Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184141 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisa Fauziah
"Stunting merupakan manifestasi kondisi gizi buruk atau malnutrisi yang parah dan berisiko tertularnya penyakit infeksi protozoa. Infeksi Blastocystis hominis dan Giardia duodenalis pada kondisi immunokompromis dapat menimbulkan morbiditas lebih tinggi, termasuk pada keadaan stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik infeksi B.hominis dan G.duodenalis usus pada populasi anak stunting di Kabupaten Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilakukan pada bulan Januari-Maret 2020 Sampel penelitian berupa sampel feses dengan preservasi formalin dan RNA later. Data mengenai faktor risiko dan demografis didapatkan melalui wawancara. Total sampel dalam penelitian ini sebanyak 230 sampel. Metode pemeriksaan dilakukan menggunakan metode mikroskopik untuk sampel dengan preservasi formalin, dan metode molekuler (PCR) untuk sampel dengan preservasi RNA later. Analisis data dilakukan uji bivariat dan multivariat. Terdapat 13 sampel positif G. duodenalis dan 128 sampel positif B. hominis dari jumlah total 230 sampel. Variabel jenis kelamin, pendidikan ayah tamat SD dan SMP, pendidikan ibu tidak sekolah, penghasilan di bawah UMR, sumber air menggunakan sumur pompa tangan, jarak sumber air dengan septic tank dan ketidaktersediaan septic tank memiliki nilai risk ratio >1 terhadap infeksi G. duodenalis dan B. hominis. Variabel umur (p-value 0,033), gejala lemas (p-value 0,018), dan keberadaan septic tank (p-value 0,013) memiliki korelasi signifikan terhadap kejadian infeksi G.duodenalis berdasarkan uji m ultivariat. Variabel jenis kelamin memiliki (p-value 0,037) korelasi signifikan terhadap kejadian infeksi B. hominis berdasarkan uji multivariat. Usia, jenis kelamin, dan keberadaan septic tank di rumah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap infeksi B. hominis dan G. duodenalis. Diperlukan penelitian lanjutan menggunakan kontrol balita non-stunting untuk melihat perbandingan dan korelasi lebih dalam antara stunting dan kejadian infeksi.

Stunting is a manifestation of poor nutritional conditions or severe malnutrition and risk infection of protozoa. Blastocystis hominis and Giardia duodenalis infections in immunocompromised conditions can cause higher morbidity, including stunting. This study aims to determine the characteristics of intestinal protozoan parasite infections in the stunting child population in Bandung Regency. This study is a cross-sectional study in Bandung Regency which was carried out in January-March 2020 and the sample was examined at the Parasitology Laboratory of RSP Unpad. The research samples were feces samples with preservation of formalin and RNA later. Data regarding risk factors and demographic data were obtained through interviews. The total sample in this study was 230 samples. The examination method was carried out using a microscopic method for samples with formalin preservation, and molecular methods (PCR) for samples with later RNA preservation. Data analysis was carried out by bivariate and multivariate tests. There were 13 positive samples for G. duodenalis and 128 positive samples for B. hominis out of a total of 230 samples. The variables of gender, father's education graduated from elementary and junior high school, mother's education is not in school, income below the minimum wage, water source using hand pump wells, distance from water source to septic tank and unavailability of septic tank has a risk ratio value >1 for G.duodenalis and B. hominis infections. Variable age (p-value 0.033), symptoms of weakness (p-value 0.018), and the presence of a septic tank (p-value 0.013) had a significant correlation to the incidence of G. duodenalis infection based on multivariate tests. The gender variable (p-value 0.037) was significantly correlated with the incidence of B. hominis infection based on a multivariate test. Age, gender, and the presence of a septic tank at home are factors that influence B. hominis and G. duodenalis infections. Further research is needed using control of non-stunting toddlers to see deeper comparisons and correlations between stunting and the incidence of infection."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Chaira Maulanisa
"B. hominis dan G. lamblia adalah parasit usus yang sering menyebabkan diare pada anak-anak terutama pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Namun patogenitas Blastocystis hominis menyebabkan diare masih menjadi kontroversi dikalangan para peneliti, B. hominis sering ditemukan bersama organisme lainnya yang lebih cenderung menjadi penyebab diare sehingga diare tersebut seringkali dihubungkan dengan organisme selain B. hominis. Salah satu organisme yang paling banyak ditemukan bersama dengan B. hominis adalah Giardia. lamblia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan infeksi campur B. hominis adalah G. lamblia dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, menggunakan 206 sampel yang didapatkan dari data sekunder hasil pemeriksaan tinja pada populasi balita di Kecamatan Jatinegara pada tahun 2006 yang diperoleh dari Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dari 206 sampel 19.9% diantaranya mengalami infeksi campur B. hominis dan G. lamblia . Dan angka kejadian diare pada sampel mencapai 19.5%, dengan 26.7% pada infeksi campur B. hominis dan G. lamblia dan 73.3% pada individu yang tidak terinfeksi parasit. Sampel kemudian dibagi menjadi kelompok infeksi campur B. hominis dan G. lamblia dan kelompok yang tidak terinfeksi parasit usus. Lalu dilakukan uji statistik untuk menilai hubungan infeksi campur B. hominis dan G. lamblia dengan kejadia diare. Dengan uji Chisqure didapatkan tidak terdapat hubungan bermakna antara infeksi campur B. hominis dan G. lamblia dengan kejadian diare pada populasi balita dengan nilai p=0.315 (p>0,05). Disimpulkan bahwa Tidak terdapat hubungan bermakna antara infeksi campur B. hominis dan G. lamblia dengan kejadian diare pada populasi balita di Kecamatan Jatinegara pada tahun 2006.

B. hominis and G. lamblia are intestinal parasites that commonly cause diarrhea in children, especially those less than 5 years old. Nevertheless, the pathogenicity of B. hominis to cause diarrhea is still debated by researchers, as B. hominis is usually found mixed with other organisms, which one of those is G. lamblia. This study aimed to identify the association between mixed infection of B. hominis and G. lamblia and the occurrence of diarrhea in under five year old children. A cross sectional study was carried out using 206 samples acquired from secondary data of stool examination among children in Jatinegara district in 2006. Among 206 samples obtained, 19.9% were infected with both B. hominis and G. lamblia. A total of 19.5% children had diarrhea. Among them, 26.7% were infected with both B. hominis and G. lamblia, and the rest (74.3%) were free of intestinal parasites infection. The infected group was then compared with the uninfected group to observe any significant relation between mixed infection of B. hominis and G. lamblia and the occurrence of diarrhea. Statistical analysis using chi square test revealed that were was no relationship between mixed infection of B. hominis and G. lamblia and the occurrence of diarrhea (p=0.315). In conclusion, mixed infection B. hominis and G. lamblia was not associated with diarrhea in under five year old children in this region."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ajib Diptyanusa
"Status imunodefisiensi pada individu yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat mengakibatkan adanya peningkatan risiko infeksi, salah satunya adalah diare kronis yang disebabkan oleh Cryptosporidium spp. dan Giardia duodenalis. Pada populasi anak, infeksi tersebut dapat berdampak pada gangguan fungsi kognitif dan tumbuh kembang. Gambaran beban kedua penyakit tersebut masih belum jelas, sehingga diagnosis dan tata laksana menjadi terhambat. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi prevalensi, mendeskripsikan karakteristik klinis, dan mengidentifikasi faktor risiko infeksi Cryptosporidium dan Giardia pada anak yang terdiagnosis HIV. Penelitian bersifat potong lintang pada anak terdiagnosis HIV berusia 6 bulan hingga <18 tahun di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta selama tahun 2021. Penegakan diagnosis infeksi Cryptosporidium dan Giardia adalah berdasarkan hasil pemeriksaan PCR feses setelah diskrining secara mikroskopis dan pemeriksaan coproantigen. Karakteristik klinis dan identifikasi faktor risiko didapatkan dari data rekam medis dan pengisian kuesioner oleh pasien/walinya. Dari total 52 subjek, prevalensi kriptosporidiosis adalah 42,3%, sedangkan prevalensi giardiasis adalah 3,8%. Tidak ditemukan infeksi ganda Cryptosporidium spp. dan G. duodenalis. Gejala yang paling banyak dilaporkan adalah penurunan berat badan (19/52; 36,5%) dan diare (11/52; 21,2%). Analisis multivariat menunjukkan bahwa adanya gejala diare (AOR 6,5; 95%CI 1,16–36,67), sumber air minum air sumur (AOR 6,7; 95%CI 1,83–24,93), dan air minum yang tidak direbus (AOR 5,8; 95%CI 1,04–32,64) merupakan faktor risiko independen kejadian kriptosporidiosis pada studi ini. Penelitian ini menunjukkan tingginya prevalensi kriptosporidiosis asimtomatik dengan faktor prediktor adanya diare, sumber air minum berupa air sumur, dan air minum yang tidak direbus, sedangkan prevalensi giardiasis rendah dengan gejala yang tidak spesifik.

Immunodeficiency in individuals infected with Human Immunodeficiency Virus (HIV) may lead to increased risk of infection, particularly chronic diarrhea caused by Cryptosporidium spp. and Giardia duodenalis. These parasitic infections may cause long-term impact in children, including impaired growth and cognitive function. Actual disease burden is not well studied, hence delay in diagnosis and patient management. Current study aimed to estimate prevalence of cryptosporidiosis and giardiasis, to describe their clinical characteristics, and to identify risk factors of disease transmission in pediatric HIV patients. The cross-sectional study involved participants of children aged 6 months through 18 years with confirmed HIV infection in Sardjito General Hospital, Yogyakarta. Diagnosis of cryptosporidiosis and giardiasis was made using PCR after being screened with microscopic and coproantigen examinations. Clinical characteristics and risk factors were obtained from medical records and structured questionnaires. A total of 52 participants were included in the final analysis. The prevalence of cryptosporidiosis was 42.3%, while prevalence of giardiasis was 3.8%. There was no mixed infection observed. Most frequently reported symptoms include weight loss (19/52; 36.5%) and diarrhea (11/52; 21.2%). Multivariate analysis identified the following variables as independent risk factors of cryptosporidiosis: presence of diarrhea (AOR 6.5; 95%CI 1.16–36.67), well water as drinking water source (AOR 6.7; 95%CI 1.83–24.93), drinking untreated water (AOR 5.8; 95%CI 1.04–32.64). Current study showed the prevalent asymptomatic cryptosporidiosis with risk factors including diarrhea, well water for drinking, and drinking untreated water, whereas prevalence of giardiasis was found to be low with nonspecific symptoms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rohani Agustini
"Latar Belakang: Blastocystis hominis merupakan salah satu protozoa yang paling sering ditemukan di saluran intestinal manusia dengan distribusi di seluruh dunia, dengan prevalensi yang lebih besar di negara berkembang. Di Indonesia prevalensinya mencapai 60%. Prevalensi pada anak usia di bawah 6 tahun cukup tinggi, yaitu 25%. Terdapat literatur yang melaporkankan efek infeksi B. hominis terhadap rendahnya status nutrisi pada anak. Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi infeksi B. hominis pada balita di kecamatan Jatinegara, serta hubungannya dengan status gizi pada balita. Metode: Studi cross-sectional dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan tinja parasit usus dan pengukuran tinggi badan dan berat badan pada balita di Kecamatan Jatinegara pada tahun 2006. Dari hasil consecutive sampling didapatkan 386 sampel, kemudian dirandom menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang hanya terinfeksi B. hominis (n = 227) dan kelompok tanpa infeksi parasit usus (n = 159). Kemudian dibandingkan keadaan status nutrisi antara kedua kelompok ini. Penilaian status nutrisi dalam penelitian ini menggunakan indeks antropometri, yaitu berat berdasarkan usia (WAZ), yang menunjukkan tingkat underweight, tinggi berdasarkan usia (HAZ), yang menunjukkan tingkat stunting, dan berat berdasarkan tinggi (WHZ), yang menunjukkan tingkat wasting. Masingmasing indeks antropometri ini diperlihatkan dalam standar deviasi unit (z-score) dari median populasi referensi World Health Organization-National Center for Health Statistics (WHO-NCHS). Z-score dengan nilai -2 SD digunakan sebagai cut-off point malnutrisi. Hasil: Prevalensi B. hominis sebesar 58, 7%. Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p > 0, 05) pada indeks antropometri untuk status nutrisi (WAZ, HAZ, WHZ) antara kedua kelompok. Kesimpulan: Pada studi ini memperlihatkan bahwa prevalensi B. hominis tinggi, serta tidak terdapat hubungan antara infeksi B. hominis dengan status nutrisi anak balita pada daerah ini.

Background: Blastocystis hominis is one of the most common protozoa found in human intestinal tract with distribution throughout the world, with a greater prevalence in developing countries. In Indonesia, prevalence reaches 60%. Prevalence in children aged under 6 years old is quite high at 25%. There is literature that shows effect Blastocystis hominis infection on nutritional status in a child. Objectives: To investigate the prevalence of Blastocystis Hominis Infection among Preschool Children in Jatinegara and the relationship between Blastocystis hominis infection and nutritional status among children under 5 years old. Methods: Cross-sectional study using secondary data review for stool analysis of intestinal parasites and measurement of height and weight, which was carried out among children in Jatinegara district in 2006. Consecutive sampling of the results obtained 386 samples, then randomized into 2 groups: groups that were infected with only B. hominis (n = 227) and groups without intestinal parasitic infection (n = 159). Then compared the nutritional status between the two groups. Assessment of nutritional status in this research using anthropometry indexes, weight for age (WAZ), which indicates the level of underweight, height for age (HAZ), which indicates the level of stunting, and weight for height (WHZ), which indicates the level of wasting. Each of the three nutritional status indexes are expressed in standard deviation units (z-scores) from the median of this reference population World Health Organization-National Center for Health Statistics (WHO-NCHS). Z score of -2 SD was used as cut off point of malnutrition. Results: Prevalence of Blastocystis Hominis infection was 58, 7%. Statisical analysis revealed that the antropometric indexs for nutritional status (WAZ, HAZ, and WHZ) did not differ significantly (p > 0, 05) between the infected group and the control group. Conclusions: Prevalence of Blastocystis Hominis among Preschool Children in Jatinegara Distric is high. In this study showed that there is no relationship between infections of B. hominis with the nutritional status of children under five years old in this area."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajriati Zulfa
"ABSTRAK
Blastocystis hominis adalah protozoa usus yang banyak ditemukan di manusia dan beberapa hewan. Parasit ini sering ditemui pada survei epidemiologi dengan prevalensi yang cukup tinggi. Di Indonesia penelitian terhadap parasit ini belum banyak dilakukan sehingga penulis melakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui subtipe B. hominis dari populasi anak yang terinfeksi B. hominis dengan membandingkan subtipe yang didapat dari kelompok yang bergejala klinis dan yang tidak bergejala klinis. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan melakukan PCR terhadap gen 18 SSU rRNA lalu dilanjutkan dengan penetuan subtipe dengan metode RFLP. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa infeksi B. hominis sebesar 44, 51 dengan infeksi tertinggi pada anak usia 6-9 tahun 65,2, , subtipe yang didapat pada penelitian ini adalah subtipe 1, subtipe 2 dan subtipe 3 . Subtipe 3 merupakan subtipe yang paling dominan yaitu 72,2 pada kelompok bergejala dan 41,93 pada kelompok tidak bergejala. Selanjutnya subtipe yang cukup banyak ditemukan juga yaitu subtipe 1 yaitu 25 pada kelompok bergejala dan 41,93 pada kelompok tidak bergejala. Subtipe 2 ditemukan dalam jumlah yang kecil yaitu masing-masing 16,12 pada kelompok tidak bergejala, 2,8 pada kelompok bergejala. Kesimpulan subtipe 3 adalah subtipe yang dominan dalam menimbulkan gejala klinis berupa diare, subtipe 1 dan subtipe 3 memiliki proporsi yang sama pada kelompok yang tidak bergejala dan berdasarkan analisa statistik didapatkan bahwa subtipe 3 lebih dominan menimbulkan gejala klinis berupa diare dibandinkan dengan subtipe 1 dan subtipe 2. Kata Kunci : B. hominis, gen 18 SSU rRNA, PCR, RFLP, Subtipe

ABSTRACT
Blastocystis hominis is an intestinal protozoa which are found in humans and animals. These parasites are common with high prevalence in epidemiological surveys. Research on B. hominis has been done in various countries around the world, with different results for the prevalence and diversity of subtypes. In Indonesia, there is a few studies on this parasite therefore prompted the author conduct this research. This study aimed to determine the subtype of B. hominis the children population and comparing the subtypes obtained from the group symptomatic and asymptomatic subjects. The method used in this research was by performing PCR on 18 SSU rRNA gene and then followed RFLP method for subtype identification. . The results show that the prevalence of B. hominis 44,51 , the highest infection occured in children aged 6 9 years 65.2, . Subtypes obtained in this study is ST 1, ST 2 and ST 3, which ST 3 is the most dominant subtype, namely 72.2 in the symptomatic group and 41.93 in the asymptomatic group. In addition, ST 1 is found 25 of symptomatic group and 41.93 of asymptomatic group. ST 2 is found in small quantities, 16.12 and 2,8 in asymptomatic group and symptomatic group respectively. In conclusion, subtype 3 is a predominant subtype that causing the clinical symptoms of diarrhea, followed by subtype 1 and subtype 2. Keywords B. hominis, PCR, RFLP, Subtype, 18 SSU rRNA gene"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Nurmalasari
"ABSTRAK
Giardia duodenalis (G. duodenalis) adalah protozoa usus yang termasuk ke dalam Kelas Flagelata penyebab diare, yang sering menimbulkan masalah pada anak. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi G. duodenalis disebut giardiasis. Giardia menginfeksi manusia maupun hewan dengan spesies G. duodenalis umumnya ditemukan pada manusia. Prevalensi giardiasis di negara berkembang dilaporkan sekitar 10-50%.
Riset epidemiologi molekuler di berbagai negara melaporkan pada saat ini berdasarkan kelompok genetik ada 8 assemblage Giardia (assemblage A-H) yang sudah diketahui dan untuk isolat G. duodenalis dari daerah geografis yang berbeda, hanya assemblage A dan B yang menyebabkan infeksi pada manusia. Sementara assemblage C dan D ditemukan pada anjing, kucing, serigala; assemblage E ditemukan pada hewan peliharaan, domba, kambing, babi, kerbau dan muflons; assemblage F pada kucing, assemblage G pada tikus dan assemblage H pada anjing laut dan burung camar. Karakteristik genotipe dari G. duodenalis adalah host-spesific sehingga dapat digunakan untuk melihat kemungkinan transmisi dan sumber infeksi.
Penelitian ini merupakan laporan pertama terhadap identifikasi genotip G. duodenalis isolat Indonesia, dengan sampel dari anak sekolah dasar. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional). Sampel feses dikoleksi dari 140 anak-anak Sekolah Dasar di Kampung Melayu, Jakarta Timur, kemudian diperiksa secara mikroskopis untuk mendapatkan sampel yang positif mengandung Giardia. Sampel yang positif Giardia tersebut lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan PCR dengan target gen triose phosphate isomerase (TPI) dan Restriction Fragmen Length Polimorphism (RFLP) untuk menentukan subtipe (assemblage) Giardia.
Hasil penelitian menunjukkan angka kejadian giardiasis secara mikroskopis pada anak usia sekolah di Kampung Melayu sebesar 10.7%. Dari sampel yang positif secara mikroskopis tersebut hanya 3 yang menunjukkan hasil positif dengan PCR-RFLP yaitu 1 sampel assemblage A dan 2 sampel assemblage B. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber infeksi Giardia kemungkinan berasal dari manusia dan mamalia.

ABSTRACT
G. duodenalis is one of the intestinal parasites that belong to the class of flagellates protozoa that cause diarrhea. Diseases caused by G. duodenalis infection called giardiasis. As one species of intestinal parasites, G. duodenalis commonly found in humans. Giardiasis in developing countries are reported to have a prevalence of 10-50%.
At this time based on genetic group there are 8 assemblage G. duodenalis (assemblage A-H) is already known. From the results of molecular studies with PCR method for G. duodenalis isolates from different geographic areas, only assemblages A and B which stated the cause infections in humans. While assemblage C and D are found in dogs, cats, wolves; E assemblage found in pets, sheep, goats, pigs, buffalo and muflons; assemblage F in cats, assemblage G in mice and assemblage H in seals and gulls. Genotipe characteristics of G. duodenalis are host-specific and can be used to look at the possibility of transmission and sources of infection.
In this study, cros-sectional was used as a research design. Fecal samples were collected from 140 primary school children in Kampung Melayu of East Jakarta and examined directly by microscope to get positive Giardia samples. The positive samples were examined by PCR with triose phosphate isomerase (TPI) as the target gene and followed by Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) to determine the Giardia subtype (assemblage).
The results showed that the percentage of giardiasis microscopically at school-age children in Kampung Melayu is 10.7%. However, among those positive microscopically samples, only 3 samples can be amplified with PCR and identified by RFLP. Assemblage found are 1 sample of assemblage A and 2 samples of assemblage B. From these findings it can be concluded that the possible source of transmission of giardiasis are humans and mammals.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perlita Kamilia
"Blastocystis hominis adalah parasit usus yang cukup banyak di negara-negara tropis dan diduga menyebabkan diare kronik pada individu immunokompromais. Pada usia balita sampai anak-anak diare ini berpotensi menurunkan status nutrisi pada populasi tersebut. Hubungan antara infeksi B. hominis dengan kejadian diare tersebut masih menjadi kontroversi, sehingga banyak pendapat yang masih meragukan apakah parasit ini merupakan penyebab diare pada balita atau tidak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara infeksi B. hominis dengan kejadian diare pada populasi balita di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan desain crosssectonal dan menggunakan uji hipotesis chi-square. Sebanyak 401 sampel balita yang telah dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dari 489 data hasil survei di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, didapatkan: 37 orang diare dengan B. hominis positif (15,7%); 22 orang diare dengan parasit usus negatif (13,3%); 199 orang tidak diare dengan B. hominis positif (84,3%); dan 143 orang tidak diare dengan parasit usus negatif (86,7%). Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,514, dan dapat diinterpretasikan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara infeksi B. hominis dengan kejadian diare pada balita di wilayah tersebut.

Blastocystis hominis is a intestinal parasite that infects so many people in tropical countries and is guessed to cause chronic and watery diarrhea in immunocompromised person. During toddler until children years old, the diarrhea has a potential to depress immune state. A relationship between B. hominis infection and the diarrhea have been controversial, because of that, so many argumentations is still doubt, if the parasite can cause diarrhea or not. A purpose of this research is analyses the relationship between B. hominis infection and the diarrhea prevalences on toddler population in Jatinegara Subdistrict, East Jakarta. The research used secondary data with cross-sectional design and uses chi-square hypothesis. The research resulted, that 401 toddlers sample which was selected base on inclusion and exclution criteria from 489 data got from survey result in Jatinegara Subdistrict, East Jakarta: 37 persons were affected diarrhea with B. hominis positive (15,7%); 22 persons were affected diarrhea, with intestinal parasites totally negative (13,3%); 199 persons were affected diarrhea with B. hominis positive (84,3%); and 143 persons were not affected diarrhea with intestinal parasites totally negative. (86,7%). From this results, by chi-square hypothesis test, p score is 0,514, and the researcher can interpretation, that was no significant association between B. hominis infection and diarrhea onset on toddler years old in Jatinegara Subdistrict, East Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Anggraeni Octoviani
"Giardiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Giardia intestinalis, yang pada umumnya dialami oleh anak-anak. Giardia intestinalis merupakan penyebab infeksi terbanyak di negara berkembang, termasuk Indonesia yang berdampak pada tumbuh kembang anak dan fungsi kognitifnya serta dapat menjadi sumber infeksi (carrier) bagi lingkungannya. Pemeriksaan yang dipakai pada penelitian ini dengan mikroskopik langsung dan pemeriksaan coproantigen, untuk mendiagnosis Giardiasis. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pemeriksaan coproantigen pada anak-anak dengan stunting dengan dan tanpa gejala dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik. Penelitian ini bersifat uji diagnosis pada coproantigen dengan mikroskopik sebagai standar baku pemeriksaan Giardiasis dengan desain potong lintang. Penelitian ini menggunakan sampel koleksi pada populasi anak stunting di Bandung yang dikumpulkan pada bulan Januari-Maret 2020 kemudian dilakukan pemeriksaan di Departemen Parasitologi FKUI. Pada pemeriksaan mikroskopik langsung pada 99 sampel anak dengan stunting didapatkan hasil positif Giardia intestinalis 9,1% (9 sampel), Blastocyst hominis 3% (3 sampel), Entamoeba coli 1% (1 sampel) sedangkan pemeriksaan coproantigen didapatkan 6 sampel positif (6,1%), dan negatif ada 93 sampel (93,9%). Nilai sensitivitas coproantigen 55,5%, sedangkan spesifisitasnya 98,8%, PPV 83,33%, NPV 95,7%. Kesimpulannya pada alat tersebut memiliki spesifisitas tinggi, namun sensitivitas masih rendah sehingga diperlukan alat diagnostik yang lain, namun bisa dipakai sebagai alat skrining pada anak-anak sehingga dapat mencegah kejadian kurang gizi (stunting), karena paling cepat dan bisa dalam jumlah sampel yang besar. Penggunaan alat ini masih perlu dilakukan penelitian lanjutan. Untuk saat ini alat diagnostik yang tepat sebagai standar baku menggunakan pemeriksaan mikroskopik karena lebih murah dan dapat mendeteksi tidak hanya satu parasit saja, namun bisa pada beberapa parasit, namun membutuhkan keahlian dari individu.

Giardiasis is a parasitic infection caused by Giardia intestinalis, which is commonly experienced by children. Giardia intestinalis is the most common cause of infection in developing countries, including Indonesia, which has an impact on children's growth and development and cognitive function and can be a source of infection (carrier) for the environment. The examination used in this study was direct microscopy and coproantigen examination, to diagnose Giardiasis. The purpose of this study was to evaluate coproantigen examination in stunted children with and without symptoms compared with microscopic examination. This study is a diagnostic test on coproantigen with a microscope as the standard for Giardiasis examination with a cross-sectional design. This study uses a sample collection of the stunting child population in Bandung which was collected in January-March 2020 and then examined at the Department of Parasitology FKUI. On direct microscopic examination of 99 samples of children with stunting, the positive results were Giardia intestinalis 9.1% (9 samples), Blastocyst hominis 3% (3 samples), Entamoeba coli 1% (1 sample) while the coproantigen examination found 6 positive samples 6 samples. (6,1%), and negative there were 93 samples (93.9%). The sensitivity value of coproantigen was 55.5%, while the specificity was 98.8%, PPV 83.33%, NPV 95.7%. The conclusion is that this tool has high specificity, but its sensitivity is still low, so another diagnostic tool is needed, but it can be used as a screening tool in children so that it can prevent stunting, because it is the fastest and can be in a large number of samples. The use of this tool still needs further research. For now, the right diagnostic tool as a standard is using microscopic examination because it is cheaper and can detect not only one parasite, but can be in several parasites, but requires expertise from the individual."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Martwinny Reinsiska Benung
"ABSTRAK
Blastocystis hominis adalah parasit protozoa uniseluler yang sering ditemukan pada saluran intestinal manusia. Gejala klinis pada infeksi Blastocystis hominis tidak spesifik, seperti diare kronis, nyeri abdomen, dan rasa tidak nyaman di perut. Diare yang kronis pada anak dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang. Diagnostik deteksi Blastocystis hominis dilakukan dengan pemeriksaan langsung. Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan metode lain dalam pemeriksaan Blastocystis hominis, yaitu metode kultur dan metode PCR. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan hasil deteksi Blastocystis hominis dengan menggunakan metode kultur dan metode PCR dengan menggunakan gen 18S rRNA, setelah dilakukan pemeriksaan langsung untuk mengetahui tingkat sensifisitas dan spesifisitas kedua metode tersebut. Sampel penelitian berupa feses yang berjumlah 36 sampel, yang terdiri dari kelompok positif dan kelompok negatif infeksi Blastocystis hominis setelah pemeriksaan langsung, masing-masing kelompok sebanyak 18 sampel. Kelompok sampel tersebut dilakukan pemeriksaan metode kultur dan metode PCR. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p > 0,05) antara metode kultur dan metode PCR, dan hasil penelitian juga mengindikasikan sensitivitas PCR terhadap metode kultur adalah 89% dan spesifisitas PCR terhadap metode kultur adalah 78%.

ABSTRACT
Blastocystishominis is a unicellular protozoan parasites that are often found in the human intestinal tract. Clinical symptoms in Blastocystishominis infection are not specific, such as chronic diarrhea, abdominal pain, and discomfort in the abdomen. Chronic diarrhea in children can result in growth disorders. Blastocystis hominis diagnostic detection was done with direct examination. Preliminary studies have reported other methods of examination Blastocystis hominis, namely the culture method and the PCR method. We studied a comparison forBlastocystishominis detection using culture method and the PCR method with 18S rRNA gene as a marker, after direct examination to determine the level sencitivity and specificity of the two methods. The sample from fecal totaling 36 samples, classified of a positive and negative groups Blastocystis hominis infection after direct examination, each group as many as 18 samples. The sample group examined culture method and the PCR method. The results showed there was no significant differences (p> 0.05) between the culture method and the PCR method, and the results also indicate thatthe sensitivity of PCR for culture method is 89% and specificity of PCR to the culture method is 78%.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudianita Kesuma
"

Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan penyakit terbanyak pada anak dan remaja pada gangguan saluran cerna fungsional dengan subtipe diare, konstipasi, campuran dan unclassified. Mekanisme patofisiologi belum jelas dan memerlukan pembuktian adanya keterlibatan organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui epidemiologi IBS, peran infestasi Blastocystis hominis dan integritas mukosa usus dalam etiopatogenesis IBS, dampak IBS terhadap kualitas hidup, serta membuat sistem model prediksi IBS pada remaja.

Penelitian ini berbasis komunitas dengan pendekatan potong lintang komparatif dua kelompok pada remaja dari enam SMA di Palembang. Kriteria Roma III digunakan untuk menegakkan diagnosis IBS beserta kuesioner untuk menentukan faktor risiko. Secara multistage random sampling dibandingkan 70 subjek IBS dan 70 subjek nonIBS. Dilakukan pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan parasit dan biomarker tinja serta kuesioner IBSQOL. Pemeriksaan tinja segar dengan mikroskop untuk mengetahui infestasi Blastocystis hominis. Pemeriksaan kadar alfa-1 antitripsin dan kalprotektin tinja dengan ELISA untuk melihat adanya gangguan integritas mukosa usus. Dampak IBS terhadap kualitas hidup dinilai dengan kuesioner IBSQOL.

Terdapat  454 subjek dengan prevalens IBS 30,2%, terdiri dari subtipe terbanyak yaitu subtipe diare 36,5%, dan yang paling sedikit subtipe konstipasi 18,9%. Uji regresi logistik mendapatkan faktor risiko utama IBS adalah dibully, perempuan, usia 14–16 tahun, riwayat konstipasi, makan tiga jenis kacang, minuman kemasan, dan riwayat diare (kisaran OR 2,86–1,81). Blastocystis hominis ditemukan pada masing-masing grup sebesar 51,4 vs. 28,6%, dengan perbedaan bermakna (p = 0,006). Tidak ada hubungan bermakna untuk kerusakan mukosa (p = 0,734), tetapi bermakna dengan inflamasi usus (p = 0,039). Terbukti IBS secara bermakna menyebabkan rendahnya kualitas hidup (p = 0,001). Didapatkan 2 model prediksi skoring, yaitu model 1 yang dapat diaplikasikan pada layanan kesehatan primer yang bertujuan sebagai uji tapis dengan menilai faktor risiko. Model 2 diperuntukkan sebagai layanan terapi terkait infestasi Blastocystis pada layanan kesehatan tersier.

Simpulan, prevalens IBS pada remaja di Palembang tinggi dan memiliki faktor risiko utama dibully, perempuan, usia 14–16 tahun, riwayat konstipasi, makan 3 jenis kacang, minuman kemasan, riwayat diare. Terdapat hubungan yang bermakna antara Blastocystis hominis dan inflamasi usus dengan kejadian IBS pada remaja, serta dampaknya terhadap kualitas hidup membutuhkan penanganan yang komprehensif.

Kata kunci: Blastocystis hominis, integritas mukosa usus, irritable bowel syndrome, kualitas hidup, remaja


Irritable Bowel Syndrome (IBS) is a functional gastrointestinal disorder and commonly present in children and adolescences, presented as diarrhoea, constipation, mixed or unclassified type. The pathophysiological mechanisms of  IBS are unclear, and still challenging to determine organic disorders. The aim of this study was to investigate the epidemiology of IBS, the role of Blastocystis hominis infestation and intestinal mucosal integrity in the etiopathogenesis of IBS, the impact of quality of lifes, and apply a scoring system to predict the occurrence of IBS among adolescences.

A community-based survey with comparative cross sectional approach was done from six high schools in Palembang. Subjects were recruited using the multistage random sampling divided into two groups (70 subjects IBS and 70 subjects nonIBS). The Rome III criteria were used to establish a diagnosis of IBS along with a questionnaire to determine risk factors,  analyzed for association with Blastocystis hominis infestation, intestinal mucosal integrity, and its impact on quality of life. Direct microscopic stool examination to identify single Blastocystis infection was performed, followed by culture in Jones’ medium, PCR and Sequencing of 18S rRNA to determine Blastocystis subtype. Examination of antitrypsin alpha-1 and fecal calprotectin levels by ELISA was done  to determine impaired intestinal mucosal integrity. Impact of IBS on quality of life was done with the IBSQOL questionnaire.

Of the 454 subjects, the prevalence of IBS was 30.2%, consisting of diarrhea subtypes 36.5%, 21.9% mixed, 22.6% Unclassified and 18.9% constipation. The major risk factors for IBS were bullying, girls, ages 14–16 years, history of constipation, eat three kinds of nuts, drink beverages, and history of diarrhea (range OR 2.86–1.81). Blastocystis hominis was detected in each group of 51.4 vs. 28.6% (p = 0.006). There was no significant association for intestinal mucosal permeability (p = 0.734), but it was significant with intestinal inflammation (p = 0.039). Significant impairment of quality of life among IBS adolescences was found (p = 0.001). The IBS prediction score model had 2 models. Model 1 is more applicable in primary health care for sreening IBS based on risk factors. Model 2 only usable for tertiary health care, as management of Blastocystis infestation.

Conclusion, the prevalence IBS among adolescence was high with major risk factors to IBS consisted of bullying, female gender, age between 14–16 years, previous illness of constipation, diet three nuts, drink beverages, previous illness diarrhoea. Significant association with Blastocystis hominis infestation, intestinal inflammation were found, comphrehensive management is needed as for its impact on quality of life.

Keywords. Blastocystis hominis, intestinal integrity, irritable bowel syndrome,   quality of life, Adolescences

 

"
2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>