of electroacupuncture in reducing CINV symptoms as assessed by the Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching (RINVR) score in adult cancer patients undergoing chemotherapy.
Method : The study design was a single randomized controlled clinical trial with sham (placebo) control. This study was followed by 62 adult patients undergoing chemotherapy. The subjects of this study were randomly allocated into the treatment (n=31) and control (n=31) groups. In the treatment group, electroacupuncture was stimulated with a frequency of 2 Hz, continuous waves for 30 minutes at points LI4, PC6, and ST36 for 4 times, while the control group received sham electroacupuncture without any stimulation. During the study all subjects continued to receive standard antiemetics. Evaluation of nausea and vomiting was carried out every day for up to 6 days after chemotherapy using the Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching questionnaire.
Result : There was a significant decrease in RINVR scores in both acute (p = 0.002) and delayed (p = 0.039) post-chemotherapy CINV in the treatment group compared to the control group. RINVR scores on 1 day of chemotherapy, 3 days, and 6 days after chemotherapy in the treatment group were lower than the control group, and the difference between the two groups was significantly different (p = 0.002, p = 0.049, p = 0.039). No side effects were found during the study.
Conclusion : Electroacupuncture has been shown to be effective in reducing RINVR scores in adult patients undergoing chemotherapy, especially for those receiving a high emetogenic regimen, further research is needed to determine the effect on those receiving a moderate emetogenic regimen.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania Kannesia Dahuri
"Pendahuluan : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) adalah pilihan utama untuk batu ginjal yang berukuran lebih dari 2 cm. Tindakan ini dapat menimbulkan nyeri pasca operasi yang merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Prevalensi nyeri pasca PCNL di Indonesia bervariasi. Penanganan nyeri pasca operasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan efek samping yang minimal. Saat ini, metode standar dalam menangani nyeri pasca operasi yang digunakan di seluruh dunia adalah dengan penggunaan opiod. Namun penggunaan opioid memiliki banyak efek samping dan dapat mempengarui kualitas hidup pada pasien. Sehingga diperlukan tatalaksana yang aman, nyaman dan efektif dalam mengatasi nyeri pasca PCNL, salah satunya adalah dengan Elektroakupunktur telinga Battlefield Acupuncture (BFA).
Metode : Desain studi ini adalah serial kasus dengan jumlah sampel 8 pasien PCNL. Studi dilakukan dari November 2023 sampai Januari 2024. Elektroakupunktur telinga BFA dilakukan selama 30 menit pada kedua telinga, satu jam sebelum PCNL. Luaran yang dinilai adalah skor nyeri ( VAS ), kualitas hidup dengan kuesioner Short Form-36 (SF-36) ,penggunaan analgesik juga efek samping yang dialami pasien dicatat pada studi ini
Hasil : Terapi elektroakupunktur telinga BFA dapat menurunkan skala nyeri berupa Visual Analog Scale ( VAS ) pada pasien operasi PCNL batu ginjal. Pada 24 jam pasca PCNL dan EA BFA, 7 dari 8 pasien dengan presentase 87,5% pasien mengalami penurunan skor VAS dan pada 7 hari pasca PCNL dan EA BFA, ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien mengalami penurunan skor VAS. Terapi elektroakupunktur telinga BFA juga dapat meningkatkan kualitas hidup pada 7 hari pasca tindakan yang diukur dengan menggunakan short form 36 ( SF36 ) pada pasien pasca PCNL dan EA BFA. Terapi elektroakupunktur telinga BFA aman, tidak menimbulkan efek samping dan pada pasien hanya mendapatkan tambahan terapi Paracetamol 1000mg .
Kesimpulan : Terapi Elektroakupunktur BFA dapat diberikan pada pasien PCNL dengan keamanan yang terbukti baik pada ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien tidak mengalami efek samping pasca EA BFA.

Introduction : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) is the main choice for kidney stones larger than 2 cm. This procedure can cause post-operative pain, which is a problem that often occurs and can affect the patient's quality of life. The prevalence of post-PCNL pain in Indonesia varies. Postoperative pain management aims to reduce or eliminate pain with minimal side effects. Currently, the standard method of treating post- operative pain used throughout the world is the use of opioids. However, the use of opioids has many side effects and can affect the patient's quality of life. So safe, comfortable and effective treatment is needed to treat post-PCNL pain, one of which is Battlefield Acupuncture (BFA) ear electroacupuncture.
Methods : The design of this study was a case series with a sample size of 8 PCNL patients. The study was conducted from November 2023 to January 2024. BFA ear electroacupuncture was performed for 30 minutes on both ears, one hour before PCNL. The outcomes assessed were pain scores (VAS), quality of life with the Short Form-36 (SF-36) questionnaire, use of analgesics as well as side effects experienced by patients recorded in this study.
Results : BFA ear electroacupuncture therapy can reduce the pain scale in the form of a Visual Analog Scale (VAS) in kidney stone PCNL surgery patients. At 24 hours after PCNL and EA BFA, 7 of 8 patients with a percentage of 87.5% of patients experienced a decrease in VAS scores and at 7 days after PCNL and EA BFA, all 8 patients with a percentage of 100% of patients experienced a decrease in VAS scores. BFA ear electroacupuncture therapy can also improve quality of life 7 days after the procedure as measured using the short form 36 (SF36) in patients after PCNL and EA BFA. BFA ear electroacupuncture therapy is safe, does not cause side effects and patients only receive additional 1000mg Paracetamol therapy.
Conclusion : BFA Electroacupuncture therapy can be given to PCNL patients with proven safety in 8 patients with a 100% percentage of patients not experiencing side effects after EA BFA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Candrarukmi Yogandari
"Beberapa studi di bidang akupunktur mengemukakan bahwa akupunktur merupakan salah satu modalitas terapi untuk mengurangi radikal bebas pada atlet yang menjalani latihan teratur dengan intensitas tinggi dan durasi lama. Latihan dasar kemiliteran merupakan latihan intensif yang dijalani oleh setiap calon prajurit yang memungkinkan terjadinya stres oksidatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar malondialdehid pada calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran. Metode penelitian menggunakan uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 34 calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur yang masing-masing terdiri dari 17 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok akupunktur manual 0,228 ± 0,441 dan selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok elektroakupunktur 0,409 ± 0,415.

Several studies in the field of acupuncture suggests that acupuncture is a treatment modality for reducing free radicals in athletes who undergo regular training with high intensity and long duration. Military basic training is intensive training undergone by each candidate that would allow soldiers to oxidative stress. The purpose of this study was to compare whether the manual acupuncture and electroacupuncture modalities have the same effect on levels of malondialdehyde in recruits during training military base. The research method uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 34 recruits when basic military training and were divided into 2 groups: manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 17 people. The results showed that the mean difference of plasma MDA concentration on manual acupuncture group 0.228 ± 0,441 and mean difference of plasma MDA concentration in electroacupuncture group 0.409 ± 0.415."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robin Martilo Djajadi
"Pendahuluan: Peningkatan kadar kolesterol didalam plasma darah atau hiperlipidemia merupakan faktor predisposisi terjadinya aterosklerosis. Faktor risiko diet tinggi lemak amat mempengaruhi tingginya kadar kolesterol darah. Permasalahan kepatuhan dalam perubahan diet dan efek samping obat penurun kolesterol menjadi alasan perlunya terapi pilihan lain yang aman dan efektif. Penelitian menunjukkan bahwa elektroakupunktur pada titik ST40 Fenglong dapat digunakan sebagai terapi untuk memperbaiki kadar kolesterol darah. Salah satu modalitas akupunktur yang sedang berkembang adalah laser akupunktur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas laser akupunktur dibandingkan dengan elektroakupunktur pada titik ST40 Fenglong dalam memperbaiki kadar kolesterol otal, indeks aterogenik, dan berat lemak dinding abdomen pada tikus model diet tinggi lemak.
Metode: Desain studi ini adalah studi eksperimental dengan randomised control group posttest only. Dua puluh empat tikus Wistar jantan, usia 10 minggu dengan berat badan 200–250 gram dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: kelompok diet normal, kelompok diet tinggi lemak tanpa perlakuan akupunktur, kelompok diet tinggi lemak dengan elektroakupunktur dan kelompok diet tinggi lemak dengan laser akupunktur. Elektroakupunktur dan laser akupunktur dilakukan 3 kali seminggu dengan total 12 sesi. Dilakukan pengukuran kadar kolesterol total, indeks aterogenik, dan berat lemak dinding abdomen setelah 12 sesi.
Hasil: Rerata kadar kolesterol total, indeks aterogenik, dan berat lemak dinding abdomen pada kelompok tikus model diet tinggi lemak yang mendapat laser akupunktur lebih rendah dibandingkan pada kelompok tikus model diet tinggi lemak yang mendapat elektroakupunktur, namun tidak berbeda bermakna secara statistik (p > 0,05).
Kesimpulan: Laser akupunktur memiliki kecenderungan lebih baik dalam mencegah peningkatan kolesterol total, indeks aterogenik, dan peningkatan berat lemak dinding abdomen akibat konsumsi diet tinggi lemak dibandingkan dengan elektroakupunktur
Introduction: Hyperlipidemia is an increased concentration of fat in blood plasma and is a predisposing factor for atherosclerosis. Risk factor such as high-fat diet greatly affect blood cholesterol levels. The problem of adherence to diet changes and cholesterol medication side effects are reasons to look for other alternative therapies that are safe and effective. Research shows that electroacupuncture at the ST40 Fenglong point can be used as a therapy to improve blood cholesterol levels. One of the acupuncture modalities is laser acupuncture. The purpose of this study was to determine the effectiveness of laser acupuncture compared to electroacupuncture at the ST40 Fenglong point for improving total cholesterol levels, atherogenic index, and abdominal wall fat weight in high fat diet model rats.
Methods: This study was an experimental study with posttest only randomized control group. Twenty-four male Wistar rats, aged 10 weeks with a body weight of 200–250 grams were divided into 4 groups: the normal diet group, the high-fat diet without acupuncture treatment group, the high-fat diet with electroacupuncture group and the high-fat diet with laser acupuncture group. Electroacupuncture and laser acupuncture treatments were performed 3 times a week for a total of 12 sessions. Total cholesterol levels, atherogenic index, and abdominal wall fat weight were measured after 12 sessions.
Results: The mean total cholesterol levels, atherogenic index, and weight of abdominal wall fat in the high-fat diet model group which received laser acupuncture treatment was lower than that in the high-fat diet group which received electroacupuncture group, but did not significantly differ (p> 0.05).
Conclusion: Compared to electroacupuncture, laser acupuncture has a better tendency at preventing increases in total cholesterol level, atherogenic index, and abdominal wall fat weight due to high-fat diet consumption."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Lufty Setiawardhani
"Akupunktur sebagai suatu modalitas terapi semakin banyak digunakan dalam mengobati penyakit. Namun hingga saat ini mekanisme kerja akupunktur tetap belum jelas. Beberapa peneliti berpendapat akupunktur bekerja dengan merangsang penglepasan β-endorfin. Sementara peneliti lain berpendapat sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dapat meningkatkan kadar β-endorfin plasma sebagai dasar dari mekanisme kerja akupunktur. Tiga puluh enam sukarelawan sehat terbagi atas dua kelompok secara acak yaitu kelompok intervensi n=18 dan kelompok kontrol n=18 . Pada kelompok intervensi dilakukan elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dengan frekuensi rendah selama 30 menit. Sementara pada kelompok kontrol dilakukan elektroakupunktur sham pada titik bukan titik akupunktur selama 30 menit. Pemeriksaan β-endorfin plasma dilakukan sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan metode ELISA. Terdapat perbedaan bermakna dalam peningkatan kadar β-endorfin plasma pada kelompok intervensi dibanding pada kelompok kontrol 9 50 vs 1 5,6 ; p=0,009 . Terdapat pula perbedaan bermakna kadar β-endorfin plasma antara kedua kelompok sesudah dilakukan intervensi 35,1 3,4 vs 10,3 1,8; p=0,003 . Elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu mempunyai efek meningkatkan kadar β-endorfin plasma pada subyek sehat.

Acupuncture as a therapy modality is becoming popular for treating disease. Nevertheless, acupuncture mechanism of action remains unclear until now. Some studies suggest that acupuncture works by stimulating endorphin release. Other studies have opposite. The purpose of this study is to determine whether Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point could increase plasma endorphin level as a basic of acupuncture mechanism of action. Thirty six healthy subjects were involved and divided randomly into 2 groups which are intervention n 18 and control groups n 18 . In intervention group, electroacupuncture was applied at LI 4 Hegu Point with low frequency for 30 minutes. Meanwhile, in control group, sham electroacupuncture was applied at non acupoint for 30 minutes. Plasma endorphin was examined before and after intervention using ELISA method. There is significant difference between intervention and control groups in increasing plasma endorphin level 9 50 vs 1 5,6 p 0,009 . There is also significant difference in plasma endorphin level after intervention between two groups 35.1 3.4 vs 10.3 1.8 p 0.003 . Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point has effect to increase plasma endorphin level in healthy subject."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edith Anggina
"ABSTRAK
Detrusor underactivity DU adalah berkurangnya kekuatan dan/atau durasi kontraksi yang mengakibatkan pengosongan kandung kemih yang memanjang atau inkomplit. Sebanyak enam pasien dengan diagnosis DU diinklusikan dalam penelitian ini. Akupunktur tanam benang dilakukan dengan menggunakan polydioxanone PDO yang ditusukkan di titik akupunktur BL33 dan CV3 dengan teknik penetrating needling. Akupunktur tanam benang dilakukan sebanyak satu kali. Transcutaneous tibial nerve stimulation TTNS dilakukan sebanyak 3 kali seminggu selama 4 minggu. Hasilnya penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata volume berkemih sebelum 72,00 70,48 dan setelah 158,17 139,58 akupunktur tanam benang dan TTNS, p = 0,115, namun didapatkan peningkatan dengan rerata 86,17 110,80. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai PVR sebelum 164,00 173,69 dan setelah 74,83 126,28 terapi, p = 0,151, namun didapatkan penurunan sebesar 89,17 129,07. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata Qmax sebelum 4,12 3,28 dan setelah 12,35 9,20 , p = 0,085, namun didapatkan peningkatan sebesar 8,23 9,41. Terdapat perbedaan bermakna antara skor kualitas hidup sebelum dan setelah terapi dengan p = 0,017. Kesimpulan : akupunktur tanam benang dan TTNS dapat meningkatkan volume berkemih, menurunkan PVR, dan meningkatkan Qmax penderita DU, dan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita DU secara signifikan. ABSTRACT
Detrusor underactivity DU is a contraction of reduced strength and/or duration resulting in prolonged and/or incomplete bladder emptying. A total of six DU patients were included in this research. We did thread-embedding acupuncture by inserting polydioxanone PDO into BL33 and CV3 acupuncture points with penetrating needling techniques. Thread-embedding acupuncture was given once. Transcutaneous tibial nerve stimulation TTNS was given 3 times in a week during 4 weeks. The results showed no significant differences between before and after treatment on voided volume 72,00 70,48 and 158,17 139,58 , p = 0,115, but there was improvement with mean 86,17 110,80. There was no significant difference between before and after treatment on PVR 164,00 173,69 and 74,83 126,28 , p = 0,151, but there was improvement with mean 89,17 129,07. There was no significant difference between before and after treatment on Qmax 4,12 3,28 and 12,35 9,20 , p = 0,085, but there was improvement with mean 8,23 9,41. There was significant difference between before and after treatment on quality of life scoring with p = 0,017. Conclusion : thread embedding acupuncture and TTNS increase voided volume, and Qmax, decrease PVR, improve quality of life in in detrusor underactivity patients significantly "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Surya Supriyana
"Gagal jantung adalah sindrom progresif yang menyebabkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien. Insidensi dan prevalensi gagal jantung terus meningkat. Saat ini, banyak bukti menunjukkan bahwa gagal jantung kronis dikarakteristikkan oleh aktivitas kompensasi neurohormonal yang berlebihan, termasuk overaktivitas simpatis yang kemudian menjadi landasan terapi. Diperlukan penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet, serta intervensi farmakologi. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa akupunktur memiliki efek terapeutik dan modulatoris pada kondisi yang menjadi faktor risiko gagal jantung. Salah satu modalitas akupunktur adalah elektroakupunktur yang dapat menurunkan aktivitas simpatis dan menghambat respon reflek simpatoeksistoris kardiovaskuler. Penelitian ini merupakan uji klinis double blind randomized controlled trial (RCT), yang melibatkan 42 orang pasien gagal jantung dengan kriteria NYHA II-III, EF <40% terbagi dalam kelompok medikamentosa dan elektroakupunktur, medikamentosa dan elektroakupunktur sham, dan medikamentosa tanpa elektroakupunktur. Terapi dilakukan sebanyak 16 sesi selama 8 minggu. Pengukuran dilakukan pada awal terapi, pertengahan terapi, dan akhir terapi. Hasil menunjukkan pemberian elektroakupunktur pada terapi utama medikamentosa pada pasien gagal jantung mampu meningkatkan fraksi ejeksi, mean arterial pressure, dan menurunkan LVEDP lebih cepat, mempertahankan stabilitas dari heart rate variability, serta meningkatkan kualitas hidup yang diukur menggunakan uji jalan 6 menit secara signifikan.

Heart failure is a progressive syndrome that causes poor quality of life for patients. The incidence and prevalence of heart failure continues to increase. At present, much evidence shows that chronic heart failure is characterized by excessive neurohormonal compensatory activity, including sympathetic overactivity which later became the basis of therapy. Holistic and comprehensive management is needed including lifestyle modification, diet, and pharmacological interventions. Some clinical studies show that acupuncture has a therapeutic and modulator effect on conditions that are risk factors for heart failure. This study is a double blind clinical trial randomized controlled trial (RCT), involving 42 people with heart failure patients with NYHA II-III criteria, EF <40% divided into medical and electroacupuncture, medical and electroacupuncture sham, and medical without electroacupuncture groups. Therapy was done 16 sessions for 8 weeks. Measurements of the variables were carried out at the beginning of therapy, mid-therapy, and end of therapy. The results of showed that electroacupuncture in the top of guidlines medical therapy in heart failure patients were able to increase ejection fraction, mean arterial pressure, and to decrease LVEDP faster, maintain stability of heart rate variability, and improve quality of life measured using the 6 minute road test significantly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>