Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135762 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Dzikri Fakhrudin
"Bali Fintech Agenda adalah seperangkat 12 elemen kebijakan dari International Monetary Funds atau IMF dan Bank Dunia untuk membantu negara anggotanya memanfaatkan keuntungan dan peluang dari pesatnya perkembangan teknologi finansial atau tekfin. Indonesia di sini sangat berperan cukup aktif terhadap agenda ini di saat negaranya masih memiliki kendala dalam tekfin, masih tertinggal di dalam sistem dan memiliki rekam sejarah yang kurang baik dengan IMF. Dalam menganalisis fenomena ini, penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deduksi atas teori tipe kepentingan nasional dalam kebijakan luar negeri oleh Donald Nuechterlein didukung dengan data dari studi pustaka dan beberapa sumber primer serta sekunder. Kebijakan luar negeri Indonesia terlihat sangat mendukung tata kelola tekfin global Bali Fintech Agenda dengan menjadi tuan rumah dan mendukung adanya tata kelola tekfin internasional sebelum dan bahkan sesudah agenda ini keluar. Penulis melihat peran aktif ini didasari bahwa Indonesia memiliki kepentingan ekonomi yaitu untuk mendorong pasar keuangan yang kompetitif, menjaga data konsumen, meningkatkan inklusi keuangan pada individu dan pelaku UMKM, membuka lapangan kerja baru bagi generasi milenial dan mendorong infrastruktur. Kepentingan tatanan dunia Indonesia untuk mengatasi ketimpangan tekfin dan menunjukkan peran bridge builder dengan kerja sama dalam sistem keuangan internasional. Kepentingan ideologi Indonesia adalah mendukung nilai light touch dan safe harbour serta agenda inklusi keuangan yang sebenarnya bagian dari ideologi neoliberalisme. Hanya kepentingan keamanan yang kurang terlihat dalam isu ini dan yang ada hanya ekspektasi.

The Bali Fintech Agenda is a set of 12 policy element considerations from the International Monetary Funds or IMF and the World Bank to help member countries utilize the advantages and opportunities of the rapid development of financial technology or fintech. Indonesia here has played an active role in this agenda at a time when the country still has problems in fintech industries, not the advanced one in the system and has an unfavorable history with the IMF. In analyzing this phenomenon, the author will use qualitative research methods with a deductive approach to the theory of the type of national interest in foreign policy by Donald Nuechterlein supported by data from literature studies and several primary and secondary sources. Indonesia's foreign policy seems to strongly support global fintech governance of Bali Fintech Agenda by hosting and supporting international fintech governance before and even after this agenda comes out. The author sees this active role because Indonesia has an economic interest such as to encourage competitive financial markets, safeguard consumer data, increase financial inclusion for individuals and MSME, open new job opportunities for the millennial generation and improving infrastructure. mendorong infrastruktur. Indonesian world order interests are to overcome fintech inequality and to demonstrate the role bridge builder in existing international financial system. Indonesian ideological interests are to support the value of light touch and safe harbour as well as the financial inclusion agenda which all of it was part of neoliberalism. Only security interest is less visible in this issue with only one expectation that is visible."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Gleena Mydianto
"Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara dampak adopsi fintech pada level bank individu terhadap risiko bank, termasuk risiko kredit, likuiditas, dan kebangkrutan. Penelitian ini menetapkan indeks untuk mengukur adopsi fintech yang telah dijalankan oleh bank di Indonesia, sampel nya sendiri mencakup 46 bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menggunakan teknologi text mining, untuk proses pengambilan informasi mengenai adopsi fintech berdasarkan laporan keuangan tahunan bank tersebut dari tahun 2019 hingga 2022. Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai heterogenitas kepemilikan dan adopsi sub-dimensi fintech yang berpengaruh. Kesimpulan dari penilitian ini sebagai berikut: (1) adopsi fintech pada bank meningkatkan risiko kredit dan likuiditas bank namun mengurangi risiko kebangkrutan; (2) Dari segi kepemilikan, adopsi fintech pada bank umum milik swasta/asing membawa risiko kredit dan likuiditas yang lebih tinggi. (3) Penerapan sub-dimensi teknologi pada adopsi fintech dapat memperburuk risiko kredit dan likuiditas.

This research investigates the relationship between the impact of fintech adoption at the individual bank level and bank risk, including credit, liquidity, and insolvency risks. This research established an index measuring fintech adoption covering 46 banks listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX). Using text mining technology, it took information regarding fintech adoption based on the bank's annual financial reports from 2019 to 2022. Apart from that, this research also discusses the heterogeneity of ownership and adoption of influential fintech sub-dimensions. The conclusions of this research are as follows: (1) adoption of fintech in banks increases credit risk and liquidity risk yet reduces the risk of insolvency; (2) From an ownership perspective, the adoption of fintech in private/foreign-owned commercial banks carries higher credit and liquidity risks. (3) Applying technological sub-dimensions to fintech adoption can exacerbate credit and liquidity risks.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Mutiara Phoenna Arifin
"ABSTRAK
Pada perkembangan bidang finansial, perusahaan dengan inovasi teknologi finansial sedang berkembang di Indonesia dan menjadi salah satu pilihan layanan untuk pengajuan kredit. Setiap kegiatan kredit apapun tipenya akan selalu memiliki risiko yang dapat terjadi dan perlu di atur dengan baik oleh perusahaan agar tidak menimbulkan kerugian. Karya akhir ini menjelaskan mengenai analisis estimasi peluang kejadian gagal bayar pada perusahaan teknologi finansial fintech yang memberikan kredit mikro kepada pemilik usaha UMKM. Analisis yang dilakukan menggunakan metode Kaplan-Meier dan Nelson-Aalen untuk mengetahui estimasi peluang survival kredit di PT Amartha Mikro Fintek. Serta dilakukan analisis beberapa kategori kelompok data observasi, berdasarkan tenor, sektor bisnis, jumlah anggota peminjam, dan plafond pinjaman. Secara umum hasil yang diperoleh menunjukkan peluang untuk bertahan pada performa pinjaman yang baik akan lebih besar pada awal masa pinjaman dan mulai mengalami penurunan performa kredit mulai dari minggu ke-30 waktu pinjaman. Pada pemilihan model terbaik menggunakan standar error SE dan mean absolute deviation MAD mendapatkan hasil yang tidak berbeda metode Kaplan-Meier dan Nelson-Aalen.

ABSTRACT
In its development in financial industry, company with financial technology innovation is developing in Indonesia, and become an option for credit submission service. Any credit activity will always have risks that can occur and need to be manage by the company management. This analytical study provide estimation of default probability at fintech which give micro credit for small business owner. This study use Kaplan Meier and Nelson Aalen as method to find survival credit probability estimation in PT Amartha Mikro Fintek. This study will also provide analitycal for categories of observational data groups, such as loan term period, borrower rsquo s business sector, numbers of member borrower, and loan ceiling. In general the results obtained is survival probability will be greater in the early time periods of loan, and began to experience a decline in credit performance starting from the 30th week of the loan. For selection best model, this study used standard error SE and mean absolute deviation MAD for best model criteria, the result show that Kaplan Meier and Nelson Aalen method just slightly difference."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tajhok Meugat Indra
"ABSTRAK
Indonesia dengan potensi geografis dan demografi memiliki kesempatan untuk dapat lebih mensejahterakan masyarakatnya yang berada di kawasan perbatasan dan pulau-pulau terpencil dengan memanfaatkan teknologi keuangan financial technology untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kemampuan finansial secara lebih merata di seluruh wilayah Indonesia. Penulisan tesis ini membahas mengenai bagaimana akses masyarakat terhadap layanan keuangan serta strategi pemerintah dalam menghubungkan fragmentasi serta kesenjangan dalam kesejahteraan masyarakat diantara pulau- pulau di Indonesia melalui sektor jasa keuangan yang menggunakan teknologi sebagai jembatan penghubung dalam menjangkau masyarakat hingga ke pelosok nusantara. Melalui metode penelitian normatif dalam mengkaji regulasi yang dimiliki serta komparasi terhadap peraturan yang ada di negara-negara lain sebagai pembanding. Hasil penelitian menyarankan agar ditingkatkannya pemahaman masyarakat terhadap literasi keuangan untuk memahami penggunaan financial technology agar lebih tepat sasaran serta merata di seluruh wilayah. Kemudian percepatan terhadap pembangunan infrastruktur pendukung layanan keuangan yang berbasis teknologi tersebut agar penetrasi layanan lebih berkualitas dan tidak menghambat perkembangan perekonomian di dalam masyarakat.

ABSTRACT
Indonesia with geographical and demographic are potentially to be more prosperous from the border areas through remote islands by utilizing financial technology to meet their needs of life and improving financial capability across Indonesia. This thesis discusses how public access to financial services and government strategies in connecting fragmentation and gaps in the welfare among islands in Indonesia through the financial services sector that uses technology as a bridge in reaching the community through the corners of the archipelago. Through normative research methods by reviewing the regulation and comparative regulations from other countries as a comparison. The results suggest that enhancing the public understanding of financial literacy to use financial technology more effective and distributed throughout the region. Then the acceleration of the development of technology based financial services support infrastructure so that service penetration is more qualified and does not hinder the development of the economy in the community."
2017
T48647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ammar Fakhri Ramadhan
"Teknologi finansial peer to peer lending menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang ingin mencari modal namun tidak memiliki akses untuk mendapat pinjaman dari bank konvensional. Demand yang tinggi serta Imbal hasil yang besar membuat layanan ini diminati banyak investor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek kepastian hukum pada regulasinya serta menganalisa mengenai Pengaruh Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi yang terjadi didalam mekanisme peer to peer lending terhadap tingkat penyalurannya.. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan Post-Positivist dan teknik analisis data kualitatif. Analisis dilakukan dengan menyajikan data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membandingkan serta menganalisis nilai transaksi peer to peer lending sejak sebelum dan setelah diberlakukannya regulasi pajak dan menganalisa aspek certainty pada regulasi yang berlaku melalui wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan menunjukkan bahwa pengenaan pajak tidak menurunkan nilai transaksi peer to peer lending di Indonesia. Kemudian dalam menganalisa asas certainty pada PMK 69 Tahun 2022 diketahui bahwa regulasi pajak peer to peer lending di Indonesia telah memenuhi asas kepastian hukum. Namun regulasi pajak yang mengatur hanya terbatas kepada platform resmi sehingga masih terdapat dispute pada mekanisme pajak pada platform ilegal dengan borrower yang berstatus orang pribadi sehingga tidak dapat melakukan pemotongan pajak.

Peer to peer lending financial technology is one alternative funding for the community, especially Small and Medium Enterprises (SMEs) who looking for fund but don’t have access to loans from conventional banks. High demand and large returns make this service look attractive for many investors. This study aims to analyze aspects of legal certainty in the regulation and the analyze the impact of Income Tax (PPh) on transactions that occur in the peer to peer lending mechanism. The research methods was conducted with a PostPositivism approach and qualitative data analysis technique. The analysis was carried out by presenting statistical data from the Financial Services Authority (OJK) to compare and analyze transaction values before and after the enactment of tax regulations and analyze certainty aspects of applicable regulations through in-depth interviews. The results of this study indicate that after being carried out, it shows that the imposition of taxes does not reduce the value of peer to peer lending transaction in Indonesia. Then, in analyzing the principle of certainty in PMK 69 of 2022, supported by in-depth interviews, it is known that peer to peer lending tax regulations in Indonesia have met the principle of legal certainty. However, the tax regulations that regulate are only limited to official platforms, so there are still disputes on the tax mechanism on illegal platforms with borrowers who are private person status so they cannot withhold taxes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Alexander Tosin
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai pelaku usaha fintech yang menawarkan pinjaman dana berbasis teknologi informasi kepada masyarakat. Belum adanya peraturan yang secara rinci mengatur mengenai fintech mengakibatkan kekosongan hukum yang dapat menimbulkan potensi masalah ke depannya. Permasalahan tersebut berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab hukum pelaku usaha fintech bersangkutan serta kedudukannya ditinjau dari perspektif hukum pembiayaan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menemukan pengaturan yang ideal bagi pelaku usaha fintech yang menawarkan pinjaman dana berbasis teknologi informasi. Oleh karenanya penelitian ini akan menjawab permasalahan tersebut dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dimana keseluruhan data yang diperoleh kemudian diolah dengan metode kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa dalam kegiatan usahanya menawarkan pinjaman dana kepada masyarakat, pelaku usaha fintech memiliki tanggung jawab hukum berdasarkan pasal 15 UU ITE untuk dianggap selalu bertanggung jawab dalam penyelenggaraan sistem elektroniknya presumption of liability principle . Selanjutnya ditinjau dari perspektif kaidah hukum pembiayaan yang berlaku, pengaturan kedudukan yang ideal bagi pelaku usaha fintech tersebut adalah Perusahaan Pembiayaan. Penelitian ini menyarankan perbaikan atas aspek-aspek yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi POJK No. 77/POJK.01/2016 yakni: i perumusan definisi dan ruang lingkup fintech, ii kedudukan para pihak dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 dimana menurut penulis, posisi pelaku usaha fintech harus dipertegas dalam kedudukannya selaku penyelenggara sistem elektronik yang menawarkan pinjaman dana kepada masyarakat, iii bentuk tanggung jawab hukum yang harus diemban, dan iv kepemilikan asing pada industri fintech dihapuskan karena dikhawatirkan akan bersaing dengan Bank Perkreditan Rakyat.

ABSTRACT
This research discusses the fintech businesses that offer technology based loan to society. The absence of detailed regulations concerning fintech result in a legal vacuum that could lead to potential problems in the future. The problems related to the obligation and legal responsibility of fintech entrepreneurs concerned and their status to be reviewed from perspective of financing law. The purpose of this research was to find the ideal setting rule for Fintech Financial Technology Business Offering Technology Based Loan To Society. Therefore, this study will answer these problems by using normative juridical research method in which the overall data obtained are then processed with qualitative methods. This research found that in the normal course of business to offer loans to society, fintech businesses have a legal responsibility under Article 15 of ITE Law to be considered always responsible for the implementation of the electronic systems presumption of liability principle . Furthermore, from the perspective of applicable financing law principles point of view, the proper position for fintech businesses are finance companies. This research suggests improvements on the aspects set out in the Regulation of Financial Services Authority No. 77 POJK.01 2016 on Information Technology Based Loan Services POJK No. 77 POJK.01 2016 , namely i formulation of definitions and fintech scope, ii the position of the parties in POJK No. 77 POJK.01 2016 which according to the author, position of fintech entrepreneurs should be emphasized, in his capacity as the operator of electronic systems that offer technology based loans to society, iii forms of liability that must be carried, and iv foreign ownership on fintech industry to be eliminated fearing they would compete with BPR."
2017
T47283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafira Ummara Adhwaa
"

Skripsi ini membahas adanya potensi tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) melalui financial technology (fintech) peer-to-peer lending di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) di Sektor Jasa Keuangan (SJK) melakukan upaya pengawasan dalam mencegah TPPT melalui fintech P2P lending. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan jenis penelitian deskriptif. Metode yang digunakan yaitu kualitatif menggunakan wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil analisis dari dimensi content of policy menunjukkan bahwa masih kebijakan OJK dalam mencegah TPPT melalui fintech P2P lending perlu dilengkapi dengan peraturan, inovasi, peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, dan upaya-upaya lainnya. Hasil analisis context of policy menunjukkan bahwa keberhasilan kebijakan sudah didukung oleh karakteristik institusi dan rezim serta sinergi antara kepentingan, kekuasaan, dan strategi aktor yang bersangkutan dalam kebijakan. Keberhasilan kebijakan juga mengalami hambatan dalam penerapan program APU-PPT di fintech P2P lending dan membutuhkan penyusunan Surat Edaran OJK (SEOJK) yang mengatur terkait ketentuan teknis penerapan program APU-PPT. Saran-saran yang dihasilkan dari analisis penelitian ini antara lain melakukan analisis struktur organisasi, analisis bidang hukum dari segi regulasi, inovasi sistem pengawasan di bidang teknologi dan informasi, segera mengesahkan Surat Edaran OJK (SEOJK) yang mengatur terkait ketentuan teknis penerapan program APU-PPT, dan peningkatan pegawai bersertifikasi CAMS.


This thesis discusses the potency of criminal terrorism financing through financial technology (fintech) peer-to-peer lending in Indonesia. The Financial Services Authority (OJK) as a Supervisory and Regulatory Agency (LPP) in the Financial Services Sector (SJK) undertakes supervisory efforts to prevent it through fintech P2P lending. This study uses a post-positivist approach with descriptive research type. The method is qualitative using in-depth interviews and literature study. The analysis results from the content of policy shows that the OJK’s policy in preventing criminal terrorism financing through fintech P2P lending needs to be complemented by regulations, innovation, increasing the quantity and quality of human resources, and other measures. The results of the context of policy analysis shows that the success of policies is supported by the characteristics of institutions and regimes as well as the synergy between the interests, powers and strategies of the actors concerned in the policies. The success of the policy also encountered obstacles in the implementation of the Anti-Money Laundering and Counter Financing of Terrorism (AML-CFT) program in fintech P2P lending and required the preparation of the Surat Edaran OJK (SEOJK) which regulates the technical provisions for implementing the AML-CFT program. The suggestions of this research include analyzing organizational structures, analyzing the legal field from a regulatory perspective, innovating the supervisory system in the field of technology and information, ratifying the OJK Circular (SEOJK) which regulates the technical provisions for implementing the AML-CFT program immediately, and increasing in CAMS certified employees.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Adminstrasi Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Hara Nathania
"Fintech lending sebagai industri keuangan non-bank memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan Know Your Customer Principles (KYC Principles) sebagai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme . Seiring dengan perkembangan teknologi, KYC yang dilakukan secara konvensional, melalui Pasal 17 POJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Pencegahan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana diubah dengan POJK No. 23/POJK.01/2019, dimungkinkan untuk dilakukan secara elektronik (e-KYC). Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana pengaturan e-KYC pada fintech lending di Indonesia serta bagaimana mitigasi risiko dalam rangka menjamin hak pengguna fintech lending dalam pelaksanaan e-KYC. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatis. Penulis menemukan bahwa pelaksanaan e-KYC menimbulkan risiko hukum, di antaranya ialah penipuan identitas dan kebocoran data pribadi. Baik penyelenggara, AFPI, maupun OJK memiliki peranan dalam melakukan mitigasi risiko tersebut demi menjamin hak pengguna fintech lending. Dari penyelenggara fintech lending, mitigasi yang dapat dilakukan adalah melakukan verifikasi dengan teknik pengenalan wajah serta menerapkan ISO 27001 – Sistem Manajemen Keamanan Informasi. Sedangkan mitigasi yang dapat dilakukan oleh AFPI dan OJK adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan e- KYC. Penelitian ini menyarankan agar penyelenggara fintech lending melakukan pemeliharaan terhadap sistem manajemen keamanan secara berkala serta menghimbau agar penyelenggara, AFPI, dan OJK melakukan edukasi khusus kepada masyarakat terkait risiko kebocoran data pribadi.

Fintech lending as a non-bank financial industry has an obligation to implement Know Your Customer Principles (KYC Principles) as an effort to prevent money laundering and terrorism financing. Along with technological developments, conventional KYC, through Article 17 POJK No. 12/POJK.01/2017 concerning the Implementation of the Anti-Money Laundering Prevention Program and the Prevention of the Financing of Terrorism in the Financial Services Sector as amended by POJK No. 23/POJK.01/2019, it is possible to do this electronically (e- KYC). Therefore, this study will discuss how to regulate e-KYC in fintech lending in Indonesia and how to mitigate risk in order to guarantee the rights of fintech lending users in the implementation of e-KYC. This study uses a normative juridical research method. The author finds that the implementation of e-KYC poses legal risks, including identity fraud and personal data leakage. Both the organizers, AFPI, and OJK have a role in mitigating these risks in order to guarantee the rights of fintech lending users. From fintech lending providers, the mitigation that can be done is to verify with facial recognition techniques and implement ISO 27001 – Information Security Management System. Meanwhile, the mitigation that can be done by AFPI and OJK is supervision of the implementation of e-KYC. This study suggests that fintech lending providers carry out regular maintenance of the security management system and urges the organizers, AFPI, and OJK to provide special education to the public regarding the risk of personal data leakage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Astarianti Soemarsono
"Dalam rangka mengakselerasi transformasi digital di Indonesia, Regulatory Technology (“Regtech”) dan Supervisory Technology (“Suptech”) hadir sebagai pendekatan pengawasan berbasis teknologi yang dapat meningkatkan kepatuhan para Penyelenggara Teknologi Finansial. Regtech merupakan pemanfaatan teknologi untuk kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan secara efektif dan efisien yang digunakan oleh Penyelenggara Teknologi Finansial, sedangkan Suptech merupakan penggunaan teknologi inovatif oleh Lembaga Pengawas dengan tujuan untuk mendorong pelaksanaan fungsi pengawasan. Skripsi ini meneliti mengenai pengaturan Regtech dan Suptech serta permasalahan dan tantangan yang ditimbulkan dari pemanfaatan Regtech dan penerapan Suptech terhadap Teknologi Finansial di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang didasarkan pada bahan hukum tertulis seperti Undang-Undang, Peraturan Bank Indonesia, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang berkaitan dengan pemanfaatan Regtech dan penerapan Suptech di Indonesia. Kesimpulan dari Skripsi ini adalah pemanfaatan Regtech dan penerapan Suptech telah memiliki dasar hukum yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia. Kemudian, permasalahan dan tantangan yang muncul menghambat pemanfaatan Regtech dan penerapan Suptech oleh para Penyelenggara Teknologi Finansial, seperti permasalahan regulasi, permasalahan infrastruktur informasi teknologi, permasalahan jaringan internet, dan permasalahan biaya. Penulis menyarankan adanya pedoman mengenai pemanfaatan Regtech dan penerapan Suptech dan melakukan penyelarasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 13 Tahun 2018 dengan Surat Penetapan Hasil Regulatory Sandbox untuk Penyelenggara Aggregator.

In order to accelerate digital transformation in Indonesia, Regulatory Technology (“Regtech”) and Supervisory Technology (“Suptech”) are present as technology-based supervisory approaches that can improve compliance by Financial Technology Operators. Regtech is the use of technology for compliance with laws and regulations effectively and efficiently used by Financial Technology Operators, while Suptech is the use of innovative technology by the Supervisory Agency to encourage the implementation of the supervisory function. This thesis examines the regulation of Regtech and Suptech as well as the problems and challenges that arise from the use of Regtech and the application of Suptech to Financial Technology in Indonesia. This study uses a normative juridical method based on written legal materials such as the Act, Bank Indonesia Regulations, and Financial Services Authority Regulations relating to the use of Regtech and the application of Suptech in Indonesia. The thesis concludes that the use of Regtech and the application of Suptech have a legal basis issued by the Financial Services Authority and Bank Indonesia. Then, the problems and challenges that arise hinder the use of Regtech and the application of Suptech by Financial Technology Operators and Supervisory Agencies, such as regulatory issues, information technology infrastructure problems, internet network problems, and cost issues. The author suggests guidelines regarding the use of Regtech and the application of Suptech and harmonizing the Financial Services Authority Regulation No. 13 of 2018 with a Letter of Determination of Regulatory Sandbox Results for Aggregator Operators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abhirama Budiawan
"PT XYZ merupakan salah satu perusahaan financial technology atau dapat disebut dengan fintech dengan kategori P2P Lending. Salah satu bidang yang dicakup oleh PT XYZ ini adalah bidang retail yang memiliki limit pinjaman yang kecil dan jumlah borrower yang banyak. Masalah timbul karena sistem pada PT XYZ ini masih membutuhkan proses pengecekkan secara manual oleh user. Hal ini tentunya memperlambat processing time dari pengajuan pinjaman. Dalam penelitian ini menggunakan konsep business process reengineering atau BPR dengan UML activity diagram dalam melakukan analisis serta perancangan perbaikan proses pengajuan pinjaman saat ini, metodologi agile scrum dalam perancangan pengembangan hasil perbaikan process flow serta menggunakan skenario uji coba untuk melakukan uji coba dari hasil perbaikan process flow yang baru. Penelitian ini menggunakan metode mixed method antara kualitatif dengan kuantitatif. Data-data yang digunakan berupa hasil wawancara dengan Product Manager dan Relationship Manager, data processing time pengajuan pinjaman, dokumen process flow saat ini, serta visi, misi dan target pengembangan pada tahun 2022. Hasil penelitian ini berupa hasil rekomendasi process flow baru yang memperbaiki process flow yang lama. Ditemukan bahwa terdapat tahap-tahap yang masih manual dan beberapa tahap yang memiliki sifat redundansi. Tahap tersebut diperbaiki dengan harapan untuk mempercepat processing time.

PT XYZ is one of financial technology or we can call it fintech with P2P Lending category. The area covered is the retail sector which have small limits but large number of borrowers. With a large numbers of borrowers and loan applications, it will affect the processing time of existing business processes. The problem arises because the system still requires manual checking by users. This will slow down the processing time. This research will use the concept of business process reengineering or BPR with UML activity diagram in doing the analyzing and redesigning the current loan application process, agile scrum methodology in designing the development of the new and redesigned process flow. This research will use mixed method methodology using qualitative and quantitative. The data are interviews with Product Manager and Relationship manager, processing time data of loan application, current process flow document, and also vision, mission and target of development in year 2022. The result of this research will include recommendation of a new process flow that fixes the current process flow. It was found out that there are steps that are still manual and redundant steps. That step is redesigned in hope to fasten the processing time."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>