Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164160 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luki Ertandri
"Pendahuluan dan tujuan: Biopsi tumor ginjal merupakan tindakan yang bermanfaat karena mampu membedakan antara jenis histologis tumor ginjal. Oleh karena itu, biopsy memainkan peran penting dalam menentukan regimen terapi terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengalaman klinis biopsi ginjal di Rumah Sakit Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo, dengan pendekatan perkutan dan terbuka. Hal ini juga bertujuan untuk menganalisis indikasi, hasil, informasi intraoperatif, dan komplikasi dari kedua pendekatan tersebut.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain kohort retrospektif, data dikumpulkan dari Rumah Sakit Rujukan Nasional (RSCM) Cipto Mangunkusumo dari tahun 1990-2019. Sampel biopsi diambil menggunakan biopsi ginjal perkutan dan terbuka sementara analisis komparatif dilakukan antara dua pendekatan biopsi.
Hasil: Data dikumpulkan dari 33 pasien yang menjalani biopsi ginjal dari tahun 1990-2019. Sebagian besar kasus didiagnosis sebagai tumor ginjal yang tidak dapat direseksi sedangkan pemeriksaan histologis ditemukan karsinoma sel jernih pada sebagian besar kasus (73%). Selanjutnya, pendekatan terbuka menunjukkan durasi yang lebih lama dan kehilangan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik perkutan dengan median 60 (30-120) vs 30 (5-60) menit (P <0,001), dan 100 (5-650) vs 2 (1- 5) ml (P <0,001). Secara umum, komplikasi dilaporkan rendah untuk kedua teknik.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil, biopsi ginjal perkutan memiliki tingkat efikasi dan komplikasi yang sama dalam pengambilan sampel tumor untuk histopatologi bersamasama dengan pendekatan terbuka. Namun, ada perbedaan yang signifikan dalam durasi dan kehilangan darah, oleh karena itu, biopsi perkutan lebih unggul dibandingkan dengan pendekatan terbuka.

Introduction and Objectives: Renal tumor biopsy is beneficial as it is capable of distinguishing between histological types of renal tumor, hence, it play an important role in deciding the best therapy regimen. This study aims to evaluate the clinical experiences of renal biopsy in Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, with both percutaneous and open approach. It also aims to analyze the indications, results, intraoperative information, and complications of the two approaches.
Method: This study was conducted using the retrospective cohort design, meanwhile, data were collected from Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital (RSCM) from 1990-2019. The biopsy sample was taken using percutaneous and open renal biopsy while comparative analysis was done between the two biopsy approaches.
Results: Data were collected from 33 patients that underwent renal biopsy from 1990-2019. Majority of the cases were diagnosed as unresectable renal tumor while histological examination found clear cell carcinoma in most of the cases (73%). Furthermore, the open approach showed longer duration and higher blood loss compared to percutaneous technique with median 60 (30-120) vs 30 (5-60) minutes (P <0.001), and 100 (5-650) vs 2 (1-5) ml (P <0.001), respectively. In general, complications were reported to be low for both techniques.
Conclusion: Based on the results, percutaneous renal biopsy have similar efficacy and complications rates in tumor sampling for histopathology together with open approach. However, there were significant differences in the duration and blood loss, hence, percutaneous biopsy is more favourable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuwus Ardiatna
"Ultrasound merupakan salah satu modalitas citra yang masih digunakan untuk mendeteksi dini kelainan ginjal. Proses diagnosa abnormalitas pada ginjal pada umumnya masih menggunakan pendekatan morfologi atau istilah radiologi untuk mendeskripsikannya. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan karakterisasi citra medis hasil ultrasound ginjal normal dan abnormal. Statistical Moment Descriptor merupakan teknik yang digunakan untuk mengkarakterisasi berdasarkan distribusi spasial piksel ultrasound B-mode. Teknik yang digunakan adalah dengan menghitung besarnya rerata, standar deviasi, skewness, kurtosis, entropi, median, dan rentang, serta dimensi ginjal pada region of interest ROI dari tiga area, yaitu area ginjal penuh, kortek, dan renal pelvis, dari total 50 data pasien dengan ginjal normal abnormal. Hasil yang diperoleh menunjukkan sebaran nilai piksel area penuh citra ginjal normal untuk parameter rerata 69 12,83, standar deviasi 41,77 5,66, skewness 0,87 0,28, kurtosis 4,12 0,88, entropi 6,02 0,27, nilai piksel median 75 15,77, range 253 3,18, sedangkan untuk citra ginjal abnormal sebaran nilai piksel dengan parameter rerata 103 31,96, standar deviasi 35,76 7,62, skewness 0,62 0,68, kurtosis 5,43 2,02, entropi 5,74 0,50, nilai piksel median 100 34,43, dan range 254 0. Parameter yang sangat signifikan berbeda terhadap nilai rerata dengan menggunakan uji t adalah standar deviasi, median, rentang, rerata, kurtosis, untuk entropi secara statistik berbeda signifikan, sedangkan skewness, secara statistik tidak begitu signifikan berbeda.

Ultrasound is one of the image modality that is still used for detect early kidney abnormalities. Morphological approach or radiology terms are still being used to describe it. The purpose of this research is to characterize normal and abnormal kidney medical ultrasound image. Statistical Moment Descriptor is a techniques that we used to characterize spatial pixels distribution of B Mode by define mean, standard deviation, skewness, kurtosis, entropy, median, range, and dimensions in three region of interest`s, full kidney, cortical, and renal pelvis area, from 50 total patients. The results obtained is that pixel values distribution of full normal kidney area for mean 69 12.83, standard deviation 41.77 5.66, skewness 0.87 0.28, kurtosis 4.12 0, 88, entropy 6,02 0,27, median 75 15,77, and range 253 3,18, for abnormal kidney, mean 103 31,96, standard deviation 35, 76 7.62, skewness 0.62 0.68, kurtosis 5.43 2.02, entropy 5.74 0.50, median 100 34.43, and range 254 0. Standard deviation, median, range, mean and kurtosis differences are considered to be very statistically significant by the t test, entropy is considered as significant, and skewness is considered to be not statistically significant."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diki Arma Duha
"Pendahuluan: Dalam memberikan panduan pencitraan pada nefrolitotomi perkutan (PCNL), ultrasonografi telah menjadi alternatif panduan dalam PCNL bebas sinar-x yang akan mengurangi radiasi baik pada pasien maupun operator. Meta-analisis ini menilai literatur secara kritis dengan membandingkan keamanan dan kemanjuran PCNL bebas sinar-x dan PCNL yang dipandu fluoroskopi dengan sub-analisis dalam posisi terlentang dan tengkurap.
Metode: Pencarian literatur secara sistematis dilakukan menggunakan Wiley Library, Clinicalkey, dan Pubmed. Studi yang membandingkan fluoroskopi dan PCNL bebas sinar-x hingga Agustus 2020 disertakan. Hasil yang diukur termasuk tingkat bebas batu, waktu operasi, perdarahan, komplikasi, dan lama rawat rumah sakit. Meta-analisis dilakukan pada setiap hasil.
Hasil: Dari 283 artikel yang teridentifikasi dari skrining, tujuh artikel dimasukkan ke dalam analisis kuantitatif dan kualitatif. Tingkat bebas batu (p=0,50), waktu operasi (p=0,83), perdarahan (p=0,41), komplikasi (p=0,20), dan lama rawat inap (p=0,27) pada kedua kelompok secara statistik tidak berbeda. Dalam sub-analisis, ditemukan bahwa komplikasi dan perdarahan signifikan secara statistik pada kelompok rawan, p=0,05 dengan OR 0,17 (95%CI 0,03-1,00) dan p=0,02 dengan OR 0,52 (95%CI 0,30-0,92) masing-masing.
Kesimpulan: Bukti yang mendukung pendekatan pencitraan yang lebih baik masih terbatas saat ini. Namun, sebagai pendekatan alternatif untuk PCNL dengan ultrasonografi bebas x-ray, hal ini menawarkan keamanan yang lebih baik pada posisi tengkurap dan keamanan yang sebanding pada kelompok terlentang. Efikasi antara kedua kelompok ditemukan sebanding baik dalam sub-analisis terlentang dan tengkurap.

Introduction: There are imaging guidances used for percutaneous nephrolithotomy (PCNL), Ultrasonography has been an alternative for guidance in x-ray free PCNL that would reduce radiation both in patients and operators. This meta-analysis critically appraises the literature comparing the safety and efficacy of x-ray free and fluoroscopy-guided PCNL with sub-analysis in supine and prone position.
Method: A systematic literature search using Wiley Library, Clinicalkey, and Pubmed. Studies comparing fluoroscopy and x-ray free PCNL up to August, 2020 were included. The outcome measured included the stone-free rate, operative time, bleeding, complication, and hospital length. Meta-analysis was conducted for each of the outcomes.
Result: Of 283 articles identified from screening, seven were included in quantitative and qualitative analysis. The stone-free rate (p=0.50), operative time (p=0.83), bleeding (p=0.41), complication (p=0.20), and hospital length of stay (p=0.27) in both groups statistically indifferent. In sub-analysis, we found that complication and bleeding statistically significant in prone group, p=0.05 with OR 0.17 (95%CI 0.03-1.00) and p=0.02 with OR 0.52 (95%CI 0.30-0.92) respectively.
Conclusion: Evidence supporting a better imaging approach remains limited at present. However, as an alternative approach for x-ray free ultrasound-guided PCNL, it offers better safety in prone positio and comparable safety in supine group. The efficacy between both groups found comparable both in supine and prone sub-analysis.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmadu
"Telah dilakukan penelitian dengan desain cross-sectional dengan teknik deskriptif dan korelatif untuk mendapatkan gambaran maturasi fistula A V dengan USG Doppler, mengkorelasikan antara kecepatan draining vein, flow darah pada draining vein, diameter internal draining vein, ketebalan dinding draining vein, diameter internal feeding artery, kecepatan feeding artery dengan flow darah pada mesin hemodialisa yang mencerminkan keadekuatan hemodialisis.

A study has been conducted with a cross-sectional design with descriptive and correlative techniques to obtain an image of the maturation of the A V fistula with Doppler ultrasound, correlating between the velocity of the draining vein, the blood flow at the draining vein, the internal diameter of the draining vein, the thickness of the drainage vein wall, the diameter of the Internal Feeding Artery, the speed of feeding the artery with blood flow on the hemodialysis machine which reflects the adequacy of hemodialysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Winarto
"Tujuan : Mencari Korelasi antara ketebalan lemak subkutis dengan menggunakan ultrasonografi dibandingkan dengan persentase lemak total tubuh dengan metoda Bioelectric Impedance Analysis (BIA) dan mencari formula untuk memperkirakan persentase lemak total tubuh dengan menggunakan ketebalan lemak subkutis menggunakan ultrasonografi. Subjek dan Metode : Kami melakukan suatu studi prospektif antara bulan Januari sampai dengan April 2003 pada sebanyak 50 orang sukarelawan dengan indeks massa tubuh normal, dilakukan pemeriksaan Bioelectric Impedance Analysis (BIA) dan Ketebalan lemak subkutis dengan menggunakan ultrasonografi. Oari BIA dilakukan pengukuran impedance (Z) pada frekuensi 50 KHz yang selanjutnya dihitung massa bebas lemak dengan formulasi dari Oeurenberg kemudian dilakukan perhitungan persentase lemak total tubuh. Sedangkan USG jaringan lemak subkutis dilakukan dengan menggunakan transducel linier 7,5 MHz, dengan mengukur ketebalan lemak dari permukaan bawah kulit sampai batas atas otot pada daerah triceps, biceps, subscapula, midaxilla, suprailiaca dan abdominal. Menggunakan SPSS versi 10.0 dicari korelasi antara kedua indikator tersebut yang selanjutnya untuk menguji hubungan antara kedua variabel tersebut dilakukan suatu uji korelasi regresi.

Objective: To find the correlation between subcutaneous fat thickness by using ultrasound compared to the percentage of total body fat by Bioelectric Impedance Analysis (BIA) method and to find formula to estimate the total body fat percentage using subcutaneous fat thickness using ultrasound. Subject and Method: We conducted a prospective study between January and April 2003 on 50 volunteers with normal body mass index, Bioelectric Impedance Analysis (BIA) and subcutaneous fat thickness examination using ultrasound. Oari BIA is measured impedance (Z) at a frequency of 50 KHz which is then calculated as a fat-free mass with the formulation of Oeurenberg then calculates the total body fat percentage. Meanwhile, ultrasonography of subcutaneous fat tissue was performed using a 7.5 MHz linear transducel, by measuring the thickness of fat from the lower surface of the skin to the upper limit of the muscles in the triceps, biceps, subscapula, midaxilla, suprailiaca and abdominal regions. Using SPSS version 10.0, a correlation between the two indicators was sought, and then to test the relationship between the two variables, a regression correlation test was carried out."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Raditya
"ABSTRAK
Latar Belakang:Penentuan jenis cairan pleura merupakan langkah awal dalam
menentukan etiologi suatu efusi pleura dan dilakukan menggunakan Kriteria Light.
Kriteria Alternatif Heffner belum banyak diteliti dan digunakan di Indonesia.
Kriteria ini memiliki kelebihan dibandingkan Kriteria Light, yaitu tidak
memerlukan pengambilan serum darah. Ultrasonografi (USG) toraks juga memiliki
nilai diagnostik dalam penentuan jenis cairan pleura serta semakin rutin dilakukan
untuk memandu torakosentesis dalam rangka mencegah komplikasi. Apabila
Ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan jenis cairan pleura tentunya
akan meningkatkan efisiensi pemeriksaan efusi pleura.
Tujuan: Membandingkan penambahan USG Thorax pada Kriteria Alternatif
Laboratorium dengan Kriteria Alternatif Laboratorium saja dalam mendiagnosis
eksudat/transudat pada populasi penderita efusi pleura di RSCM menggunakan
Kriteria Light sebagai baku emas.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan mengumpulkan
sampel konsekutif sebanyak 60 orang. Kriteria inklusi adalah pasien efusi pleura
dengan usia lebih dari sama dengan 18 tahun dan kriteria eksklusi adalah pasien
yang pernah dilakukan pungsi pada sisi yang sama sebelumnya. Penelitian
dilakukan di RSCM pada periode Januari-Maret 2019. Pada subyek penelitian
dilakukan pemeriksaan USG toraks dan pemeriksaan LDH,protein, dan kolesterol
cairan pleura serta LDH dan protein cairan serum darah.
Hasil: Pada pemeriksaan cairan efusi pleura menggunakan Kriteria Alternatif
Heffner didapatkan hasil Sensitivitas dan Spesifisitas sebesar 97,67 % (IK 95%
87,71-99,94) dan 94,12 % (IK 95% 71.31-99.85) . Sementara pada penambahan
USG toraks pada Kriteria Alternatif didapatkan hasil Sensitivitas dan Spesifisitas
sebesar 97,67 % (IK 95% 87,71-99,94) dan 88,24 % (IK 95% 63,56-98,54).
Simpulan: Penambahan USG Thorax pada Kriteria Alternatif Laboratorium
menurut Heffner memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tidak lebih baik
dibandingkan dengan Kriteria Alternatif saja dalam mendiagnosis
eksudat/transudat sesuai Kriteria Light sebagai baku emas pada populasi penderita
efusi pleura di RSCM. Tetapi hasil positif USG thorax mungkin sangat membantu
untuk menentukan tatalaksana efusi komplikata lebih cepat dan efisien serta
memangkas biaya berlebihan terutama pada kasus emergensi.

ABSTRACT
Background: Determining the Nature of Pleural Effusion using Light Criteria is
the first step to find the right etiology in pleural effusion patient. The Heffner
Alternative Criteria was introduced to replace Light Criteria when there are
difficulties to obtain blood serum. The use of this new criteria is very few in
Indonesia and there are no research in Indonesian population yet. Thorax
Ultrasonography is also a routine diagnostic imaging modalities in pleural effusion.
It is used to guide safe torakosentesis procedure. The use of ultrasonography in
determining the nature of pleural effusion can increase the efficiency of pleural
effusion diagnosis.
Objective: This study analyze the diagnostic performance between Heffner
Alternative Criteria alone compare to with adding thorax USG in determining the
nature of pleural effusion using Light Criteria as gold standard.
Methods: This was a cross sectional study, using 60 consecutive samples. The
population of this study is patient in RSCM Hospital between January-March 2019.
Inclusion criteria is pelural effusion patient age 18 years old or older. Patient were
excluded if already puncture at the same side before. Thorax Ultrasonography was
done and the LDH, Protein, Cholesterol of the pleural fluid was obtained.
Results:The Sensitivity and Specificity of Heffner Alternative Criteria alone were
97,67 % (CI 95% 87,71-99,94) and 94,12 % (CI 95% 71.31-99.85). The Sensitivity
and Specificity of Heffner Alternative Criteria with added Thorax Ultrasonography
were 97,67 % (CI 95% 87,71-99,94) dan 88,24 % (CI 95% 63,56-98,54).
Conclusions: Adding Ultrasonography to Heffner Alternative Criteria was not
improving the already very good Sensitivity and Specificity of Heffner Alternative
Criteria alone in determining the nature of pleural effusion. But a positive result
from the Ultrasonography may reduce time and cost for the management of
complicated pleural effusion especially in emergency cases.
"
2019
T55521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Budianto
"Latar Belakang: Obesitas diketahui memiliki berbagai macam komplikasi dalam jangka panjang, salah satunya yaitu gangguan motilitas lambung dan perlambatan pengosongan lambung. Hal ini memiliki implikasi yang cukup serius khususnya pada kondisi perioperatif dimana perlambatan pengosongan lambung meningkatkan risiko aspirasi cairan lambung ke saluran napas. Dibutuhkan penilaian isi konten lambung secara riil menggunakan ultrasonografi untuk menilai volume residual lambung perioperatif. Tujuan: Menganalisis posisi pemeriksaan yang optimal dan metode pengukuran ultrasonografi lambung yang terbaik serta membandingkan volume residual lambung berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi dua jam pasca pemberian cairan maltodextrin 12,5% antara populasi obesitas dan non obesitas. Metode: Sebanyak 53 subjek berpartisipasi pada penelitian ini pada periode Desember 2023 hingga Maret 2024. Desain penelitian ini adalah potong lintang perbandingan volume residual lambung antara populasi obesitas dan non obesitas yang dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Hasil: Tidak didapatkan perbedaan hasil pengukuran diameter CSA antrum lambung dengan metode elipsoid ataupun dua dimensional. Terdapat perbedaan bermakna antara posisi pemeriksaan RLD dibandingkan berbaring dalam menilai volume residual lambung (p < 0,05). Median volume residual lambung dua jam pasca konsumsi cairan karbohidrat pada kelompok obesitas berat yaitu 1,93 (0,56-3,39) ml/KgBB dengan batas aman risiko aspirasi yaitu <1,5 ml/KgBB. Kesimpulan: Pemeriksaan ultrasonografi lambung terbaik dilakukan pada posisi RLD dan dapat menggunakan metode elipsoid ataupun dua dimensional. Terdapat peningkatan volume residual lambung dua jam pasca konsumsi cairan karbohidrat yang melebihi batas aman risiko aspirasi pada kelompok obesitas berat.

Background: Obesity is known to have various long-term complications, one of which is delayed gastric emptying. This condition has quite serious implications, especially in perioperative conditions which can increases the risk of aspiration of gastric fluid into the airway. Gastric content assessment using ultrasonography is needed to assess perioperative gastric residual volume. Objective: To analyze the optimal examination position, the best gastric ultrasound measurement method and to compare the gastric residual volume two hours after administration of 12.5% maltodextrin fluid in obese and non-obese populations. Method: A total of 53 subjects participated in this study during the December 2023 to March 2024. This was a cross-sectional comparative study of gastric residual volume between obese and non-obese populations analyzed using the Mann-Whitney test. Results: There were no differences in the results of measuring the CSA diameter of the gastric antrum using the ellipsoid or two-dimensional method. There was a significant difference between the RLD examination position compared to supine position in assessing gastric residual volume (p < 0.05). The median residual volume of the gastric antrum two hours after consuming carbohydrate fluids in the severely obese group was 1.93 (0.56-3.39) ml/KgBW which exceed the safe limit for aspiration risk (<1.5 ml/KgBW). Conclusion: The best gastric ultrasound examination is carried out in the RLD position and can use both ellipsoid and two-dimensional method. There was significant increase in gastric residual volume two hours after carbohydrate fluids administration which exceeded the safe limit for risk aspiration in the severely obese group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ifransyah Fuadi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Tingkat kesesuaian pemeriksaan biopsi perkolonoskopi merupakan salah satu ukuran kualitas dari suatu tindakan kolonoskopi sehingga perlu diidentifikasi.Tujuan: Mengetahui tingkat kesesuaian tindakan biopsi perkolonoskopi dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi secara pembedahan.Metode: Studi potong lintang ini menggunakan rekam medik pasien tumor kolon yang telah melakukan pemeriksaan histopatologi secara biopsi perkolonoskopi dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi secara pembedahan di PESC RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo dalam periode 1 Januari 2006-31 Desember 2015. Tingkat kesesuaian dicari dengan menggunakan uji komparatif kesesuaian kategorik, sehingga didapatkan nilai kappa.Hasil: Terdapat 48 subjek pada penelitian ini. Diagnosis utama tindakan biopsi perkolonoskopi pada kasus tumor kolon adalah massa rektosigmoid sebanyak 12 pasien 25 , hasil histopatologi terbanyak pada biopsi secara pembedahan adalah adenokarsinoma kolon bediferensiasi baik sebanyak 28 pasien 58,3 , topografi terbanyak pada kasus tumor kolon adalah C.18.9 pada kolon dengan lokasi yang tidak spesifik sebanyak 21 pasien 43,7 dan morfologi adenokarsinoma sebanyak 46 pasien 95,8 . Pada penelitian ini kasus suspek ganas kami masukkan kedalam kelompok histopatologi jinak. Dari 48 kasus, 37 77,1 kasus ganas menjadi ganas, 10 20,8 kasus jinak menjadi ganas, dan 1 2,1 kasus jinak tetap menjadi jinak. Pada penelitian ini didapatkan perhitungan kesesuaian nyata sebesar 79 , kesesuaian karena peluang sebesar 77 , kesesuaian bukan karena peluang sebesar 2 , potensi kesesuaian bukan karena peluang sebesar 23 , tingkat kesesuaian murni nilai kappa sebesar 0,134.Simpulan: Tingkat kesesuaian pemeriksaan histopatologi secara biopsi perkolonoskopi dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi secara pembedahan di PESC RSCM tahun 2006-2015 adalah kurang baik. Nilai kappa dipengaruhi oleh prevalensi, pada kasus jarang seperti pada penelitian ini nilai kappa yang rendah tidak selalu mencerminkan rendahnya kesesuaian secara keseluruhan.

ABSTRACT
Background Level of agreement comparison between biopsy per colonoscopy examination is used to measure of the quality of a colonoscopy examination and needed to be identifiedAim To identify level of agreement comparison between histopathologic examination of biopsy per colonoscopy and histopathologic examination per surgicalMethods A cross sectional study using medical records from patients with colon tumor who had undergone histopathologic examination with biopsy per colonoscopy and then confirmed by surgical procedure in PESC RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo between 1st January, 2006 31st December, 2015. Level of agreement calculated using comparative agreement category test in order to obtain the value of kappa.Result There are 48 subjects in this study. The first diagnosis from per colonoscopy biopsy examination was rectosigmoid mass as much as 12 25 patients. The top histopathologic result from biopsy per surgery was adenocarcinoma with good differentiated as much as 28 patients 58,3 , top topography result in the case of colon tumors was C.18.9 the colon with no specific location as much as 21 patients 43.7 , and top morphology was adenocarcinoma as much as 46 patients 95,8 . We were put in histopathologic suspected malignancy cases in benign cases. From 48 cases, 37 77,1 malignancy cases become malignancy, 10 20,8 benign cases become malignancy, and 1 2,1 benign cases become benign. Level of real agreement was 79 , level of agreement by chance was 77 , level of agreement not by chance was 23 , kappa value was 0,134. Conclusion The level of agreement comparison between histopathologic examination of biopsy per colonoscopy compared with histopathologic examination per surgical at PESC RSCM between 2006 2015 period was not good, kappa value was influenced by the prevalence, in rare cases such as in this study lower kappa value do not always reflect low overall level of agreement "
[, ]: 2017
T55692
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Susilowati
"Latar Belakang: Transplantasi ginjal telah menjadi pilihan utama terapi bagi pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir, baik yang berasal dari donor hidup maupun donor jenazah. Transplantasi ginjal memiliki risiko yang lebih rendah baik untuk mortalitas maupun kejadian kardiovaskular, serta memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan pasien yang menjalani dialisis kronis, baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan transplantasi ginjal di RSUPN Ciptomangunkusumo tahun 2010-2017.
Metode: Penelitian Desain penelitian ini adalah kohort retrospekstif menggunakan data rekam medis pasien transplantasi ginjal. Sampel penelitian adalah resipien transplantasi ginjal ≥ 18 tahun di di RSUPN Ciptomangunkusumo tahun 2010-2017, yaitu sebanyak 548 pasien.
Hasil: penelitian probabilitas kesintasan resipien transplantasi ginjal selama pengamatan 5 tahun adalah 84,1% Hasil analisis dengan regresi cox menunjukkan bahwa resipien dengan donor yang berusia ≥ 40 tahun lebih cepat 1,487 kali untuk meninggal dibandingkan resipien dengan donor yang berusia < 40 tahun, resipien yang berusia ≥ 45 tahun lebih cepat 2,356 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang berusia <45 tahun, lama hemodialisis ≥ 24 bulan lebih cepat 2,356 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang lama hemodialisisnya < 24 bulan, skor charlson > 1 lebih cepat 2,861 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang skor charlson ≤ 1, resipien yang memiliki DM lebih cepat 2,947 kali untuk meninggal dibandingkan dengan yang tidak DM.
Simpulan: Kesintasan lima tahun di Indonesia cukup baik. Insiden kematian relatif tinggi, menyebabkan penurunan kelangsungan hidup pasien lima tahun. Namun, hasil keseluruhan masih sebanding dengan negara-negara berkembang lainnya.

Background: Kidney transplantation has become the main choice of therapy for patients with end-stage kidney disease, both from living donors and donor bodies. Kidney transplantation has a lower risk for both mortality and cardiovascular events, and has a better quality of life than patients who undergo chronic dialysis, both hemodialysis and peritoneal dialysis. This study aims to determine the factors that influence the survival of kidney transplants in Ciptomangunkusumo Hospital in 2010-2017.
Methods: A retrospective cohort study with total consecutive sampling is performed on all kidney transplant recipients in Cipto Mangunkusumo Hospital from March 2019 until May 2019. Data is acquired by analysing medical records and contacting patients directly. Each recipient is followed from the day of transplant until death or december 2018, whichever comes first. Five-year death and patient survival is documented. Kaplan-Meier Curve is used to describe patient survival until the end of study and analysis with Cox regression.
Result: which was as many as 548 patients. The results of this study indicate the probability of survival of kidney transplant recommendations during the 5-year observation was 84.1%. The results of the analysis with Cox regression showed that donors aged ≥ 40 years were 1,487 faster to die than recipients with donor aged <40 years, prescriptions aged ≥ 40 years 2,356 times faster to die than patients aged <40 years, duration of hemodialysis ≥ 24 months faster 2,356 times to die compared to patients with long hemodialysis <24 months, Charles score> 1 faster 2,861 times to die than patients who score charlson ≤ 1, the recipients who have DM are 2.97 times faster to die compared to those without DM.
Conclusions: The outcome of five-year death in Indonesia is very satisfactory. The incidence of death is relatively high, causing a decline in five-year patient survival. However, the overall results are still comparable to other developing countries.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Na Imatul Mahanani
"ABSTRAK
Antibiotik profilaksis pada tindakan biopsi prostat transrectal ultrasound (TRUS) diberikan untuk mengurangi komplikasi infeksi. Antibiotik profilaksis yang digunakan di RSUPNCM adalah fluorokuinolon tetapi terdapat tren peningkatan resistensi. Belum tersedia data mengenai profil bakteri dan antibiogram pada swab rektal biopsi prostat di RSUPNCM sebagai acuan profilaksis dan terapi infeksi pasca biopsi prostat.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan data profil bakteri dan antibiogram swab rektal pasien biopsi prostat, serta mendapatkan data jumlah pasien yang mengalami komplikasi infeksi pasca biopsi prostat di RSUPNCM.
Desain penelitian adalah kohort prospektif. Menggunakan swab rektal dari 47 pasien biopsi prostat di Departemen Urologi RSUPNCM. Didapatkan bakteri Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Enterococcus faecium, Acinetobacter haemolyticus, Morganella morganii ss morganii, dan Enterococcus faecalis. Antibiotik yang memiliki sensitvitas tinggi gentamicin, amikacin, ampicillin sulbactam, amoxicillin clavulanat, ceftazidime, piperacillin tazobactam, cefepime, imipenem, doripenem, meropenem, dan ertapenem. Antibiotik yang menunjukkan resistensi tinggi cephalothin, cefotaxime, ceftriaxone, dan cefoperazone. Keluhan subyektif demam didapatkan pada 7 pasien dan tidak terdapat rawat inap ke rumah sakit. Tidak direkomendasikan pemberian fluorokuinolon sebagai antibiotik profilaksis pada tindakan biopsi prostat di RSUPNCM. Pemberian antibiotik profilaksis sebaiknya dengan profilaksis target berdasarkan hasil kultur dan resistensi swab rektal. Apabila tidak dapat dilakukan maka antibiotik profilaksis yang dapat direkomendasikan adalah amoxicillin clavulanat dan ertapenem.

ABSTRACT
Prophylaxis antibiotics in trans rectal ultrasound prostate biopsy is given to reduce infection complication. The recent antibiotics in Doctor Cipto Mangunkusumo hospital is fluoroquinolone that showing increasing resistance trends. Bacterial profile and antibiogram of rectal swab patient underwent prostate biopsy is not available. This data is needed as a guidance of
prophylaxis antibiotics and post biopsy infection therapy in prostate biopsy.
This research aimed to obtain those data, and number of patient with infection complication post prostate biopsy.
Research design was prospective cohort. Swab rectal is collected from 47 patients underwent prostate biopsy in Doctor Cipto Mangunkusumo Hospital. Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Enterococcus faecium, Acinetobacter haemolyticus, Morganella morganii ss morganii, and Enterococcus faecalis were found. Antibiotics with high susceptible gentamicin, amikacin, ampicillin sulbactam, amoxicillin clavulanat, ceftazidime, piperacillin tazobactam, cefepime, imipenem, doripenem, meropenem, and ertapenem. Antibiotics with high resistance cephalothin, cefotaxime, ceftriaxone, and cefoperazone. Subjective complaints of fever were found in 7 patients. Fluoroquinolone is not recommended as prophylaxis antibiotics in trans rectal ultrasound prostate biopsy. The targeted prophylaxis antibiotics based on rectal swab culture and resistance test should be done. If this test cannot be done, we suggest the use of amoxicillin clavulanat and ertapenem as recommended prophylaxis antibiotics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>