Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2831 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isa Akbarulhuda
"Prasasti Horṛn merupakan prasasti tembaga yang ditemukan di Kediri. Prasasti Horṛn sering dikaitkan dengan Perang Bubat yang terjadi di masa Majapahit. Prasasti ini hanya berisikan sambandha tanpa menyebutkan tahun ataupun nama raja, sehingga membuat beberapa peneliti memiliki pendapat masing-masing tentang Prasasti Horṛn. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian ulang terhadap prasasti Horṛn. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kronologi relatif dari Prasasti Horṛn dan menyusun rangkaian sejarah menggunakan data-data teraktual. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian epigrafi yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Prasasti Horṛn bukan berasal dari masa Majapahit, melainkan dari masa pemerintahan Mapañji Garasakan sekitar tahun 1050 Masehi yang ditulad pada masa Majapahit. Peristiwa yang dituliskan dalam prasasti Horṛn menunjukkan terjadinya serangan musuh Sunda ke Desa Horṛn dengan musuh Sunda yang dimaksud adalah Samarawijaya, Raja Pañjalu sekaligus anak Dharmawangsa Tguh, yang menjadi raja vasal di Jawa Barat. Penelitian ini juga mendukung pernyataan Boechari bahwa Prasasti Horṛn dibuat pada zaman yang sama dengan Mapañji Garasakan.

Horṛn inscription is a copper plate inscription found in Kediri. Horṛn inscription often associated with Perang Bubat in Majapahit era. Horṛn Inscription doesn’t mention chronology or the king’s name, it makes some researchers have some difference ideas about Horṛn inscription, therefore this study is important to re-examine this inscription. The purpose of this study is to know the relative chronology of Inscription of Horṛn and composing historical story with newer data and research. The method used in this study is epigraphy method which are heuristic, critics or analyzed, interpretation, and historiography. The Result of this study shows that the inscription of Horṛn was not from Majapahit era, but from Garasakan era around 1050 D.C and copied in Majapahit era. The event written in Horṛn inscription showed about invasion of the enemy from Sunda to Horṛn village. The enemy from Sunda refer to Samarawijaya, King of Pañjalu, son of Dharmawangsa Tguh. Another result of this study is support the statement from Boechari that Horṛn inscription was promulgated at the same time with Mapañji Garasakan’s era"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Krisna Wibowo
"Penelitian ini membahas mengenai permasalahan yang terjadi didalam Prasasti Pupus. Prasasti Pupus merupakan prasasti koleksi Museum Nasional Indonesia dengan nomor Inventaris 24. Prasasti ini mengalami banyak korosi khususnya pada bagian pertanggalan sehingga menyebabkan keraguan mengenai keotentikan dan kredibilitas prasasti tersebut. Dari kritik teks yang dilakukan dalam penelitian ini diketahui bahwa Prasasti Pupus dikeluarkan pada masa Dyah Balitung yaitu pada tahun 822 Saka. Isi dari Prasasti Pupus menyebutkan tentang penetapan wilayah desa Pupus sebagai sima karena merupakan tanah yang diwariskan dari tokoh Rahyangta Sanjaya. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode epigrafis yang sama dengan metode sejarah dengan adanya kritik teks sebagai metode dalam arkeologi untuk menentukan keotentikan dan kredibilitas data. Data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Prasasti Pupus sebagai data primer dan data prasasti-prasasti yang sezaman khusus masa Kadiri dan Mataram Kuna sebagai data sekunder atau pembanding.

This research discusses the problems that occur in Pupus Inscription. Pupus Inscription is an inscription of collection of National Museum of Indonesia with Inventory number 24. This inscription experienced a lot of corrosion especially on the part of the date causing doubts about the authenticity and credibility of the inscription. From the textual criticism conducted in this study note that Pupus Inscription issued during the Dyah Balitung in 822 Saka. The contents of Pupus Inscriptions tell about the determination of Pupus village area as sima because it is a land inherited from figures Rahyangta Sanjaya. The method used in this study is the same epigraphic method with historical method with the existence of textual criticism as a method in archeology to determine the authenticity and credibility of the data. The data to be used in this research is Pupus Inscription as primary data and data of inscriptions of special contemporaries of Kadiri and Mataram Kuna period as secondary data or comparison.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartina Risma Wardani
"ABSTRAK
Prasasti Mariñci merupakan prasasti yang berasal dari masa Majapahit akhir yang berasal dari pemerintahan Wikramawarddhana. Prasasti Mariñci tidak memiliki angka tahun yang lengkap dan hanya mencantumkan titi.ka.4.śirah 5. Prasasti Mariñci merupakan prasasti sῑma yang memiliki struktur yang berbeda dengan prasasti-prasasti sῑma pada umumnya. Prasasti Mariñci merupakan jenis prasasti rajamudra jika dilihat dari formula prasasti dan bahasa yang digunakan pada prasasti tersebut. Prasasti Mariñci berisikan perintah raja tentang pembebasan dua jenis pajak yaitu pajak tentang penghentian dua jenis pajak yaitu pajak titi lĕman dan sosorohan yang akan ditagih oleh kepala desa di Mariñci yang merupakan bagian dari daerah di Tumapĕl. Dengan demikian, prasasti Mariñci merupakan prasasti keputusan bebas pajak.

ABSTRACT
Mariñci inscription is an inscription dated from King Wikramawarddhana era of Majapahit kingdom. Mariñci inscription does not contain exactly year except for word titi.ka.4.śirah 5. This is a sῑma inscription which has anomaly compared to other sῑma inscriptions from Majapahit era. Mariñci Inscription is considered as rajamudra based on the inscription formula and the language. The inscription itself contains the king order to free taxes of Mariñci village. These taxes are called titi leman and sosorohan. These taxes were always collected by the village head then forwarded to Tumapĕl goverment, but In the king order the tax was denounced. In short, Mariñci inscription is the prove of tax release by the king order for Mariñci village.
"
2015
S60090
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Abi Khakam
"Prasasti Kubu Kubu 827 Śaka merupakan prasasti yang dikeluarkan pada saat pemerintahan Śrī Mahārajā Rakai Watukura Dyah Balitung Ś rī Dharmmodaya Mahasambhu bertahta di Mataram Kuno. Prasasti ini berisi mengenai penetapan śīma di Desa Kubu Kubu kepada Rakryan Hujung Dyah Mangarak dan Rakryan Matuha Rakai Majawuntan atas keberhasilannya menyerang Bantan. Prasasti Kubu Kubu juga merupakan prasasti yang membuktikan bahwa raja Dyah Balitung pernah memperluas kekuasaanya ke Jawa Timur. Hasi dari penelitian ini telah membuktikan bahwa prasasti ini merupakan prasasti tinulad. Selain itu, dengan banyaknya kesalahan pembacaan pada penelitian sebelumnya, dilakukanlah peninjauan ulang terhadap prasasti ini.

Inscription of Kubu Kubu (827 Ś aka) is an inscription issued by Śrī Maharaja Rakai Watukura Ś rī Dyah Balitung Dharmmodaya Mahasambhu of ancient Mataram. This inscription tell us about the establishment of śīma of Kubu Kubu village. The reason is because the merit of Rakryan Hujung Dyah Mangarak and Rakryan Matuha Rakai Majawuntan for successfully attacking Bantan. The Inscription of Kubu Kubu is also a proof of the expansion of Dyah Balitung to the East Java. The research result shows that this inscription is tinulad. Moreover, the result shows some of the mistakes of the previous reading is the reason why this research focused to the review this inscription.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Addissya Paramasasti
"Prasasti Wwahan ditemukan di Desa Bandaralim, Kelurahan Demangan, Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan angka tahun 907 Śaka, prasasti ini dibuat atas perintah Dharmmawangśa Tguh, ketika menjadi raja di Matarām. Tiga tahapan metode epigrafi dipergunakan untuk mengungkap data sejarah dalam prasasti ini, yaitu tahap pengumpulan, pengolahan, serta penafsiran data. Prasasti ini berisikan tentang penetapan sima yang diberikan kepada warga di Wwahan pada masa pemerintahan Dharmmawangśa Tguh.

Wwahan Inscription was found in Bandaralim village, Demangan sub district, Tanjung Anom district, Nganjuk regency, East Java Province. Based on the number of the year 907 Śaka, this inscription was made by order of Dharmmawangśa Tguh, when he was a king in Matarām. This research used three step of epigraphically methodology, to reveal historical data in this inscription, such as collecting, processing, and interpretation data. This inscription content the history of sima determination by the people in Wwahan under the authority of Dharmmawangśa Tguh."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisda Meyanti
"Penelitian terhadap Prasasti Paņai belum banyak dilakukan sehingga perlu dilanjutkan, khususnya untuk meneliti mengenai kronologi, geografi, biografi, dan peristiwa yang tertuang dalam prasasti tersebut. Prasasti Paņai merupakan salah satu artefak yang membuktikan keberadaan kerajaan Paņai yang pernah disebut pada Prasasti Tanjore (India) dan Kitab Nagarakrtagama (Indonesia). Kondisi fisik Prasasti Paņai sangat memprihatinkan sehingga hanya sebagian kecil tulisan yang terbaca. Asumsi-asumsi yang diperoleh dari prasasti tersebut, antara lain: Prasasti Paņai berasal dari abad ke-11?13 M; kerajaan Paņai terletak di Padang Lawas; kerajaan Paņai adalah kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorag haji; meskipun kecil, kerajaan Paņai memiliki potensi sumber daya alam yang besar yang mampu menarik perhatian Rajendra Chola (India) dan Majapahit (Nusantara).

Abstract
There is not many research of Paņai Inscription conducted yet, therefore needs to continue, especially to research about chronology, geography, biography, and history which written on the inscription. Paņai Inscription is one of artefact proving the existence of Paņai kingdom that was mentioned in Tanjore Inscription (India) and Nagarakrtagama (Indonesia). The physical condition of Paņai Inscription is too bad, only a few of the graph can be read. The assumptions can be made are Paņai Inscription was made in 11th?13th century; Paņai kingdom was in Padang Lawas; Paņai was a small kingdom headed by haji; eventhough the kingdom was small, Paņai had great potential of natural resources making Rajendra Chola (India) and Majapahit (Nusantara) interested."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43748
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hardianti
"Prasasti Batur terdiri dari tiga lempengan tembaga. Prasasti tidak berangka tahun tetapi berdasarkan isi prasasti diperkirakan berasal dari Ratu Tribhuwanottuṅgadewī Jayawişņuwarddhanī. Pada lempeng A Prasasti Batur menyebutkan nama-nama tokoh yang berkenaan dengan birokrasi di Majapahit yang terdiri dari Rakryān Mantri ri Pakirakirān, Dharmmādhyakşa dan para Dharmmopapatti. Pada lempeng B dan C berisi mengenai pembagian waktu-waktu pemujaan kepada Sang Hyang Kabuyutan di Kalyasěm dan Sang Hyang Kabuyutan di Kalihan yang harus dilakukan oleh maņḍala di Kaņḍawa, Talun, Wasana dan di Sāgara. Disebutkan juga mengenai penjagaan batur di Talun. Nama-nama maņḍala tersebut juga diceritakan dalam kitab Tantu Panggelaran dan Nagarakrtagama.

Batur Inscription consists of three copper plates. The inscription no mention of date. However, based on the inscription content, it is predicted originally from Tribhuwanottuṅgadewī Jayawişņuwarddhanī era. The plate A of Batur Inscription mentioned figure names related to bureaucracy in Majapahit which consists of Rakryãn Mantri ri Pakirakirãn, Dharmmãdhyakşa and the Dharmmopapattis. Plate B and C contain allocation of worship times to The Sang Hyang Kabuyutan in Kalyasěm and Sang Hyang Kabuyutan in Kalihan which had to be conducted by maņḍala in Kaņḍawa, Talun, Wasana and Sāgara. It is also mentioned about batur custody in Talun. The maņḍala names also being narrated in the book of Tantu Panggelaran and Nagarakrtagama."
2016
S62453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Muhlis
"Situs Astana Gede merupakan salah satu situs peninggalan Kerajaan Sunda yang berbeda dibandingkan situs pada umumnya. Terdapat enam prasasti yang terletak di Situs Astana Gede, yaitu Prasasti Kawali I, Prasasti II, Prasasti III, Prasasti IV, Prasasti Kawali V, dan Prasasti Kawali VI. Setiap prasasti memiliki penempatan berbeda di dalam teras. Prasasti yang diletakan di teras I, yaitu Prasasti IV dan Prasasti V. Adapun Prasasti yang diletakan di teras II terdapat empat prasasti, yaitu Prasasti I, Prasasti II, Prasasti III, Prasasti VI, tetapi tidak ada satu pun prasasti yang diletakan di teras III. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui tata letak prasasti berdasarkan kajian keagamaan sehingga diketahui alasan prasasti diletakan di teras yang berbeda-beda dan fungsi Situs Astana Gede. Hasil penelitian menunjukan bahwa masing-masing teras menandakan tingkatan yang berbeda-beda berdasarkan konsepsi keagamaan, yaitu konsep triloka. Prasasti di teras I berisi keagamaan yang mengartikan tahap pertama manusia dalam kehidupan harus mempelajari agama. Teras II adalah tingkatan lebih tinggi dengan prasasti berisi moral. Teras III yang merupakan teras tertinggi sudah tidak ada lagi prasasti.

The Situs Astana Gede is one of the different sites of Sunda kingdom compared to the site in general. There are six inscriptions located on the Astana Gede site, Kawali I inscription, Kawali II inscription, Kawali III inscription, Kawali IV inscription, Kawali Keletakan prasasti..., Muchamad Muhlis, FIB UI, 2019 ix Universitas Indonesia V inscription, and Kawali VI inscription. Each inscription has a different placement on the terrace. Inscriptions placed on the terrace I, namely inscription IV and inscription V. The inscription placed on the terrace II there are four inscriptions, namely inscription I, inscription II, inscription III, inscription VI, but none of the inscriptions are placed on the terrace I. Based on this, the study intends to know the layout of inscriptions based on religious studies so it is known why the inscription is placed on different terraces and functions of the Astana Gede website. The results show that each terrace signifies a different level based on the religious conception, the concept of Triloka. The inscription on the terrace I contains religious that defines the first stage of human beings in life to learn religion. The terrace II is a higher level with a moral inscription. Terrace III which is the highest terrace there is no more inscription. Astana Gede Site is one of the different sites of Sunda kingdom compared to the site in general. There are six inscriptions located on the Astana Gede site, Kawali I inscription, Kawali II inscription, Kawali III inscription, Kawali IV inscription, Kawali V inscription, and Kawali VI inscription. Each inscription has a different placement on the terrace. Inscriptions placed on the terrace I, namely inscription IV and inscription V. The inscription placed on the terrace II there are four inscriptions, namely inscription I, inscription II, inscription III, inscription VI, but none of the inscriptions are placed on the terrace I. Based on this,the study intends to know the layout of inscriptions based on religious studies so it is known why the inscription is placed on different terraces and functions of the Astana Gede website. The results show that each terrace signifies a different level based on the religious conception, the concept of Triloka. The inscription on the terrace I contains religious that defines the first stage of human beings in life to learn religion. The terrace II is a higher level with a moral inscription. Terrace III which is the highest terrace there is no more inscription.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Indraswari
"Prasasti Rayung yang berada di Museum Nasional, Jakarta. Prasasti Rayung tidak memiliki unsur pertanggalan dan memiliki keunikan yang tidak dimiliki prasastiprasasti lainnya. Prasasti Rayung berisi mengenai penetapan desa Rayung sebagai sima karena masyarakat Rayung membuat bangunan suci untuk dewa di Paru. Ditinjau dari unsur paleografis dan isi pada prasasti Rayung ditemukan ketidakcocokan untuk menetapkan perkiraan masa pembuatan prasasti ini sehingga diperkirakan merupakan prasasti tinulad. Pada penelitian ini dilakukan pembuktian keaslian prasasti Rayung sebagai sumber data sejarah dan meletakan prasasti Rayung dalam kronologi sejarah kuno.

The focus of this study is Rayung inscription that is kept at National Museum, Jakarta. Rayung inscription does not contain dating element and has unique feature that other inscriptions do not possess. Rayung inscription contains the establishment of sīma in the village of Rayung because the citizen of Rayung built a holy temple for gods in Paru. From the paleography and the content of this inscription, it is found that there is incompatibility to estimate the period which this inscription was made thus leading to the conclusion that this inscription is tinulad. This study also functions as historical data sources and put this inscription on chronology of ancient history."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Megakusuma
"Prasasti Garudamukha adalah salah satu prasasti batu yang terletak di Museum Majapahit di Trowulan, Mojokerto di Jawa Timur. Prasasti Garudamukha berangka tahun 945 Śaka (1023 Masehi) yaitu pada era pemerintahan Raja Airlangga di masa Mataram Kuno. Prasasti ini menceritakan mengenai pemberian status sīma yang diberikan oleh raja kepada desa tertentu atau wilayah tertentu atas jasa mereka dalam memberikan dukungan terhadap raja pada saat pemerintahannya. Prasasti ini berada dalam kondisi fragmentaris atau pecah-pecah, sehingga belum ada peneliti lain yang meneliti secara mendalam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis informasi yang dapat dibaca dari fragmen-fragmen yang tersisa dan masih dapat terbaca serta merekonstruksi informasi tersebut sesuai dengan konteksnya.

Garudamukha Inscription is one of a stone inscription kept at Majapahit Museum in Trowulan, Mojokerto, East Java. Garudamukha Inscription was made in 945 Śaka (1023 A.D) on King Airlangga’s Era of Ancient Mataram. The inscription tells us about how the king give his blessing of sīma on a certain village or rural area because of what has they’ve done in giving support for the king on his governs. The inscription itself is in fragmentation condition that makes no other researchers have done depth analysis on this. This research is analyzing the information that given from the fragments that still can be read and also trying to reconstruct the informations based on their context."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>