Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135653 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nida Nidyarti Rubini, examiner
"Melalui proses intersubjektif, speech-act (tindak tutur) membentuk suatu isu menjadi isu keamanan (sekuritisasi) sehingga menuntut dikeluarkannya kebijakan khusus tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap bagaimana speech-act pemimpin suatu negara melakukan sekuritisasi terhadap suatu isu sehingga menghasilkan kebijakan keamanan yang luar biasa atau berbeda. Donald Trump, Presiden Amerika Serikat ke-45, menjadikan isu nuklir Korea Utara sebagai salah satu fokus kebijakan luar negerinya pada tahun 2017. Trump mengekspresikan permusuhan kepada Korea Utara sejalan dengan pemberlakuan strategi maximum pressure, yang merupakan sanksi terberat yang pernah diberlakukan Amerika Serikat kepada Korea Utara. Studi ini menggunakan metode analisis konten kualitatif dan perangkat lunak MAXQDA untuk menemukan tema dasar speech-act Trump mengenai nuklir Korea Utara pada tahun 2017. Tema dasar yang ditemukan kemudian dianalisis dengan melihat kongruensi tiga asumsi yang mendukung keberhasilan speech-act Trump dan melegitimasi kebijakan keamanan Amerika Serikat mengenai isu nuklir Korea Utara berupa strategi maximum pressure

Through the intersubjective process, speech-act forms an issue into a security issue (securitization) which demands the issuance of certain special policies. This study aims to analyze how the speech-act of a country leader securitize an issue so as to set extraordinary or distinct security foreign policies. Donald Trump, the 45th President of the United States of America, made the North Korean nuclear issue one of his foreign policy focuses in 2017. Trump expressed hostility toward North Korea in line with the implementation of maximum pressure strategy, the toughest sanctions the United States has ever imposed to North Korea. This study utilizes a qualitative content analysis method and MAXQDA software to find the underlying theme of Trump’s speech-act on North Korea nuclear in 2017. The underlying theme is analyzed by looking at the congruence of three assumptions that support the success of Trump’s speech act and legitimize United States’ security policy towards North Korean nuclear issue in form of maximum pressure strategy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ushwatul Jannah
"Tulisan ini menjelaskan tentang mengapa suatu negara tetap mempertahankan kerangka aliansi dengan negara lain, terlepas dari perlakuan negara tersebut yang cenderung menjatuhkan negara aliansinya. Analisis dalam tesis ini menggunakan teori dilema keamanan aliansi dari Snyder untuk menjelaskan alasan mengapa Korea Selatan memilih untuk menggunakan strategi cooperate dalam menghadapi dilema aliansi dengan Amerika Serikat dibawah masa pemerintahan Presiden Donald Trump tahun 2017 – 2021. Hasil dari penelitian yang menggunakan kualitatif-deskriptif ini menunjukkan bahwa pilihan Korea Selatan menggunakan strategi cooperate tersebut adalah untuk menghindari konsekuensi diabaikan (abandonment) oleh Amerika Serikat, sekutunya yang merupakan negara patron (pelindung). Penggunaan strategi cooperate ini selanjutnya di jelaskan dalam tesis ini karena dipengaruhi oleh 2 faktor penentu yaitu faktor possible of consequences dan faktor determinant of choices. Berdasarkan kedua sudut pandang faktor tersebut, Korea Selatan mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat selain karena takut akan risiko ditinggalkan, yaitu faktor kergantungan, kepentingan strategis, kejelasan kesepakatan dalam aliansi, serta tingkat kepentingan sekutu juga merupakan alasan Korea Selatan untuk mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat.

The present study explains why a country maintains an alliance framework with other countries, regardless of the country's treatment which likely brings down its allies. The analysis applied an alliance security dilemma theory by Snyder to clarify the reasons why South Korea preferred to use a cooperative strategy in dealing with the dilemma of alliance with the United States under the President Donald Trump administration of 2017-2021. The results of the present qualitative - descriptive study showed that South Korea’s preference to use the cooperative strategy aimed at avoiding a consequence of being neglected (abandonment) by the United States that is the patron ally (protector). The use of the cooperative strategy was later emphasized in this study as it was influenced by two determinants, namely the possible of consequences and the determinant of choices. Based on perspectives of these two factors, South Korea maintains an alliance with the United States apart from being apprehensive to be left, which is a dependency factor, strategic interests, clarity of the deal in the alliance and the ally’s level of interest are also the South Korea’s reasons to maintain an alliance with the United States."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"A security defines as amarketable investment instrumen representing financial value. Securities are broadly categorized into debt securities, commercial bonds, stock, bound, equity, securities e.g comman stocks,future trading securities, and derivative securities...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Michael Eklesia
"Hanya dengan suatu bentuk organisasi publik antar negara dapat tercapai suatu sistem keamanan kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang. Perserikatan Bangsa Bangsa merupakan organisasi internasional yang dirasa perlu dalam melaksanakan sistem keamanan kolektif untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Dalam menjalankan tugas tersebut kemudian dibentuklah DK-PBB sebagai organ PBB yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia. DK-PBB dalam hal memelihara perdamaian dan keamanan dunia dari ancaman, pelanggaran maupun agresi dapat memberikan sanksi terhadap suatu negara maupun terhadap aktor nonnegara. Pada praktiknya tidak sedikit negara melanggar ketentuanr esolusi sanksi yang diberikan oleh DK-PBB. Salah satu negara yang secara konsisten melanggar ketentuan Resolusi DK-PBB adalah Korea Utara. Korea Utara sudah diberikan sejumlah sebelas resolusi di mana tujuan diberikannya rezim sanksi tersebut untuk menghentikan praktik uji coba nuklir Korea Utara. Uji coba nuklir Korea Utara tersebut melanggar ketentuan yang terdapat di dalam NPT. Korea Utara sendiri awalnya merupakan negara pihak dalam NPT yang kemudian mengundurkan diri pada tahun 2003 diikuti dengan menyatakan kepemilikannya atas senjata nuklir dan dilaksanakannya uji coba senjata nuklir. Penelitian ini kemudian menilai bentuk implementasi dan kepatuhan terhadap resolusi sanksi yang diberikan oleh DK-PBB. Penelitian ini kemudian menyarankan tindakan yang dapat dilaksanakan agar sanksi yang diberikan oleh DK-PBB dapat terimplementasikan dan tujuan diberikannya sanksi dapat tercapai khususnya dalam kasus rezim sanksi DK-PBB atas uji coba nuklir Korea Utara.

Only with a form of public organization between countries can a collective security system be achieved that can protect the international community from the disaster of war. The United Nations is an international organization that is deemed necessary in implementing a collective security system to maintain international peace and security. In carrying out this task, the UN Security Council was formed as a UN organ specifically tasked with maintaining world security and peace. The UN Security Council in terms of maintaining world peace and security from threats, violations and aggression can impose sanctions on a country as well as against non-state actors. In practice, not a few countries violate the provisions on the resolution of sanctions provided by the UN Security Council. One of the countries that consistently violates the provisions of the UNSC Resolution is North Korea. North Korea has been given a number of eleven resolutions in which the aim of the sanctions regime is to stop North Korea's nuclear test practices. The North Korean nuclear test violated the provisions contained in the NPT. North Korea itself was originally a party to the NPT which later withdrew in 2003 followed by declaring its ownership of nuclear weapons and carrying out nuclear weapons tests. This study then assesses the form of implementation and compliance with the sanctions resolution given by the UN Security Council. This study then suggests actions that can be taken so that the sanctions imposed by the UN Security Council can be implemented and the objectives of the sanctions can be achieved, especially in the case of the UN Security Council sanctions regime for North Korea's nuclear tests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Ramawan Adipura
"Foreign-Imposed Regime Change (FIRC) atau intervensi perubahan rezim merupakan salah satu instrumen kebijakan keamanan Amerika Serikat (AS) dalam mengejar kepentingannya. Dalam Perang Sipil Suriah, AS menjadi salah satu negara pengintervensi dan dengan tujuan untuk mengganti pemerintahan Suriah. AS menggunakan intervensi perubahan rezim tertutup di Suriah. Kajian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan “mengapa AS menggunakan intervensi perubahan rezim tertutup alih-alih terbuka di Suriah?” Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi dokumen. Kerangka analisis yang digunakan adalah Logika Strategi Perubahan Rezim oleh Lindsey O’Rourke (2018) yang terdiri dari pertimbangan taktis dan keuntungan strategis intervensi. Peneliti berargumen bahwa AS menggunakan intervensi perubahan rezim tertutup karena pertimbangan taktis AS di Suriah dan rekam jejak di negara-negara target sebelumnya dan pertimbangan keuntungan strategis akan hasil yang didapat di Suriah serta posisi negara-negara rival membuat AS enggan menggunakan operasi terbuka dan memilih operasi tertutup.

Foreign-Imposed Regime Change is one of the United States’ (US) security policy instruments to pursue their national security interests. During the Syrian Civil War, the US intervenes with a purpose of overthrowing the incumbent Syrian government. The US uses a covert regime change for that purpose. This research is aiming at answering the question of “why does the US use a covert regime change instead of an overt regime change in Syria?” This research relies on qualitative approach to answer the research question and uses primary and secondary data collected from official documents and open-source information. This research employs the concept of the strategic logic of regime change developed by Lindsey O’Rourke (2018; 2019) to analyze the case. This research focuses on the tactical considerations and strategic benefits of an intervention and argues that US uses covert regime change operation because of the heavy cost of their previous overt regime change polices in Afghanistan, Iraq, and Libya as well as the fear of rival states’ intervention, especially from Russia, in Syria that might endanger their current geopolical standing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadel
"Suatu negara memiliki otoritas untuk melakukan segala tindakan yang berkaitan dengan isu keamanan negaranya. Pemblokiran yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Huawei, merupakan bentuk upaya negara tersebut untuk melindungi kepentingan keamanan nasionalnya. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis bagaimana pemblokiran Huawei di Amerika Serikat dilakukan sebagai upaya melindungi keamanan nasional Amerika Serikat. Tuduhan atas Huawei sebagai perusahaan yang digunakan oleh pemerintah Tiongkok untuk melakukan aktivitas mata – mata kepada Amerika Serikat dan rakyatnya menyebabkan Presiden Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk memblokir secara permanen Huawei di AS. Untuk membuktikan tuduhannya terhadap Huawei, pemerintah Amerika Serikat mendorong negara – negara aliansinya untuk ikut memblokir Huawei dan mendorong membatalkan kerja sama pengembangan jaringan 5G dengan Huawei. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dengan menggunakan teknik penelitian deduktif untuk memahami persepsi ancaman Amerika Serikat terhadap Huawei sebagai ancaman keamanan nasional. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis, penyebab terjadinya pemblokiran Huawei oleh Amerika Serikat adalah karena Huawei dianggap dijadikan alat oleh pemerintah Tiongkok yang berbahaya bagi keamanan nasional AS.

A country has the authority to take all actions related to state security issues. The blocking by the United States (US) against Huawei is a form of US efforts to protect its country's national security interests. Research in this case aims to analyze how Huawei is blocked in the United States as an effort to protect the national security of the United States. Allegations of Huawei as a company used by the Chinese government to carry out spying activities on the US and its people, led President Donald Trump to issue an executive order to block Huawei permanently in the US. To prove its accusations against Huawei, the US government is encouraging its allied countries to participate in blocking Huawei and pushing to cancel 5G network development cooperation with Huawei. This study uses a qualitative analysis method using deductive research techniques to understand the perception of the US threat to Huawei as a threat to US national security. Based on the analysis conducted by the author, the cause of the US blocking Huawei is because Huawei is considered a tool by the Chinese government to attack US national security."
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurhasanah
"Penelitian ini membahas tinjauan politik dan keamanan tembok perbatasan Amerika Serikat-Meksiko pada masa pemerintahan Donald Trump (2017-2019). Penulis memilih era pemerintahan Trump karena dalam perpolitikan AS, kebijakan sekuritisasi perbatasan mengalami tightening (penegangan) pada masa Trump. Penulis meneliti pembangunan tembok perbatasan dalam kaitannya dengan keamanan dalam negeri AS. Kemudian penulis menganalisis sikap dua partai dominan di AS yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua konsep yang berkaitan satu sama lain yaitu Konsep Kedaulatan Negara, dan Konsep Keamanan Nasional. Penulis menggunakan metode analisis kualitatif eksploratif. Hasil temuan menunjukkan bahwa ditinjau dari aspek keamanan, kebijakan Trump membangun tembok perbatasan AS-Meksiko kurang relevan karena imigran ilegal dari Amerika Latin yang datang ke AS tidak terbukti meningkatkan tingkat kejahatan di dalam AS. Tinjauan politik menunjukkan bahwa kedua belah pihak baik Partai Demokrat dan Partai Republik sama-sama menganggap bahwa keamanan perbatasan itu penting. Namun pihak Partai Demokrat tidak setuju dengan gagasan tembok. Ketidaksetujuan tersebut didasarkan pada beberapa alasan diantaranya: pertama, hingga saat ini Trump tak kunjung melakukan implementasi pembangunan tembok sesuai dengan janji kampanyenya pada tahun 2016 untuk membangun tembok konkrit. Kedua, tembok bukan merupakan alat keamanan yang efektif. Ketiga, tembok perbatasan dinilai mustahil karena melewati topografi yang beragam. Keempat, kebijakan tembok merupakan masalah bukan solusi karena Trump menempatkan imigran dalam posisi yang lebih vulnerable. Bagaimanapun kedua belah pihak sama-sama melakukan politisasi tembok. Partai Republik mempertahankan pembangunan tembok demi elektabilitas Trump pada pemilu presiden AS tahun 2020, sedangkan Partai Demokrat berusaha menyeimbangkan suara di negara-negara bagian berbasis imigran.

This research discusses the political and security review of the United States-Mexico border wall during Donald Trumps administration (2017-2019). The author chooses Trump administration because on US politics, the border securitization policy undergoes tightening during the Trump era. The author examines the border wall establishment and its relation to US internal security. The author analyzes the attitude of the two dominant parties in the US namely the Democratic Party and the Republican Party. In this research, the author applies two concepts that related to each other namely the concept of State Sovereignty and the concept of National Security with explorative qualitative analysis method. The findings show that in the security aspect, Trump's policy establishing the US-Mexico wall is less relevant because illegal immigrants from Latin America who come to the US are not proven to increase crime rates within the US. In the political aspect, both the Democratic Party and the Republican Party consider border security as an important matter. However, the Democratic Party does not agree with the idea of the wall. The Democratic Party does not agree with the wall because of several reasons: first, Trump has yet started constructing the wall as his campaign promise in 2016 to build concrete walls. Second, the wall will not become an effective security tool. Third, the border wall is impossible to build because it passes through various topographies. Fourth, the wall rather becomes a problem instead of becoming solution. Trump has placed immigrants in a more vulnerable position. Nevertheless, both parties are conducting the politicization of the wall. The Republican Party maintain the idea of constructing wall for Trumps electability in the 2020 presidential election, while the Democratic Party is trying to balance the votes in immigrant-based states."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Ayu Adani
"Penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan imigrasi zero tolerance di masa Pemerintahan Donald Trump pada bulan Mei – Juni 2018. Kebijakan ini merupakan penegakan program Operation Streamline yang diinisiasikan oleh Department of Homeland Security (DHS) dan Department of Justice (DOJ) pada tahun 2005. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat eksplanatif. Penulis menggunakan teori kebijakan publik dan implementasi kebijakan untuk menganalisis secara mendalam langkah-langkah yang diambil pemerintahan Donald Trump dalam implementasi kebijakan ini. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan ini berhasil menekan jumlah imigran gelap yang menyeberang melalui perbatasan Meksiko-Amerika Serikat, yang berarti bahwa kebijakan ini mencapai tujuan dan sasarannya. Dalam implementasinya, kebijakan ini menuai banyak kontra dari berbagai pihak, baik dari internal Partai Republik sebagai partai pengusung Trump, masyarakat Amerika Serikat, organisasi serta asosiasi di Amerika Serikat, dan tokoh-tokoh internasional. Kebijakan ini pada akhirnya justru memiliki dampak negatif berupa terpisahnya anak dari orang tua imigran serta bengkaknya dana yang dikeluarkan untuk implementasi kebijakan. Karenanya, kebijakan ini pada akhirnya dibatalkan oleh Presiden Donald Trump dua bulan setelah kebijakan ini diimplementasikan.

This study discusses the implementation of the zero tolerance immigration policy in May to June 2018 during the Donald Trump Administration. This policy is an enforcement of the Operation Streamline program initiated by the Department of Homeland Security (DHS) and the Department of Justice (DOJ) back in 2005. This study uses qualitative method. This research uses public policy and implementation of public policies theories to analyse the steps taken by the Donald Trump Administration to implement this policy. This study finds that the zero tolerance immigration policy managed to suppress the number of illegal immigrants who tried to cross the Mexico-United States border unlawfully, which means that this policy met its goals and objectives. In its implementation, this policy received pushbacks from various parties, both from within the Republican Party, the American public, various organizations and associations in United States, and international figures. This policy ultimately had negative impacts, in the form of separating children from immigrant parents and increasing the funds spent on implementing the policy. As a result, the policy was eventually overturned by the then-President Donald Trump only two months after it was implemented."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Ayu Adani
"Penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan imigrasi zero tolerance di masa Pemerintahan Donald Trump pada bulan Mei – Juni 2018. Kebijakan ini merupakan penegakan program Operation Streamline yang diinisiasikan oleh Department of Homeland Security (DHS) dan Department of Justice (DOJ) pada tahun 2005. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat eksplanatif. Penulis menggunakan teori kebijakan publik dan implementasi kebijakan untuk menganalisis secara mendalam langkah-langkah yang diambil pemerintahan Donald Trump dalam implementasi kebijakan ini. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan ini berhasil menekan jumlah imigran gelap yang menyeberang melalui perbatasan Meksiko- Amerika Serikat, yang berarti bahwa kebijakan ini mencapai tujuan dan sasarannya. Dalam implementasinya, kebijakan ini menuai banyak kontra dari berbagai pihak, baik dari internal Partai Republik sebagai partai pengusung Trump, masyarakat Amerika Serikat, organisasi serta asosiasi di Amerika Serikat, dan tokoh-tokoh internasional. Kebijakan ini pada akhirnya justru memiliki dampak negatif berupa terpisahnya anak dari orang tua imigran serta bengkaknya dana yang dikeluarkan untuk implementasi kebijakan. Karenanya, kebijakan ini pada akhirnya dibatalkan oleh Presiden Donald Trump dua bulan setelah kebijakan ini diimplementasikan.

This study discusses the implementation of the zero tolerance immigration policy in May to June 2018 during the Donald Trump Administration. This policy is an enforcement of the Operation Streamline program initiated by the Department of Homeland Security (DHS) and the Department of Justice (DOJ) back in 2005. This study uses qualitative method. This research uses public policy and implementation of public policies theories to analyse the steps taken by the Donald Trump Administration to implement this policy. This study finds that the zero tolerance immigration policy managed to suppress the number of illegal immigrants who tried to cross the Mexico- United States border unlawfully, which means that this policy met its goals and objectives. In its implementation, this policy received pushbacks from various parties, both from within the Republican Party, the American public, various organizations and associations in United States, and international figures. This policy ultimately had negative impacts, in the form of separating children from immigrant parents and increasing the funds spent on implementing the policy. As a result, the policy was eventually overturned by the then-President Donald Trump only two months after it was implemented."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rifka Tirsannya Rickmansyah
"Australia menjadi salah satu negara dengan kebijakan yang keras terhadap para imigran gelap dan pencari suaka setelah terjadi peningkatan pada kelompok imigran yang berdatangan setiap tahunnya. Kedatangan Pencari Suaka dianggap menjadi ancaman bagi negara Australia. Sehingga adanya kehadiran imigran menjadi isu politik yang diciptakan oleh Calon Perdana Menteri yang mencalonkan dirinya dalam Pemilihan. Terpilihnya John Howard, dengan Ideologi Nasionalisme, membuat sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan warga Australia dari tindak kriminal. Kebijakan Pacific Solution yang dikeluarkan oleh John Howard adalah upaya Pemerintah Australia dengan mendistribusikan pencari suaka ke negara-negara Pasifik seperti Nauru dan Manus. Hal tersebut menarik, sebab di satu sisi Australia yang meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 dan Teks Protokol 1967, namun membentuk kebijakan publik yang membenturkan hak pencari suaka di negaranya. Penelitian ini menggunakan metode penulisan kualitatif dengan kerangka teoritis yang digunakan dalam membantu menjawab permasalahan penelitian, teori tersebut antara lain Policy Cycle dengan tahapannya: Agenda Setting, Policy Formulation and Decision Making, Implementation, Evaluation and Termination dan Kepentingan Nasional. Fokus utama yang dilihat dalam penulisan penelitian ini adalah kepentingan keamanan nasional Australia dan proses pembentukan kebijakan Pacific Solution. Kerangka teori yang dibahas pada penelitian ini yakni tahapan Formulasi Kebijakan guna mempelajari, memahami, dan menganalisa formulasi Kebijakan Pacific Solution. Penelitian ini akan menjelaskan faktor - faktor terhadap formulasi kebijakan Pacific Solution. Bahwasanya kebijakan tersebut mendapat dukungan penuh baik dari pemerintahan maupun masyarakat.

Australia is a country with strict policies against illegal immigrants and asylum seekers after the increasing amount of immigrant groups every year. The Asylum Seeker arrival is considered as a thread to the Australian State. That is why the immigrants arrival has become a political issue created by the Prime Minister Candidates who have nominated themselves in the elections. The elected John Howard, with his Nationalism Ideology, created a policy that aimed to be a safeguard towards Australia 39;s security and welfare from the criminal acts. The Pacific Solution Policy issued by John Howard has become an effort by the Australian Government to divert the immigration flow of asylum seekers by accommodating asylum seekers in Pacific Countries, such as Nauru and Manus. This is interesting, because in the other hand Australia ratified the 1951 Geneva Convention and the 1967 Protocol Text, but they made the public policy that against the asylum seekers rsquo; right. The method used in this research is qualitative research approach and data collecting technique and using theoretical framework that is used to answer the research problems is the Policy Cycle Theory, with the following stages: Agenda Setting, Policy Formulation and Decision Making, Implementation, Evaluation and Termination and National Interest with using qualitative methods. The main focus of this research is the importance of Australia 39;s national security and the policy-making process of Pacific Solution Policy. The Conceptual Framework discussed in this research is the Policy Formulation Stage to learn, to understand, and to analyze the formulation of the Pacific Solution Policy. This research will explain the policy formulation factors in the Pacific Solution Policy. That the policy is fully supported by government and society."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>