Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194155 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fikri Ardiyansyah
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena kecurangan pemilu yang disebabkan adanya jaringan antara Hadi Margo Sambodo (penyelenggara pemilu) – Fandi Utomo (caleg) pada pemilihan legislatif 2019 di Kota Surabaya. Permasalahan kecurangan pemilu yang terjadi di Kota Surabaya disebabkan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Bawaslu Kota Surabaya diluar proses dan kewenangannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan memadukan data primer dan data sekunder diperoleh melalui literatur, pemberitaan, dan dokumentasi yang menunjang penelitian ini. Pandangan Lehocq mengenai kecurangan pemilu dipilih sebagai upaya penulis untuk melihat konsep kecurangan pemilu melalui peranan informasinya. Didukung oleh pandangan Michel Callon melihat motif penyelenggara pemilu dalam melakukan kecurangan pemilu. Kemudian, bentuk kecurangan pemilu untuk melakukan manipulasi suara melalui penyimpangan prosedur. Adapun temuan penelitian ini menunjukan adanya jaringan yang terjalin antara Fandi Utomo (caleg) – Hadi Margo Sambodo (penyelenggara pemilu) membuat pengawas pemilu bersikap tidak netral. Hal itu dibuktikan dengan dikeluarkannya rekomendasi penghitungan suara ulang oleh Bawaslu Kota Surabaya di seluruh TPS Kota Surabaya. Tujuan dari diadakan penghitungan suara ulang bermaksud untuk memanipulasi suara dan mengubah hasil pemilu dengan melalui relasi yang dimiliki antara Hadi Margo Sambodo (penyelenggara pemilu) – Fandi Utomo (caleg). Disisi lain dengan adanya jaringan yang sudah terjalin lama semasa keduanya berada di organisasi yang sama, memberikan manfaat pada kedua belah pihak. Bagi Fandi Utomo mendapatkan kepentingan elektoralnya sedangkan bagi Hadi Margo Sambodo mendapatkan imbalan materi dari kandidat peserta pemilu. Namun dengan adanya keberpihakan yang dilakukan oleh Hadi Margo Sambodo berdampak pada berkurangnya kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu. Hal ini dibuktikan dengan adanya demontrasi yang dilakukan oleh gabungan masyarakat sipil di kantor Bawaslu Jawa Timur. Tujuan dari demontrasi tersebut agar pihak Bawaslu Jawa Timur melakukan pemberhentian kepada anggota Bawaslu Kota Surabaya yang terlibat praktik kecurangan pemilu. Hal ini sesuai dengan pandangan Pippa Norris yang menyatakan bahwa, segala bentuk kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dengan melanggar prinsip integritas pemilu akan berpengaruh pada kualitas pemilu. Oleh sebab itu, bagi penyelenggara pemilu perlu menjaga prinsip integritas yang dimilikinya agar dapat menjaga kualitas pemilu yang jujur dan adil.    

This study aims to explain the phenomenon of election fraud caused by the network between Hadi Margo Sambodo (election organizer) - Fandi Utomo (candidate) in the 2019 legislative election in Surabaya City. The problem of election fraud that occurred in the city of Surabaya was due to the policies issued by the Surabaya City Election Supervisory Board outside the process and authority. This research is a qualitative research by combining primary data and secondary data obtained through literature, news, and documentation that support this research. Lehocq's view of election fraud was chosen as the author's attempt to see the concept of electoral fraud through the role of information. Supported by Michel Callon's view of the motives of election organizers in committing election fraud. Then, the form of election fraud is to manipulate votes through procedural irregularities. The findings of this study indicate that there is a network that exists between Fandi Utomo (candidate) - Hadi Margo Sambodo (election organizer) making election supervisors not neutral. This is evidenced by the issuance of a recommendation for a recount of votes by the Surabaya City Election Supervisory Board at all Surabaya City TPS. The purpose of holding a recount is to manipulate votes and change the election results through the relationship between Hadi Margo Sambodo (election organizer) and Fandi Utomo (candidate). On the other hand, the existence of a network that has existed for a long time while both are in the same organization, provides benefits to both parties. For Fandi Utomo, he gets his electoral interests, while for Hadi Margo Sambodo, he gets material rewards from candidates participating in the election. However, Hadi Margo Sambodo's partiality has resulted in reduced public trust in election organizers. This is evidenced by the demonstration carried out by a coalition of civil society at the East Java Bawaslu office. The purpose of the demonstration was for the East Java Bawaslu to dismiss members of the Surabaya City Bawaslu who were involved in electoral fraud. This is in accordance with Pippa Norris's view which states that all forms of fraud committed by election organizers by violating the principle of election integrity will affect the quality of the election. Therefore, election organizers need to maintain the principle of integrity they have in order to maintain the quality of honest and fair elections."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dam Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Pratitaswari
"Perubahan desain pemilu di era reformasi telah memberi dampak terhadap perubahan strategi kandidat untuk memenangkan pemilu. Sejak Pemilu 2009 hingga 2019, beberapa peserta pemilu mulai mengejar suara personalnya. Berbagai usaha akan mereka lakukan, termasuk membentuk relasi patron klien dengan seorang broker. Keberadaan broker dipercaya membantu mengatasi kendala timbal balik dialami oleh kandidat. Fenomena jaringan perantara pada pemilu era reformasi semakin beragam. Menurut Aspinall dan Mada Sukmajati (2014), terdapat tiga jenis fenomena broker yaitu partai politik, tim sukses, dan jaringan sosial Sementara penelitian ini akan membahas fenomena broker lainnya yaitu broker penyelenggara pemilu. Studi ini meneliti tentang peran broker penyelenggara pemilu dengan mengambil studi kasus praktik broker penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang pada Pemilu 2019. Alasan kesediaan beberapa penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang adalah ikatan pertemanan, motivasi ekonomi, serta aspek manajerial pemilu. Tidak semua broker kerap diidentikan sebagai “the Peronist problem-solving network” (Auyero, 2000) karena memungkinkan broker gagal memenangkan kliennya pada pemilu. Penelitian ini juga menjelaskan problematika loyalitas kesetiaan broker penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang. Adapun teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu teori brokerage dan konsep integritas pemilu.

The Changes in election design in the reform era have had an impact on changing candidate strategies to win elections. From the 2009 to 2019 elections, several election participants began to pursue their votes. They will do various efforts, including establishing a patron-client relationship with a broker. The existence of a broker is believed to help overcome the reciprocal obstacles experienced by candidates. The phenomenon of the intermediary network in the reform era elections is increasingly diverse. According to Aspinall and Mada Sukmajati (2014), there are three types of broker phenomena, namely political parties, successful teams, and social networks. This study examines the role of election management brokers by taking a case study of the practice of election management brokers in Karawang Regency in the 2019 Election. The reasons for the willingness of several election organizers in Karawang Regency are friendship bonds, economic motivation, and managerial aspects of the election. Not all brokers are often identified as “the Peronist problem-solving network” (Auyero, 2000) because it allows brokers to fail to win their clients in elections. This study also explains the problem of loyalty of election management brokers in Karawang Regency. The theories used in this research are brokerage theory and the concept of electoral integrity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Badan penyelenggara pemilu Adhoc atau panitia pemilihan adalah penyelenggara pemilu yang paling rentan menjadi pelaku kecurangan pemilu (election fraud). Anggota PPK, PPS dan KPPS memiliki akses untuk bersentuhan langsung dengan peserta pemilu dan alat kebutuhan pelaksanaan pemilu, mulai dari TPS hingga surat suara. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2019 yang memberikan wewenang langsung kepada KPU Kabupaten/Kota untuk menindak dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Panitia pemilihan, terdapat 239 anggota PPK, PPS dan KPPS yang telah diberhentikan tetap karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik, kode perilaku, sumpah/janji dan Pakta Integritas.Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang paling banyak melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran integritas oleh anggota Panitia pemilihan. Pelanggaran yang dilakukan terdiri dari pelanggaran administrasi, malpraktek pemilu hingga tindak pidana pemilu seperti manipulasi pencoblosan surat suara, penggelembungan hasil perolehan suara hingga praktek suap yang terungkap di pemeriksaan anggota panitia pemilihan. Permasalahan integritas menjadi persoalan utama dalam evaluasi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 yang menyebabkan dari sudut pandang electoral integrity, tingkat integritas penyelenggara pemilu pada tahun 2019 menjadi hal krusial untuk perbaikan format kepemiluan di masa mendatang.

The Adhoc election management body is the election organizer that is most vulnerable in becoming the election fraud perpetrators/abuser. PPK, PPS and KPPS members have access to come into direct contact with election participants and the tools needed for conducting elections, from polling stations to ballots. Election abuse is most often found by the election committee. Based on KPU Regulation No. 8 of 2019 which gives direct authority to Regency / City KPU to take action against alleged violations committed by members of the adhoc agency, there are 239 PPK, PPS and KPPS members who have been terminated permanently because they have been proven to have violated the code of ethics, code of conduct, oath / promise and Integrity Pact. The Province of North Sumatra is the area that carries out the most checks on allegating the form of violations of integrity by members of the Adhoc Agency. The violations committed consisted of administrative violations, electoral malpractice to election crimes such as manipulation of ballot voting, ballooning the results of votes to bribery practices that were revealed at the examination of ad hoc members. The issue of integrity becomes a major issue in evaluating the implementation of the 2019 simultaneous elections which causes from the perspective of electoral integrity, the integrity level of the election organizers in 2019 will be crucial for the improvement of the electoral format in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Tongari
"Pemilihan umum merupakan dasar utama demokrasi, yang merupakan kesempatan terbaik masyarakat menyalurkan aspirasi politik dengan memilih wakil rakyat, tetapi penyelenggaraan pemilihan umum masih ditemukan tindakan pelanggaran. Dalam beberapa kasus terdapat sejumlah tindakan atau fenomena dalam pemilihan umum yang diduga sebagai hal berbahaya yang mengancam ketahanan nasional dalam bidang politik, menurut istilah hukum disebut sebagai Electoral malpractice, bahwa pada pemilihan umum terdapat aktivitas calon anggota legislatif yang secara sengaja atau tidak disengaja, langsung atau pun tidak langsung yang mengakibatkan pemilu berlangsung secara tidak ideal. Tujuan dari penelitian ini adalah (1).Mengidentifikasi bentuk Electoral malpractice oleh Calon Legislatif DPR-RI pada pemilihan umum 2019. (2).Mengetahui dampak Electoral malpractice dalam penyelenggaraan pemilihan umum 2019 terhadap ketahanan nasional di bidang politik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan studi kasus. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi.

General elections are the main basis of democracy, which is the best opportunity for the community to channel their political aspirations by electing representatives of the people, but the holding of general elections is still found to be in violation of. In some cases there are a number of actions or phenomena in general elections that are suspected to be dangerous things that threaten national security in the political field, according to legal terms referred to as Electoral malpractice, that in the general election there are activities of legislative candidates intentionally or unintentionally, directly or indirectly. Indirectly, which resulted in the election not taking place ideally. The objectives of this study are (1). To identify the forms of Electoral malpractice by the Legislative Candidates of the DPR-RI in the 2019 general election. (2). To find out the impact of Electoral malpractice in holding the 2019 general election on national security in the political field. This research is a descriptive qualitative research with a case study. The method of data collection in this study was done through interviews and documentation."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Lindy
"Partisipasi politik etnis Tionghoa di Indonesia diredam selama Orde Baru. Populasi mereka tetap kecil di era Reformasi (setelah tahun 1998) dan berada di bawah ambang batas bawah DPR RI sebesar 4 persen. Representasi politik etnis Tionghoa diwujudkan melalui partai – partai mapan, seperti PDI-P yang bukan partai khusus orang Tionghoa. Satu alternatif etnis Tionghoa memajukan kepentingan mereka adalah melalui PSMTI. Melalui penelitian kualitatif, metode wawancara mendalam dan kerangka teori partisipasi politik Powers et. al (2016) dan pola pergerakan organisasi Tionghoa Tanasaldy (2015), penelitian ini fokus pada peran anggota PSMTI mendorong representasi politik komunitas Tionghoa melalui dukungan pada anggotanya yang menjadi caleg Pemilihan Legislatif DPRD DKI Jakarta 2019. Penelitian ini menemukan peran anggota PSMTI terbatas dukungan personal terhadap sesama berbasis kedekatan pribadi dalam bentuk dana kampanye, dukungan suara, dan menjadi relawan kampanye. Hal ini terjadi akibat larangan PSMTI terlibat politik praktis yang tercantum dalam AD/ART, yang penerapannya rancu oleh PSMTI. Di sisi lain, partai pengusung dan komunitas Tionghoa berbasis daerah memainkan peran terpenting dalam kandidasi pemenang kursi DPRD DKI Jakarta. Penelitian ini menemukan bahwa PSMTI sebagai organisasi Tionghoa terhambat dalam mendorong representasi politik caleg Tionghoa dengan tidak tersedianya wadah diskusi politik bersama anggota PSMTI, terutama menjelang pemilu. Berbeda dari teori partisipasi politik yang ada, penelitian ini menggaris bawahi peran politik PSMTI yang memformalisasikan hubungan mereka dengan pejabat partai melalui jabatan sebagai pengurus maupun anggota dewan yang sah menurut AD/ART.

Political participation of Chinese – Indonesians was muted during the New Order. Their population has remained below Indonesia's parliamentary threshold of 4 per cent since the Reformation Era (post – 1998). Political representation of ethnic Chinese is realized through established parties like PDI-P, a party not dedicated to them. One alternative for ethnic Chinese to advance their interests is through PSMTI. Through qualitative research, in-depth interviews, the theories of political participation (Powers et al., 2016) and the movement patterns of Chinese organizations (Tanasaldy, 2015), this study focuses on the role PSMTI members play in encouraging political representation of ethnic Chinese through support for their members who are candidates in the 2019 DKI Jakarta DPRD Election. This research finds that PSMTI members’ support is limited by personal closeness in the form of campaign funds, voting support, and becoming campaign volunteers. This situation is due to PSMTI's abstention from practical politics as stated in their constitution but ambiguous in implementation. Meanwhile, political parties and regional ethnic Chinese communities play the most critical roles in the elicitabilities of DPRD DKI Jakarta winners. This study finds that PSMTI, as a Chinese community organization, faces a challenge in encouraging political representation of Chinese candidates through the availability of political discussion forums with PSMTI members significantly ahead of elections. In contrast with existing political participation theory, this study illuminates PSMTI’s political role in formalizing their relationship with party officials through administrator or board member positions legal according to their constitution. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Laela
"Penelitian ini menganalisis strategi komunikasi politik DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor pada Pemilu Legislatif 2019 di Kabupaten Bogor yang menggunakan konektivitas kampanye dengan pola komunikasi top down dan bottom up kepada konsstituen dan masyarakat di dapilnya masing-masing, serta strategi komunikasi politik yang digunakan meliputi : program partai, komunikator dan komunikan, relasi dan koordinasi agenda partai, mobilisasi pendukung, taktik, dan posisi/kedudukan organisasi. Penelitian ini mengadaptasi teori komunikasi politik Pippa Norris (2001), dengan kerangka penjelasan dari Stromback dan Kiousis (2012) dan Robinson (2011) untuk menganalisis strategi komunikasi politik yang dilakukan DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor pada pemilu legislatif 2019 di Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan sumber data primer berdasarkan wawancara yang dilengkapi dengan data sekunder. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan konektivitas kampanye yag dilakukan Partai Golkar di Kabupaten Bogor dengan pola komunikasi top down dan bottom up mengarah pada sustainable role yang lebih menekankan pada keberlangsungan komunikasi politik partai dalam jangka panjang. Serta strategi komunikasi politik yang digunakan dan dirumuskan Partai Golkar di Kabupaten Bogor yang meliputi program partai, komunikator dan komunikan, relasi dan koordinasi agenda partai, mobilisasi pendukung, taktik, dan posisi/kedudukan organisasi diwujudkan dengan melakukan pranata kelembagaan untuk menyukseskan konsolidasi dan penguatan sistem struktural Partai Golkar dan membentuk Badan Pemenangan Pemilu untuk meningkatkan perolehan suara partai pada pemilu legisltaif 2019 di Kabupaten Bogor.

This study analyzes the political communication strategy of the DPD Golkar Party in Bogor Regency in the 2019 Legislative Election in Bogor Regency which uses campaign connectivity with top down and bottom up communication patterns to constituents and the people in their respective electoral districts, as well as the political communication strategies used include: party programs , communicators and communicants, relations and coordination of party agendas, mobilization of supporters, tactics, and organizational positions/positions. This research adapts Pippa Norris' political communication theory (2001), with the explanatory framework from Stromback and Kiousis (2012) and Robinson (2011) to analyze the political communication strategy carried out by the Golkar Party DPD Bogor Regency in the 2019 legislative elections in Bogor Regency. The research method used is qualitative with primary data sources based on interviews supplemented by secondary data. The findings in this study show that the campaign connectivity carried out by the Golkar Party in Bogor Regency with top-down and bottom-up communication patterns leads to a sustainable role that places more emphasis on the long-term sustainability of party political communication. As well as the political communication strategy used and formulated by the Golkar Party in Bogor Regency which includes party programs, communicators and communicants, relations and coordination of party agendas, mobilization of supporters, tactics, and organizational positions/positions realized by carrying out institutional institutions to succeed in consolidating and strengthening the structural system Golkar Party and formed the Election Winning Board to increase the party's vote acquisition in the 2019 legislative elections in Bogor Regency."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Puspita Nengati
"Di Indonesia, purnawirawan  militer dinilai menarik oleh partai politik karena dapat membantu meningkatkan dukungan terhadap partai politik dalam mendulang suara partai.  Seperti kasus di Lampung 1 memperlihatkan adanya pemanfaatan jaringan purnawirawan militer dalam pendulangan suara Partai Golkar dengan mencalonkan kandidat yang berasal dari kalangan purnawirawan militer. Penelitian ini berfokus untuk mengidentifikasi dan menganalisis bagaimana pemanfaatan modal sosial milik Letjen TNI (Purn) H. Lodewijk F. Paulus selaku purnawirawan militer di Pileg tahun 2019. Penelitian ini berlandaskan pada teori modal sosial milik Putnam (1995) yang mengacu kepada jaringan, kepercayaan, dan penerapan nilai/norma dalam proses perolehan suara. Penelitian ini berargumen bahwa selalu adanya ruang bagi purnawirawan militer di politik dipengaruhi oleh kepemilikan jaringan yang secara pasti dapat digunakan untuk menambah suara  yang dibutuhkan secara cepat. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat interaksi antara internal partai, purnawirawan militer, dan kekuatan eksternal yang menciptakan penguatan dalam modal sosial seorang Letjen TNI (Purn) H. Lodewijk F. Paulus di kontestasi. Partai  Golkar yang turut memberi jabatan internal untuk Letjen TNI (Purn) H. Lodewijk F. Paulus yang semakin memperkuat kedudukannya di partai untuk menggunakan modal sosialnya. Kesimpulan yang didapat adalah kepemilikan modal Letjen TNI (Purn) H. Lodewijk F. Paulus dalam proses pendulangan suara dengan adanya bantuan rekan sejawat militer untuk berhasil memperoleh suara terbanyak di Lampung I.

In Indonesia, retired military officers are considered attractive by political parties because they can help increase support for political parties in gaining votes. For example, the case in Lampung 1 shows that the network of retired military officers was utilized in gaining votes for the Golkar Party by nominating candidates from among retired military officers. This research focuses on identifying and analyzing how the social capital of Lt. Gen. TNI (ret.) H. Lodewijk F. Paulus as a retired military officer is utilized in the 2019 legislative elections. This research is based on Putnam's (1995) Social Capital Theory which refers to networks, trust, and application of values/norms in the process of obtaining votes. This research argues that there is always room for retired military officers in politics, influenced by the ownership of a network that can definitely be used to quickly add the needed votes. This research found that there was an interaction between internal parties, retired military officers and external forces which created a strengthening of the social capital of TNI Lt. Gen. (Ret.) H. Lodewijk F. Paulus in the contest. The Golkar Party also gave an internal position to Lt. Gen. TNI (Ret.) H. Lodewijk F. Paulus, who further strengthened his position in the party to use his social capital. The conclusion obtained is that Lt. Gen. TNI (ret.) H. Lodewijk F. Paulus had capital ownership in the process of gaining votes with the help of military colleagues to successfully obtain the most votes in Lampung I."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rembulan Randu Dahlia
"Penelitian ini membahas politik oligarki media dalam pemilihan presiden 2019 (Pilpres). Fokus penelitian adalah faktor dukungan oligarki media pada kandidat Joko Widodo dan Ma’ruf Amin. Penelitian ini perlu dilakukan untuk memaparkan faktor pendorong oligark dalam mendukung kandidat, serta cara oligark merealisasikannya. Pemaparan ini pada akhirnya akan mengkritisi fungsi pers. Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan pembuatan kebijakan dalam kepemiluan, khususnya pada tahap kampanye. Oligarki media dalam penelitian ini adalah Hary Tanoesoedibjo melalui MNC Media dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Dukungan Hary Tanoe berubah, pada Pilpres 2014 Hary Tanoe mendukung Prabowo Subianto – Hatta Rajasa, sementara saat Pilpres 2019 Hary Tanoe mendukung Jokowi-Maruf. Analisis penelitian ini menggunakan Teori Oligarki Jeffrey Winters (2011, 2013) dan Mietzner (2014) yang menyatakan oligark perlu masuk dalam struktur politik untuk mempertahakan kekayaan dan variasi faktor oligark dalam politik dan mendukung kandidat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan argumen yang ditawarkan: Faktor pendorong keberpihakan oligarki media pada kandidat saat Pilpres 2019 didominasi oleh faktor ekonomi politik, tidak semata-mata karena kasus hukum. Cara oligark merealisasikan dukungannya melalui sumber pendapatan dan sumber materialnya (bisnis media).

This research discusses media oligarch politics in presidential election 2019. Focus of the research is oligarch support factors to Joko Widodo and Ma’ruf Amin as President and Vice President candidate. Importance of this research is to explain the motivating factors of oligarchs in supporting candidates, as well as realizing the support. The explanation seeks to criticize the function of press. This research is expected to be referred in election policy making, especially during the campaigning phase. Media oligarch in this research is Hary Tanoesoedibjo through MNC Media and Indonesia United Party (Partai Persatuan Indonesia/Perindo). Support of Hary Tanoesoedibjo shifted support from Prabowo Subianto-Hatta Rajasa in 2014 Presidential Election to Jokowi-Maruf in 2019 Presidential Election. Analysis in this research employs Jeffrey Winters (2011; 2013) and Mietzner's (2014) Oligarchy Theory which stated that oligarch need to enter to political structure to defend their wealth and the variation of factors that oligarch enter political structure and consider supporting a certain candidate. This research using a qualitative method, this research offers following arguments: Factors of the media oligarch to support candidate in 2019 Presidential Election are dominated by economic factor and not only due to legal problems. The oligarch uses their source of income and their material resources (media business) to realize the support. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Anugerah Tri Hantari
"Tesis ini membahas tentang teori retorika baru yang masih jarang dibahas dalam ilmu komunikasi, Retorika baru sendiri berusaha untuk menambah teori retorika sebelumnya dengan menekankan pentingnya substansi, identifikasi, dan konsubstansialitas. Awal retorika baru muncul karena adanya kritik terhadap retorika lama yang digagas oleh Aristotles. Retorika lama memiliki premis bahwa kebenaran adalah absolut dan akan membuat argumen menjadi persuasif, terutama dengan menggunakan logika formal. Akan tetapi, para pengkritik melihat bahwa kebenaran sesungguhnya bisa dikonstruksi hingga tampak meyakinkan dan tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. Pengkonstruksian ini didukung oleh kesadaran dari komunikan melihat khalayaknya. Selain dari aspek ethos, pathos, dan logos; komunikan juga diharapkan dapat melihat khalayaknya dari aspek substansi pidato yang ingin disampaikan, mengidentifikasi bagaimana khalayaknya, dan menerapkan aspek konsunstansialitas dengan melihat nilai-nilai yang dipercaya oleh para khalayak. Melalui ketiganya, komunikan dapat menyusun strategi dengan memilih kata-kata. Upaya penyusunan ini untuk menciptakan komunikasi simbol antara komunikan dengan khalayaknya dan di sinilah munculah proses dramatisasi atau dikenal dengan konsep dramatisme. Untuk memberikan gambaran dramatisme ini penulis menggunakan pidato-pidato Prabowo Subianto sebagai kandidat penantang dalam pemilihan presiden Pemilu 2019 dengan menganalisis bahasa yang digunakan serta membedah tujuan apa yang ingin dicapai oleh Prabowo Subianto dalam kampanye politiknya karena banyak hal yang terjadi selama waktu itu berlangsung dan bagaimana peristiwa-peristiwa ini dapat mempengaruhi elektabilitas Prabowo.

This thesis is about new rhetoric theory which is still extinct to be discussed in communication studies. The new rhetoric attempts to update the previous theory, the old rhetoric with emphasizing substance, identification, an consubstansiality. The recent theory emerges due to the critiques toward the old one. It highlight that the reality no longer relevant with the claim and facts or could be said that the truth could be constructed so that an argument can be persuasive, even though it doesn`t depict the rightness. The construction is supported by the awareness of the communicator in seeing the audiences. Not only being attentive to ethos, pathos, and logos aspects, the communicators could acknowledge the audiences from the substances they are conveying and identifying them, and applying consubstantiality with considering  the internal values that lie in each person with as well. From those three, the communicator is able to establish strategies by choosing the diction. The purpose is crafting symbolic communication among the communicator and its audiences thus the dramatization process would be created or can be called as dramatism. In this thesis, the author is using Prabowo Subianto`s speeches as a challenger candidate in Indonesia presidential election 2019 by analyzing the language and his purposes in his campaign, especially with taking the events that occurred into accounts which can affecting to his electability.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Qabriel
"Dalam perilaku politik, evaluasi para pemilih terhadap diri seorang calon politisi telah
ditemukan menjadi sesuatu yang penting dalam perilaku politik seseorang. Akan tetapi,
meskipun variabel kompetensi dan karakter sudah sering diteliti, masih sedikit penelitian
yang meneliti hubungan antara politisi dan pemilih yang ada dari sisi goodwill politisi.
Padahal, goodwill ditemukan mampu melengkapi kompetensi dan karakter dalam
menentukan kredibilitas politisi. Selain itu, masih sedikit pula yang melihat bagaimana
sisi relasi parasosial dalam politik, meskipun relasi parasosial telah dibuktikan mampu
mempengaruhi perilaku politik seseorang. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat
bagaimana goodwill mempengaruhi relasi parasosial dalam politik.Partisipan yang
digunakan adalah orang-orang yang mengikuti pemilu presiden tahun 2019 (N=221)
dengan umur 18-64 yang diuji menggunakan alat ukur Goodwill, Positive Parasocial
Relationship, Negative Parasocial Relationship, serta alat ukur Ideologi Politik. Analisis
regresi berganda menunjukan bahwa goodwill memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap relasi parasosial positif dan relasi parasosial negatif. Meskipun begitu, tidak
ditemukan relasi antara relasi parasosial positif dan relasi parasosial negatif yang
signifikan. Berdasarkan hasil yang didapatkan, diperlukan penelitian untuk melihat lebih
lanjut karakteristik-karakteristik demografi lain yang mampu ikut berpengaruh dalam
perilaku memilih serta penelitian lanjutan dalam bentuk longitudinal untuk melihat lebih
lanjut interaksi variabel-variabel yang ada

In politics, personal evaluation of politicians by their voters is important for a person’s
political behavior. However, while competence and character have received considerable
attention, little research has been done when it comes to the goodwill of politicians, even
though it was found that goodwill could supplement both competence and character when
it comes to determining the credibility of politicians. Furthermore, little research has also
been done regarding parasocial relationships in politics, even though it was found that it
could affect a person’s political behavior. Thus, this research intends to see how goodwill
affects parasocial relationships in politics. Participants of this research were those who
participated in the 2019 presidential election (N=221) with the age of 18-64. Goodwill,
Positive Parasocial Relationship, Negative Parasosial, and Political Ideology scale were
administered to measure the relation between Parasocial Relationship and Goodwill.
Multiple hierarchical regression showed that goodwill has an effect on both positive and
negative parasocial relationship. However, no significant relation was found between
positive parasocial relationship and negative parasocial relationship. Based on the results,
further research is needed to look into other demographical characteristics that can also
have an influence on voting behavior and also future researches conducted in longitudinal
forms to look further into how these variables interact with one another
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>