Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Puput Ristyastuti
"Transformasi organisasi pemerintahan yang mengedepankan demokrasi tidak bisa terlepas dari tuntutan keterbukaan informasi publik serta perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Maka untuk memastikan akuntabilitas dan kredibilitas lembaga publik dalam menyediakan informasi dan dokumen yang dibutuhkan oleh publik, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengikat seluruh badan publik meliputi Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, termasuk penyelenggara intelijen negara, khususnya Badan Intelijen Negara. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kontradiksi antara konsepsi akuntabilitas Keterbukaan Informasi Publik dengan konsepsi kerahasiaan infromasi intelijen negara, khususnya di Badan Intelijen Negara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori efektivitas prinsip good governance dalam implementasi keterbukaan publik oleh Febrianingsih (2012:150) yang meliputi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan desain analisis deskriptif analitik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi, dan studi literatur. Hasil penelitian menyatakan bahwa Badan Intelijen Negara telah mengimplementasikan keterbukaan informasi publik dengan membuat kelengkapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang meliputi, struktur PPID, Standar Operasional Prosedur (SOP), Aplikasi PPID, serta Daftar Informasi Publik (DIP). Selanjutnya, Badan Intelijen Negara juga telah menerapkan Pasal 17 UU KIP tentang Informasi yang Dikecualikan. Penelitian menemukan adanya kontradiksi antara keterbukaan informasi publik dengan kerahasiaan informasi intelijen, terutama dalam penilaian monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat terhadap penyelenggara intelijen negara yang menyatakan kurang informatif bahkan tidak informatif. Selain itu, kontradiksi terdapat pada kesalahan paradigma publik terkait keterbukaan informasi publik di lembaga intelijen. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, terdapat kontradiksi antara akuntabilitas keterbukaan informasi publik dengan kerahasiaan intelijen negara, sehingga penyelenggara intelijen negara, khususnya Badan Intelijen Negara tidak mungkin menjadi lembaga yang informatif sesuai dengan tujuan UU KIP karena tetap harus berpedoman pada kerahasiaan informasi intelijen.

Government organizations transform that promote democracy cannot be separated from the demands for public information disclosure and the realization of good governance. So to ensure the accountability and credibility of public institutions in providing information and documents needed by the public, the government has issued UU No. 14 Tahun 2008 concerning Disclosure of Public Information which binds all public agencies including executive, legislative and judicial institutions, including state intelligence administrators especially State Intelligence Agency. This study aims to prove the contradiction between the conception of accountability for Public Information Disclosure and the conception of the secrecy of state intelligence information, especially in the State Intelligence Agency. The theory used in this study is the theory of the effectiveness of good governance principles in the implementation of public disclosure by Febrianingsih (2012: 150) which includes the principles of accountability, transparency, and participation. This research uses qualitative methods with analytical descriptive analysis design. Data collection techniques were carried out by interviews, documentation, and literature studies. The results of the study stated that the State Intelligence Agency had implemented public information disclosure by making the completeness of the Information Management and Documentation Officer (PPID) which included the PPID structure, Standard Operating Procedures (SOP), PPID Applications, and the Public Information List (DIP). Furthermore, the State Intelligence Agency must also implement Pasal 17 UU KIP concerning Exempted Information. The study found a contradiction between the disclosure of public information and the confidentiality of intelligence information, especially in the monitoring and evaluation assessment conducted by the Central Information Commission on state intelligence administrators who stated that they were not informative or even uninformative. In addition, there is a contradiction in the misunderstanding of the public paradigm regarding the disclosure of public information in intelligence agencies. The conclusion of this study is that the implementation of information disclosure is contradictory to the principle of secrecy of state intelligence, so that state intelligence administrators, especially the State Intelligence Agency, are unlikely to become institutions with informative assessments because they must still be guided by the confidentiality of intelligence information."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nesita Anggraini
"ABSTRACT
Dalam upaya melindungi hak atas informasi sebagai hak asasi manusia sekaligus mewujudkan pemerintahan yang baik, diperlukan suatu instrumen hukum bagi masyarakat yang menginginkan informasi dari badan-badan publik. Di Indonesia, hak atas informasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU KIP . Salah satu informasi yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut untuk dibuka ke publik adalah perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh badan publik dengan pihak lain. Menjadi masalah ketika dalam perjanjian tersebut, badan publik terikat dengan klausula kerahasiaan yang melarang badan publik untuk mengungkapan seluruh informasi yang berkaitan dengan transaksi yang diperjanjikan, termasuk dokumen perjanjian itu sendiri. Beberapa isu yang muncul dalam sengketa informasi yang berkaitan dengan perjanjian badan publik dengan pihak lain adalah pemaknaan badan publik itu sendiri serta informasi-informasi yang dikecualikan untuk dibuka ke publik dalam undang-undang. Skripsi ini meneliti tentang kerangka hukum keterbukaan perjanjian badan publik dengan pihak lain serta bagaimana pelaksanaan kewajiban pengungkapan ini dilihat dari sengketa-sengketa informasi yang muncul. Penelitian dilakukan menggunakan metode yuridis normatif yaitu dengan melihat bahan hukum dan menganalisis putusan. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa klausula kerahasiaan merupakan pengaturan keperdataan yang tunduk pada hukum publik dalam yurisdiksi perjanjian tersebut, termasuk kewajiban untuk mengungkapkan perjanjian dalam undang-undang. Jika dalam kenyataannya perjanjian tersebut mengandung informasi yang dikecualikan maka badan publik diperbolehkan untuk tidak menyampaikannya kepada publik. Selain itu, ditemukan pula bahwa pendefinisian badan publik dalam UU KIP tidak hanya mencakup badan-badan organik dalam pemerintahan namun juga badan privat lainnya. Namun, kewajiban membuka informasi bagi badan privat tersebut terbatas pada aktivitasnya yang berada dalam domain publik.

ABSTRACT
In an effort to protect the right to information as a human right while creating good governance, a legal instrument is needed for people who want information from public bodies. In Indonesia, the right to information is regulated in Law Number 14 of 2008 concerning Public Information Openness of the FOI Law. One of the information mandated by the law to be made public is agreements made by public bodies with other parties. Being a problem when in the agreement, the public body is bound by a confidentiality clause that prohibits the public body from disclosing all information relating to the promised transaction, including the agreement document itself. Some of the issues that arise in information disputes relating to agreements of public bodies with other parties are the meaning of the public body itself as well as information that is exempt from being disclosed to the public in law. This thesis examines the legal framework for the disclosure of agreements of public bodies with other parties and how the implementation of this disclosure obligation is seen from information disputes that arise. The study was conducted using the normative juridical method, namely by looking at legal materials and analyzing decisions. Based on this study, it was concluded that the confidentiality clause is a civil regulation subject to public law in the jurisdiction of the agreement, including the obligation to disclose the agreement in law. If in reality the agreement contains excluded information, then the public body is allowed not to submit it to the public. In addition, it was also found that defining public bodies in the FOI Law did not only include organic bodies in government but also other private bodies. However, the obligation to disclose information to a private body is limited to its activities in the public domain."
2017
S68980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Ayu Dwi Andini
"Skripsi ini membahas mengenai proses manajemen Pelayanan Informasi Publik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditinjau dari fungsi perencanaan dan pengorganisasian. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode penelitian studi kasus dan pengumpulan data dengan wawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen pelayanan informasi publik belum berjalan baik karena belum maksimalnya fungsi perencanaan dan pengorganisasian yang dilakukan Pelayanan Informasi Publik KPK, akibatnya kendala yang signifikan pun bermunculan seiring pencapaian tujuan organisasi. Pejabat Pengelola Informasi Publik selaku manajer perlu meninjau kembali dan menyusun rencana jangka panjang, visi, misi, strategi dan target yang akan dicapai secara tegas dari Pelayanan Informasi Publik KPK agar dapat memenuhi hak publik terhadap akses informasi.

Abstract
The focus of this study is the process of public information service management in The Corruption Eradication Commission based on the two functions of management: planning and organizing. This research uses a qualitative approach with case study method and collecting data using interviews and document review. The result shows that the public information service management has not performed well because the planning and organizing functions have not been fully implemented. Consequently, some problems appear during the process of achieving goal. Pejabat Pengelola Informasi Publik as the top manager should thoughtfully consider and clearly arrange the strategic planning, vision, mission, strategy, and target in order to fulfill the public right of information access. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S283
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Aufar Sadikin
"Penelitian ini membahas megenai akses keterbukaan informasi publik di Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan akses informasi yang ada, dimulai dari bagaimana akses dapat tersedia hingga kualitas dari akses informasi tersebut. Pendekatan penelitian adalah kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa akses informasi publik di Kementerian Pertanian Republik Indonesia masih memiliki kekurangan dari segi keterhubungan antar akses yang tersedia.

The focus of this study is the access of public information in Ministry of Agricluture Indonesia. This research aims to depict the information access, starts from how the access made available up to the quality of access. Qualitative based research with case study analysis is used in this study. The findings of this study indicate that access to public information in the Ministry of Agriculture Indonesia is not maximized yet, because there is no clear connection between the access."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S62584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riand Samudro
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan menjelaskan kondisi asimetri informasi beserta implikasinya dalam information sharing intelijen pada kasus Teror Sarinah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber praktisi dan akademisi, serta studi dokumen yang berkaitan dengan Teror Sarinah. Hasil penelitian ini menyimpulkan dua hal dari pertanyaan penelitian. Berdasarkan pertanyaan pertama, kondisi asimetri informasi intelijen terbukti telah terjadi dalam information sharing kontra terorisme pada kasus Teror Sarinah yang didasarkan atas terpenuhinya tiga unsur yaitu adanya ketimpangan penguasaan informasi, pertukaran informasi yang tidak optimal, dan kesepakatan pendapat dari para instansi terkait, bahwa informasi intelijen yang berasal dari information sharing tidak efektif. Kemudian berdasarkan pertanyaan kedua, asimetri informasi intelijen dalam information sharing kontra terorisme pada kasus Teror Sarinah, terbukti memiliki implikasi negatif yang berakhir pada kegagalan antisipasi Teror Sarinah. Implikasi tersebut digambarkan dalam tiga kondisi. Pertama, asimetri informasi berimplikasi pada munculnya keraguan atau menurunnya tingkat kepercayaan diantara sesama instansi penyelenggara kontra terorisme, kedua kecenderungan instansi untuk bekerja secara sendiri-sendiri/individualistik dalam mengatasi aksi teror, dan yang terakhir lemahnya koordinasi diantara penyelenggara intelijen. Temuan menarik dan Saran dijelaskan pada bagian akhir tesis ini.

ABSTRACT
This research explains the asymmetry conditions in intelligence sharing information and their negative implications in Sarinah Bombing Case. In terms of collecting data through qualitative method, this research uses the result of interview process with practitioners and academics, and study literature related to Sarinah Bombing Case. The results of this study conclude two things from the research question. First, the asymmetry condition of intelligence information proved to have occurred in the information sharing of counter terrorism in Sarinah terror case. It came from the fulfillment of three indicators, such as the unequal information gap, the non optimal condition of information exchange, and the opinion's agreement from relevant institutions. It shows that the intelligence information derived from ineffective information sharing. Second, intelligence information asymmetry in information sharing on counterterrorism in the Sarinah terror case created negative implications that ended in the failure anticipation of Sarinah Bombing. The implications are illustrated in three conditions, which are 1 the information asymmetry has implications for the emergence of trust levels among counter terrorism organizing agencies 2 there are tendencies from agencies to work individually in overcoming acts of terror 3 there is a lack coordination among intelligence operators. Interesting Findings and Suggestions are explained at the end of this research."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Muhammad Mihradi
Bogor: Ghalia Indonesia, 2011
323.445 MUH k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Department Of social Affairs, 1950
323.44 Uni f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 16:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andaya Putera R.
"Pemerintahan Kota Depok merupakan salah satu badan publik yang telah menunjuk PPID dalam rangka pelaksanaan UU KIP. Setelah munculnya PPID sejak 2011, ternyata masih ditemukan beberapa informasi yang belum dipublikasikan sesuai UU KIP dan banyaknya sengketa informasi. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terkait kewajiban badan publik di Pemerintahan Kota Depok.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan termasuk jenis penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan. Implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik berdasarkan UU No.14 Tahun 2008 di Pemkot Depok belum menggunakan sumberdaya dan struktur birokrasi, disamping masalah dalam komunikasi kebijakan dan disposisi pelaksanaanya. Pelaksanaan UU tersebut juga terhambat pada proses penegakkan hukumnya.

The City Government of Depok is one of the public institution that has appointed PPID in the framework of the implementation of the KIP Act. After the emergence of the PPID since 2011, it still found some information that has not been published according to KIP Act and many of information dispute. This research aims to explain policy implementation of Act No 14 of 2008 about the openness of public information related to the public body responsibility in Depok City Governement.
This research using a qualitative approach and it is a kind of descriptive research with data collection method in the form of deep interview, observation, and literature study. Policy implementation of the public openess information based on the Act No 14 Year 2008 in Depok City Government haven’t used resources and bureaucratic structure, beside policy communication matters and the disposition in practice. The implementation of the Act also hampered in the process of law enforcement.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lake Success: Departmen of Social Affairs United Nations, 1950
323.4 UNI f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>