Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142269 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwin Sasmita
"Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Asuransi Jiwasraya telah merugikan negara yang sangat besar dimana salah satu pelakunya adalah Joko Hartono Tirto yang diputus bersalah oleh majelis hakim tingkat pertama dengan nomor putusan 34/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst dengan pidana penjara seumur hidup akan tetapi tidak dibebankan pidana tambahan berupa Uang Pengganti (UP) untuk asset recovery. Dalam putusan tersebut tergambar dengan jelas adanya keterlibatan entitas korporasi dalam skema investasi PT Asuransi Jiwasraya. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan mengunakan pendekatan teori keadilan, pertanggungjawaban korporasi, dan pengembalian aset. Berdasarkan penelitian tesis ini dihasilkan bahwa prinsip penerapan pertanggungjawaban korporasi didasarkan dari perbuatan “directing mind” dari pengurus dan/atau pemilik dari korporasi sehingga dapat dipidana tambahan berupa Uang Pengganti untuk asset recovery, asset recovery pada putusan tersebut belum tercapai sehingga perlunya dimintakan pertanggungjawaban korporasi yang terlibat, adapun korporasi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam kasus ini adalah 13 (tiga belas) Manajer Investasi, perusahaan emiten milik Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat yang sahamnya dijadikan sebagai underlying Reksa Dana oleh 13 (tiga belas) Manajer Investasi tersebut sehingga diharapkan dapat dijadikan asset recovery atas kerugian negara yang terjadi.

The Corruption Crime Case in the State-Owned Enterprise PT Asuransi Jiwasraya has caused a big loss to the state where one of the criminal act was Joko Hartono Tirto who was found guilty by the panel of judges at the first level with decision number 34/Pid.Sus-TPK/2020/ PN.Jkt.Pst commits a Corruption Crime with a life imprisonment but is not charged with an additional penalty of “uang pengganti” for asset recovery. The decision clearly illustrates the involvement of corporate entities in the investment scheme of PT Asurnasi Jiwasraya. This thesis uses a normative juridical research method by using a theory approach of justice, corporate responsibility, and asset recovery. Based on this thesis research, it is found that the principle of applying corporate responsibility is based on the "directing mind" act of the management and/or owner of the corporation so that additional penalties can be imposed for asset recovery, asset recovery on the punishment of the decision has not been achieved so that it is necessary to ask for the accountability of the corporations involved, as for corporations that can be held accountable in cases These are 13 (thirteen) Investment Managers, listed companies owned by Benny Tjokrosaputro and Heru Hidayat whose shares are used as the underlying Mutual Funds by the 13 (thirteen) Investment Managers so that they are expected to be used as asset recovery for state losses that have occurred."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kartika Citrananda
"Tesis ini membahas mengenai pertanggungjawaban korporasi terhadap putusan kasus perdata maupun kasus tindak pidana korupsi yang saling bertentangan yang dilakukan oleh karyawan Bank Mega bekerjasama dengan pihak PT Elnusa sebagai nasabah dan pihak ketiga dengan mengatasnamakan korporasi tersebut menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penulisan tesis ini menggunakan metode penilitian yuridis normatif yaitu dengan studi dokumen dan studi kepustakaan dikaitkan dengan Putusan baik Pidana maupun Perdata Kasus Bank Mega VS PT Elnusa.

This thesis discusses the corporate responsibility for the crimes committed by employees in the name of the corporation's in accordance with the laws and regulations in Indonesia. This thesis research method is the study of normative by document and literature study and was associated with a Surpreme Court case Bank Mega VS PT Elnusa."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain Ibrahim
"Penegakan hukum di dunia usaha, khususnya pemberantasan pungli. Ini seharusnya menjadi ekonomi biaya tinggi menyebabkan banyak individu dalam memenuhi kebutuhan mereka untuk korupsi. Untuk memerangi korupsi dapat dilakukan dengan penegakan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekamto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah : 1. Faktor hukumnya sendiri; 2. faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan hukum; 3. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. komunitas faktor, yaitu lingkungan dimana hukum yang berlaku atau diterapkan; 5. faktor budaya, yaitu kerja, kreativitas dan rasa yang didasarkan pada niat manusia dalam kehidupan sosial. Selain faktor di atas juga pemantauan yang penting dalam penegakan hukum."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
348 JHUSR 6 (2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abiyu Ilham Hafid
"Skripsi ini membahas mengenai konsep umum dalam penjatuhan pidana tambahan di Indonesia yang menganut postulat Ubi non est principalis, non potest esse accessories yang memiliki arti dimana tidak ada hal yang pokok, maka tidak mungkin ada hal tambahan. Namun pada praktik yang terjadi di Indonesia terdapat beberapa putusan dalam perkara tindak pidana korupsi yang menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti terhadap korporasi tanpa adanya pidana pokok. Korporasi yang dijatuhi pidana tambahan pembayaran uang pengganti tersebut tidak dijadikan tersangka atau terdakwa dalam perkara tersebut. Jaksa Penuntut Umum biasanya menyelesaikan perkara organ terlebih dahulu dan apabila terbukti adanya keterlibatan korporasi maka korporasi langsung dijatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Apabila mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung No 5 Tahun 2014, maka seharusnya pidana tambahan pembayaran uang pengganti tidak dapat dijatuhkan tanpa adanya pidana pokok, dan tidak dapat pula dijatuhkan terhadap korporasi yang bukan tersangka atau terdakwa dalam perkara tersebut. Jika pengenaan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti tersebut tetap dieksekusi, maka dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran hak-hak seseorang untuk membela diri dimuka sidang atas apa yang dituduhkan kepadanya. Serta kedepannya dapat menimbulkan fenomena dimana seseorang yang diuntungkan atas perbuatan korupsi hanya dibebani untuk mengembalikan kerugian negara saja
This thesis discusses the general concepts in additional criminal charges in Indonesia which adhere to the postulate of non est principalis, non potest esse accessories, which means that there are no main points, so there is no additional matter. However, in practice in Indonesia there are a number of decisions in corruption cases that impose additional crimes in the form of payment of compensation money to corporations without the existence of a principal crime. Corporations that have been convicted of additional payment of replacement money are not suspects or defendants in the case. The Public Prosecutor usually settles the organ case first and if there is evidence of corporate involvement, the corporation will be immediately imposed with additional penalties in the form of compensation payment. When referring to the Supreme Court Regulation No. 5 of 2014, then the additional criminal payment of substitute money cannot be imposed without a principal crime, and it cannot also be imposed on a corporation that is not a suspect or defendant in the case. If the additional criminal charges in the form of payment of the substitute money continue to be executed, it is feared that there will be a violation of the rights of a person to defend himself before the trial for what is alleged to him. And in the future it can lead to a phenomenon where someone who benefits from corruption is only burdened to recover the state's losses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chitraning Widhianindya
"ABSTRAK
Pengembalian aset hasil korupsi di luar negeri adalah prioritas utama untuk
dikejar oleh Pemerintah RI, KPK, PPATK dan lembaga penegak hukum lainnya
dalam rangka mengembalikan kerugian negara karena para pejabat korup
menyamarkan aset-aset hasil tindak pidana korupsi di luar negeri melalui mekanisme
pencucian uang, sehingga sulit untuk ditelusuri, dibekukan, dan disita. Untuk
memaksimalkan upaya pengembalian aset hasil korupsi di luar negeri, maka
pemerintah RI dan KPK menjalin kerjasama internasional melalui Mutual Legal
Assistance (MLA) sebagaimana mengacu pada Pasal 46 UNCAC. Indonesia
mempunyai Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik
dalam Masalah Pidana, tetapi kelemahannya adalah tidak mengatur secara rinci
mengenai sharing fee forfeiture dan asset management, sehingga kedua hal iu
menjadi kendala tersendiri bagi pemerintah RI dalam menjalin MLA dengan negara
lain. Kemudian, mekanisme pengembalian aset hasil korupsi sebagaimana diatur
dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 57 UNCAC, terutama perampasan aset tanpa
pemidanaan (NCB) atau perampasan aset in rem, yang merupakan paling efektif
untuk mengembalikan aset-aset tersebut. Tetapi, hambatan-hambatan dalam
pengembalian aset hasil korupsi di luar negeri sering dihadapi pemerintah RI dan
KPK, seperti kinerja penegak hukum tidak maksimal, MLA ditolak karena alasan
penerapan hukuman mati di negara yang dimintakan MLA, perbedaan sistem hukum
dan legal proceedings, beberapa negara yang tidak menegakkan anti money
laundering, dan lain-lain. Dikarenakan Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang tidak mampu mendukung pengembalian aset hasil korupsi di luar
negeri, oleh karena itu, seharusnya pemerintah RI segera mengesahkan RUU
Perampasan Aset untuk memaksimalkan upaya pengembalian aset hasil tindak pidana
di luar negeri, khususnya tahap-tahap pengembalian aset, kerjasama internasional,
badan pengelola aset, dan lain-lain.

ABSTRACT
Recovering assets from corruption in aboard is a top priority to being chased
by the Government of Indonesia, KPK, and PPATK to recover state losses because
of corrupt officials disguising assets proceeds of corruption in aboard through money
laundering mechanisms, making it difficult to trace, frozen and seized. To maximize
the efforts in recovering assets from corruption in aboard, the government of
Indonesia and KPK to establish international cooperation through the Mutual Legal
Assistance (MLA) as referred to in Article 46 of UNCAC. Indonesia has Law No.
1/2006 on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, but the weakness is not set
in detail regarding the sharing fee forfeiture and asset management, so that both are
became an obstacle for the government of Indonesia in establishing MLA with other
countries. Then, a mechanism to recover assets from corruption cases under Article
51 through Article 57 of UNCAC, especially confiscation of assets without a criminal
conviction (NCB) or confiscation of assets in rem, which is the most effective way to
restore these assets. However, the obstacles in recovering assets from overseas
corruption in government, and often facing KPK, such as the performance of law
enforcement is not maximal, MLA rejected the application of the death penalty for
reasons for which a MLA in the state, the legal system and legal differences
proceedings, some states not enforce anti-money laundering, and others. Due to the
Law on Corruption Eradication and Prevention Act and Anti-Money Laundering
unable to support the return of proceeds of corruption assets abroad, therefore, the
Indonesian government should immediately pass Draft Law of Asset Confiscation
asset recovery efforts to maximize the the proceeds of crime abroad, particularly the
stages of asset recovery, international cooperation, asset management agencies, and
others."
Universitas Indonesia, 2013
T35414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Samuel Paruhum
"

Skripsi ini menyajikan hasil penelitian atau kajian mengenai  Pengembalian Aset (Asset Recovery) dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1318 K/PID.SUS/2018 dan No. 2486 K/PID.SUS/2017). Masalah yang dijadikan obyek penelitian dalam skripsi ini berkaitan dengan dua masalah pokok, yakni: pertama, bagaimana prinsip-prinsip terkait dengan pengembalian aset yang ada di dalam peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia; dan kedua, bagaimana penerapan  peraturan terkait dengan pengembalian aset yang ada di dalam peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam perkara tindak pidana korupsi pada Putusan Mahkamah Agung No. 1318 K/Pid.Sus/2018 dan No. 2486 K/Pid.Sus/2017. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan pengembalian aset yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi hanya sebatas penyitaan, perampasan, pidana uang pengganti, dan gugatan perdata, dan belum dapat menjangkau aset-aset hasil tindak tindak pidana korupsi yang ditempatkan di luar negeri. Pengaturan di dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lebih menaruh fokus perhatian pada upaya memenjarakan pelaku daripada upaya pengembalian aset. Selain itu, Upaya pengembalian aset dalam perkara tindak pidana korupsi pada Putusan Mahkamah Agung No. 1318 K/Pid.Sus/2018 dan No. 2486 K/Pid.Sus/2017 dinilai belum berhasil, yang ditandai dengan minimnya aset hasil tindak pidana korupsi yang berhasil dikembalikan kepada negara untuk pemulihan kerugian keuangan negara. Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga mengedepankan upaya pengembalian aset dan mengadopsi prinsip-prinsip pengembalian aset sebagaimana diatur dalam UNCAC 2003. Selain itu, diperlukan adanya unifikasi terhadap ketentuan mengenai pengembalian aset yang tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan sehingga mempermudah upaya pengembalian aset.

 


This thesis presents the results of research or studies on Asset Recovery in Corruption Cases (Case Study of Corruption Case in Supreme Court Decision No. 1318 K/PID.SUS/2018 and No. 2486 K/PID.SUS/2017). The problem which is the object of research in this thesis is related to two main problems, namely: first, how the principles are related to asset recovery in the legislation concerning the eradication of corruption in Indonesia; and second, how the application of regulations related to asset recovery contained in the legislation concerning the eradication of corruption in corruption cases in the Supreme Court Decisions No. 1318 K/Pid.Sus/2018 and No. 2486 K/Pid.Sus/2017. This research is in the form of juridical-normative, with descriptive-analytical type. The conclusions obtained from this study are that the provisions for returning assets regulated in the legislation concerning eradicating criminal acts of corruption are limited to confiscation, forfeiture, criminal replacement money, and civil lawsuits, and have not been able to reach assets resulting from criminal acts of corruption stationed abroad. Regulations in the Law on Combating Corruption have focused more attention on efforts to imprison perpetrators rather than efforts to recover assets. In addition, efforts to recover assets in corruption cases in the Supreme Court Decree No. 1318 K/Pid.Sus/2018 and No. 2486 K/Pid.Sus/2017 is considered unsuccessful, which is marked by the lack of assets recovered resulting from criminal acts of corruption that were successfully returned to the state for recovery of state financial losses. Based on this research, it is necessary to update the Law on the Eradication of Corruption so it puts forward efforts to recover assets and adopt the principles of asset recovery as regulated in UNCAC 2003. In addition, there is a need for unification of the provisions regarding asset recovery scattered in several regulations legislation to facilitate efforts to recover assets.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Gismadiningrat Sahid Wisnuhidayat
"Kerugian negara akibat korupsi di Indonesia pada tahun 2022 bernilai signifikan, namun KPK RI sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi dinilai belum maksimal dalam mengembalikan kerugian negara dibandingkan POLRI dan Kejaksaan RI. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengembalian aset khususnya pada penyidikan tindak pidana korupsi di Direktorat Penyidikan KPK. Melalui penerapan metode penelitian kualitatif dan studi kasus, hasil penelitian ini menemukan bahwa, pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi masih berfokus pada upaya memenjarkan pelaku yang dipengaruhi oleh adanya celah hukum pada Undang-Undang Korupsi, polemik dalam perampasan aset, keterbatasan sumber daya manusia dan menurunnya nilai aset yang telah dirampas. Untuk meningkatkan pelaksanaan pengembalian aset, diperlukan strategi pendekatan perdata (in rem) melalui Kemungkinan (Balanced Probability Principle) dan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (Non Conviction-Based Asset Forfeiture) melalui pembaharuan regulasi dan peningkatan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia Direktorat Penyidikan KPK RI.

State’s losses as the result of corruption in Indonesia, 2022, have a significant value, but KPK RI as a special institiution againts the corruption is considered not optimal in it’s efforts to returning the State losses rather than Indonesian National Police and The Office of the Attornety of The Republik of Indonesia. This articels aims to answer the problems regarding the implementation of asset recovery especially in the investigation of corruption at KPK RI Investigation Division. Through qualitative research methods and case studies, the result the results of this study found that the implementation of the investigation was still focused on efforts to imprison the perpetrators who were influenced by legal loopholes in the Corruption Law, polemics over asset confiscation, limited human resources and the decline in the value of assets that had been confiscated. To increase the amount of assets returned, a civil approach strategy is needed through the Balanced Probability Principle and Non-Conviction-Based Asset Forfeiture."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Hikmawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Putra Sabila
"Hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil harus dipenuhi dalam melaksanakan penegakan hukum di Indonesia sehingga aparat penegak hukum tidak boleh melanggar hak siapapun dalam menjalankan kewenangannya. Salah satu metode yang melanggar hak seseorang adalah metode penjebakan dalam tindak pidana korupsi. Metode penjebakan dalam tindak pidana korupsi tidak memiliki ketentuan dalam ketentuan khusus tindak pidana korupsi dan metode tersebut melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 28 D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sehingga pertimbangan seorang hakim diharapkan dapat menilai metode tersebut dengan cermat. Metode penjebakan ditemui dalam putusan Nomor 03/PID.B /TPK/2005/PN. JKT.PST dan Nomor 34/Pid.Sus-TPK/2020/PN. Bdg disertai dengan pertimbangan hakim yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan menganalisis mengenai pertimbangan hakim pada kedua kasus tersebut terhadap pelaksanaan metode penjebakan dalam tindak pidana korupsi.

The right to obtain fair legal certainty must be ensured in the enforcement of law so the officials must not violate anyone's rights in carrying out their authority. One method that violates an individual's rights is the entrapment method in corruption offenses. The entrapment method in corruption offenses is unregulated for specific provisions of corruption offenses, and this method violates the rules stipulated in Article 28D of the UUD RI 1945, thus requiring a judge's careful assessment of such a method. The entrapment method found in the verdict with Case Number 03/PID.B/TPK/2005/PN. JKT.PST and Case Number 34/Pid.Sus-TPK/2020/PN. Bdg, accompanied by different considerations from the judges. Based on these issues, this paper will analyze the judges' considerations regarding implementation of entrapment method in corruption offenses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>